Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agen Sosialisasi

2.1.1 Definisi Agen Sosialisasi

Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), agen adalah media

atau pihak-pihak yang melakukan serangkaian peran untuk menanamkan nilai-nilai

dan norma-norma sosial. Peran tersebut adalah merupakan lembaga sosial seperti

keluarga, lembaga pendidikan, lembaga politik, media massa, lembaga keagamaan,

dan lingkungan sosial. Agen ini bisa di dapat seorang anak di dalam rumah dan bisa

juga didapatkan setelah seorang anak berpergian ke luar rumah. Disinilah mereka

mempelajari berbagai kemampuan baru dengan memasuki tahap game stage

(mempelajari aturan-aturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya

sederajat) sehingga memperoleh nilai-nilai keadilan.

Secara sederhana, sosialisasi adalah sebagai proses belajar bagi seseorang atau

sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola-pola hidup, nilai-nilai dan

norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa diterima oleh

kelompoknya. Sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses yang membantu

individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir

kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya (Sunarto,

2004).

10

Universitas Sumatera Utara


Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), agen sosialisasi

adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga, kelompok bermain

(peer group) seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga dan teman sekolah. Bila

dalam keluarga, kebanyakan interaksi dilakukan dengan melibatkan hubungan yang

tidak sederajat (seperti paman, kakek, ibu, tante, kakak dan lain-lain), sedangkan

dalam kelompok bermain mereka bisa melakukan interaksi dengan orang-orang yang

sebaya.

Dengan kelompok bermain, seorang anak bisa mendapat peranan yang positif,

misalnya :

1. Adanya rasa aman dan dianggap penting.

2. Tumbuhnya rasa kemandirian dalam diri anak itu.

3. Seorang anak mendapat tempat penyaluran berbagai perasaannya seperti rasa

senang maupun sedih.

4. Dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosial.

5. Memiliki banyak teman dan mendapat banyak pengetahuan.

6. Dapat terhindar dari lingkungan pergaulan yang negatif.

7. Ilmunya bermanfaat dan memiliki masa depan yang cerah.

8. Mampu bersosialisasi dengan baik.

9. Belajar untuk membentuk organisasi yang baik.

10. Terbentuknya sifat disiplin dalam penggunaan waktu.

Universitas Sumatera Utara


Selain dampak positif yang diterima oleh si anak dari teman sepermainan, ada

juga dampak negatif, misalnya teman sebaya tersebut mengajari melakukan hal-hal

yang tidak baik. Dan dari dampak negatif tersebut muncul penyimpangan misalnya :

1. Penyalahgunaan Narkoba

Hal ini dapat terjadi apabila teman si anak bukan teman yang baik sehingga dia

akan menjerumuskan si anak.

2. Proses sosialisasi yang tidak sempurna

Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang tidak

sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya. Contohnya:

seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh lingkungannya yang banyak

melakukan tindak ketidakjujuran, pelanggaran, pencurian dan sebagainya.

3. Tindak kejahatan / kriminal

Yaitu tindakan yang melanggar norma, misalkan mencuri, membunuh dan lain-

lain.

4. Gaya hidup

Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari perilaku umum atau

biasanya. Penyimpangan ini antara lain sikap arogansi yaitu kesombongan

terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kepandaian, kekuasaan, kekayaan, dan

sebagainya.

5. Mengonsumsi rokok di bawah umur

Universitas Sumatera Utara


Hal inilah yang sangat sering terjadi jika pergaulan si anak dengan temannya

kelewatan batas, sehingga akan melakukan tindakan demikian seperti merokok

dan akan merusak kepribadiannya.

6. Kenakalan remaja

Karena keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan hal-hal yang

dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan-tindakan

menyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan, membentuk geng-geng yang

membuat onar, dan lain-lain.

Selain itu, perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang

pada umumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya kehidupan

disana. Demikian juga tawuran yang terjadi antar kelompok/etnis/warga yang akhir-

akhir ini sering muncul. Tetapi, sebelum si anak terlanjur terjerumus, orangtua dapat

melakukan berbagai upaya untuk melindungi si anak. Dan pastinya apa yang

diajarkan oleh keluarga akan dibawa oleh anak dari rumah keluar rumahnya ketika ia

berinteraksi dengan teman sebayanya (Herbert, 2013).

