Anda di halaman 1dari 16

MODUL PERKULIAHAN

Etika & Hukum


Teknologi
Informasi
ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA

Fakultas Teknik Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Sistem Informasi

01
191161003 Ir. Sri Lestari, MT

Abstract Kompetensi
Materi pada perkuliahan pertema Mahasiswa memiliki kemampuan
menjelaskan tentang etika, moral, menjelaskan etika, moral, nilai dan
norma.
nilai dan norma. Etika dan moral lebih
kurang sama pengertiannya, tetapi
dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas
untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika adalah untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah sopan santun, segala
sesuatu yang berhubungan dengan etiket
atau sopan santun. Sedangkan nilai
adalah suatu keyakinan mengenai cara
bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu, dan digunakan
sebagai prinsip atau standar dalam
hidupnya

Materi
1. Etika
a. Pengertian Etika
Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan
perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika
adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu atau kelompok mengenai apa yang
benar dan salah berdasarkan standar moral yang berlaku dalam masyarakat.
Disamping itu etika dapat disebut juga sebagai filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara
tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak, berdasarkan norma-norma tertentu.
Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku tidak jujur dan tidak tampak (intangible)
dalam pikiran yang bertentangan dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal integritas, yaitu keteguhan hati
untuk berpendirian tetap mempertahankan nilai-nilai baku.
Jadi pengertian etika dan moralitas memiliki arti yang sama sebagai sebuah sistem tata nilai tentang
bagaimana manusia harus tetap mempertahankan hidup yang baik, yang kemudian terwujud dalam pola
tingkah laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu, yang berjalan dari waktu kewaktu
sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Berbeda lagi antara etika dengan etiket, seperti telah dibahas etika adalah berarti moral sedangkan etiket
berarti sopan santun, walaupun keduanya menyangkut perilaku manusia secara normatif yaitu memberi
norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang diperbolehkan dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan.
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang
berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama
dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan
pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan
dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari
awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan
pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat
tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik
dan menyenangkan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang
bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.

Beberapa perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket :


Etika Etiket
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan
perbuatan sekaligus memberi norma dari harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya
perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus
mengambil barang milik orang lain tanpa menyerahkannya dengan menggunakan tangan
izin karena mengambil barang milik orang kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan
lain tanpa izin sama artinya dengan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
mencuri. “Jangan mencuri” merupakan
suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut
mencuri dengan tangan kanan atau tangan
kiri.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita
sendiri atau bersama orang lain. Misal: tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita).
Larangan mencuri selalu berlaku, baik Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak
sedang sendiri atau ada orang lain. Atau ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal :
barang yang dipinjam selalu harus Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
dikembalikan meskipun si empunya barang meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka
sudah lupa. saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya
sedang makan sendirian (tidak ada orang lain),
maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan
dengan cara demikian.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan
“Jangan membunuh” merupakan prinsip- dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan
prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
3 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
Etika Etiket
tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja.
Orang yang etis tidak mungkin bersifat Orang yang berpegang pada etiket bisa juga
munafik, sebab orang yang bersikap etis bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi
pasti orang yang sungguh-sungguh baik. sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan
sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umumnya
sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik
atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar
sesuai dengan yang diharapkan.
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul
dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan
sopan santun dan kebaikan.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian
dan yang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam
suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya.
Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku,
jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.

b. Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu
sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri
sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang
dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut
berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu
fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang
kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan
kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
4 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku
di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3)
jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
 Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik
dan buruk dari perilaku manusia.
 Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku
manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman
norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang
deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
 Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang
hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu
menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih
bersifat informatif, direktif dan reflektif.

c. Fungsi Etika
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika
merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang
wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
 pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama
yang hidup berdampingan;
 modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
 berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan
ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika
khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika
individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
(1) Sikap terhadap sesama;
(2) Etika keluarga
(3) Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
(4) Etika politik
(5) Etika lingkungan hidup , serta
(6) Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka
moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb.
Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan
moralitas.

