Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK JALANAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Assesment RPL Jurusan


Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

DISUSUN OLEH :
Fairuz I’bad

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
KELAS RPL
TAHUN AKADEMIK 2024-2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan
kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Lebak, 23 Desember 2023

Fairuz I’bad
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5
sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan
kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.
Anak jalanan ini setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini merupakan
salah satu akibat dari krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia. Akibat dari krisis ini banyak
sekali permasalahan yang muncul baik di bidang perekonomian,sosial, dan kesehatan.
Dalam keadaan seperti ini, sangatlah besar kemungkinan bagi anak untuk terjerumus
kejalanan. Perekonomian yang kacau akibat krisis moneter menyebabkan terjadi pemutusan
hubungan kerja dimana- mana. Hingga pada akhirnya anak- anak pun sampai diperkerjakan oleh
orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka yang seharusnya bermain dan
belajar telah ikut menanggung beban keluarga. Pada akhirnya mereka menjadi penghuni tetap
jalanan yang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan menggantungkan hidup di jalanan
sehingga mereka menjadi anak jalanan.
Jumlah anak jalanan terus bertambah setiap tahunnya. Lembaga Perlindungan Anak mencatat
pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626 di antaranya berada di
kotamadya Bandung.
Pada tahun 2007 didapatkan data sebanyak 416 menurut yayasan Setara
Semarang.Peningkatan ini semakin signifikan tiap tahunnya,
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian anak jalanan

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak- anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan
dengan keluarganya. Menurut Departmen Sosial RI (1999), pengertian tentang anak jalanan
adalah anak- anak di bawah usia 18 tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik
keluarga hingga faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalanan.

Menurut UU no 23 tentang kesehatan jiwa menyebutkan penyebab munculnya anak jalanan


dan gelandangan psikotik adalah:

1. Keluarga tidak perduli


2. Keluarga malu
3. Keluarga tidak tahu
4. Obat tidak diberikan
5. Tersesat ataupun karena Urbanisasi

2.2 Etiologi

Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena anak jalanan atau pekerja anak banyak
terkait dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan kecilnya kesempatan untuk
memperoleh pendidikan. Pendapatan orang tua yang sangat sedikit tidak mampu lagi untuk
Mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga memaksa mereka untuk ikut bekerja. Menurut
Mulandar (1996), penyebab dari fenomena anak bekerja antara lain:
1. Dipaksa orang tua
2.Tekanan ekonomi keluarga
3.Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa
4.Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain
5.Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan
di jalanan antara lain:
1.Kesulitan keuangan
2.Tekanan kemiskinan
3.Ketidakharmonisan rumah tangga
4.Hubungan orang tua dan anak
Bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan
anak lari dari rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Baharsjah, kebanyakan
anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60% di
antaranya karena dipaksa oleh orang tua. Biasanya, anak-anak yang memiliki keluarga, orang
tua penjudi dan peminum alkohol, relatif lebih rawan untuk memperoleh perlakuan yang salah.
Pada kasus semacam ini, ibu sering kali menjadi objek perasaan ganda yang membingungkan.
Ia dibutuhkan kasih dan perlindungannya, namun sekaligus dibenci karena perbuatannya (Farid,
1998). Anak yang hidup dengan orang tua yang terbiasa menggunakan bahasa kekerasan seperti,
menampar anak karena kesalahan kecil, melakukan pemukulan sampai dengan tindak
penganiayaan. Apabila semuanya sudah dirasa melampaui batas toleransi anak itu sendiri,
makab mereka akan cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup di jalanan. Bagi anak
jalanan sendiri, sub-kultur kehidupan urban menawarkan kebebasan, kesetiaan dan dalam taraf
tertentu juga “perlindungan” kepada anak-anak yang minggat dari rumah akibat diperlakukan
salah, telah menjadi daya tarik yang luar biasa. Menurut Farid (1998), makin lama anak hidup
di jalan, maka makin sulit mereka meninggalkan dunia dan kehidupan jalanan itu.
2.3 Tanda dan gejala
1. Orang dengan tubuh yang kotor sekali,
2. Rambutnya seperti sapu ijuk
3. Pakaiannya compang-camping dengan membawa bungkusan besar yang berisi macam-
macam barang
4. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
5. Sukar diajak berkomunikasi

6. Pribadi tidak stabil


7. Tidak memiliki kelompok

2.4 Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan


1. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan
2. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan dan psikologis
3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
4. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerja dan
penempatan dalam masyarakat.
5. Kebutuhan rohani

2.5 Asuhan keperawatan pada anak jalanan


2.6.1 Pengkajian
a) Faktor predisposisi
• Genetik
• Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.
• Teori virus dan infeksi
b) Faktor presipitasi

• Biologis
• Sosial kutural
• Psikologis
c) Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran
- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halusinasi
- Emosi konsisten dengan - Ilusi - Kesulitan pengolahan
pengalaman - Reaksi emosi - Emosi
berlebihDan - Perilaku kacau dan isolasi
- Perilaku sesuai tidak social
- Berhubungan sosial
bereaksi
- Perilaku aneh
- Penarikan tidak bisa
berhubungan sosial

d) Sumber koping
• Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
• Pencapaian wawasan
• Kognitif yang konstan
• Bergerak menuju prestasi kerja
e) Mekanisme koping
• Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
• Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
• Menarik diri
• Pengingkaran
2.6.2 Diagnosa
1. Harga Diri Rendah
2. Resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri
2.6.3 Intervensi keperawatan

Diagnosa 1. Harga Diri

Rendah

Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan orang lain
dan lingkungan.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,


1.2 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
1.3 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.4 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.5 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.6 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
2.3 Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat


6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan
salingpercaya. Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap

tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan. Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.


5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan. Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan. Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara
dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK


Tujuan Umum :Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan diri, berdandan,

makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
• Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
• Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
• Pasien mampu melakukan makan dengan baik
• Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1.1 Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

1.2 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri


1.3 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
1.4 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
2.1 Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
2.2 Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
3.1 Menjelaskan cara mempersiapkan makan
3.2 Menjelaskan cara makan yang tertib
3.3 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
3.4 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
4.1 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
4.2 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
4.3 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak jalanan adalah anak yang dalam kesehariannya hidup dijalanan. Mereka bermain,
bergaul dan mencari nafkah dijalanan. Anak jalanan adalah anak bangsa juga, kehadiranya tidak
perlu dikucilkan, dijauhi, ataupun ditelantarkan. Pada hakikatnya mereka tidak ingin menjadi
anak jalanan, namun kondisi sosial dan ekonomi yang membuat mereka menjadi seperti itu.
Mereka harus dibina, dididik, dirangkul, dirawat dan dipelihara oleh negara. Anak jalanan
memiliki potensi-potensi seperti layaknya anak-anak lain. Mereka bisa berprestasi seperti anak-
anak yang lain namun karena keterbatasan ekonomi mereka menjadi terlantar. Potensi yang ada
pada diri mereka harus diberdayakan. Dalam memberdayakan anak jalanan yang tersebar di
seluruh penjuru negeri ini tidaklah mudah. Dengan bertumpu pada peran pemerintah untuk

memberdayakan potensi anak jalanan tidaklah cukup . Untuk memberdayakan potensi anak
jalanan diperlukan sinergitas (penyatuan kekuatan berbagai pihak).
DAFTAR PUSTAKA

h ps://fdokumen.com/document/lapoFan-askep-anak-jalanan.html

h p://FepositoFy.unaiF.ac.id/23776/3/TESIS-ONNY%2OFRANSINATA%2OANGGARA-
111314153OO7_PaFt14.pdf

Ahmad Kamil, 2008. Fauzan. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Arif Gosita. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta : Akademi Pressindo

Asrori dan Ali. 2009. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi. Aksara.

Bambang Sukoco. 2008. Anak Jalanan Dan Hukum Pidana Sebuah Tinjauan terhadap Fenomena

Kriminalitas Anak Jalanan Di Kota Surakarta. Skripsi. UMS Tidak di publikasikan

Anda mungkin juga menyukai