Di Susun Oleh:
Nama : Sulastri
Nim :216110101
Kelas : II/C
2. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika
berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut
filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi
seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari
etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang
meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu
melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .
3. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral
adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
4. KASUS etika dan Moral
“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan
perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (QS. An-nisa:
114)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al Anfal:2)
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (QS. Yasin:
60)
Sabda Rasulullah:
‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w. tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak.’
‘Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka
baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan
tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’
‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan
kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang
berlandaskan keikhlasan hati.’
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Antara moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk
menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk berdasarkan pendapat
akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di
masyarakat, Seharusnya bagi seorang muslim yang wajib digunakan untuk
menentukan baik buruk itu adalah al-Qur'an dan al-hadis.
2. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai etika dan
moral, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-
lain. Jika hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya
generasi masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan
berganti lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.
3. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan etika dan moral ini, ada
berbagai macam solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas.
Namun pada dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada pemahaman dan
pengamalan yang sebenarnya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
NILAI ETIKA DAN MORAL
Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari penilaian tentang baik
buruknya perilaku atau tindakan yang dilakukannya. Penilaian akan suatu perbuatan dapat
mengacu kepada norma-norma yang berlaku di masyarakat dan tentunya mengacu juga
kepada norma-norma moral yang ada di dalam dirinya sendiri. Manusia diciptakan dengan
akal dan kesadaran. Kesadaran disini tidak hanya berarti aware, tetapi juga sadar dengan apa
yang diperbuatnya dan posisinya sebagai makhluk yang melakukan suatu perbuatan. Manusia
selalu membatasi diri dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan nila-nilai etika. Etika
“mengawasi” manusia dari apa-apa yang baik sehingga boleh dilakukan dan yang apa-apa
yang buruk sehingga dilarang. Ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang melanggar
nilai-nilai etika atau moral, secara alamiah ia akan merasa bersalah dengan dirinya sendiri.
Untuk itu sudah seharusnya kita sebagai manusia menghindari apa yang dilarang oleh
norma-norma etika dan mengikuti apa yang sebenarnya diinginkan oleh hati nurani kita.
Sebagai manusia tentunya kita sudah mengetahui bahwa tindakan-tindakan seperti mencuri,
merampas, membunuh, memfitnah, berbohong, dan lain sebagainya merupakan bentuk-
bentuk tindakan yang tidak etis sehingga sedapat mungkin bahkan memang harus benar-
benar dihindarkan, sekalipun tindakan-tindakan tersebut tidak diketahui oleh orang lain.
Karena perbuatan-perbuatan tersebut pada akhirnya akan menjadi suatu pelanggaran etika
retrospektif di masa mendatang yang akan meyebabkan suatu penyesalan dalam diri.
Dalam hal memenuhi persyaratan keetisan suatu tindakan tidak ada tawar-menawar di
dalam hati nurani kita. Oleh karenanya, walaupun manusia sering tidak dianggap bersalah
oleh suatu penilaian hukum atau norma masyarakat, namun tidak serta merta ia dianggap
benar oleh penilaian etika, sepanjang penilaian etika dan hukum tersebut memiliki pandangan
yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri memang benar bahwasannya tidak selamanya nilai-
nilai etika itu dianggap benar secara hukum atau oleh masyarakat yang plural.
Ada beberapa orang yang terlalu naif menganggap bahwa suatu tindakan atau
perbuatan yang dilakukannya itu berdasarkan bisikan hati nurani, dimana hati nurani
merupakan representasi dari bisikan Tuhan. Atas dasar itu mereka berdalih bahwa tindakan
pengeboman, misalnya, dapat dibenarkan karena alasan bisikan Tuhan lewat hati nurani.
Inilah yang pada akhirnya berpotensi ke arah radikalisme dan fanatisme. Dan ketika
fanatisme itu tadi menyelimuti hati nurani dan rasio mereka, itu akan sangat berbahaya.
Sehingga pada fase-fase tertentu tindakan-tindakan mereka justru akan dianggap sebagai
bentuk kejahatan atau sejenisnya.
Oleh karena itu, pandangan hati nurani tidak bisa dilepaskan dari pandangan rasional.
Setiap perbuatan yang didasari oleh nilai-nilai etika juga harus diukur oleh kebenaran logika.
Penilaian etika atas perilaku atau perbuatan atas apa yang terjadi di bangsa kita ini dapat
dijadikan pedoman. Kita melihat dewasa ini, ketika nilai-nilai moral atau etika dicoba
direpresentasikan dalam bentuk hukum atau undang-undang, nilai-nilai etika itu justru luntur
karena orang-orang dalam melakukan suatu perbuatan lebih membatasi diri pada hukum atau
undang-undang yang berlaku saja. Sebagai contoh,yang terjadi terhadap para pejabat
pemerintahan ketika ia berbuat korupsi, ia hanya berpikir bahwa yang dilakukannya hanya
akan dihukum jika ia tertangkap melakukan tindakan korupsi, sebaliknya tidak jika tidak
ketahuan. Ia mengabaikan hati nuraninya yang sebenarnya mengatakan bahwa perbuatannya
itu salah, karena itu berarti berbohong, curang, merampas hak orang lain, dan seterusnya,
tidak boleh dilakukan. Sehingga ketika ia tidak membatasi dirinya pada nilai-nilai moral, ia
akan tetap melakukan tindakan korupsi itu. Pun juga yang terjadi dalam aspek-aspek
kehidupan lainnya. Terlalu sulit untuk dibahas satu per satu.
Kesimpulannya adalah dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan
penilaian-penilaian tentang etis atau tidaknya perbuatan yang kita lakukan. Oleh karena itu,
menurut hemat saya, kita seharusnya membatasi diri dan perbuatan kita berdasarkan nilai-
nilai etis yang ada dalam hati nurani kita, tanpa meninggalkan pula penilaian-penilaian logis.