2.1.2 Jenis Sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu sosialisasi primer

(dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).

1. Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada saat usia

seseorang masih usia balita. Pada fase ini, seorang anak dibekali pengetahuan

tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui

interaksi, seperti dengan ayah, ibu, kakak, dan anggota keluarga lainnya. Di masa

Universitas Sumatera Utara


itu peran orang-orang di sekelilingnya sangat diperlukan, terutama utnuk

membentuk karakter anak di usia selanjutnya khususnya berkaitan dengan

bimbingan tata kelakuan kepada anak, agar nantinya anak tersebut memiliki

kepribadian dan peran yang benar hingga mampu menempatkan antara hak dan

kewajiban (Setiadi, 2011).

2. Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer,

yaitu dengan memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu di

masyarakat. Dalam sosialisasi sekunder, orang-orang di luar lingkungan keluarga

yang memiliki peran (Auliyahc, 2011).

2.1.3 Pola Sosialisasi

Pola sosialisasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Sosialisasi represif (represif socialization) menekankan pada penggunaan

hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan

pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada

kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu

arah, non-verbal dan berisih perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang

tua dan pada keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant others.

2. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola dimana

anak diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan

bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberia kebebasan.

Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi yang bersifat lisan. Yang

Universitas Sumatera Utara


menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi

generalized others (Setiadi, 2011).

2.1.4 Proses Sosialisasi

Agen sosialisasi ini merupakan significant others (orang yang paling dekat)

dengan individu, seperti orangtua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau

instruktur dan lain sebagainya (Asrifah, 2012).

a. Sosialisasi sebagai suatu proses

Individu dari yang tadinya hanya sebagai makhluk biologi melalui proses

sosialisasi, belajar tentang nilai, norma, bahasa, simbol, keterampilan dan

sebagainya untuk diterima dalam masyarakat dimana ia berada.

b. Sosialisasi pengalaman sepanjang hidup

Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai

makhluk sosial disepanjang kehidupannya, dari ketika ia melahirkan sampai akhir

hayatnya. Bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-beda dari setiap tahap kehidupan

individu dalam siklus kehidupannya. Dari setiap tahap sosialisasi agen

sosialisasinya pun berbeda.

c. Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin

Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan, pasti ada perbedaan peran-peran

individu yang diharapakan oleh masyarakat dari pria dan wanita. Kebudayaan

secara biologis berbeda, karena itu peran-peran yang diharapkan masyarakat pun

secara sosiologis berbeda dan karena sosialisasinya pun berbeda.

Universitas Sumatera Utara


d. Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial terhadap Sosialisasi Anak Dalam Keluarga

Beberapa pakar sosiologi pun sudah berusaha membentuk kategori mengenai

bentuk atau pola dalam sosialisasi keluarga. Sosialisasi dengan cara represif

berpusat pada orangtua karena anak harus memperhatikan keinginan orangtua,

sedang pada sosialisasi yang partisipatori berpusat pada anak, karena orangtua

memperhatikan keperluan anak.

2.1.5 Agen-Agen Sosialisasi

Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), yang termasuk ke

dalam agen-agen sosialisasi diantaranya adalah :

a. Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap

proses sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga. Pertama,

keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka di antara

anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya.

Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya,

sehingga menimbulkan hubungan emosional yang hubungan ini sangat memerlukan

proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan

sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi

kepada anak (Sunarto, 2004).

Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak

adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas orang

tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Keluarga

Universitas Sumatera Utara


merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering dikenal

dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga maka anak mengenal

dunianya dan pola pergaulan sehari-hari. Arti pentingnya keluarga sebagai media

sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan

pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan perhatian untuk mendidik anak

agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik melalui

penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian (Alfin, 2010).

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam kajian keluarga

adalah pendekatan teori sistem. Teori sistem pertama kali dicetuskan oleh Minuchin

(1974), yang mengajukan skema konsep yang memandang keluarga sebagai sebuah

sistem yang bekerja dalam konteks sosial dan memiliki tiga komponen. Pertama,

struktur keluarga berupa sistem sosiokultural yang terbuka dalam transformasi.

Kedua, keluarga senantiasa berkembang melalui sejumlah tahap yang mensyaratkan

penstrukturan. Ketiga, keluarga beradaptasi dengan perubahan situasi kondisi dalam

usahanya untuk mempertahankan kontinuitas dan meningkatkan pertumbuhan

psikososial tiap anggotanya.

