Anda di halaman 1dari 9

MODUL SOSIOLOGI KELAS X :

SOSIALISASI

Disusun Oleh :
Atha fakhriansyah hidayat (05)
Aulia nur fitriandini (06)
Hanany Amira Jafni (12)
Khansa aurelia laksdiera (17)
Kinara Princessa Zhaura Maharani (18)

SMA NEGERI 2 LUMAJANG


A. HAKIKAT SOSIALISASI

1. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah usaha memasukkan nilai-nilai kebudayaan terhadap individu
sehingga individu tersebut menjadi bagian masyarakat. Proses sosialisasi merupakan
pendidikan sepanjang hayat melalui pemahaman dan penerimaan individu atas
peranannya di dalam suatu kelompok.
Menurut para ahli, sosialisasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
 Peter L. Berger : Sosialisasi adalah proses melalui mana seorang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat
 Kamanto Sunarto : Sosialisasi adalah proses melalui mana (nilai-nilai)
masyarakat masuk ke dalam individu manusia
 Soejono Dirdjosisworo : Sosialisasi memuat tiga arti, yaitu: proses belajar,
kebiasaan, dan penyesuaian diri

2. Tujuan Sosialisasi

Tujuan sosialisasi adalah mengajarkan kebudayaan yang berlaku dalam suatu kelompok
kepada individu dari segi peran dan status social. Dengan demikian, tujuan sosialisasi
dapat dirumuskan sebagai berikut:

 Membentuk individu menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab, mandiri, dan
produktif.
 Menyelaraskan perilaku individu dengan nilai-nilai, norma-norma, dan aturan-aturan yang
berlaku di masyarakat.
 Mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat.
B. TAHAPAN SOSIALISASI

Tahapan sosialisasi adalah fase-fase yang dialami individu dalam mempelajari


peran dan status sosialnya. Tahapan sosialisasi dapat dibagi menjadi empat jenis:
preparatory stage, play stage, game stage, dan generalized other. Tahapan sosialisasi ini
dikemukakan oleh George Herbert Mead dalam teori interaksi simbolik1

Preparatory Stage
Preparatory stage adalah tahap awal sosialisasi yang berlangsung sejak lahir
hingga usia 3 tahun. Pada tahap ini, individu belum memiliki konsep diri yang jelas dan
hanya meniru perilaku orang lain tanpa memahami maknanya. Individu juga belum
mampu membedakan dirinya dengan orang lain dan belum mengenal peran dan status
sosial.

Play Stage
Play stage adalah tahap kedua sosialisasi yang berlangsung sejak usia 3 hingga 6
tahun. Pada tahap ini, individu mulai memiliki konsep diri yang sederhana dan mulai
bermain dengan mengasumsikan peran orang lain yang dianggap sebagai model atau
panutan. Individu juga mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain dan mulai
mengenal peran dan status sosial secara umum.

Game Stage
Game stage adalah tahap ketiga sosialisasi yang berlangsung sejak usia 6 hingga 9
tahun. Pada tahap ini, individu memiliki konsep diri yang lebih kompleks dan mulai
bermain dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam suatu permainan atau
situasi. Individu juga mampu membedakan dirinya dengan orang lain dan mengenal
peran dan status sosial secara spesifik.

Generalized Other
Generalized other adalah tahap keempat sosialisasi yang berlangsung sejak usia 9
tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu memiliki konsep diri yang matang dan
mulai berinteraksi dengan mempertimbangkan sikap dan harapan masyarakat secara
keseluruhan. Individu juga mampu membedakan dirinya dengan orang lain dan
menyesuaikan peran dan status sosialnya dengan situasi yang dihadapi.
C. AGEN SOSIALISASI
Agen sosialisasi adalah orang-orang, kelompok, atau lembaga yang berperan
dalam proses sosialisasi. Agen sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agen
primer dan agen sekunder. Agen primer adalah agen sosialisasi yang berpengaruh sejak
awal kehidupan individu, seperti keluarga. Agen sekunder adalah agen sosialisasi yang
berpengaruh setelah individu melewati tahap sosialisasi primer, seperti teman, sekolah,
media massa, dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa contoh agen sosialisasi beserta perannya:

 Agen sosialisasi Keluarga


Keluarga adalah agen sosialisasi primer yang paling utama dan paling
berpengaruh dalam membentuk kepribadian individu. Keluarga memberikan kasih
sayang, perlindungan, bimbingan, dan pendidikan kepada individu sejak lahir hingga
dewasa. Keluarga juga mengajarkan nilai-nilai dasar seperti agama, moral, etika, bahasa,
adat istiadat, dan lain-lain.

 Agen sosialisasi Teman


Teman adalah agen sosialisasi sekunder yang sangat penting dalam membentuk
keterampilan sosial individu. Teman memberikan dukungan, motivasi, hiburan, dan
informasi kepada individu dalam berbagai situasi. Teman juga mengajarkan cara bergaul,
berkomunikasi, bersikap, bersaing, bekerjasama, dan menyelesaikan konflik dengan
orang lain.

 Agen sosialisasi Sekolah


Sekolah adalah agen sosialisasi sekunder yang sangat penting dalam membentuk
pengetahuan dan kreativitas individu. Sekolah memberikan kurikulum, fasilitas, guru,
dan lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran individu. Sekolah juga
mengajarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, prestasi, disiplin, tanggung
jawab, dan lain-lain.

