Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

KEPEMIMPINAN, ETIKA DAN MORAL

Di Susun Oleh:
Nama : Sulastri
Nim :216110101
Kelas : II/C

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
(FISIPOL)
PEMBAHASAN

A. PENEGRTIAN KEPEMIMPINAN, ETIKA DAN MORAL


1. Kepemimpinan
adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi

2. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika
berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut
filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi
seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari
etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang
meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu
melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .

3. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral
adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
4. KASUS etika dan Moral

Dampak modernisasi dan globalisasi terhadap etika, dan moral pelajar


Modernisasi merupakan suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang
lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan,
globalisasi yang berasal dari kata global atau globe artinya bola dunia atau mendunia. Jadi,
globalisasi berarti suatu proses masuk ke lingkungan dunia.
Modernisasi dan globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam bentuk positif
maupun negatif. Antara lain yaitu:
1. Sikap Positif
a. Penerimaan secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-
hal lama yang bersikap kolot
b. Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif kepekaan dalam menilai hal-hal
yang akan atau sedang terjadi.
2. Sikap Negatif
a. Menjadi tertutup
b. masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat
yang ada
c. Acuh tah acuh
d. masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan
globalisasi
e. Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi
f. dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi

Modernisasi dan globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui berbagai


media, terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan fasilitas ini semua orang
dapat dengan bebas mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Pengetahuan dan
kesadaran seseorang sangat menentukan sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat.
Apakah nantinya berdampak positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk
menyaring informasi. Kurangnya filter dan selektivitas terhadap budaya asing yang masuk ke
Indonesia, budaya tersebut dapat saja masuk pada masyarakat yang labil terhadap perubahan
terutama remaja dan terjadilah penurunan etika dan moral pada masyarakat Indonesia.
Jika dilihat pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan globalisasi lebih banyak
mengarah ke negatif. Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri dan terbawa oleh
budaya barat, jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mempelajari pengetahuan tentang
kebudayaan Indonesia dan tidak menjaga kebudayaan tersebut. Ada baiknya budaya barat
yang kita serap disaring terlebih dahulu. Karena tidak semua budaya barat adalah baik. Jika
kita terus menerima dan menyerap budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter bangsa
Indonesia, dapat terjadi penyimpangan etika dan moral bangsa Indonesia sendiri. Melalui
penyimpangan etika dan moral tersebut, dapat tercipta pola kehidupan dan pergaulan yang
menyimpang. Tidak hanya akibat negatif yang dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses
ini juga menghasilkan akibat positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan
melek terhadap perubahan dan perkembangan dunia.

Kondisi Pelajar Saat Ini Dan Permasalahan Yang Ditimbulkan


Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan etika dan moral pelajar yang di
dapat dari berbagai masyarakat :
1. 15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan
seksual di luar nikah
2. 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya
3. Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di
Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari
usia 15-29 tahun.
4. Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia,
di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen
berusia 15 tahun atau kurang
5. setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen
diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja
6. Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban
paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari
keseluruhan pengguna.
7. jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara
pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus
kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
8. Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja
meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13
hingga 17 tahun.

Menurunnya etika dan moral di atas disebabkan oleh beberapa faktor :


1. Longgarnya pegangan terhadap agama . Sudah menjadi tragedi dari dunia maju,
dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga
keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol,
larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan
longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan
pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas
dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan
peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan
dari dalam diri sendiri. Karen pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang
luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka
dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-
hukum sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak ornag yang melakukuan
pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah
pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang
teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-
sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah
dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-
ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama,
semakin sudah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah
suasana, karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai
moral.
2. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah
maupun masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak
berjalan menurut semsetinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga
misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan
umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengertyi man auang benar dan mana yang
salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam
lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk
manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu.
Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak
menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Zakiah
Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan
mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu
tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah
tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral
anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi
pertumuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat
pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain,
supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan
mantal, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk
menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di
sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang, bahkan
mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam
pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki dan
dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena
kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-
anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana
disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam
pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak
belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
3. Budaya yang materialistis, hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini sering kita dengar
dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang
ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul,
alat-alat kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut
biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala
penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar
kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis,
hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan,bacaan-bacaan,
lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran
arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-
mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja,
tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang
demikian diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan
moral para remaja dan generasi muda umumnya.
4. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang
diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan
sebagainya tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk
melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semaikin diperparah lagi
oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan,
peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang.
Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara
tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral
bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan
dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka sudah kehiangan daya
efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah
moral bangsa, dan sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan
sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan
konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan
berkesinambungan.
5. Ingin mengikuti trend, bisa saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat
keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok
dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
6. Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.
7. Kurangnya pendidikan Agama dan moral.

Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan


berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus informasi menjadi lebih
transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring informasi ini dapat
mengganggu etika dan moral remaja. Pesatnya perkembangan teknologi dapat membuat
masyarakat melupakan tujuan utama manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah.

Untuk mengatasi masalah ini, penulis memberikan beberapa solusi :


1. Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman
dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral, dan akhlak.
2. Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama
dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat
penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat
menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
3. Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk menyaring
pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok. Orang-orang
menganggap bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan.
Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak
penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya
akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
4. Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh.

Dalil-dalil yang berhubungan dengan akhlak, moral, dan etika


Firman Allah swt:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.(QS. Ali Imran:190)

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan
perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (QS. An-nisa:
114)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al Anfal:2)

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (QS. Yasin:
60)

Sabda Rasulullah:
‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w. tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak.’
‘Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka
baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan
tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’

‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan
kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang
berlandaskan keikhlasan hati.’