Pola transaksi yang meregulasi perilaku anggota keluarga dipertahankan oleh

dua batasan. Pertama, aturan umum yang mengatur organisasi keluarga. Misalnya,

dalam keluarga terdapat hierarki kekuasaan dalam pola hubungan orang tua dengan

anak, dan fungsi komplementer antara suami dan istri dalam bekerja sebagai tim.

Kedua, adanya harapan bersama terhadap anggota keluarga tetentu. Harapan tersebut

Universitas Sumatera Utara


berasal dari negosiasi eksplisit maupun implicit di antara anggota keluarga dalam

kehidupan sehari-hari (Lestari, 2012).

Keluarga merupakan dimana anak akan diasuh dan dibesarkan yang

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Terutama keadaan

ekonomi rumah tangga, serta tingkat kemampuan orang tua merawat juga sangat

besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan jasmani anak. Sementara itu tingkat

pendidikan orang tua juga mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan

rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya (Dalyono, 2012).

b. Kelompok Bermain

Kelompok bermain (sering juga disebut teman bermain) pertama kali

didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman

bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula

memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh

teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan

dalam membentuk kepribadian seorang individu.

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan

tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman dan peranan), sosialisasi dalam kelompok

bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang

sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat

mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya

sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan (Dalyono, 2012).

Universitas Sumatera Utara


c. Media Massa

Kelompok media massa terbagi menjadi 3 bagian yaitu media cetak (surat

kabar, majalah, tabloid), media audio visual (radio, televisi, video, film, iklan), dan

media internet. Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan

frekuensi pesan yang disampaikan.

1. Media cetak

a. Poster

Poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar dengan tujuan untuk

memengaruhi seseorang agar tertarik pada sesuatu, atau memengaruhi agar

seseorang bertindak akan sesuatu hal. Poster tidak dapat memberi pelajaran

dengan sendirinya, karena keterbatasan kata-kata. Poster lebih cocok kalau

diperuntukkan sebagai tindak lanjut dari suatu pesan yang sudah disampaikan

beberapa waktu yang lalu. Dengan demikian, poster bertujuan untuk

mengingat kembali dan mengarahkan pembaca kea rah tindakan tertentu

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.

b. Leaflet

Leaflet adalah suatu bentuk media publikasi yang berupa kertas selebaran

dengan ukuran tertentu, disajikan dalam bentuk lembaran kertas berlipat dan

tanpa lipatan. Penyebarannya dengan cara dibagi-bagikan kepada pengunjung

pameran. Leaflet dapat dibuat dengan teknik secara langsung serta melalui

teknik cetak (sablon dan offset).

Universitas Sumatera Utara


c. Baliho

Baliho adalah media informasi yang dipasang di tempat terbuka, di tempat-

tempat strategis seperti jalan raya. Pada umumnya berisi informasi mengenai

sesuatu, penawaran suatu produk dan lain-lain yang dilengkapi dengan

gambar.

d. Spanduk

Spanduk adalah media informasi yang berupa kain berukuran panjang 5 meter

sampai 8 meter, biasanya dipasang di tepi-tepi jalan dengan cara

dibentangkan.

e. Umbul-umbul

Umbul-umbul yaitu kelanjutan dari publikasi spanduk, yang penempatannya

di area pinggiran jalan raya, wilayah pemukiman kompleks, kawasan

pedestrian.

f. X-Banner

X-banner ini adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi

gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar, biasanya ukuran dalam X

banner ialah 60 cm x 160 cm.

g. Gimmick

Gimmick merupakan media efektif yang diberikan langsung ke masyarakat

dan bisa digunakan oleh masyarakat yang ditargetkan.

Universitas Sumatera Utara


h. One way vision sticker/branding

Yaitu sebagai penghalang cahaya matahari pada kendaraan. Namun, pada

pengaplikasiannya, banyak digunakan untuk mempromosikan suatu produk

atau jasa maupun sebagai media kampanye.

i. Koran/majalah/tabloid

Merupakan suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya

dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi

berita-berita terkini dalam berbagai topik.

