Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI

ETIKA DAN KEPRIBADIAN

”MACAM-MACAM ETIKA DAN ETIKET”

DISUSUN OLEH:

NAMA : DERA MAYANG TIFANY

NIM : 01011181924016

NAMA : RIKA FALSABILA

NIM : 01011281924043

PRODI : MANAJEMEN

DOSEN : HERA FEBRIA MAVILINDA, SE, MM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Resume Tugas Kuliah Etika dan Kepribadian

Judul: Macam-Macam Etika dan Etiket (Materi IV)

A. Pengertian Etika Dan Etiket

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dituliskan bahwa arti etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).

Menurut wikipedia etika itu berasal dari yunani kuno “ethikos” artinya “timbul
dari kebiasaan”. Secara metodologis tidak setiap hal menilai perbuatan bisa
disebut sebagai etika, etika adalah suatu sikap kritis, metodis, dan sistematis
dalam menjalankan refleksi.

Oleh sebab itulah etika merupakan suatu ilmu yang objeknya itu berupa manusia.
Berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti tingkah laku manusia, etika juga
mempunyai sudut pandang normatif, maksudnya adalah melihat dari sudut baik
dan buruknya mengenai perbuatan manusia.

Pengertian Etika secara umum adalah suatu peraturan atau norma yang bisa
digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan
yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seorang serta merupakan suatu
kewajiban dan tanggungan jawab moral.

Etiket berasal dari Bahasa Perancis “etiquette” yang artinya adalah sopan santun.
Terdapat beberapa definisi dari kata etiket, seperti Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), etiket didefinisikan sebagai tata cara (adat, sopan santun, dan
lain sebagainya dalam rangka memelihara hubungan yang baik di antara sesama
manusia dalam sebuah lingkungan masyarakat. Etiket juga diartikan sebagai suatu
sikap seperti sopan santun maupun aturan lainnya yang mengatur tentang
hubungan di antara kelompok manusia yang beradab di dalam pergaulan. Etiket
merupakan suatu perilaku seseorang yang dianggap cocok, sopan, pas, serta
terhormat yang berkaitan dengan kepribadian orang tersebut, seperti gaya
berbicara, gaya makan, gaya berpakaian, gaya tidur, gaya duduk, maupun gaya
dalam berjalan. Akan tetapi, karena etiket yang dimiliki seseorang
menghubungkannya dengan orang lain, maka etiket menjadi peraturan sopan
santun dalam pergaulan, serta hidup bermasyarakat. Jadi etiket berkaitan dengan
cara suatu perbuatan, adat, kebiasaan, serta cara-cara tertentu yang menjadi
panutan bagi sekelompok masyarakat dalam berbuat sesuatu.
Pengertian Etiket adalah sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, dan menjadi
kebiasaan dalam sebuah masyarakat, baik berwujud kata-kata maupun suatu
bentuk perbuatan nyata.

B. Pengertian Menurut Para Ahli

1. Soergarda Poerbakawatja ⇒ Etika adalah suatu ilmu yang memberikan


arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia.

2. H. A. Mustafa ⇒ Etika yaitu sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap


suatu perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan perbuatan
manusia sejauh apa yang diketahui oleh akan serta pikiran manusia.

3. K. Bertens ⇒ Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi suatu
acuan bagi umat manusia baik secara individual atau kelompok dalam
mengatur semua tingkah lakunya.

4. DR. James J. Spillane SJ ⇒ Ia menyatakan bahwa etika adalah


mempertimbangkan atau memperhatikan suatu tingkah laku manusia di
dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral. Etika lebih
mengarah ke penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan
benar atau salahnya  serta tingkah laku seseorang terhadap lainnya.

5. Drs. H. Burhanudin Salam ⇒ Etika ialah sebuah cabang ilmu filsafat


yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat
menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya.

