Anda di halaman 1dari 5

Masalah Dan Solusi Nilai Dan Moral Dalam Pendidikan

A. Definisi nilai
Ditelaah dari berbagai sumber, nilai ditafsirkan sebagai tolak ukur dalam
memilih tindakan, sedangkan seorang ahli psikologi Spranger, menyimpulkan nilai
sebagai suatu tatanan panduan untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan
dalam situasi sosial tertentu. (Asrori, 2011)

B. Definisi moral
Moral ditafsirkan sebagai tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau
kebiasaan. Gunarsa mengemukakan bahwa moral ialah seperangkat nilai-nilai
berbagai perilaku untuk dipatuhi

C. Masalah nilai dan moral dalam dunia pendidikan


1. Kenakalan remaja
Dari sumber yang saya baca, kenakalan remaja disimpulkan sebagai salah
satu perilaku menyimpang dalam kehidupan bermasyarakat. Kenakalan berasal
dari kata dasar nakal secara nominal atau harfiah, muncul dari kata anak dan
akal artinya ada akal atau timbul akalnya. Analogi dari definisi kenakalan
diproyeksikan seperti seorang anak kecil baru memulai berpikir, anak kecil
timbul akal atau pikirannya, memiliki semangat ingin tahu besar untuk
menirukan sesuatu seperti orang dewasa. Seiring dengan perkembangan jiwa
dialami setiap individu, masyarakat telah mengetahui secara umum bahwa
puncak kenakalan timbul pada saat individu pada masa usia remaja (Harahap,
2010:75 (Syafaruddin, 2016)).

Beberapa contoh kenakalan remaja pada jaman sekarang sebagai berikut:

1. Ngebut dan Balap liar, mengendarai kendaraan dengan kecepatan melampaui


kecepatan maksimum, sehingga dapat mengganggu atau membahayakan pemakai
jalan lain
2. Obat-obatan terlarang (narkoba), narkoba dibuktikan sebagai masalah klasik di
Indonesia, berbagai macam kebijakan pemerintah untuk mencegah dan
menyelesaikan permasalahan ini, tetapi masalah ini belum sepenuhnya teratasi,
mengutip data dari BNN 4,5 juta remaja di Indonesia pengguna narkoba.
3. Bentuk kelompok atau geng dengan norma menyeramkan seperti kelompok bertato
kelompok berpakaian acak-acakan dan sebagainya.

Secara umum faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja ada dua internal dan
eksternal, sedangkan penyebab kenakalan remaja secara khusus sebagai berikut:
1. Lemahnya kontrol diri
Remaja kurang bisa mengontrol diri dalam memilih suatu perbuatan dibuktikan
dengan banyak terjadinya penyimpangan sosial pada kalangan remaja.
2. Keluarga tidak harmonis
Komunikasi dan cara mendidik anak oleh orang tua menjadi salah satu faktor
penting dalam terbentuknya moral suatu individu. Karena masing-masing (ibu
ataupun ayah) sibuk mencari nafkah untuk kebutuhan hidup sehari-hari, anak
menjadi kurang perhatian kurang kasih sayang.
Solusi dari masalah kenakalan remaja sebagai berikut:

1. Pembinaan dalam keluarga


Keluarga ditafsirkan sebagai sekolah pertama bagi anak, maka dengan itu
untuk menekan angka kenakalan remaja pembinaan diciptakan dari keluarga
terlebih dahulu. Keluarga pusat ketenangan hidup dan pangkalan paling Vital, Bila
salah seorang anggota keluargamu menderita gangguan pikiran atau frustasi
biasanya dengan pulang kampung dan dengan bernostalgia dapat memperoleh
kembali kehidupannya. Keluarga sebagai pusat pendidikan dan pusat kebudayaan
serta paket agama, karena itu hubungan antara anggota keluarga harus selalu
harmonis dan terpadu serta penuh kegotongroyongan serta kasih sayang setiap
anggota keluarga harus merasakan ketenangan, kegembiraan, keamanan dan
kenyamanan dalam keluarga.
2. Membentuk lingkungan baik
Lingkungan dinilai sebagai faktor eksternal paling mempengaruhi suatu moral
remaja, untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja membentuk lingkungan
baik solusi tepat, baik dalam lingkungan sekolah atau lingkungan bermainnya.
 Lingkungan sekolah
Setiap pendidikan menyiratkan bahwa pendidikan sebagai proses sosialisasi
anak dalam lingkungan sosialnya, kultur atau budaya akademis, kritis dan
kreatif serta sportif harus terbina dengan baik demi terbentuknya kestabilan
emosi seorang anak sehingga tidak mudah terguncang dan menimbulkan ekses-
ekses mengarah kepada perbuatan-perbuatan berbahaya serta menyimpang
 Lingkungan masyarakat
Dalam lingkungan masyarakat luas dan kompleks, partisipasi seluruh unsur
terkait sangat diharapkan, seperti para pemuka agama, pemerintah daerah,
penguasa setempat, penegak hukum, tenaga medis dan paramedis, psikolog atau
psikiater, pendidik, organisasi pemuda, organisasi wanita dan sebagainya secara
terpadu dan merasa terpanggil memikul dan memiliki tanggung jawab secara
proporsional untuk melakukan tindak penangkalan secara bijak dan
bertanggung jawab tanpa pamrih

