Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
A.           Pengertian Etika
                     Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti
ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika
menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
                     Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
                     Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena
itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari
sudut baik dan buruk .
                     Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai
etika).

                     Adapun Jenis-jenis  Etika adalah sebagai berikut:


1.        Etika Filosofis
       Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya
adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.  
2.        Etika Teologis
       Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena

3
itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.
       Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis.

B.     Pengertian Moral
                     Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral
adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia,
mana yang baik dan mana yang wajar.
                     Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau
orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif
di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan
proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila
yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut
dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu
dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari
budaya dan Agama.
1.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai, Moral Dan Sikap
a.             Lingkungan keluarga.
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang
berasal dari bawaan ajaran orang tuanya. Orang-orang yang tidak memiliki
hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan
besar mereka tidak mampu mengembangkan superegonya sehingga mereka bisa
menjadi orang yang sering melakukan pelanggaran norma.
b.            Lingkungan Sekolah.

4
Disekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku
dimasyarakat sehingga mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang
baik dan boleh dilakukan. Tentunya dengan bimbingan guru. Anak-anak
cenderung menjadikan guru sebagai model dalam bertingkah laku, oleh karena
itu seorang guru harus memiliki moral yang baik.
c.             Lingkungan Pergaulan.
Dalam pengembangan kepribadian, faktor lingkungan pergaulan juga turut
mempengaruhi nilai, moral dan sikap seseorang. Pada masa remaja, biasanya
seseorang selalu ingin mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak
apabila menolak ajakan teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa
dijadikan panutan baginya.
d.            Lingkungan Masyarakat.
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan
moral. Tingkah lakuyang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat
itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar-
pelanggarnya.
2.    Upaya Pengembangan Nilai, Moral Dan Sikap Remaja
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Dan tidak semua
individu tidak mencapai tingkat perkembangan moral s eperti
apayangdiharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkannilai, moral dan sikap, antara lain: 
a.     Penciptaan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan
moral. Anak tidak hanya harus mendengarkan tetapi juga harus dirangsang agar
lebih aktif. Misalnya mengikutsertakan ia dalam pengambilan keputusan
dikeluarga dan pemberian tanggung jawab dalam kelompok sebayanya.
Karena nilai-nilai kehidupan yang dipelajari barulah betul-betul berkembang
apabila telah dikaitkan dalam konteks kehidupan besama.Selain itu, pengembangan
juga bisa dilakukan melalui proses pendidikan, pengasuhan, perintah, larangan,
pemberian hadiah, pemberian hukuman dan interfensi edukatif dengan dibantu oleh para
guru dan para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur, moral dan sikapyang baik
bagi anak-anaknya agar dapat  berkembang menjadi generasi penerus yang
diharapkan.
b.     Penciptaan Iklim Lingkungan Yang Serasi

5
Seseorang yang sikapnya berhasil seperti apa yang diharapkan,
umumnya adalah seseorang yang hidup dalam lingkungan yang positif, jujur dan
konsekuen senantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan
dari nilai-nilai hidup. Ini berarti bahwa pengembangan tidak hanya dilakukan
melalui pendekatan intelektual tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan
yang kondusif, dimana faktor-faktor lingkungan itusendiri merupakan
penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup.Para remaja sering kali menentang
nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orangtua dan orang dewasa lainnya. Ini tidak
berarti mengurangi kebutuhan mereka akansuatusystem nilaiyang tetap. Mereka
tetap menginginkansuatusystemnilaiyang akan menjadi pegangan dan
petunjukbagi perilaku mereka. Karena itu,orang tua,guru dan orang dewasa
lainnya patut memberikan contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilai-nilai yang
diperjuangkan.

C.    Perbedaan Antara Etika dan Moral


   Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam
bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut
dengan qalb, fu'a d. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:
1.  Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2.  Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan
yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan
dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3.  Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa
moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau
diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat
sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-
nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan
kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka

6
akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah
dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar

D.       Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim
mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan
(wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-
thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-
maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya
kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan
dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak
merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata,
melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya
secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai
hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari
berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih,
mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-
macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.

Macam-Macam Akhlak
1.         Akhlak kepada Allah
a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk
menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah
membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.

7
b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah
melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c.  Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan
inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan
manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan
menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa
dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak
layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain,
dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
2.  Akhlak kepada diri sendiri
a.  Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil
daripengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah,
sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan
memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang
tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa,
menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain.
3.   Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota
keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah
berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu
bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
a)  Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara
bertutur kata sopan dan lemah lembut
b)  Mentaati perintah

8
c)  Meringankan beban, serta
d)   Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.

4.   Akhlak kepada sesama manusia


a.   Akhlak terpuji (Mahmudah)
1)   Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan
berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah
suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang .
2)   Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
3)   Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai
sesama manusia.
4)   Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu
dengan sesama manusia.
b.    Akhlak tercela (Mazmumah)
1.   Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung..
2.   Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk
membalas kejahatan.
3.    Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk
menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut
memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan
yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah.
4.   Namimah

9
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi
perselisihan antara keduanya.

10

Anda mungkin juga menyukai