 Agen sosialisasi Media Massa


Media massa adalah agen sosialisasi sekunder yang sangat penting dalam
membentuk pandangan dan sikap individu terhadap berbagai isu dan peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Media massa memberikan berita, informasi, hiburan, edukasi, dan
persuasi kepada individu melalui berbagai saluran seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, internet, dan lain-lain. Media massa juga mengajarkan nilai-nilai budaya populer
seperti gaya hidup, mode, musik, film, dan lain-lain.
D. BENTUK DAN TIPE SOSIALISASI
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman, kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja 1

Bentuk sosialisasi

 Sosialisasi Primer

Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil
dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung
saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai
mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu
membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat
penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang
terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

 Sosialisasi Sekunder

Sosialisasi sekunder adalah sosialisasi lanjutan yang dijalani individu setelah


melewati sosialisasi primer. Sosialisasi sekunder berlangsung saat anak mulai masuk ke
sekolah dan bergaul dengan teman-temannya. Anak mulai mengenal dunia luar dan
berbagai norma yang berlaku di masyarakat. Anak juga mulai menyesuaikan diri dengan
peran dan status sosial yang dimilikinya.

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang tidak terlalu dekat dengan anak menjadi
penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara lebih luas dan variatif di
dalamnya. Keterampilan sosial anak akan sangat ditentukan oleh kemampuan anak untuk
beradaptasi dan berkomunikasi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda-
beda.
Tipe Sosialisasi

Setiap kelompok masyarakat memiliki standar nilai yang berbeda. Contoh, standar
seseorang yang disebut baik di sekolah dan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di
sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau
tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang
disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu

Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Terdapat
dua tipe sosialisasi, yaitu sebagai berikut.

1. Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut
ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan
militer.

2. Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti pergaulan sesama teman, sahabat, anggota klub, dan kelompok-
kelompok sosial di dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun informal tetap mengarah pada pertumbuhan pribadi
anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya.
E. POLA SOSIALISASI

Getrude Jaeger membagi sosialisasi ke dalam dua pola, yaitu pola sosialisasi represif
dan pola sosialisasi partisipatoris.

3. Sosialisasi represif menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri


lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman
dan imbalan, penekanan pada kepatuhan anak pada orangtua, penekanan pada
komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi
terletak pada orangtua dan pada keinginan orangtua, dan peran keluarga sebagai
'significant others'

4. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola dengan ciri


pemberian imbalan ketika anak berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
terletak pada interaksi dan komunikasi yang bersifat lisan. Pusat sosialisasi adalah anak
dan keperluan anak, sedangkan keluarga menjadi 'generalized others'
F. FAKTOR PENGHAMBAT
Proses perubahan sosial dapat mengalami kecepatan atau kelambatan. Faktor penghambat
ini dapat mengubah proses perubahan dalam masyarakat.
Adapun faktor penghambat perubahan sosial yaitu:

1. Kurangnya Interaksi dengan Masyarakat Lain


Salah satu faktor penghambat perubahan sosial yaitu kurangnya interaksi antar
masyarakat. Faktor ini dapat menghambat perubahan dan perkembangan sosial.
Kelompok orang–orang yang seperti ini masih menganut pola pemikiran sederhana dan
kebudayaan sendiri. Misalnya, suku-suku yang tinggal di dalam pedalaman.

2. Masyarakat Bersikap Tradisional


Beberapa kelompok masyarakat masih memegang adat istiadat kuat dalam
lingkungan. Mereka menolak segala hal baru yang dapat mengubah perubahan sosial.
Sikap tradisional ini juga dapat menghambat masyarakat ke perubahan sosial yang lebih
dinamis.

3. Pendidikan Rendah
Faktor lain yaitu cara pandang dan pola pikir masyarakat yang bersifat sederhana.
Umumnya, masyarakat berpendidikan rendah tidak bisa secara langsung menerima hal
baru yang ada. Masyarakat juga tidak mau atau lambat dalam mengikuti perubahan sosial
yang ada, sehingga perubahan ini bersifat statis dan lambat.

4. Prasangka Buruk terhadap Budaya Asing


Salah satu faktornya yaitu masyarakat menolak perubahan sosial karena mereka
menolak perubahan dari luar. Adanya pengalaman di masa lalu seperti penjajahan
membuat beberapa kelompok menolak dan berprasangka buruk terhadap budaya asing.

5. Hambatan Ideologi
Masyarakat tradisional masih memegang kuat ideologi dalam kehidupan sosial.
Ideologi ini dianggap sebagai pedoman dasar.

6. Kepentingan yang Tertanam Kuat


Suatu kelompok masyarakat mempunyai kepentingan yang tertanam kuat, sehingga
perubahan akan sulit terjadi. Kelompok ini berusaha mempertahankan sistem yang sudah
ada hingga takut terjadi perubahan yang dapat mengubah kedudukan dan status.

7. Kehidupan Masyarakat yang Terasing


Masyarakat terasing terjadi karena beberapa daerah tidak mendapatkan komunikasi
dan transportasi. Salah satu faktor perubahan sosial budaya karena belum menyebarnya
teknologi. Maka dari itu, beberapa daerah belum menerima fasilitas komunikasi dan
transportasi.

Anda mungkin juga menyukai