2. Moral
a. Pengertian Moral

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
5 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata „moral‟ yaitu mos sedangkan bentuk
jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata „etika‟, maka secara etimologis, kata ‟etika‟ sama dengan kata
„moral‟ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain,
kalau arti kata ‟moral‟ sama dengan kata „etika‟, maka rumusan arti kata „moral‟ adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu „etika‟ dari bahasa Yunani
dan „moral‟ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu
tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma
etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat,
artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
„Moralitas‟ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan „moral‟,
hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok
manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan
sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang
merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis,
mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan
menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).

b. Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok
manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang
bagaimana manusia harus hidup
Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada
umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada
umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri,
sebagai pustakawan.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan
dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau
sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Etika dan moralitas Etika bukan sumber
tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat
mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti
mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa
perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas
dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif
menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya. Etika dan agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan
dalam agamanya. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
6 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
agama menemukan orientasi dasar ehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan
ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan
empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa
Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya.
Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda
dan bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi
masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi
tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi
rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama
hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari

3. Nilai

a. Pengertian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi
nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or
socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach,
1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or
undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles
in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan
dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4)
mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5)
tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu
keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk.
Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup
manusia yang universal, yaitu :
1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis;
2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal;
3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup
kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
7 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal
dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif
sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut
membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai
benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power,
achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai
individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok
dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat
kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach,
1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya „diinginkan‟, di
mana „lebih diinginkan‟ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan
individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973).
„Lebih diinginkan‟ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan
demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai
diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi
yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama
dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih
mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai
budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).

b. Tipe Nilai (Value Type)


Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk memecahkan masalah apakah nilai-
nilai yang dianut oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu
masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih khusus. Setiap tipe nilai
merupakan wilayah motivasi tersendiri yang berperan memotivasi seseorang dalam bertingkah laku.
Karena itu, Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type of value.
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai
(value types) yang dianut oleh manusia, yaitu :
1. Power. Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang universal, yaitu
transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa
terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise,
serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus (spesific
values) tipe nilai ini adalah : social power, authority, wealth, preserving my public image dan
social recognition.
2. Achievement. Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan menunjukkan
kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang
merasa perlu untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan institusi menuntutnya.
Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini adalah : succesful, capable, ambitious, influential.

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
8 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
3. Hedonism. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan yang
diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan
kepuasan untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : pleasure, enjoying
life.
4. Stimulation. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan rangsangan
untuk menjaga agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis
mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh pengalaman sosial, akan
menghasilkan perbedaan individual tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe
nilai ini adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : daring, varied life, exciting life.
5. Self-direction. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang tidak terikat
(independent), seperti memilih, mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan
organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi dari tuntutan otonomi dan
ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom,
choosing own goals, independent.
6. Universalism. Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial. Tipe nilai ini
mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap
kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : broad-
minded, social justice, equality, wisdom, inner harmony.
7. Benevolence. Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial. Bila
prososial lebih pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih
kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini dapat berasal dari dua macam
kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan
kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah peningkatan
kesejahteraan individu yang terlibat dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang
termasuk tipe nilai ini adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship,
mature love.
8. Tradition. Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-simbol dan tingkah laku yang
merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari
ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah
penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama.
Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout, accepting my portion in life,
moderate, respect for tradition.
9. Conformity. Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku, dorongan-
dorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil
dari kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat interaksi dan fungsi kelompok
tidak berjalan dengan baik. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient,
honoring parents and elders, self discipline.
10. Security. Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni, dan
stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar
individu dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
9 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : national security, social order, clean,
healthy, reciprocation of favors, family security, sense of belonging.

c. Struktur Hubungan Nilai


Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat suatu struktur yang
menggambarkan hubungan di antara nilai-nilai tersebut. Untuk mengidentifikasi struktur hubungan
antar nilai, asumsi yang dipegang adalah bahwa pencapaian suatu tipe nilai mempunyai konsekuensi
psikologis, praktis, dan sosial yang dapat berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring (compatible)
dengan pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai achievement akan berkonflik dengan
pencapaian nilai benevolence, karena individu yang mengutamakan kesuksesan pribadi dapat
merintangi usahanya meningkatkan kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, pencapaian nilai
benevolence dapat berjalan selaras dengan pencapaian nilai conformity karena keduanya berorientasi
pada tingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok sosial.

Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan sistem hubungan antar nilai sebagai
berikut :
1) Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan pada superioritas sosial dan
harga diri
2) Tipe nilai achievement dan hedonism, keduanya menekankan pada pemuasan yang terpusat
pada diri sendiri
3) Tipe nilai hedonism dan stimulation, keduanya menekankan keinginan untuk memenuhi
kegairahan dalam diri
4) Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya menekankan minat intrinsik dalam
bidang baru atau menguasai suatu bidang
5) Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya mengekspresikan keyakinan terhadap
keputusan atau penilaian diri dan pengakuan terhadap adanya keragaman dari hakekat
kehidupan
6) Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya menekankan orientasi kesejahteraan
orang lain dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi
7) Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya menekankan tingkah laku normatif yang
menunjang interaksi intim antar pribadi
8) Tipe nilai benevolence dan tradition, keduanya mengutamakan pentingnya arti suatu
kelompok tempat individu berada
9) Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan pentingnya memenuhi harapan
sosial di atas kepentingan diri sendiri
10) Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan pentingnya aturan-aturan sosial
untuk memberi kepastian dalam hidup
11) Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan perlindungan terhadap aturan
dan harmoni dalam hubungan sosial
12) Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan perlunya mengatasi ancaman
ketidakpastian dengan cara mengontrol hubungan antar manusia dan sumberdaya yang ada.

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
10 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz menyimpulkan bahwa tipe nilai
dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar, yaitu :
1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan independen yang
berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan batasan-batasan terhadap
tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas.
Dimensi opennes to change berisi tipe nilai stimulation dan self direction, sedangkan
dimensi conservation berisi tipe nilai conformity, tradition, dan security.
2) Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang menekankan penerimaan bahwa
manusia pada hakekatnya sama dan memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan
dengan dimensi self-enhancement yang mengutamakan pencapaian sukses individual dan
dominasi terhadap orang lain. Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence adalah
universalism dan benevolence. Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-
enhancement adalah achievement dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan dimensi
self-enhancement maupun openness to change

Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku


Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai
membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam
situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988). Nilai menjadi kriteria yang
dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle,
1988). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan
tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada
setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan
sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai
tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).

Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang berperan dalam tingkah laku :
perubahan nilai dapat mengarahkan terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara mengubah sistem nilai
(Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990; Waller, 1994; Greenstein, 1976; Grube, Greenstein, Rankin &
Kearney, 1977; Schwartz & Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai telah terbukti secara signifikan
menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku memilih pekerjaan, merokok, mencontek,
mengikuti aktivitas politik, pemilihan teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi manusia,
membeli mobil, hadir di gereja, memilih aktivitas di waktu senggang, berhubungan dengan ras lain,
menggunakan media masa, mengantisipasi penggunaan media, dan orientasi politik (Homer & Kahle,
1988).

d. Fungsi Nilai
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah:
 Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu
(Feather, 1994).

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
11 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
 Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding
ideologi politik yang lain.
 Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
 Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
 Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain,
memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain
yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.

2) Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan
(Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan
mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi
adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
3) Fungsimotivasional. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam
situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan
dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu
untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan
intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori
yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan
keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).

Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)


Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994; Feather, 1994) sehingga
pembahasan nilai sebagai keyakinan perlu untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama
keterkaitannya dengan tingkah laku. Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif
atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak
diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang
melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk.
(1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam
suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan
terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Dalam Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan
tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan
pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
2) Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang
diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang
diinginkan itu.
3) Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang berpengaruh
dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari model yang dikembangkan Rokeach
pertama kali pada tahun 1968, yang disebut Belief System Theory (BST). Grube dkk. (1994)