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Antara moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk
menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk berdasarkan pendapat
akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di
masyarakat, Seharusnya bagi seorang muslim yang wajib digunakan untuk
menentukan baik buruk itu adalah al-Qur'an dan al-hadis.
2. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai etika dan
moral, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-
lain. Jika hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya
generasi masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan
berganti lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.
3. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan etika dan moral ini, ada
berbagai macam solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas.
Namun pada dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada pemahaman dan
pengamalan yang sebenarnya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
NILAI ETIKA DAN MORAL

Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari penilaian tentang baik
buruknya perilaku atau tindakan yang dilakukannya. Penilaian akan suatu perbuatan dapat
mengacu kepada norma-norma yang berlaku di masyarakat dan tentunya mengacu juga
kepada norma-norma moral yang ada di dalam dirinya sendiri. Manusia diciptakan dengan
akal dan kesadaran. Kesadaran disini tidak hanya berarti aware, tetapi juga sadar dengan apa
yang diperbuatnya dan posisinya sebagai makhluk yang melakukan suatu perbuatan. Manusia
selalu membatasi diri dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan nila-nilai etika. Etika
“mengawasi” manusia dari apa-apa yang baik sehingga boleh dilakukan dan yang apa-apa
yang buruk sehingga dilarang. Ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang melanggar
nilai-nilai etika atau moral, secara alamiah ia akan merasa bersalah dengan dirinya sendiri.
Untuk itu sudah seharusnya kita sebagai manusia menghindari apa yang dilarang oleh
norma-norma etika dan mengikuti apa yang sebenarnya diinginkan oleh hati nurani kita.
Sebagai manusia tentunya kita sudah mengetahui bahwa tindakan-tindakan seperti mencuri,
merampas, membunuh, memfitnah, berbohong, dan lain sebagainya merupakan bentuk-
bentuk tindakan yang tidak etis sehingga sedapat mungkin bahkan memang harus benar-
benar dihindarkan, sekalipun tindakan-tindakan tersebut tidak diketahui oleh orang lain.
Karena perbuatan-perbuatan tersebut pada akhirnya akan menjadi suatu pelanggaran etika
retrospektif di masa mendatang yang akan meyebabkan suatu penyesalan dalam diri.
Dalam hal memenuhi persyaratan keetisan suatu tindakan tidak ada tawar-menawar di
dalam hati nurani kita. Oleh karenanya, walaupun manusia sering tidak dianggap bersalah
oleh suatu penilaian hukum atau norma masyarakat, namun tidak serta merta ia dianggap
benar oleh penilaian etika, sepanjang penilaian etika dan hukum tersebut memiliki pandangan
yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri memang benar bahwasannya tidak selamanya nilai-
nilai etika itu dianggap benar secara hukum atau oleh masyarakat yang plural.
Ada beberapa orang yang terlalu naif menganggap bahwa suatu tindakan atau
perbuatan yang dilakukannya itu berdasarkan bisikan hati nurani, dimana hati nurani
merupakan representasi dari bisikan Tuhan. Atas dasar itu mereka berdalih bahwa tindakan
pengeboman, misalnya, dapat dibenarkan karena alasan bisikan Tuhan lewat hati nurani.
Inilah yang pada akhirnya berpotensi ke arah radikalisme dan fanatisme. Dan ketika
fanatisme itu tadi menyelimuti hati nurani dan rasio mereka, itu akan sangat berbahaya.
Sehingga pada fase-fase tertentu tindakan-tindakan mereka justru akan dianggap sebagai
bentuk kejahatan atau sejenisnya.
Oleh karena itu, pandangan hati nurani tidak bisa dilepaskan dari pandangan rasional.
Setiap perbuatan yang didasari oleh nilai-nilai etika juga harus diukur oleh kebenaran logika.
Penilaian etika atas perilaku atau perbuatan atas apa yang terjadi di bangsa kita ini dapat
dijadikan pedoman. Kita melihat dewasa ini, ketika nilai-nilai moral atau etika dicoba
direpresentasikan dalam bentuk hukum atau undang-undang, nilai-nilai etika itu justru luntur
karena orang-orang dalam melakukan suatu perbuatan lebih membatasi diri pada hukum atau
undang-undang yang berlaku saja. Sebagai contoh,yang terjadi terhadap para pejabat
pemerintahan ketika ia berbuat korupsi, ia hanya berpikir bahwa yang dilakukannya hanya
akan dihukum jika ia tertangkap melakukan tindakan korupsi, sebaliknya tidak jika tidak
ketahuan. Ia mengabaikan hati nuraninya yang sebenarnya mengatakan bahwa perbuatannya
itu salah, karena itu berarti berbohong, curang, merampas hak orang lain, dan seterusnya,
tidak boleh dilakukan. Sehingga ketika ia tidak membatasi dirinya pada nilai-nilai moral, ia
akan tetap melakukan tindakan korupsi itu. Pun juga yang terjadi dalam aspek-aspek
kehidupan lainnya. Terlalu sulit untuk dibahas satu per satu.
Kesimpulannya adalah dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan
penilaian-penilaian tentang etis atau tidaknya perbuatan yang kita lakukan. Oleh karena itu,
menurut hemat saya, kita seharusnya membatasi diri dan perbuatan kita berdasarkan nilai-
nilai etis yang ada dalam hati nurani kita, tanpa meninggalkan pula penilaian-penilaian logis.

Anda mungkin juga menyukai