Anda di halaman 1dari 8

Tantangan terbarat yang di hadapi oleh pemuda perbatasan dalam peredaran

narkoba dan dampak moralnya (Oleh :Fauzi)

Generasi emas merupakan era masa depan sebagai sumber daya manusia
yang sangat perlu mendapatkan perhatiab serius pada era saat ini dikarenakan
SDM pada generasi emas ini mempunyai peran yang sangat strategis dalam
menyempurnakan pembangunan nasional. Mutu generasi emas akan menjadi
modal dasar bagi daya saing terutama di era masyarakat berpengetahuan dan
transformasi teknologi pada saat ini. Peningkatan mutu generasi emas hanya dapat
diwujudkan melalui pendidikan yang bermutu serta pemahaman lintas budaya
yang menunjangnya.
Menurut Drs. Otib Satibi Hidayat,M.Pd, Mutu pendidikan secara
kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau remaja dan
persoalan bangsa sangat diperlukan dalam konteks pembangunan nasional. Selain
itu peran konselor disini sangat diperlukan agar konselor mampu menjadi wadah
yang inspiratif bagi remaja, adaptif dengan perkembangan ilmu, menguasai
kemajuan teknologi serta responsive terhadap permaslaahan remaja yang berada
di perbatasan Indonesia-Malaysia, selain itu perkembangan media sosial menjadi
salah satu wadah bertukar informasi atau alat komunikasi yang masih sering
terdapat penyalahgunaan di dalamnya, maka dari itu peran konselor dalam hal ini
sangatlah penting.
Perkembangan mengenai media sosial khususnya pada remaja merupakan
sesuatu yang semestinya diperhatikan oleh semua orang. Karena selain
mempunyai manfaat, media sosial juga mempunyai dampak negatif (Anwar,
2017). Wahyudin dan Karimah (2016) juga mengatakan bahwa media sosial
merupakan tempat yang rawan kekerasan, penghinaan, penyebaran privasi, dan
perilaku anti komunikasi lainnya. Maka dari itulah penanaman cross cultural
pyschology merupakan sesuatu yang penting terutama bagi remaja diperbatasan
Indonesia-Malaysia, agar mereka tidak menjadi korban atau bahkan pelaku
kekerasan maupun narkoba. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Anwar (2017)
yang menjelaskan bahwa masyarakat perlu diberi pemahaman ini agar mereka
dapat terhidar dari masalah kekerasan, narkoba, pelanggaran privasi dan
permasalahan lainnya. Dan dalam hal ini penanaman pengembangan emosional

1
pada remaja sangatlah penting, yang dimana memunculkan berbagai
permasalahan emosional pada remaja yang dimana hal itu bisa berdampak pada
etika bermedia sosial serta cross cultural pyschology pada remaja saat ini.
Melihat fenomena bahwa 23,9 juta remaja Indonesia merupakan pengguna
internet aktif (APJII, 2017) dan berpotensi terkena masalah yang berkaitan dengan
media sosial, maka konselor selaku fasilitator dan pembimbing di sekolah
mempunyai peran yang penting dalam penanaman cross cultural psychology bagi
para siswa dan penanaman pemahaman perkembangan emosional pada remaja.
Maka dari permasalahan tersebut penulis membuat sebuah gagasan berjudul :
Upaya Konselor Dalam Penanaman Cross Cultural Psychology Pada Remaja di
Era Generasi Emas Sebagai Wujud Bersama Melawan Penyalahgunaan Narkoba
di Indonesia (Perbatasan Indonesia-Malaysia) Melalui Permainan ABC 5 Dasar.

Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang
menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003). Masa
remaja sering juga disebut dengan masa pencarian identitas diri, masa perubahan
dan masa penuh emosi (Sarwono dalam Herlina, 2013). Namun masa remaja juga
merupakan suatu periode penting dalam rentang kehidupan manusia. Salah satu
tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja untuk mencapai
perkembangannya adalah meraih hubungan baru yang lebih matang sesuai dengan
etik moral yang berlaku di masyarakat (Hurlock, 1990). Fenomena mengenai
media sosial yang telah dijelaskan diatas merupakan sebuah tantangan tersendiri
bagi remaja untuk menyesuaikan diri dalam rangka mencapai tugas
perkembangannya dengan baik.

