A. Definisi nilai
Ditelaah dari berbagai sumber, nilai ditafsirkan sebagai tolak ukur dalam
memilih tindakan, sedangkan seorang ahli psikologi Spranger, menyimpulkan nilai
sebagai suatu tatanan panduan untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan
dalam situasi sosial tertentu. (Asrori, 2011)
B. Definisi moral
Moral ditafsirkan sebagai tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau
kebiasaan. Gunarsa mengemukakan bahwa moral ialah seperangkat nilai-nilai
berbagai perilaku untuk dipatuhi
Secara umum faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja ada dua internal dan
eksternal, sedangkan penyebab kenakalan remaja secara khusus sebagai berikut:
1. Lemahnya kontrol diri
Remaja kurang bisa mengontrol diri dalam memilih suatu perbuatan dibuktikan
dengan banyak terjadinya penyimpangan sosial pada kalangan remaja.
2. Keluarga tidak harmonis
Komunikasi dan cara mendidik anak oleh orang tua menjadi salah satu faktor
penting dalam terbentuknya moral suatu individu. Karena masing-masing (ibu
ataupun ayah) sibuk mencari nafkah untuk kebutuhan hidup sehari-hari, anak
menjadi kurang perhatian kurang kasih sayang.
Solusi dari masalah kenakalan remaja sebagai berikut:
- Korupsi
Korupsi masalah klasik dari mulai jaman orde baru sampai sekarang, tak terkecuali
sektor pendidikan. Walaupun menjadi tempat menyemai harapan untuk generasi bersih
dari masalah korupsi, sektor pendidikan tidak lepas dari korupsi (Rifa’i, 2011). Hasil
studi menunjukkan bahwa Sebagian besar pelaku korupsi merasa tidak melakukan
korupsi karena korupsi dipahami oleh mereka terkait kerugian Negara saja. Sehingga
saat uang digunakan menyuap bukan dari uang Negara maka menurut mereka
bukanlah korupsi. Selain itu, didukung dari data responden ASN sekitar 80% di salah
satu pemerintah daerah menjadi fokus eksperimen, memiliki kecenderungan suap-
menyuap termasuk lembaga pendidikan.
1. Faktor Internal Individu: Lemahnya moral dan etika dalam diri seseorang, gaya
hidup mewah, persepsi tentang korupsi terbatas, permisif.
2. Faktor Sistem pada Lingkungan Kerja: Regulasi lemah, kompensasi belum
memadai, ruang diskresi terlalu tinggi, mekanisme pengawasan lemah, minimnya
transparansi, minimnya akuntabilitas.
3. Faktor kepemimpinan lemah: baik kepemimpinan pada level Negara tidak
memberikan keteladanan, maupun kepemimpinan pada organisasi dari mulai
kepemimpinan puncak hingga level terendah.
4. Faktor sistem politik: kondisi perpolitikan tidak berintegritas sehingga
menyebabkan terpilihnya pemimpin juga tidak berintegritas. Proses pemilu penuh
money politic juga menjadikan adanya politik balas budi antara donator kampanye
dengan pemimpin/penguasa terpilih.
5. Faktor penegakan hukum lemah: proses hukum tebang pilih, tidak adanya efek
jera bagi para koruptor.
6. Faktor budaya: budaya permisif, mendahulukan kepentingan golongan (solidaritas
buta).
Rifa’i, M. (2011). Sosiologi Pendidikan: Struktur & Interaksi Sosial di dalam Institusi
Pendidikan. (M. Sandra, Ed.). Jogjakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam
Terbitan.