A. ISTILAH
Secara harfiah etika berasal dari kata ethos (bentuk tunggal, Yunani), ethics (Inggris).
Menurut Verkuly dan Bartens etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu
ethos, sehingga muncul kata-kata ethika. Kata ethos dapat diartikan sebagai
kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat
kebaikan.
Makna etika dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat,
atau akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat
kebiasaan, atau akhlak yang baik. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah
etika yang oleh filsuf Yunani, Aristoteles, sudah dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral.
1
lahiriah, sementara ajaran etika, selain berkaitan dengan sikap lahiriah juga
mencakup sikap batin manusia.
Bila kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana
kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Etika bukan sumber tambahan moralitas, melainkan merupakan filsafat yang
merefleksikan ajaran-ajaran moral. Oleh karena itu, etika di sini dimaksudkan
sebagai filsafat moral, atau pemikiran rasional, kritis, mendasar dan sistematis
tentang ajaran-ajaran moral.
2
Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain, seperti larangan untuk
mencuri selalu berlaku meskipun tidak ada orang lain yang melihat.
c. Etiket bersifat relatif artinya dalam sebuah kebudayaan dianggap tidak sopan,
tetapi bagi kebudayaan lain merupakan perbuatan yang wajar. Misalnya, makan
dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Lain halnya dengan etika
merupakan prinsip-prinsip yang bersifat absolut, seperti “jangan berbohong”,
“jangan mencuri”, “jangan membunuh” ini tidak dapat ditawar-tawar atau mudah
diberi dispensasi.
d. Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah, sedangkan etika memandang
manusia dari segi batiniah. Misalnya, seseorang yang berpenampilan menawan
memegang etiket, namun penampilannya dapat mengelabui niat jahat sebagai
penipu. Bukan kontradiksi, bila seseorang selalu berpegang pada etiket dan
sekaligus bersikap munafik. Akan tetapi, orang yang etis sifatnya tidak mungkin
sekaligus bersifat munafik. Seandainya seseorang munafik, berarti ia tidak
bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
3
B. PENGERTIAN
a. K. Bertens
Etika dapat dibedakan dalam tiga arti yakni:
1. Etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etika
suku Indian, etika agama Budha, dan etika Protestan dan sebagainya, maka yang
dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai
sistem nilai. Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Contohnya adalah kode etik
suatu profesi.
3. Etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Apa yang disebutkan
terakhir ini sama artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K. Bertens sebenarnya
mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai sistem nilai. Jika kita
berbicara tentang etika profesi hukum, berarti kita juga bicara tentang sistem nilai
yang menjadi pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang
buruk menurut nilai-nilai profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu
norma tertulis, yang kemudian disebut kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas apabila
etika diartikan dalam dua hal, yaitu: etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai ilmu,
atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.
b. Soegarda Poerbakawatja
Etika dimaknai sebagai filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk,
bahkan lebih luas lagi karena etika selain mempelajari nilai-nilai, etika juga
merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
c. M. Sastra Pradja
Etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk).
d. Hamzah Ya’kub
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
e. James J. Sphilane
Etika atau ethics senantiasa memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau
menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk
menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan perilaku seseorang terhadap orang lain.
4
f. Farid Wajdi
Dari pelbagai rumusan pemaknaan etika dapat dipahamkan etika meliputi segala
sesuatu yang berkaitan dengan peraturan yang mengandung petunjuk bagaimana
sepatutnya manusia berperilaku. Etika mengandung muatan peraturan tentang agama,
kesusilaan, hukum dan adat.
g. Mardani
Etika sebagai batasan baik dan buruk, sebab etika itu merupakan ilmu mengenai baik
dan buruk sehingga menjadi batasan terhadap baik dan buruk, sebab perbedaan antara
baik dan buruk bersifat abstrak jadi sesuatu dapat dikatakan baik jika bernilai positif
sedangkan buruk sebagai lawan dari baik itu memiliki pemaknaan perbuatan yang
tercela dan bertentangan dengan norma yang hidup dalam masyarakat.