6. W.J.S. Poerwadarminto ⇒  Etika merupakan ilmu pengetahuan tentang


suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan
buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

7. Aristoteles ⇒ Berbeda dari yang lain, ia mendefinisikan etika menjadi 2


pengertian yaitu: Terminius Technicus dan Manner and Cutom. Terminius
Technicus ialah sebuah etika yang dipelajari sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan manusia.
Sedangkan Manner and Cutom adalah sebuah pembahasan etika yang
berhubungan dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat dalam diri
manusia. Sangat terkait dengan “baik & buruknya” suatu perilaku, tingkah,
atau perbuatan  manusia.
C. Perbedaan Etika dan Etiket

1. Dilihat dari segi asal kata Etika “ethos” ⇔ etiket “etiquette”


2. Etika berlaku ada maupun tidak ada saksi ⇔ etiket berlaku sebab adanya
saksi mata
3. Etika bersifat absolut ⇔ etiket relatif
4. Cara pandang etika ke batiniah ⇔etiket lebih ke lahiriah
5. Secara makna etika norma tentang perbuatan ⇔ etiket aturan yang
dijalankan

Dalam rangka menjernihkan istilah, maka kita harus perhatikan lagi apa
perbedaan antara “etika” dan “etiket”. Sering kali dua istilah ini dicampuradukkan
begitu saja, padahal perbedaan di antaranya sangat hakiki.

“Etika” di sini berarti “moral” sedangkan “etiket” berarti “sopan santun” (tentu
saja di samping arti lain “secarik kertas yang ditempelkan pada botol atau
kemasan barang”).

Apabila kita melihat dari asal usulnya, sebetulnya tidak ada kaitannya antara du
aistilah tersebut. Hal inilah yang menjadi lebih jelas, jika dibandingkan  bentuk
kata bahasa Inggris, yaitu ethics dan etiqiette.

Menurut Brooks, etika merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang


penilaian normatif terkait dengan apakah perilaku tersebut benar atau apa yang
seharusnya dilakukan.

a) Etika

1. Etika berlaku kapanpun, baik dalam pergaulan dengan orang lain


maupun dalam kehidupan pribadi. Dengan kata lain, etika berlaku bagi
siapa saja meskipun tidak ada orang yang menyaksikan.

Contoh : Mencuri adalah perbuatan yang dilarang, meskipun ketika


melakukan hal itu tidak ada orang lain yang menyaksikan. Ketika kita
meminjam suatu barang, maka barang tersebut nantinya harus tetap
dikembalikan, meskipun pihak yang meminjamkan lupa.

2. Etika bersifat absolut, artinya etika memiliki ketentuan atau prinsip yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi, di mana perbuatan baik mendapatkan pujian,
sedangkan perbuatan buruk harus mendapatkan sanksi atau hukuman

Contoh : Larangan untuk membunuh, dan larangan mencuri, di mana


ketika seseorang melakukan pembunuhan atau pencurian, maka ia harus
mendapatkan sanksi atau hukuman.

3. Etika berkaitan dengan cara dilakukannya suatu perbuatan yang


sekaligus memberikan norma dari perbuatan itu sendiri.
Contoh : Mengambil barang-barang milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya merupakan suatu perbuatan yang dilarang, karena perbuatan
tersebut sama saja dengan mencuri.

4. Etika memandang manusia dari segi dalam (bathiniah).

Contoh : Orang yang benar-benar baik, tentu ia akan bersikap etis. Dan
jika orang itu bersikap etis, maka mustahil ia memiliki sifat
munafik.Seseorang yang telah mencuri tetap saja dianggap sebagai
pencuri, meskipun ia memiliki tutur kata yang baik.

b) Etiket

1. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan saja, artinya etiket hanya


berlaku ketika ada orang lain yang menyaksikan perbuatan yang kita
lakukan, dan ketika tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.