- Korupsi
Korupsi masalah klasik dari mulai jaman orde baru sampai sekarang, tak terkecuali
sektor pendidikan. Walaupun menjadi tempat menyemai harapan untuk generasi bersih
dari masalah korupsi, sektor pendidikan tidak lepas dari korupsi (Rifa’i, 2011). Hasil
studi menunjukkan bahwa Sebagian besar pelaku korupsi merasa tidak melakukan
korupsi karena korupsi dipahami oleh mereka terkait kerugian Negara saja. Sehingga
saat uang digunakan menyuap bukan dari uang Negara maka menurut mereka
bukanlah korupsi. Selain itu, didukung dari data responden ASN sekitar 80% di salah
satu pemerintah daerah menjadi fokus eksperimen, memiliki kecenderungan suap-
menyuap termasuk lembaga pendidikan.

Penyalahgunaan wewenang dapat diartikan secara luas mencakup seluruh tindak


pidana korupsi ada dalam UU Tindak Pidana Korupsi maupun belum masuk dalam
UU Tindak Pidana Korupsi. Sementara keuntungan pribadi atau kelompok dapat
berupa materi (harta) maupun non-materi (pengaruh, kekuasaan, jabatan, dll), baik
secara langsung maupun tidak langsung (Laporan Tahunan KPK 2017, 2017).
Sedangkan penyebab korupsi setidaknya ada 6, :

1. Faktor Internal Individu: Lemahnya moral dan etika dalam diri seseorang, gaya
hidup mewah, persepsi tentang korupsi terbatas, permisif.
2. Faktor Sistem pada Lingkungan Kerja: Regulasi lemah, kompensasi belum
memadai, ruang diskresi terlalu tinggi, mekanisme pengawasan lemah, minimnya
transparansi, minimnya akuntabilitas.
3. Faktor kepemimpinan lemah: baik kepemimpinan pada level Negara tidak
memberikan keteladanan, maupun kepemimpinan pada organisasi dari mulai
kepemimpinan puncak hingga level terendah.
4. Faktor sistem politik: kondisi perpolitikan tidak berintegritas sehingga
menyebabkan terpilihnya pemimpin juga tidak berintegritas. Proses pemilu penuh
money politic juga menjadikan adanya politik balas budi antara donator kampanye
dengan pemimpin/penguasa terpilih.
5. Faktor penegakan hukum lemah: proses hukum tebang pilih, tidak adanya efek
jera bagi para koruptor.
6. Faktor budaya: budaya permisif, mendahulukan kepentingan golongan (solidaritas
buta).

Langkah-langkah strategis menanggulangi korupsi yakni:

1. harus ada gerakan bersama dan masyarakat (social movement) untuk


memberantas korupsi
2. menjalin kerja sama politik lebih erat dalam menguatkan orientasi politik
antikorupsi
3. diperlukan partai politik berkomitmen dalam pemberantasan korupsi;
4. mengadakan reformasi terhadap UU antikorupsi agar sanksi pidana dapat
mencegah orang melakukan tindak pidana korupsi
5. kerja sama antara aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan
penuntutan alas suatu tindak pidana korupsi
6. peningkatan pengawasan masyarakat terhadap aparat negara
7. peningkatan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan baik dan
bersih. (Harman, 2011)

Asrori, M. (2011). Psikologi PEMBELAJARAN. Bandung: CV WACANA PRIMA.

Harman, B. K. (2011). LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS MEMBERANTAS


KORUPSI DI INDONESIA, 427–436.

Laporan Tahunan KPK 2017. (2017).

Rifa’i, M. (2011). Sosiologi Pendidikan: Struktur & Interaksi Sosial di dalam Institusi
Pendidikan. (M. Sandra, Ed.). Jogjakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam
Terbitan.

Syafaruddin. (2016). SOSIOLOGI PENDIDIKAN. (A. S. Sitorus, Ed.). Medan: PERDANA


PUBLISHING.

Anda mungkin juga menyukai