h. A. Sonny Keraf
Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis
persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam
situasi konkret. Etika sering juga dikatakan sebagai pemikiran filosofis tentang apa
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia yang mengandung suatu
tanggung jawab.
i. Abdurrozzaq Hasibuan
Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan
adil. Etika merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral,
membuat pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain atau kelompok tertentu.
j. Suparman Marzuki
Etika juga bisa dimaknai sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
terutama tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Etika juga bisa berarti prinsip-prinsip moral.
C. SUMBER ETIKA
Sumber munculnya etika sebagai pedoman perilaku dapat bersumber dari internal dan
eksternal.
a. Internal: yaitu bersumber dari dalam diri seseorang hasil dari proses pendidikan
orang tua semenjak dalam kandungan hingga contoh-contoh berkata dan berperilaku
yang baik selama seseorang berada dalam lingkungan keluarga.
b. Eksternal: yaitu dari ajaran agama yang dianut seseorang, bisa juga bersumber dari
lingkungan masyarakat yang telah memiliki kaidah-kaidah perilaku baik yang
diharuskan untuk dilakukan serta perilaku tidak baik yang harus dihindari; dari
lingkungan sekolah yang diajarkan dan dicontohkan oleh para guru, dan bisa juga
5
diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara kolektif, misalnya
sumpah jabatan, disiplin, hidup bersih, tertib dan sebagainya.
D. ASPEK-ASPEK ETIKA
Etika dapat dikaji dari berbagai aspek, akan tetapi secara garis besar terdapat tiga aspek
yang dominan dalam mempelajari etika yaitu:
1) Aspek Normatif
Aspek normatif ialah aspek yang mengacu pada normanorma/standar moral yang
diharapkan untuk mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individual,
dan struktur profesional. Dengan aspek ini diharapkan perilaku dengan segala unsur-
unsurnya tetap berpijak pada norma, baik norma-norma kehidupan bersama ataupun
norma-normamoral yang diatur dalam standar profesi bagi kaum profesi;
2) Aspek Konseptual
Diarahkan pada penjernihan konsep-konsep/ide-ide dasar, prinsip-prinsip, problema-
problema dan tipe-tipe argumen yang dipergunakan dalam membahas isu-isu moral
dalam wadah kode etik. Kajian konseptual ini juga untuk mempertajam pemahaman-
Pemahaman kode etik dengan tetap menekankan pada kepentingan masyarakat dan
organisasi profesi itu sendiri;
3) Aspek Deskriptif
Kajian ini berkaitan dengan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dan spesifikasi
yang dibuat untuk memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang terkait dengan
unsur-unsur normatif da konseptual. Aspek ini memberikan informasi tentang fakta-
fakta yang berkembang, baik di masyarakat maupun dalam organisasi profesi,
sehingga penanganan aspek normatif dan konseptual dapat segera direalisasikan.
E. SISTIMATIKA ETIKA
6
(2) Etika Khusus:
Yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus, yaitu
bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari
pada proses dan fungsional dari suatu organisasi, atau dapat juga sebagai
seorang profesional untuk bertindak etis yang berlandaskan teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar. Etika khusus tidak terlepas dari sistem nilai-nilai
yang dianut dalam kehidupan publik dan masyarakat, seperti berpedoman pada
nilai kebudayaan, adat istiadat, moral dasar, kesusilaan, pandangan hidup,
kependidikan, kepercayaan, hingga nilai-nilai kepercayaan keagamaan yang
dianut.
Etika khusus tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian sebagai berikut:
a. Etika individual menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap
dirinya sendiri untuk mencapai kesucian kehidupan pribadi, kebersihan hati
nurani, dan yang berakhlak luhur (akhlakul kharimah).
F. PRINSIP-PRINSIP ETIKA