Perkembangan Emosi

Emosi banyak berpengaruh terhadap fungsi-fungsi psikis seperti


pengamatan, tanggapan, pemikiran dan kehendak, yang dimana individu akan
melakukan pengamatan atau pemikiran dengan baik jika disertai dengan emosi
yang baik. Individu juga akan memberikan tanggapan positif terhadap suatu objek
jika disertai dengan emosi yang positif. Dan begitu juga sebaliknya, individu akan

2
melakukan pengamatan atau tanggapan negatif terhadap suatu objek, jika disertai
dengan emosi yang negatif terhadap objek tersebut.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology mendefinisikan


emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan
perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan dan dia
mendefinisikan perasaan (feeling) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan
baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan
jasmaniah.

Etika Bemedia Sosial

Menurut Vera (2016) menjelaskan bahwa media sosial merupakan sebuah


media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang
memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Beberapa contoh media sosial yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia
adalah: Facebook, Instagram, Blogger, Whatsapp dan beberapa aplikasi lainnya. Dari
kedua pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa etika bermedia sosial
merupakan sebuah konsep nilai baik, buruk, benar, salah yang dianut oleh suatu
masyarakat mengenai perilaku yang terjadi di media sosial.

Suryaningsih (dalam Waryanto, 2006) dan Tim Bijak Bersosmed (2017)


memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai etika dalam berinternet yang
juga membahas etika bermedia sosial. Beberapa etika itu adalah: 1) Tidak
menggunakan huruf kapital terlalu banyak; 2) Hindari tindakan saling menghujat
di media sosial; 3) Sampaikan kritik melalui pesan pribadi bukan melalui forum;
4) Menggunakan bahasa yang sopan; 5) Jaga keamanan akun; 6) Jangan curhat
masalah pribadi; dan 7) Jangan berbagi foto yang berlebihan.

Selain itu, Fatwa MUI No 24 tahun 2017 serta UU No 19 tahun 2016 juga
menjelaskan mengenai tata cara dan hukum-hukum dalam berinternet yang
didalamnya juga memberikan pedoman mengenai etika bermedia sosial. Kedua
aturan tersebut memuat banyak hal, seperti: pelarangan pengguna media sosial

3
untuk melakukan ujaran kebencian, pelarangan bullying, hukuman untuk
penyebar materi pornografi, dan lain-lain.

Cross Cultural Psychology

Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku dan simbol-simbol yang
dimiliki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi
ke generasi berikutnya (Shiraev & Levy, 2010). Psikologi lintas budaya
merupakan sebuah studi komparatif dan kritis mengenai pengaruh-pengaruh
budaya pada psikologi manusia. Studi-studi lintas budaya membahas dan menguji
tingkah laku manusia dalam beragam latar belakang, misalnya jenis kelamin, ras,
suku, kelas sosial, gaya hidup dam lain sebagainya (Matsumoto & Juang, 2004).
Di dalam psiokologi lintas budaya terdapat banyak pembahasan seperti budaya
dan emosi, budaya dan kepribadian, budaya dan gender, budaya dan psikologi
abnormal serta isu kesehatan dan kebudayaan.

Menurut WHO menggambarkan kesehatan sebagai “keadaan fisik, mental


dan kesejahteraan sosial yang menyeluruh dan bukan hanya ketiadaan penyakit
atau kelemahan”. Menurut Keith (2011), aspek budaya dalam kesehatan juga
termasuk kesamaan karakteristik fisik, karakter psikologis dan ciri-ciri
penampilan. Lebih lanjut, ciri-ciri budaya yang sangat berhubungan dengan
kesehatan adalah status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Status sosial ekonomi
berhubungan dengan aspek kesehatan, kognitif dan sosioemosional dengan efek
yang dapat dialami sejak lahir dan berlanjut hingga dewasa.