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
12 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
menjelaskan bahwa BST adalah organisasi dari teori yang menjelaskan dan mengerti bagaimana
keyakinan dan tingkah laku saling berhubungan, serta dalam kondisi apa sistem keyakinan dapat
dipertahankan atau diubah. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam BST, tingkah laku merupakan fungsi
dari sikap, nilai dan konsep diri.
Menurut Grube, Mayton, II & Rokeach (1994), BST merupakan suatu kerangka berpikir yang
berupaya menjelaskan adanya organisasi antara sikap (attitude), nilai (value), dan tingkah laku
(behavior). Menurut teori ini, keyakinan dan tingkah laku saling berkaitan. Keyakinan-keyakinan
yang dimiliki individu terorganisasi dalam suatu dimensi sentralitas atau dimensi derajat kepentingan.
Suatu keyakinan yang lebih sentral akan memiliki implikasi dan konsekuensi yang besar terhadap
keyakinan lain. Jadi perubahan suatu keyakinan yang lebih sentral akan memberikan dampak yang
lebih besar terhadap tingkah laku dibandingkan pada keyakinan-keyakinan lain yang lebih rendah
sentralitasnya. Urutan keyakinan menurut derajat sentralitasnya adalah self-conceptions, value, dan
attitude.
Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah
sentralitasnya dalam BST. Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari
tentang obyek atau situasi. Jumlah sikap yang dimiliki individu dapat berhubungan dengan banyak
obyek atau situasi yang berbeda-beda. Karenanya seseorang dapat memiliki sikap yang ribuan
jumlahnya. Mengingat sikap adalah keyakinan yang periferal, maka perubahan sikap hanya memiliki
pengaruh yang terbatas pada tingkah laku.
Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai melampaui suatu obyek dan situasi
tertentu. Nilai memegang peranan penting karena merupakan representasi kognitif dari kebutuhan
individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain.
Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral dari BST. Menurut Rokeach (dalam Grube,
Mayton, II & Rokeach, 1994) konsep diri adalah keseluruhan konsepsi individu tentang dirinya yang
meliputi organisasi semua kognisi dan konotasi afektif yang berupaya menjawab pertanyaan "Siapa
diri saya ini?". Semua keyakinan lain dan tingkah laku terorganisasi di sekeliling konsep diri dan
berupaya menjaga konsep diri yang positif.
Jadi, perubahan pada satu komponen BST, akan menyebabkan perubahan pada komponen lain
termasuk tingkah laku. Berbeda dengan sikap, nilai adalah keyakinan tunggal yang mengatasi obyek
maupun situasi. Karenanya, perubahan nilai lebih dimungkinkan akan menyebabkan perubahan
komponen lainnya dibandingkan yang lain.

Pengukuran Nilai
Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh individu ke
dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri
membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk
membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini,
Schwartz, Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara respon terhadap social
desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada
pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism,
stimulation, self-direction, achievement dan power. Jadi pengukuran nilai yang menggunakan skala

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
13 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
pelaporan diri pada penelitian yang banyak dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam
penelitian ini (mis. tingkah laku seksual) kurang baik.
Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik wawancara. Teknik
ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang.
Ia melakukan wawancara dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab pertanyaan
tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak dalam beberapa
indikator :
1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu,
maka indikator pertama adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan
tujuan hidup seseorang.
2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai
berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah pada tingkah
laku dan memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku
seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat dilihat apa
yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh seseorang.
3) Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha mencapai
apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan terhadap usahanya
tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.
4) Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil keputusan.
Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan dari situasi yang
menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan
seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang
dianutnya.
5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam
suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat seseorang tentang suatu
topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilai-
nilainya.

4. Norma

a. Pengertian Norma
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau kaidah, yaitu biasanya
suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau
masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah
disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan
standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban
dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang
mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlukan suatu

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
14 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala
pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara dan
terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan
tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau
ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya,
yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibatnya
dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia
bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).

Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman terhadap
siapa yang telah melanggarnya.
Tetapi dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau
dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan
sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
 Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau orang
yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan walaupun
merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar
sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena
dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya.
 Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan
jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap “intrupsi” ada-
lah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon atau
orang yang ada disekitarnya.
 Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, maka sanksinya
cukup berat dan bersangkutan dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara maupun
perdata (ganti rugi).
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4) kaedah atau norma, yaitu norma
agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma
umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek kehidupan dapat
digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai berikut:
1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:
 Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman.
 Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi demi
tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah).
2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:
 Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam pergaulan sehari-hari
dalam bermasyarakat (pleasantliving together).

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
15 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id
 Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ketertiban, kedamaian dan keadilan dalam
kehidupan bersama atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman
(peaceful living together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang cukup
penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode perilaku dan kode profesi
Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai moral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial
atau bermasyarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib dipatuhi
dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter ketika mengobati pasiennya, atau
dosen dalam menyampaikan materi kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai
bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik sebagai
manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari
mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau
metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang
ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai
profesional yang diembannya untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia.
Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan,
pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan
dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau keahliannya
masing-masing. Pengambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral
sebagai seorang profesional yang telah memperhitungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya
akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus memiliki tanggung jawab
atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut
bukanlah ditujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada
kepentingan yang lebih luas (obyektif).

Daftar Pustaka

‘20 Etika & Hukum teknologi Informasi Biro Akademik dan Pembelajaran
16 Sri Lestari.,Ir.,M.T http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai