Anda di halaman 1dari 12

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AKHLAK,

ETIKA, MORAL, SUSILA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Etika Profesi Hukum
Dosen Pengampu: Dr. H. Ilham Thohari, M. HI.

Oleh:
1. Ristuati Dwi Lailiyah (1217006)
2. Sayyidati Moufan dinatul (1217009)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2018
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin
dicapai dengan menjalankan Syari’ah agama itu hanya dapat terlaksana
dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk
pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya
sebagai formalitas belaka, semua bukanlah merupakan jaminan untuk
tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadapnya
adalah pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Etika, moral
dan susila adalah pola tindakan yang didasarkan nilai mutlak kebaikan.
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari akhlak, etika, moral, dan susila?
b. Apa persamaan dari akhlak, etika, moral, dan susila?
c. Apa perbedaan dari akhlak, etika, moral, dan susila?
3. Tujuan Makalah
a. Untuk mengetahui pengertian dari akhlak, etika, moral, dan susila
b. Untuk mengetahui persamaan dari akhlak, etika, moral, dan susila
c. Untuk mengetahui perbedaan dari akhlak, etika, moral, dan susila
4. Manfaat Makalah
a. Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
etika profesi hukum.
b. Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak yang terkait pada
khususnya dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang
persamaan dan perbedaan akhlak, etika, moral, dan susila.
B. Pembahasan
1. Pengertian Akhlak, Etika, Moral dan Susila
a. Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu
perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk,
berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali,
dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang
melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik
tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya
sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.
Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya
didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-
ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila
perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari
akhlak.
Akhlak dibagi menjadi dua yaitu:
1). Akhlak Baik (Al-Hamidah)
a. Jujur (Ash-Shidqu)
b. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
c. Malu (Al-Haya')
d. Rendah hati (At-Tawadlu')
e. Murah hati (Al-Hilmu)
f. Sabar (Ash-Shobr)
2). Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)
a. Mencuri/mengambil bukan haknya
b. Iri hati
c. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
d. Membunuh
e. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain
(mahluk lain)1
b. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika'
yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah
kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi
ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara
lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan
oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak
1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000),
mempunyai arti:

1
Wikipedia Bahasa Indonesia, “Akhlak”, Wikipedia, diakses
darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak, pada tanggal 28 Maret 2019 pukul 15.26.
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika
sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat
beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di
berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata
‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari
kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu
melainkan‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia
yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau
urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar
daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti
berikut:
1). Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa,
etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang
dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan
etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam
hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2). Kumpulan asas atau nilai moral
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik
Jurnalistik.
3). Ilmu tentang yang baik atau buruk
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan
etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan
buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan
sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral.2
c. Moral
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan.
Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang
mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata
manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki
oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit
karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan
di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin
dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur
dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang
dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
2
Jabbar, “Etika Sebagai Tinjauan”, Ruang Kecil, diakses
dari http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html, pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 15.28.
Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan,
kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan
sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap
batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah
itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan
bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada
hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat
terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati
manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a). Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk,
benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b). Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang
dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c). Memiliki Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh)
keinsyafan benar atau salah, memiliki Kemampuan untuk
mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-
kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d). Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan
dengan orang lain.3
d. Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan
ke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma.
3
Loudy, “Pengertian Moral”, Sumber Informasi Untuk Kita, diakses
dari http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/, pada tanggal 28 Maret 2019
pukul 15.32.
Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup
yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik,
sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk.
Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna
Susila.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi
bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian
kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu,
mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai
dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan
nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar
berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik
oleh masyarakat.4
2. Persamaan Akhlak, Etika, Moral, dan Susila
Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna
yang berbeda, namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang
sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia.
Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan
berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila.
Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak
berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak
berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada
sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk
individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada
dua pilihan yaitu baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah
4
Oktavia Wardani, “Etika, Moral dan Susila”, OkthaRhaveniaChryil, diakses
dari http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html, pada tanggal 28
februari 2019 pukul 15.35.
jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya,
atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau
kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak
pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan
tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu
pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk
menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk,
benar atau salah berdasarkan keputusannya. Tentu saja, masing-masing
pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.
Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu
merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya.
Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi
terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan
mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada
tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal.
Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan,
agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi
kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali
manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu
memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari
pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke
posisi drajad binatang dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara
argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa
dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-
regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan
lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu
proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.
3. Perbedaan Akhlak, Etika, Moral ,dan Susila
Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah
terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan
buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal
pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku
umum di masyarakat , mak pada akhlak ukuran yang digunakan untuk
menentukan baik buruk itu adalah al-qur’andan al-hadits.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat
dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis,
maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika
memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan
susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik buruk,
sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk
perbuatan.

C. Penutup
1. Kesimpulan
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk
yang tinggi dan sempurna dan membedakan dengan makhluk makhluk
yang lain. Etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu: kalau dalam
pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam
pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang
berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih
bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep.
Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu
perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Etika,
moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari
suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya keadaan
masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga
sejahtera batiniah dan lahiriahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Jabbar. 2013. Etika Sebagai
Tinjauan. http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html.
(diakses 28 februari 2019)
Loudy. 2011. Pengertian
Moral. http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/. (diakses 28
februari 2019)
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya. 2013. AKHLAK
TASAWUF. Surabaya: UINSA Press.
Wikipedia Bahasa Indonesia.
2014. AKHLAK. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. (diakses 28 februari 2019)

Anda mungkin juga menyukai