DUNIA MANUSIA MANUSIA


SISTEM PSIKOLOGIS: SISTEM PSIKOLOGIS:
SISTEM SOSIAL:

Masyarakat,
Komunitas dan Pikiran, Emosi dan Pikiran, Emosi dan
Keluarga Motivasi Motivasi

4
Hubungan manusia dan lingkungannya dalam konteks kesehatan.
(sumber: Sarafino dan Smith, 2012 dalam Sarlito WS 2016)

Permainan Tradisional ABC Lima Dasar

Permainan tradisional ABC 5 dasar merupakan salah satu permainan tradisional


yang cukup populer di Indonesia. Permainan ini merupakan bentuk permainan kata
dimana pemain dapat menebak nama hewan, buah, pahlawan, atau yang lainnya
berdasarkan kesepakatan. Permainan ini dapat beranggotakan 2 hingga 7 orang,
permainan ini diawali dari kesepakatan kategori jawaban, misalnya menebak nama
tempat. Kemudian pemain mengumpulkan tangan, lalu bersama-sama menyebutkan
“ABC 5 Dasar” dan semua pemain harus menunjukkan jarinya sesuai keinginan
masing-masing. Salah satu pemain menghitung jari yang ditunjukkan para pemain
dengan menyebut alphabet; A, B, C, D, E, dst hingga jari pemain terakhir, misalnya
jatuh pada huruf “H”, maka pemain berlomba-lomba secepat-cepatnya menyebut
nama tempat yang huruf depannya menggunakan huruf “H”. Kemudian pemain yang
tidak bisa menyebut nama tempat yang benar, maka pemain itu dihukum oleh pemain
lainnya.

Sebagai sarana untuk penanaman etika dalam bermedia sosial, penulis


melakukan beberapa modifikasi pada permainan tradisional ini. Permainan akan
ditambah sebuah papan yang didalamnya tertulis huruf a-z (Lampiran 1.1).
Masing-masing huruf mempunyai sebuah soal atau masalah yang berkaitan
dengan etika bermedia sosial. Permasalahan yang dibahas dalam kelompok adalah
permasalahan yang berada pada huruf yang dimainkan. Semua pemain yang ada
dalam permainan tersebut harus mejawab dan berpendapat mengenai apa yang
ditampilkan dalam permasalahan tersebut. Tata cara permainan ini akan dijelaskan
lebih lanjut dalam tahap pelaksanaan.

5
Pelaksanaan Permainan Tradisional ABC 5 Dasar Sebagai Upaya
Penanaman Cross Cultural Psychologi serta Etika Bermedia Sosial pada
Remaja di Era Generasi Emas

Permainan ABC 5 dasar untuk menanamkan etika bermedia sosial serta


pemahaman psikologi lintas budaya dapat dilakukan dengan cara bimbingan
kelompok ataupun dalam layanan klasikal. Apabila melalui bimbingan kelompok,
konselor dapat menyesuaikan jumlah pertemuan, anggota dan materi bimbingan
kelompok. Namun apabila konselor menggunakan permainan ini dalam seting
klasikal, maka konselor dapat mempersiapkan materi dasar yang berkaitan dan
jumlah papan media yang lebih banyak agar siswa yang ada dikelas dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok.

Peserta dalam permainan ini berjumlah 2-7 orang. Konselor memberikan


pengarahan kepada siswa mengenai cara kerja permainan ini. Jika dalam
permainan biasa pemain menjawab nama-nama buah atau hewan sesuai dengan
huruf yang keluar, maka pada permainan ini siswa diberikan kesempatan untuk
menjawab hal-hal yang berhubungan dengan ke-Indonesiaan, seperti: nama
pahlawan, nama kabupaten, atau makanan khas yang ada di Indonesia. Sehingga
dalam hal ini selain mengajarkan mengenai etika dalam media sosial, konselor
juga dapat menanamkan sikap cinta tanah air kepada siswa atau remaja.

Peserta yang paling terakhir menjawab akan mendapatkan hukuman berupa


tidak bisa bermain di putaran selanjutnya dan diminta membuka konten yang ada
pada papan etika bermedia sosial sesuai dengan huruf yang dimainkan, misalnya
huruf “P”. Siswa tesebut membacakan atau menunjukkan konten yang dibuka
kemudian menjawab atau menanggapi permasalahan tersebut. Konten yang ada
pada papan etika bermedia sosial diadaptasi dari UU No 19 Tahun 2016, Fatwa
MUI No 24 Tahun 2017, dan beberapa penelitian terkait.

6
Gambar 1.1 Papan Etika Bermedia Sosial

Setelah selesai menjawab, siswa tersebut menunjuk anggota lainnya untuk


menjawab persoalan yang sama dengan menambahkan hal-hal yang perlu
disampaikan. Proses berbagi pendapat tersebut dilakukan hingga semua anggota
telah berkesempatan untuk berbicara. Apabila semua anggota dalam kelompok
tersebut sudah mengemukakan pendapatnya, maka kegiatan dapat dilanjutkan
dengan memulai permainan seperti pada tahap awal dengan menghitung jari dan
membuka konten yang akan dibahas sesuai dengan huruf yang dimainkan. Dalam
permainan ini konselor berperan sebagai fasilitator dan pengamat jalannya kegiatan,
apabila ada hal yang ditanyakan oleh siswa, konselor dapat memberikan
pendapatnya dan arahan kepada siswa.

Adapun hasil dari modifikasi permainan ini adalah siswa diharapkan mampu
mengembangkan keterampilan emosional yang mereka miliki, cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional siswa yakni dengan
mengungkapkan perasaan, mengelola perasaan, mengendalikan dorongan hati,
mengurangi stres serta yang paling penting adalah memahami perbedaan antara
perasaan dan tindakan.

Penutup

Melalui permainan ini siswa belajar untuk aktif berpendapat dan menghargai
pendapat orang lain. Selain itu, melalui permainan ini siswa dapat memahami
bagaimana sikap yang baik ketika menggunakan media sosial, mematuhi hal-hal
yang menjadi larangan seperti menjauhi narkoba dan pergaulan bebas serta
konsekuensi yang akan didapat oleh siswa jika melakukan sesuatu yang melanggar
aturan. Sehingga pada akhirnya siswa bisa lebih bijaksana dalam bermedia sosial,
paham akan psikologi lintas budaya dan akan menciptakan ruang media sosial yang

7
ramah bagi masyarakat terutama sesama remaja. Dan melalui permainan ini siswa
dapat belajar dan mengetahui tentang perkembangan emosional yang baik dan benar,
terkhususnya emosional ini akan mempunyai dampak dengan etika individu saat
merdia sosial.

Daftar Pustaka

Anwar, Fahmi. 2017. ‘Perubahan dan Permasalahan Media Sosial’. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 01 (1). Hal 137-144.

Https://www.kemenkopmk.go.id (online di akses tanggal 24 Juni 2022)

Hurlock, E.B. 1990. Developmental Psychology, A Lifespan Approach


(Terjemahan oleh Istiwidayanti). Jakart: Erlangga.

Keith, KD. (2011). Cross-Cultural Psychology: Contemporary Themes and


Perspectives. Singapore: Wiley-Blackwell.

Khairuni, Nisa. 2016. ‘Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap
Pendidikan Akhlak Anak’. Jurnal Edukasi Vol 02 (1). Hal 91-106

Matsumoto, DR., & Juang, LP. (2004). Culture and Psychology. Edisi 3.
Wadsworth Cengage Learning.

Putri, Nimas Permata. 2017. ‘Eksistensi Bahasa Indonesia Pada Generasi


Milennial’. Jurnal Widyabastra Vol 05 (1). Hal 45-49

Santrock, J.W. 2007. Child Development, 11st edition (Terjemahan oleh: Mila
Rahmawati dan Anna Kusuwanti). Jakarta: Erlangga

Sarlito, W.S. 2016. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Shiraev, EB., & Levy, DA. (2010). Cross-Cultural Psychology: Critical Thinking
and Contemporary Application 4th Edition. Bostom: Allyn & Bacon.

Vera, Nawiroh. ‘Media Sosial dan Runtuhnya Etika Komunikasi’. Jurnal


Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Vol 03 (2). Hal 198-205

Wahyudin, Uud dan Karimah, Kismiyati El. ‘Etika Komunikasi di Media Sosial’.
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Vol 03 (2). Hal 216-22

Ali, Mohammad., & Asrori, Mohammad, 2018. PSIKOLOGI REMAJA


Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai