Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisaatar Balakang
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi yang
merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini
menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang
tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah
yang akan menguasai.
Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu bentuk
moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang termahsyur
dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang perlu dimiliki
mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of
change yang dimaksud adalah para mahasiswa.
Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa
berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini
tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja, melainkan
secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu
kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin “mores” yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah
itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria
mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis
dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang
dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan
adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah
kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia (Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang tepat
agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah agen
pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik dan
hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku
sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan
pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar
berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki kemampuan
yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis akan
memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan kelak.
Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras,
narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang
terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.
Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa
berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini
tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja, melainkan
secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu
kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin “mores” yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah
itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria
mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis
dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang
dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan
adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah
kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia (Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang tepat
agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah agen
pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik dan
hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku
sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan
pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar
berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki kemampuan
yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis akan
memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan kelak.
Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras,
narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang
terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.