2. Media audio visual

a. Televisi

Televisi selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan

sebagai media pendidikan. Hal ini dikarenakan televisi mempunyai

karakteristik tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh media massa lainnya.

b. Radio

Radio adalah media elektronik termurah, baik pemancar maupun

penerimanya. Ini berarti terdapat ruang untuk lebih banyak stasiun penyiaran

dan lebih banyak pesawat penerima dalam sebuah perekonomian nasional.

Dibandingkan dengan media lain, biaya yang rendah sama artinya dengan

akses kepada pendengar yang lebih besar dan jangkauuan lebih luas dari

radio.

Universitas Sumatera Utara


c. Film

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film secara kolektif

sering disebut sinema. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda

(termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera dan/atau oleh animasi.

d. Iklan

Iklan merupakan sarana komunikasi yang digunakan komunikator dalam hal

ini perusahaan atau produsen untuk menyampaikan informasi tentang barang

atau jasa kepada publik, khususnya pelanggannya melalui suatu media massa.

3. Media internet

a. Jejaring sosial/social network

Dewasa ini sudah banyak situs jejaring sosial yang bermunculan. Memang

saat ini di Indonesia, Facebook dan Twitter masih tetap menduduki peringkat

teratas. Metode promosi menggunakan jejaring sosial sangat efektif dan

dengan biaya yang sangat murah, hal ini dapat digunakan sebagai media

dalam promosi yang cepat seiring dengan berkembangnya teknologi.

b. Website/Blog/Wordpress dan lain-lain

Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah

Information Technology (IT) adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi

apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan,

mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan

kompuatasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video

(Kholid, 2012).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Perilaku Seks

2.2.1 Definisi Perilaku Seks

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat

diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku

diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku

merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respons (Skinner (1949)

dalam Notoatmojo 2005). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam tiga domain yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap

psikomotor, dan tindakan (keterampilan). Perubahan perilaku dalam diri seseorang

dapat terjadi melalui proses belajar (Kholid, 2012).

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku juga merupakan respons/reaksi

seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu berfikir, berpendapat, bersikap)

maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2007).

Banyak dikalangan remaja saat ini sudah terbiasa melakukan seks pranikah

tanpa harus diawali dari pernikahan yang sah. Sehingga tanpa disadari kebahagian

yang diberikan pun tidak menghasilkan apa yang didapatkan. Sehingga saat

keputusan menunda seks sebelum menikah diambil, maka kebahagiaan akan menjadi

milik berdua. Pasangan yang melakukan seks terlalu dini cenderung menemukan

Universitas Sumatera Utara


hubungan mereka tentang kualitas dan kestabilannya dalam pasangan mampu

dipercaya atau diandalkan. Untuk itu, pasangan yang sudah terlanjur melakukan

hubungan seks pranikah seringkali digambarkan sebagai suatu tindakan egois tanpa

adanya unsur-unsur kesetiaan, eksklusif ataupun permanen. Tetapi sesungguhnya

hubungan seks pra-nikah hanyalah menginginkan tubuhnya semata, dan sekedar

kenikmatan, bukan adanya suatu komitmen akan persatuan hidup dan cinta kasih

(Prasetya, 2013).

2.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seks

Menurut Gunawan (2011), bentuk-bentuk perilaku seks itu dibagi menjadi

beberapa kategori, yaitu :

1. Bersentuhan (touching), seperti bisa berpegangan tangan dan berpelukan

terhadap pasangannya.

2. Berciuman (kissing), seperti hanya sekedar ciuman kecil/kecupan (light

kissing) yang biasa dilakukan remaja di pipi dan di kening, sampai dengan

french kiss yaitu perilaku seks dengan melakukan gerakan lidah di mulut

(deep kissing) dan itu akan memuaskan pasangannya.

3. Bercumbu (petting), yaitu merupakan perilaku seks dengan berbagai aktivitas

fisik secara seksual antara laki-laki dan perempuan, yang lebih dari sekedar

berciuman atau berpelukan yang mengarah kepada pembangkit gairah

seksual, namun belum sampai berhubungan kelamin. Pada umumnya perilaku

seks itu melakukan perilaku mencium, menyentuh atau meraba bagian yang

paling sensitif bagi perempuan, menghisap, dan menjilat pada daerah-daerah

Universitas Sumatera Utara


tubuh pasangan seperti mencium payudara pasangan perempuan, atau

mencium alat kelamin pasangan pria.

Berbagai survei atau penelitian sosial telah banyak menemukan gejala

hubungan di luar nikah di kalangan para pelajar, bahkan banyak di antara anak baru

gede (ABG) terjerumus pada tindakan menyimpang tersebut. Gejala tersebut

dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan masyarakat tentang seks secara kaku,

sehingga menimbulkan gejala tabu setiap membicarakan persoalan seksual. Selain

itu, kebanyakan di antara ABG tersebut memperoleh pengetahuan seks dari media

yang salah dalam menyampaikan materi seks, misalnya tabloid yang secara vulgar

membicarakan perilaku seks di kalangan dewasa dengan gambar pengundang libido

(Setiadi, 2011).

2.2.3 Dampak Perilaku Seks

Menurut Prasetya (2013), dampak perilaku seks itu antara lain adalah :

1. Efek Relasional

Seks pranikah dapat menyebabkan stres emosi, ketidakpercayaan, penyesalan,

dan kekosongan. Seks menciptakan ikatan antara dua orang yang dapat dengan

mudah dilanggar jika komitmen tidak cukup kuat untuk mempertahankannya.

Pernikahan membuat komitmen seumur hidup dan dapat mendukung ikatan yang

diciptakan hubungan seksual.

Universitas Sumatera Utara


2. Efek Fisik

Penyakit menular seksual sering ditularkan ketika pasangan telah memiliki

banyak pasangan seksual. Meskipun seks pranikah tidak selalu berarti pasangan

memiliki beberapa mitra seksual, kemungkinannya lebih besar daripada jika

pasangan bersumpah untuk tidak melakukannya sampai menikah.

3. Kehamilan

Kehamilan selalu menjadi kemungkinan, bahkan ketika menggunakan

kontrasepsi. Pasangan yang tinggal bersama sebagai suami istri sebelum menikah

akan berada pada risiko perceraian, yang akan meningkatkan orang tua tunggal

jika telah memiliki anak nantinya.

4. Efek Perkawinan

Sepasang suami-istri juga bisa lebih mungkin mengalami masalah jika satu atau

keduanya aktif secara seksual sebelum menikah. Pasangan dengan beberapa mitra

seksual masa lalu mungkin menemukan diri mereka membandingkan kehidupan

seks perkawinan mereka dengan kehidupan seks pranikah mereka, yang sering

menimbulkan ketidakpuasan.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seks yang salah satunya

adalah agen sosialisasi, antara lain :

1. Keluarga

Dalam hal ini terdapat fungsi keluarga diantaranya yaitu pertama adalah

fungsi kebutuhan seks dan reproduksi yaitu suami istri tidak kerasan tinggal di

rumah serta timbul sikap dingin dan masa bodoh dari pihak istri dalam memenuhi

kebutuhan seksual, sehingga kedua pasangan suami istri tidak bisa menikmati

pernikahan mereka dan selalu mencari-cari permasalahan. Kedua, fungsi

pemeliharaan yaitu dimana orang tua kehilangan atau kurang menjadi kebutuhan

psikologis anak. Ketiga, fungsi sosialisasi yaitu dimana anak-anak menjadi

terlantar akibat kurang mendapat perhatian orang tua. Keempat, fungsi-fungsi

keluarga lainnya yang tidak dapat dijalankan dengan baik.

Ketidakharmonisan di dalam struktur keluarga biasanya anggota keluarga

saling mempertahankan egonya masing-masing sebagai wujud merasa benar di

antara mereka, sehingga banyak di antara mereka mencari pelampiasan dengan

melakukan tindakan penyimpangan. Sementara itu anak-anak juga mencari

pelampiasan lain seperti salah satunya terlibat dalam pergaulan bebas. Hal itu

disebabkan semata-mata karena kontrol keluarga terhadap perilaku anak tidak

menjadi perhatian, sehingga anak-anak mencari jati dirinya tanpa bimbingan

orang tua. Akhirnya peran keluarga sebagai agen sosialisasi digantikan oleh pihak

Universitas Sumatera Utara


lain di luar keluarganya, diantaranya adalah peran teman sepermainan lebih

dominan memainkan peranan sebagai agen sosialisasi.

2. Kelompok Bermain

Dalam hal ini teman sepermainan mempunyai peranan juga sebagai agen

sosialisasi dimana akan memengaruhi perilaku seks seorang remaja. Ketika

seorang remaja berkumpul dengan teman sepermainan mereka yang memiliki

kebiasaan menyimpang sementara orang tua tidak mengetahui dengan siapa

anaknya bergaul, atau tidak memedulikan pergaulan anak, maka keadaan

demikian berarti anak telah mempelajari perilaku yang menyimpang tersebut.

Seorang anak bisa saja memiliki kecenderungan perilaku seks menyimpang

walaupun secara kejiwaan anak tersebut sebenarnya normal hanya dikarenakan

bergaul dengan teman-teman yang memiliki orientasi seks menyimpang.

Demikian juga seorang anak yang menjadi anggota kelompok geng tertentu,

karena ia telah lama bergabung dengan kelompok geng tersebut.

Dalam hal ini juga mereka selalu ingin menemukan sosok pribadi yang utuh,

sehingga tidak jarang menjadi manusia yang tidak ada gunanya. Walaupun tidak

adanya seseorang yang mengetahui hubungan yang sudah dilakukan, sudah pasti

akan menimbulkan rasa yang bersalah karena mengakibatkan pasangan tersebut

akan membenci dirinya sendiri dan tidak sanggup menolak tekanan untuk

melakukan hubungan seks itu kembali.

Universitas Sumatera Utara


3. Media Massa

Di dunia pendidikan dan para orang tua semakin resah akibat maraknya

gambar-gambar pornografi yang mudah didapat dan diakses. Berbagai tayangan

media massa terutama televisi yang sering menampilkan berbagai informasi yang

mengandung unsur kekerasan, unsur syahwat sangat mudah membentuk perilaku

menyimpang di berbagai kalangan masyarakat. Berbagai media tersebut

mengundang anggota-anggota masyarakat untuk melakukan penyimpangan,

seperti seks bebas, homoseksualitas, dan sebagainya. Selain itu, dapat dilihat

banyaknya budaya asing melalui tayangan film yang sarat dengan budaya dari

mana asal film-film tersebut.

Tayangan sinetron yang memamerkan gaya hidup glamor mengundang gaya

hidup masyarakat untuk melakukan penyimpangan, terutama busana yang

dikenakan di luar batasan norma-norma masyarakat dan agama. Dan adanya

tayangan kriminalitas, kekerasan, hal-hal yang berbau pornografi tanpa didasari

telah banyak berperan membentuk karakter anak. Banyaknya tayangan dunia

pertelevisian yang tidak mendidik telah banyak menyebabkan penonton

berperilaku seperti tingkah laku artis (Setiadi, 2011).

Adapun faktor lain penyebab gejala perilaku seks di antaranya makin maraknya

kaset film porno yang dengan mudah diperoleh, situs porno di internet yang dengan

mudah diakses oleh setiap orang mulai dari usia dewasa hingga anak-anak di bawah

umur. Aksi ini menimbulkan rasa penasaran di kalangan anak-anak muda belia

sehingga ingin melakukannya sendiri. Dengan demikian, kemajuan teknologi

Universitas Sumatera Utara


informasi yang disalahgunakan dan merebaknya paham kebebasan yang dipahami

secara serampangan dan akhirnya mengubah pola perilaku manusianya memiliki

kecenderungan untuk menyimpang dari nilai dan norma sosial yang ada (Setiadi,

2011).

2.4 Ciri-Ciri Masa Remaja

Semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja

mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan

sesudahnya. Menurut Hurlock (2002), ciri-ciri dari masa remaja itu adalah :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting tetapi kadar

kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting dari pada

beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan

perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat jangka panjangnya. Ada periode

yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis.

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya

membentuk sikap, nilai dan minat baru.

Universitas Sumatera Utara


2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah

terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap

perkembangan ke tahap berikutnya. Maksudnya adalah apa yang telah terjadi

sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan

yang akan datang. Namun, perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan

meninggalkan bekasnya dan akan memengaruhi pola perilaku dan sikap yang

baru.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik

terjadi dengan pesat, maka perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat.

Jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga.