Contoh : Mengangkat kaki ke atas meja, bersendawa, maupun berbicara


ketika sedang makan bersama orang lain dianggap perbuatan (cara makan)
yang tidak sopan dan melanggar etiket dan tidak boleh dilakukan. Akan
tetapi ketika jika perbuatan tersebut dilakukan ketika sedang sendirian
(tidak ada saksi mata) maka cara makan yang demikian itu tidaklah
melanggar etiket dan boleh dilakukan. Buang angin ketika sedang bersama
orang lain meskipun tidak bersuara dan tidak berbau merupakan perbuatan
yang tidak sopan, akan tetapi jika buang angin meskipun mengeluarkan
suara dan berbau akan tetapi pada saat itu tidak sedang bersama orang lain,
maka hal itu tidaklah melanggak etiket.

2. Etiket bersifat relative, artinya sesuatu yang menurut suatu budaya


dianggap sebagai hal yang tidak sopan, akan tetapi belum tentu budaya
lain memiliki anggapan yang sama. Bisa saja hal itu dianggap sebagai hal
yang wajar atau hal yang sopan.

Contoh : seseorang yang memiliki kebiasaan makan tanpa menggunakan


sendok maupun garpu alias makan dengan menggunakan tangan, bagi
sebagian kalangan dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak apa-apa
dilakukan. Akan tetapi bagi sebagian kalangan lainnya menganggap hal itu
sebagai perbuatan yang tidak sopan.

3. Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu perbuatan yang harus
dilakukan oleh manusia.

Contoh : ketika menyerahkan sesuatu kepada orang lain, hendaknya


perbuatan itu dilakukan dengan menggunakan tangan kanan. Dan jika
perbuatan tersebut dilakukan dengan tangan kiri, maka dianggap telah
melanggar etika.

4. Etiket memandang seseorang dari segi luarnya (secara lahiriyah),


artinya meskipun seseorang selalu berpegang pada etiket, akan tetapi ia
bisa saja bersifat munafik.

Contoh : Akhir-akhir ini banyak sekali serigala berbulu domba, di luar


tampak baik, akan tetapi di dalam hatinya menyimpan berbagai macam
niat buruk. Sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang memiliki
penampilan serta tutur kata yang baik, akan tetapi ternyata hal itu
digunakan untuk mengelabuhi orang lain agar niat dan tindak kejahatnya
bisa berhasil.

D. Macam-Macam Etika dan Etiket

a) Etika dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Etika sebagai ilmu yang merupakan kumpulan tentang kebijakan, tentang


penilaian perbuatan seseorang.
2. Etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebaikan.
3. Etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandang-pandangan, persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan dengan masalah kesusilaan.

b) Dilihat dari jenisnya setidaknya terdapat 3 jenis etika yaitu etika filosofis,
teologis, dan relasi dari ke dua etika tersebut. Berikut penjelasannya:

1. Etika Filososfis
Secara harfiah etika filosofis itu bisa dikatakan sebagai etika yang berasal
dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dikerjakan manusia. Oleh
karena itu sebenarnya etika termasuk bagian dari filsafat. Karena termasuk
filsafat maka ketika berbicara etika tidak bisa dilepaskan dari filsafat, dari
sini diambil kesimpulan bahwa jika seseorang ingin mengetahui unsur-
unsur etika maka ia harus bertanya juga perihal unsur-unsur filsafat. Di
bawah ini akan dijelaskan 2 sifat etika, yaitu:

1) Non Empiris
Ilmu empiris adalah sebuah ilmu yang didasarkan pada fakta atau
yang konkret. Namun berbeda dengan filsafat (tidak demikian),
filsafat berusaha melampaui yang konkret yang seakan-akan
menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Begitupun dengan
etika yang tidak berhenti terhadap apa yang konkret secara faktual
dilakukan, tapi bertanya perihal apa yang mesti dikerjakan dan apa
yang tidak boleh dikerjakan.

2) Praktis
Berbagai cabang filsafat membicarakan tentang sesuatu “yang ada”.
Seperti contoh filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Namun
tak demikian, etika tidak terbatas hanya itu saja melainkan bertanya
seputar “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai
cabang filsafat yang sifatnya praktis, sebab langsung berhubungan
dengan apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan. Akan tetapi perlu
diingat bahwa bukanlah praktis dalam artian menyajikan resep-resep
siap pakai. Etika juga tidak mempunyai sifat teknis melainkan
reflektif, maksudnya adalah etika hanya menganalisa tema-tema
pokok seperti hati nurani, kebebasan, serta hak dan kewajiban dll.

2. Etika Teologis
Dalam hal ini terdapat 2 hal yang mesti diingat, pertama etka teologis
bukan hanya milik agama tertentu melainkan setiap agama dapat memiliki
etika ini secara masing-masing. Contoh dalam etika Kristen misalnya,
etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposis-presuposis
mengenai Allah atau yang Illah, juga memandang kesusilaan bersumber
dari dalam kepercayaan terhadap Allah. Sebab itulah Jongeneel menyebut
“etika teologis” sebagai “etika transenden dan etika teosentris”. Etika
teologis Kristen mempunyai objek sama dengan etika secara umum yaitu
tingkah laku manusia. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai yang dianut.

3. Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis


Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika diatasa terdapat 3
jawaban menonjol yang dikemukakan atas pertanyaan di atas yaitu :
1) Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354 – 430) ia menyatakan
bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi yaitu mengoreksi dan
memperbaiki etika filosofis.
2) Sintetis
Jawaban kedua ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225 –
1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan teologis sedemikian
rupa, sampai kedua jenis etika ini mempertahankan identitas masing-
masing, menjadi satu hal baru. Akhirnya akan diperoleh hasil berupa
etika filosofis menjadi lapisan bawah yang sifatnya umum,
sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
3) Diaparalelisme
Jawaban terakhir ini kemukakan oleh F.E.D. Schleiermacher tahun
(1768 – 1834) yang menganggap kedua etika tersebut sebagai gejala-
gejala yang sejajar. Hal ini bisa diumpamakan seperti sepasang rel
kereta api yang sejajar.

Mengenai pendapat-pendapat di atas ada beberapa yang keberatan, pendapat


Augustinus dapat dilihat jelas bahwa etika filosofi tidak dihormati setingkat
dengan etika teologis. Sedangkan pandangan Thomas Aquinas dikomentari sama
seperti pendapat Augustinus.

Kemudian ada pendapat menyatakan perlunya suatu hubungan yang dioalogis


antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya akan
terjalin, bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang pararel saja.

Sehingga diharapkan dengan adanya hubungan ini bisa mencapai suatu tujuan
bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana seharusnya
menjalani hidup.

E. Contoh Etika dan Etiket

a) Contoh Etika

1. “Di hari senin santri dilarang mencuci” Seorang yang mempunyai etika ia
tidak akan mencuci ketika hari senin, meskipun ada kesempatan dan tidak
ada saksi yang mengawasinya
2. Mencuri atau merugikan orang lain
3. Terlambat ngampus, ngantor, atau lainnya

b) Contoh Etiket

1. Adab ngupil, kentut, meludah, dan sebagainya, berbagai macam tindakan


tersebut akan dinilai kurang sopan jika ada orang lain yang
menyaksikannya, sementara jika tidak ada orang hal ini bukanlah suatu
masalah.
2. Makan tanpa sendok, etiket makan tanpa sendok hanya berlaku pada
kalangan borjuis saja, sementara dalam agama Islam tindakan ini
merupakan sunnah.

Makna etiket sendiri lebih sempit yaitu terkait dengan cara perbuatan yang mesti
dikerjakan contohnya memberi sesuatu menggunakan tangan kanan, menutup
mulut saat menguap, dan sebagainya.
Daftar Pustaka:

https://alihamdan.id/pengertian-etika-dan-etiket/

https://www.google.com/search?q=macam+macam+etika+dan+etiket&ie=utf-
8&oe=utf-8

https://guruppkn.com/perbedaan-etika-dan-etiket

Anda mungkin juga menyukai