Ada beberapa perubahan yang sama dan hampir bersifat universal yaitu

meningginya emosi, adanya perubahan pada tubuh, berubahnya minat dan pola

perilaku, dan sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap

perubahan.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri tetapi masalah masa

remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun

anak perempuan. Ada 2 alasan bagi kesulitan itu yaitu yang pertama adalah

sepanjang masa kanak-kanak maka maslah anak-anak sebagian diselesaikan oleh

Universitas Sumatera Utara


orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam

mengatasi masalah. Kedua adalah karena para remaja merasa dirinya bisa mandiri

sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendri dan menolak bantuan orang

tua dan guru-guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan

standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar dari pada

individualitas. Seperti halnya ditunjukkan dalam berpakaian, berbicara dan

perilaku anak yang lebih besar dan ingin lebih cepat seperti teman-teman geng

nya. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok

masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka

mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama

dengan teman-teman dalam segala hal.

Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu

adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian, dan

pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan cara seperti itu maka

remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu,

sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap

kelompok sebaya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai

dan banyak juga diantaranya yang bersifat negatif. Anggapan stereotip budaya

Universitas Sumatera Utara


bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan

cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang

harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung

jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia

inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita

yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga

dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari

awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah.

Bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan dengan

meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang lebih besar

memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumnya

secara lebih realistik. Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya baik

anak laki-laki maupun perempuan sering terganggu oleh idealisme yang

berlebihan bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas

bila telah mencapai status orang dewasa.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan

bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja

Universitas Sumatera Utara


mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa,

yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat

dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan

citra yang mereka inginkan.

2.5 Landasan Teori

Perilaku seks remaja dapat dipengaruhi oleh faktor agen sosialisasi yaitu

keluarga, kelompok bermain, dan media massa, dimana agen sosialisasi ini sangat

berpengaruh dalam pembentukan sikap remaja baik ke sikap yang positif maupun

negatif dan dapat membantu remaja untuk mempunyai perilaku yang tidak

menyimpang, begitu juga dapat menambah pengetahuan remaja putera dan puteri itu

sendiri.

Berdasarkan teori Fuller dan Jacobs (1973), dimana agen sosialisasi

diantaranya adalah keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa. Hal

tersebut juga berkaitan dengan jenis sosialisasi yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi

sekunder, dimana yang termasuk ke dalam sosialisasi primer adalah keluarga dan

yang termasuk ke dalam sosialisasi sekunder adalah kelompok bermain dan media

massa.

Berdasarkan dari kedua jenis sosialisasi tersebut, dimana sosialisasi primer itu

merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada saat seseorang masih berusia balita.

Pada saat itulah si anak memperoleh pengetahuan dari orang-orang yang terdekatnya

seperti kedua orang tua nya dan anggota keluarga lainnya. Di masa itu juga maka si

anak dapat membentuk karakter nya sendiri, baik membentuk perilaku yang baik

Universitas Sumatera Utara


ataupun perilaku yang menyimpang. Sedangkan jika dilihat dari sosialisasi sekunder

itu merupakan sosialisasi yang berlangsung setelah sosialisasi primer yaitu semenjak

usia 4 tahun sampai seumur hidupnya. Jika proses sosialisasi primer lebih

mendominasi peran keluarga, tetapi di dalam sosialisasi sekunder ini lebih mengarah

pada tata kelakuan yaitu dari lingkungan sosialnya seperti teman sepermainan, teman

sekolah, ataupun orang lain yang lebih dewasa. Dalam proses ini, seorang individu

akan memperoleh berbagai pengalaman dari lingkungan sosial yang bisa saja terdapat

perbedaan bentuk atau pola-pola kelakuan yang ada di antara lingkungan sosial dan

keluarganya. Pada sosialisasi sekunder ini juga termasuk di dalam nya media massa

yang dapat memengaruhi seorang individu dalam membentuk kepribadian, karakter,

dan perilaku yang lebih baik atau ke arah yang tidak baik untuk dirinya.

Dilihat dari teori tersebut maka landasan teori ini lebih menspesifikasikan

bahwa perilaku seks remaja dapat dipengaruhi berdasarkan dari kedua jenis

sosialisasi yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder, dimana di dalam nya

termasuk keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa.

2.6 Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, alur penelitian ini

digambarkan dalam kerangka konsep berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Agen Sosialisasi yang berkaitan


dengan jenis-jenis sosialisasi :
1. Agen sosialisasi primer :
- Keluarga Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I
2. Agen sosialisasi sekunder : Pangkalan Brandan
- Kelompok bermain/Peer
Group
- Media massa
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa pengaruh agen

sosialisasi akan memengaruhi perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai