Anda di halaman 1dari 15

PERAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAK AUTIS

(STUDI KASUS 4 KELUARGA ANAK AUTIS DI KOTA PEKANBARU)

Oleh : Randi Wahyu Merianto


Email : Randiwahyu011@gmail.com
Pembimbing : Dra. Risdayati. Msi
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jl. HR. Soebrantas KM. 12,5 Kampus Bina Widya Simpang Baru Pekanbaru Indonesia

Abstrak

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Anak Mandiri. Tujuan penelitian ini
adalah untuk Menggambarkan karakteristik yang dimiliki anak autis dan bagaimana
mengetahui peran orangtua dalam menghadapi anak autis. Dalam penelitian ini penulis
mengumpulkan data dengan turun langsung ke lapangan dan melakukan teknik wawancara
ketempat lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini berjumlah 4 keluarga. Data yang
diperoleh telah diolah dalam bentuk analisis kualitatif deskriptif. Kesimpulan dari penelitian
ini yaitu Pada umumnya orang tua tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa anaknya
dinyatakan mengalami autis. Sikap mental yang belum/tidak bisa menerima kenyataan ini
seringkali berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyesuaikan diri dengan
kekhususan keadaan anaknya. Di satu sisi autism membutuhkan penanganan yang sangat
komplek dan membutuhkan partisipasi dan peran aktif orang tua dalam banyak hal
terkait dalam proses terapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara penyesuaian diri orang tua dan peran mereka dalam terapi anak
autism. Sehingga perhatian terhadap orang tua dengan anak autism sangatlah penting, karena
dengan penerimaan dan penyesuaian diri yang baik diharapkan peran aktif mereka
semakin baik dalam berbagai upaya penanganan autism untuk menunjang keberhasilan
terapi.

Kata Kunci : Karakteristik, Peran, Orangtua

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 1


THE ROLE OF PARENTS TO HANDLE CHILDREN AUTISM (CASE STUDY OF 4
CHILDREN AUTISM FAMILY IN PEKANBARU)

By: Randi Wahyu Merianto


Email: Randiwahyu011@gmail.com
Supervisor: Dra. Risdayati, Msi
Depertment of Sociology, Faculty of Social and Political Sciense
Jl. HR. Soebrantas KM. 12.5 Kampus Bina Widya Baru Simpang Pekanbaru Indonesia

Abstract

This research was conducted in Special Schools Children Self. The purpose of this
study was to Describing the characteristics of children with autism and how to determine the
role of parents in dealing with children with autism. In this study the authors collected data to
descend directly into the field and do the interview technique to place the research location.
Respondents in this study consists of 4 families. The data obtained was processed in the form
of descriptive qualitative analysis. The conclusion of this study is in general it is not easy
for parents to accept reality when their child are stated having autism. This mental
attitude which can accept the reality often impact on the inability of parents to adjust to
the situation of children. Whereas autism require a very complex treatment and
requires active participation of parents in many ways related to the therapy.The
results of this study indicate that there was a significant correlation between parental
adjustment and their role in autism therapy. So concern for parents of children with autism
is very important, because with the better parent to acceptance and adjustment to their child
is expected to be the better their active role in various efforts to the treatment of autism.

Keywords: Characteristics, Role, Parents

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 2


PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari serta fungsi-fungsinya yang telah


manusia membutuhkan komunikasi yang ditentukan untuk terciptanya hubungan
baik antar orang-orang yang ada disekitar yang baik serta suatu keluarga dapat
atau sekililingnya. Manusia diciptakan berjalan dengan baik sehingga tujuan yang
sebagai makhluk yang sempurna diharapkan dari keluarga dapat tercapai.
dibandingkan dengan yang lainnya. 7 Fungsi keluarga dalam teori keluarga
Manusia hidup bermasyarakat dan saling yaitu ;
berinteraksi dan berkomunikasi dengan 1) Fungsi pengaturan seksual
orang lain. Manusia sebagai makhluk Keluarga adalah lembaga pokok
sosial tidak dapat hidup sendiri, pasti yang meruupakan wahana bagi
saling membutuhkan satu sama lain. Oleh masyrakat untuk mengatur dan
karena itu manusia tersebut membutuhkan mengorganisasikan kepuasan
pergaulan yang baik, dan dapat beradaptasi kenginan seksual.
dengan lingkungan sekitarnya, dengan 2) Fungsi reproduksi
tujuan agar dapat terciptanya hubungan Urusan memproduksi anak sikap
yang baik diantara mereka. Adaptasi dan masyarakat terutama tergantung
proses berinteraksi dalam kehidupan keluarga. Cara lain hanya lah
sehari-hari sangat diperlukan. Karena kemungkinan teoritis saja dans
apabila seseorang tidak dapat berinteraksi sebagian masyarakat yang
dengan baik, dan tidak dapat beradaptasi menerapkan norma untuk
dengan yang lainnya maka ia tidak dapat memperoleh anak kecuali sebagai
menjalani kehidupannya dengan baik juga. bagian keluarga.
Keluarga memiliki posisi sentral dalam hal 3) Fungsi sosialisasi
konvensi hak pada anak. Maka anak-anak Fungsi ini diberikan bagi anak-anak
yang hidup dan berkembang di luar kedalam alam dewasa yang dapat
keluarganya sendiri berhak mendapatkan berfungsi dengan baik dalam
keluarga baru atau lembaga asuh pengganti masyarakat.
agar mereka tetap bisa berkembang 4) Fungsi efeksi
sebagaimana layaknya anak-anak yang Keluarga bertujuan memberikan
hidup dalam keluarganya yang asli. kebutuhan akan kasih sayang atau
Bagaimanapun juga anak-anak sangat rasa cinta bagi anggota keluarga.
bergantung pada orang dewasa karena pola 5) Fungsi penentuan status
asuhnya dapat membentuk kepribadian Keluarga berfungsi memberikan
individu bagi mereka (Candra status keluarga berdasarkan umur,
Gautama,2000). Dalam setiap masyarakat jenis kelamin, dan urutan kelahiran.
pasti akan dijumpai keluarga inti (Nuclear Ini berfungsi sebagai dasar untuk
Family). Keluarga ini merupakan member status sosial.
kelompok sosial yang terdiri dari ayah,ibu 6) Fungsi perlindungan
dan anak-anak. Keluarga inti lazim disebut Keluarga berfungsi memberikan
rumah tangga, yang merupakan unit perlindungan baik itu fisik,
terkecil dalam masyarakat sebagai proses ekonomi, psikologi, bagi seluruh
pergaulan hidup (Soerjono anggota keluarga.
Soekanto,1990). Keluarga merupakan 7) Fungsi ekonomi
susunan orang-orang yang disatukan oleh Keluarga memberikan fungsi
ikatan perkawinan, dan hubungan antara ekonomi guna memenuhi semua
orang tua dan anak biasanya adalah darah kebutuhan sandang,pangan, dan
atau adopsi (Khairudin,2002:6). Setiap papan.( Khairuddin, 1997: 5).
keluarga tentunya akan menjalani peran

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 3


Keadaan anak – anak yang keterlambatan dalam hal interaksi sosial,
mengalami gangguan autis saat ini masalah dalam bahasa yang digunakan
dimasyarakat kelompok menengah dalam komunikasi sosial dan permainan
kebawah sangat memprihatinkan. Selain simbolik atau imajinatif. Pada penyandang
itu fenomena saat ini banyak orang tua autisme, tanda-tanda hambatan
yang memiliki anak yang mengalami perkembangan telah mulai tampak pada
gangguan autis namun tidak menyadari masa bayi seperti kurangnya kontak mata,
bahwa anaknya mengalami gangguan autis. kurangnya reaksi pada saat akan
Menurut leo kanner (1943), istilah digendong, kurang mampu tersenyum
autisme berasal dari kata “autos” yang meski pada orang terdekatnya, kecemasan
berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti yang aneh dan kekurang mampuan
suatu aliran, autis berarti suatu paham yang bermain. Tubuh bayi juga terkesan kaku
tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autis sehingga sulit untuk direngkuh dalam
juga berarti suatu keadaan dimana pelukan. Pada masa kanak-kanak dan
seseorang anak berbuat semaunya sendiri persekolahan, penyandang autisme kurang
baik cara berfikir maupun berprilaku, menunjukkan respon sosial yang positif.
kedaan ini biasanya terjadi sejak usia Anak kurang lekat pada orang tua, ia tidak
masih balita dan biasanya terjadi sekitar mengikuti orang tua jika pergi, jarang
usia 2 – 3 tahun. Dimana biasanya pada mengekpresikan kasih sayang atau mencari
usia tersebut anak sudah mulai belajar perlindungan bila terluka bahkan
untuk bicara, tapi pada anak yang cenderung menarik diri dan menghindar.
mengalami gannguan autis mengalami
Informasi saat ini mengenai autis maka dapat dirumuskan permasalahan
dimasyarakat masih belum banyak dan yang muncul pada penelitian ini adalah:
belum mencakup lapisan masyarakat,
bahkan banyak yang tidak mengerti apa itu 1. Bagaimana karakteristik yang
gangguan autis, informasi di masyarakat ada pada anak autis?
mengenai gangguan autis hanya diketahui 2. Bagaimana peran orang tua
golongan masyarakat menengah ke atas. terhadap penanganan anak
Sementara masyarakat golongan menengah autis??
ke bawah masih banyak yang tidak
mengerti gejala – gejala dari gangguan Tujuan yang ingin dicapai dalam
autis dan cara penanggulangannya. Banyak penelitiam ini yaitu untuk:
orangtua yang menganggap keterlambatan
1. Menggambarkan karakteristik
berkomunikasi dan interaksi yang terjadi
yang dimiliki anak autis
pada anaknya tersebut adalah hal yang
2. Mengetahui peran orang tua
wajar atau tidak menganggap gangguan
dalam menghadapi anak autis
autis yang terjadi pada anak mereka
3. Mengetahui cara-cara yang
merupakan gejala gangguan mental atau
dilakukan untuk menghadapi
gangguan jiwa. Sehingga anak – anak yang
anak autis
mengalami gangguan autis ini
diperlakukan tidak semestinya dengan Adapun manfaat dari penelitian ini
kondisi yang mengkhawatirkan dan ini adalah sebagai berikut :
dapat memperburuk keadaan anak tersebut
karena semakin terkucilkan bahkan 1. Melalui penelitian ini, peneliti
dilingkugan keluarganya sendiri. dapat membuka cakrawala
berpikir bagi orang tua yang
Berdasarkan uraian latar belakang memiliki anak autis.
masalah yang telah dikemukakan di atas, 2. Secara akademis penelitian
dapat juga berguna untuk

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 4


menambah khasanah ilmu belajar yang dialami seseorang untuk
pengetahuan sosial dalam memperoleh pengetahuan tentang nilai dan
disiplin ilmu sosiologi. norma-norma agar ia dapat berpatisipasi
3. Sebagai bahan informasi bagi sebagai anggota kelompok masyrakat.
peneliti-peneliti yang akan (Kun Maryati : 2006).
membahas dan mengkaji
permasalahan yang sama. Proses sosialisasi, secara garis
besar dapat dibagi atas dua macam, yaitu
sosialisai primer dan sosialisasi skunder.

KERANGKA TEORI a. Sosialisasi Primer


Soelaeman (1994 : 121) Sosialisasi primer adalah sosialisasi
mengemukakan bahwa pelaksanaan suatu pada tahap-tahap awal kehidupan
peranan tertentu tidak tampil dalam bentuk seorang sebagai manusia. Ini terjadi
yang seragam, melainkan disamping pada usia anak di bawah 5 tahun.
berkaitan dengan siapa yang dihadapi atau Pada saat sosialisasi primer,
dengan siapa ia berkomunikasi, tergantung seorang anak akan dapat mengenal
juga dari situasi yang menyertai permainan lingkungan terdekatnya. Misalnya
peranan tersebut. Peranan itu dapat tampil ibu, bapak,kakak, adik, paman,
sebagai suatu pola tingkah laku yang di bibi, kakek, teman sebayanya,
anggap harus dilakukan seseorang untuk tetangganya dan bahkan dirinya
memantapkn kedudukannya. sendiri. Pengenalan terhadap
dirinya sendiri bagi anak seusia itu
Pengertian peran menurut Krech menjadi sangat penting untuk
dan Crutchfield, satatus menunjukan letak menunjukkan bahwa anak memiliki
(tinggi rendahnya) suatu kedudukan dalam jati dirinya sendiri yang berbeda
hierarki sistem masyarakat yang dengan orang lain, misalnya soal
bersangkutan, sedangkan peran adalah nama.
suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai,
sikap, yang diharapkan oleh masyarakat b. Sosialisai skunder
muncul dan menandai sifat dan tindakan
sipemegang kedudukan. Jadi peran Sosialisasi skunder adalah proses
menggambarkan prilaku yang seharusnya berikutnya yang memperkenalkan
diperlihatkan oleh individu pemegang individu kedalam lingkungan di
peran tersebut dalam situasi yang umum. luar keluarganya, seperti sekolah,
Misalnya, peran ibu dimasyarakat ,lingkungan bermain, dan
indonesia adalah , membesarkan dan lingkungan kerja. Ini akan terjadi
mendidik anak dengan baik, mengatur setelah sosialisasi primer
rumah tangga, disamping melayani dan berlangsung, namun sosialisasi
menjadi pendamping suami serta ikut primer merupakan dasar dari
membantu meningkatkan kesejahteraan sosialisasi skunder. Jika dalam
keluarga (dalam Dr. Solita Sarwono, sosialisasi primer yang berperan
2007). adalah orang tua dan keluarga
dekatnya, maka dalam sosialisasi
Dengan kata lain sosialisai dapat skunder yang berperan adalah
dikemukakan bahwa sosialisasi adalah orang lain. Hal ini dapat di
proses mempelajari norma,peran, dan buktikan bahwa setelah berumur 5
semua persyaratan lainnya yang diperlukan tahun atau lebih seorang anak akan
untuk memungkinkan partisipasi yang memperluas pergaulannya. Ia mulai
efektif dalam kehidupan sosial. Menurut mengenal guru di sekolahnya,
Dafid Gaslim, sosialisasi adalah proses teman bermain yang tidak hanya di

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 5


sekitar rumah, namun telah sampai keterampilan yang bertujuan
pada tetangga rumah dan mempengaruhi perkembangan
seterusnya. intelektual anak, melainkan
memperhatikan perkembangan
Sosialisasi tidak berlangsung begitu jasmaninya. Menurut Dreeben di
saja, namun melaui perantara. Perantara sekolah seorang anak harus belajar
sosialisasi inilah yang dikenal sebagai untuk mandiri..
media sosialisasi. Melalui media sosialisasi
inilah seseorang mengenal dunia sosial dan 4. Media Massa
mengenal masyarkat. Ada empat macam
media sosial yakni sebagai berikut. Media massa merupakan alat
sosialisasi penting karena dapat
1. Keluarga membantu memberikan
pengetahuan kepada masyarkat
Keluarga merupakan tempat tentang norma-norma dan nilai-
pertama dan utama seorang anak nilai yang ada dalam masyarakat.
belajar hidup sosial. Sebab anak Media massa seperti televisi, radio,
mulai bergaul untuk yang pertama surat kabar, majalah, tabloid, film
kali dalam lingkungan keluarganya dan lain-lain. Media massa dapat
sendiri dan anak mengenal memberikan model peranan yang
lingkungan sekitarnya dimulai dari digunakan sebagai bahan bagi anak
lingkungan keluarganya sendiri. untuk mengenali jati dirinya.
Orang tua umumnya mencurahkan
perhatiannya untuk mendidik anak Faisal lubis dalam bukunya autisme
agar anak tersebut memperoleh suatu gangguan jiwa pada anak-anak
dasar-dasar pola pergaulan hidup mengatakan autisme bukanlah gejala
yang benar dan baik, penampilan penyakit teatpi berupa sindroma
disiplin, dan kebebasan. (kumpulan gejala) dimana terjadinya
penyimpangan social, kemampuan bahasa,
2. Teman Sepermainan dan kepedulian terhadap sekitarnya
sehingga anak autisme seperti hidup dalam
Teman sepermainan merupakan
dunianya sendiri. Dengan kata lain autisme
kelompok kecil yang dengan usia
adalah suatu keadaan dimana seorang anak
angotanya hampir sama dan
berbuat semaunya sendiri baik secara
berinteraksi secara bersama-sama.
berfikir maupun cara berprilaku.
Kelompok teman sepermainan
menjadi penting dalam sosialisasi Istilah autisme berasal dari kata
karena dalam kelompok semacam “autos” yang berarti diri sendiri “isme”
inilah anak dapat mempelajari yang berarti suatu aliran. Berarti suatu
bagaimana berinteraksi dengan paham yang tertarik hanya pada dunianya
orang lain tanpa pengawasan sendiri. Autisme adalah suatu keadaan
langsung dari orang tua, guru, atau dimana anak berbuat semaunnya sendiri,
orang-orang yang terhormat baik cara berfikir maupun berprilaku.
lainnya. Keadaan ini biasanya mulai terjadi sejak
usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3
3. Sekolah
tahun. Istilah autisme baru diperkenalkan
Sekolah sebagai media sosialisasi sejak tahun 1913 oleh Leo Kanner,
merupakan tuntutan kemajuan sekalipun kelainan itu sudah ada sejak
masyarakat dari tradisional ke berabad-abad yang lampau. Autisme bukan
masyarakat modern. Sekolah tidak suatu gejala penyakit tetapi berupa
saja mengajarkan pengetahuan dan sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 6


penyimpangan perkembangan sosial, 2. Kesulitan bermain dengan
kemampuan berbahasa, dan kepedulian teman sebaya
terhadap sekitar sehingga anak autisme 3. Tidak ada empati dan simpati
seperti hidup dalam dunianya sendiri. 4. Kurang mampu mengadakan
(Handoyo, 2003). hubungan sosial dan emosional
dua arah
Menurut Faisal Yatim (2003), B. Kesulitan dalam komunikasi sosial
penyebab terjadinya autis belum diketahui seperti terwujud dalam kriteria
secara pasti, hanya di perkirakan mungkin berikut:
adanya kelainan sistem syaraf (neurologi) 1. Tidak terlambat bicara, tidak
dalam berbagai derajat berat ringannya berusaha berkomunikasi non
penyakit. Sedangkan menurut budiman verbal
(1998) meyatakan penyebab autis sangat 2. Bisa bicara tapi tidak untuk
kompleks yaitu mulai dari gangguan pada komunikasi
fungsi susunan saraf pusat, faktor genetik, 3. Bahasa aneh dan diulang-ulang
penyebab organik, dan buruknya stereotip
pencernaan. 4. Cara bermain kurang variatif
imajinatif, kurang imitasi sosial
Penelitian tentang penyebab dan
sesuai dengan tahap
pengobatan autisme juga masih pada taraf
perkembangannya.
awal, meskipun di negara maju yang sudah
C. Perilaku atau minat yang
sejak lama mengenal dan mengelola autis.
imaginasi,berpikir fleksibel dan
Penyebab yang tepat masih dalam tahap
bermain imaginatif:
perdebatan di antara para ahli, meskipun
pernah di era 50-an sampai 60-an, Mempertahankan 1 minat atau
dikatakan penyebabnya adalah akibat dari lebih dengan cara yang sangat khas dan
pengaruh perlakuan orang tua dimasa berlebihan, baik intensitas dan fokusnya.
kanak-kanak. (Faisal Yatim, 2003).
1. Terpaku pada suatu kegiatan
Gejala autisme timbul sebelum ritualistik/rutnitas yang tidak
anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian berguna
anak gejalagangguan perkembangan ini 2. Ada gerakan-gerakan aneh yang
sudah terlihat sejaklahir. Seoerang ibu khas dan berulang-ulang.
yang cermat dapat melihat beberapa Seringkali sangat terpukau pada
keganjalan sebelum anaknya mencapai bagian-bagian tertentu dari
usia satu tahun. Yang sangat menonjol suatu benda (Prasetyono, 2008)
adalah tidak adanya kontak mata dan
kurangnya minat untuk berinteraksi dengan Menurut (Presetyono, 2008), anak
orang lain. autis memiliki gambaran unikdan karakter
yang berbeda dari anak lainnya.
Berikut ini karakteristik gangguan Karakteristik dari anak autis tersebut
autis berdasarkan DSM-IV (Diagnostic diantaranya adalah :
And Statistical Manual) Revisi IV yakni:
a. Anak sangat selektif terhadap
A. Kesulitan dalam interaksi sosial rangsangan, sehingga kemampuan
yang terwujud dalam kriteria anak menangkap isyarat yang
berikut: berasal dari lingkungan sangat
1. Tidak mampu menjalin terbatas.
interaksi sosial non verbal b. Kurang motivasi. Anak tidak hanya
seperti kontak mata,ekspresi sering menarik diri asyik sendiri,
muka,posisi tubuh, gerak-gerik tetapi juga cenderung tidak
kurang tertuju.

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 7


termotivasi menjelajahi lingkungan dan pemahaman yang berdasarkan pada
baru atau memperluas lingkup metodologi yang menyelidiki suatu
perhatian mereka. fenomena sosial dan masalah manusia.
c. Memiliki respons stimulasi diri Pada pendekatan ini, penelitian
tinggi. Anak menghabiskan menekankan sifat ralitas yang terbangun
sebagian besar waktunya untuk secara sosial, hubungan erat antara
merangsang dirinya sendiri, penelitian dan subjek ditekiti. Sedangkan
misalnya bertepuk tangan, Creswell (1998), mengatakan penelitian
mengepak-ngepakan tangan, dan kualitatif sebagai suatu gambaran
memandangi jari-jemari, sehingga kompleks, meneliti kata-kata, laporan
kegiatan ini tidak produktif. terperinci dari pandangan responden,dan
melakukan studi pada situasi yang di
Memiliki respon terhadap imbalan. alami.
Anak mau belajar jika mendapat imbalan
langsung dan jenis imbalannya sangat Penelitian ini dilakukan dirumah
individual. Akan tetapi respon ini berbeda tempat tinggal anak penyandang autis yang
untuk setiap anak autis. terdapat dikota pekanbaru dan disebuah
sekolah khusus anak autis yang ada di
Interaksi sosial merupakan Pekanbaru. Memilih lokasi dikarenakan
hubungan antara orang-orang perorangan, sangat cocok bagi penulis untuk
antara kelompok-kelompok manusia, mendapatkan data yang di inginkan.
maupun antara orang perorangan dengan Teknik penentuan subjek peneltian ini
kelompok manusia. (Soerjono Soekanto, adalah peran orang tua bagi anak yang
1990). berkebutuhan khusus,di mana 4 keluarga
yang menyandang anak autis. Untuk lebih
Anak autis mengalami kesulitan
mendapatkan gambaran yang mendalam
dalam berhubungan dengan orang lain.
peran orang tua dalam menangani anak
Sejak bayi mereka menunjukkan
autis.
keterampilan yang kurang dalam
perkembangan sosial, seperti kesulitan Pengumpulan data untuk penelitian
menniru orang lain, tidak ada reaksi ini diperlukan metede yang tepat agar
(contoh, tidak tersenyum, jika dipeluk perolehan data dapat dilakukan dengan
tidak membalas), sulit berbagi perhatian mudah dan mendapatkan data yang akurat.
dengan orang lain, sulit memahami emosi Maka teknik pengumpulan data dilakukan
orang lain dan lain-lain. Mereka juga dengan :
mengalami kesulitan dalam memproses
informasi emosional yang sifatnya non a. Wawancara
verbal, misalnya yang tercakup dalam Wawancara adalah teknik
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan intonasi pengumpulan data dengan cara
suara. mewawancarai langsung dan
lisan kepada subyek penelitian.
Dengan cara ini peneliti
berusaha untuk memperoleh
METODE PENELITIAN
data yang dapat dipercaya dan
Penelitian ini bersifat kualitatif, dipertanggung jawabkan
menurut denzim dan licoln (2009), kata kebenarannya. Pengambilan
kualitatif menyiratkan penekanan pada data dilakukan dengan cara
proses dan makna yang dikaji secara ketat wawancara secara langsung
atau belun di ukur di sisi kualitatif, jumlah, kepada subyek penelitian
intesitas atau frekuensinya. Pendekatan dengan berpedoman pada faktor
kualitatif adalah suatu proses penelitian pertanyaan.

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 8


b. Observasi (Pengamatan) berbicara atau bermain seperti yang anak
lain lakukan atau mungkin mereka
Peneliti mengamati langsung mengulang-ulang gerakan dan tingkah laku
lokasi penelitian untuk tertentu secara terus menerus dan
mendapatkan suatu gambaran berlebihan, lagi lagi dan lagi.
dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang tua. Mulai dari awal Bagi orang tua yang memiliki anak
orang tua menjalankan penyandang autis, banyak tantangan yang
perannya menunggu anaknya harus dihadapi orang tua. Pertama,
disekolah maupun dirumah. penolakan, baik dari diri pribadi, keluarga
Melalui pengamatan terhadap besar maupun lingkungan. Kedua,
perilaku seseorang atau besarnya biaya pengobatan. Beragam
kelompok orang dalam kurun pendapat tentang penyebab autis dan
waktu relatif lama, seseorang kompleksnya masalah yang dihadapi anak-
peneliti memperoleh banyak anak autis memunculkan berbagai macam
kesempatan untuk penanganan yang melibatkan berbagai
mengumpulkan data yang disiplin ilmu. Ketiga, terbatasnya akses
bersifat mendalam dan rinci terhadap klinik terapi atau lembaga
satu hal yang kurang dapat pendidikan. Belum semua kabupaten/ kota
dicapai dengan menggunakan di Riau terdapat klinik terapi atau lembaga
metode survei (Kamanto pendidikan yang menerima penyandang
Sunarto, 2004: 249). autis.
Analisis data yang akan dipakai Di Pekanbaru sendiri ada satu
adalah analisis data secara kualitatif, yaitu lembaga yang peduli dengan anak
riset yang bersifat deskriptif dan cenderung penyandang autis yaitu Lembaga
menggunakan analisis dengan pendekatan Pendampingan Perkembangan Anak
induktif. Proses dan makna (perspektif (LPPA) yang di ketuai oleh Santoso.
subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian Dimana lembaga ini menangani
kualitatif, pertama mencari tahu terlebih permasalahan pada perkembangan anak
dahulu bagaimana karakteristik anak autis, yang mempunyai berkebutuhan khusus
kemudian mencari tahu bagaimana peran terutama pada anak autis. Ada satu hal
orangtua dalam menangani anak autis. nilai yang disampaikan Santoso, pertama
Serta menggambarkan keseluruhan adalah cara mendidik anak-anak yang baik
kegiatan dan aktifitas peran orang tua dan benar,disebutkan bahwa mendidik
terhadap menangani anak autis dikota anak dengan cara disiplin tidak berarti
pekanbaru. akan menyelesaikan masalah-masalah
anak-anak didik.
Jumlah penyandang autis
PEMBAHASAN dipekanbaru juga belum diketahui dengan
pasti. Berdasarkan pendataan yang
Autisme adalah suatu kelainan otak
dilakukan Forum Pengembangan Anak
yang berpengaruh pada perkembangan
Penyandang Autisme (F-PAPA Riau) pada
seseorang. Orang-orang yang mengalami
akhir Maret 2013 terhadap 9 Sekolah Luar
autisme mempunyai gangguan atau
Biasa, 4 Sekolah Inklusi dan 7 Klinik
masalah dalam berkomunikasi dan
Terapi di Pekanbaru ternyata ada 250 anak
berinteraksi dengan orang lain. Seorang
autis yang menjadi siswanya. Jumlah ini
anak autisme mungkin akan terlihat sangat
hanya merupakan fenomena puncak
linglung, terkucil atau terasing, mungkin
gunung es, hanya sebagian kecil saja yang
mereka tidak ingin melakukan kontak mata
terdata, jumlah sebenarnya tentu jauh lebih
dengan orang lain, mungkin juga tidak

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 9


besar lagi karena F-PAPA tidak dapat benar-benar berkerja sama agar
mendata jumlah penyandang autis yang anaknya dapat terarah dan
mengikuti terapi home visit (kunjungan ke sembuh. (wawancara Orang Tua,
rumah) dan yang tidak mengikuti terapi/ juni 2015)
pendidikan di mana pun. Tugas utama dari
keluarga bagi pendidikan anak adalah Berdasarkan hasil pengamatan
sebagai peletak dasar bagi pendidikan dapat disimpulkan awalnya kedua orang
akhlak dan pandangan hidup keagamaan. tua yang memiliki anak autis merasa
Sifat dan tabiat anak sebagian besar terkejut dan bertanya mengapa hal itu
diambil dari kedua orang tuanya dan dari menimpa mereka hingga berupaya mencari
anggota keluarga yang lain. Keluarga informasi yang lengkap misalnya diskusi
merupakan institusi yang paling penting dengan terapis maupun lewat internet
pengaruhnya terhadap proses sosialisasi sehingga tak mengherankan jika orang tua
individu atau seseorang. dekat dengan terapis dan tingkat
kemampuan orang tua akan gangguan
Penerimaan ibu terhadap anak autisme semakin meningkat.
autisme memerlukan pengetahuan yang
luas tentabng autisme, sehingga ibu akan Dukungan lain yang diperlukan
memahami arti dari autisme yang orang tua anak autis yaitu adanya
sebenarnya. Sesuai dengan pemahaman dukungan jaringan sosial, sehing ga ia tahu
seorang ibu, maka ibu akan menerima dan merasakan bahwa bukan dirinya
kondisi anak yang memberikan kasih sendiri yang mengalami masalah tersebut
sayang, perhatian, dan memahami dan ia dapat berbagi pengalaman dengan
perkembangan anak sejak dini. Jadi orang tua lain yang memiliki anak yang
pemahaman tentang autisme terhadap sama seperti dirinya.
penerimaan ibu yang mempunyai anak utis
perlu dan penting. Anak-anak penyandang autis tidak
Berdasarkan penelitian terhadap menggunakan gestur untuk
kedua orang tua kasus yang diteliti mengkomunikasikan emosi mereka.
menyatakan perasaanya saat anak Mereka memiliki perasaan tatapi sulit bagi
dinyatakan menderita autis,dapat diuraikan mereka untuk mengekspresikannya, sama
sebagai berikut : seperti mereka kesulitan untuk memahami
hal yang sama pada diri mereka. Orang
“sejak awal kami bertanya-tanya memiliki ekspresi wajah yang universal
seperti ada yang lain dengan diri dan bahwa anak-anak memiliki
anaknya,anaknya tidak dapat kemampuan bawaan untuk memahami
menatap muka dan mata lawan makna ekspresi tersebut. Para orang tua
bicara. Gak lama setelahnya kami yang memiliki anak autis pastilah
berdua coba berkonsultasi dengan menyadari hal ini bahwa memandang dan
salah satu dokter, ternyata dokter mengartikan wajah pada penderita autis
menyatakan kalau anaknya tidak menimbulkan reaksi yang sama
mengidap autis. Kami seperti seperti pada orang yang normal.
mendapat cobaan yang begitu
Anak autis bermasalah pada
besar dan malu anaknya mengidap
perkembangan keterampilan sosialnya,
autis. Cukup lama kami
sulit berkomunikasi, tidak mamapu
menjelaskan kepada kelurga yang
memahami aturan-aturan dalam pergaulan,
lain tentang apa yang diderita oleh
sehingga biasanya tak punya teman. Minat
anaknya dan mencoba mencari
mereka yang terbatas pada orang lain
informasi dan memahami semua
disekitarnya, sedikit banya membuat
prilaku anaknya. Karena menurut
mereka lebih senang menyendiri atau
kami, kami berdua lah yang harus
JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 10
sangat pemilih dalam bergaul, mereka dan keterampilan. Agar proses sosialisasi
hanya memiliki 1-2 teman yang dapat anak dapat berjalan dengan baik maka
memberikan rasa aman kepada mereka, dibutuhkan agen sosialisasi. Agen
dan pada umumnya mengalami kesulitan sosialisasi merupakan pihak-pihak yang
beradaptasi dalam berbegai kelompok yang membantu seorang individu belajar
dibentuk secara acak atau mendadak. terhadap segala sesuatu yang kemudian
Untuk menghadapi berbagai masalah yang menjadikannya dewasa (Narwoko, 2004).
dihadapi, para orang tua yang memiliki Agen sosialisasi yang utama meliputi :
anak autis harus mampu menerapkan keluarga, kelompok sebaya, sekolah,
metode-metode sesuai dengan karakteristik lingkungan kerja dan media massa. Agen
yang dihadapi oleh anaknya. Cara-cara sosialisasicyang paling utama dalam
tersebut dapat berupa terapi atau metode keluarga adalah orang tua.
yang telah berstandar. Metode-metode yang dipergunakan
orang dewasa atau masyarakat dalam
Pada penelitian ini didapati bahwa mempengaruhi proses sosialisasi anak,
keluarga anak penyandang autis banyak digolongkan menjadi tiga lategori yaitu :
menggunakan bahasa tubuh dalam metode ganjaran atau hukuman, metode
berinteraksi, maupun dalam didacting teaching dan metode pemberian
menyampaikan keinginan mereka seperti, contoh ( Ahmadi, 2002). Orang tua dalam
mandi, makan, bermain, tidur dan lain pengasuhannya menggunakan ketiga
sebagainya didalam kehidupan sehari-hari. metode tersebut. Aturan dan tata tertib
Anak-anak ini tidak mampu untuk dikeluarga menerapkan konsep adanya
mengungkapkan apa yang mereka inginkan imbalan dari setiap perbuatan yang
kepada orang lain. Mereka hanya memakai dilakukan oleh anak, imbalan berupa
komunikasi satu arah, dan tidak bisa sanksi hukuman dan ganjaran, aturan-
mengungkapkan apa yang mereka inginkan aturan dibuat agar mereka sejak semula
kepada orang lain. Mereka hanya memakai menyadari konsekuensi yang harus
komunikasi satu arah, dan tidak bisa diterima.
mengungkapkan kenginanya dengan
Tabel 1
ucapan. Apabila mereka menginginkan Hasil Pengamatan Sosialisasi Orangtua Terhdap Anak Autis
sesuatu, mereka hanya memakai isyarat
atau bahasa tubuh saja. Hal ini dibuktikan Pengamatan Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
dengan hasil wawancara yang dilakukan Sandi Riski Boy Icha
peneliti terhadap orang tua anak
penyandang autis adalah sebagai berikut :
Memberikan Memanja Permisif,
“Saya selalu melatih anak saya Memberikan
pujian dan kan, mendidik
untuk selalu berkomunikasi dengan saya contoh,
hadiah jika disiplin, dengan cara
dan berinteraksi dengan lingkungan mengajarka
dia jatuh membimb demokratik
sekitarnya. Selalu tiap hari saya lakukan n sopan
dan ing anak dan
itu agar anak terbiasa melakukan satun dan
Sosialisasi mengajarka bergaul terkadang
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat buat mengontrol
n dimasyar cenderung
dia. Dan saya juga selalu melakukan pola makan
komunikasi akat dan otoriter dan
masukan-masukan dari terapisnya untuk anak.
yang baik. memdidik tegas.
selalu adanya kontak sosial terhadap
anak.” (wawancara Orang Tua ,19 Juni Sumber : Wawancara dan Pengamatan
2015 ).
Berdasarkan tabel diatas dapat
Proses sosialisasi sangat diketahui bahwa metode sosialisasi yang
dibutuhkan dlam pengasuhan anak autis. dilakukan oleh orang tua dari ke empat
Karena melalui proses sosialisasi individu keluarga hampir sama. Hal ini diperkuat
belajar tentang nilai, norma, pengetahuan
JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 11
dari hasil wawancara dengan kedua orang digunakan bahasa atau pembicaraan, juga
tua kasus sebagai berikut : digunakan gerak tubuh atau sikap.
Penggunaan bahasa kita sebut dengan
“ Saya coba mengarahkan cara komunikasi verbal. Sedangkan penggunaan
bermain dia dengan benar seperti anggota tubuh lain, selain suara kita sebut
kalau main mobil-mobilan jangan dengan komunikasi nonverbal. Pada proses
hanya diputar-putar saja rodanya. terjadinya interaksi sosial, kedua bentuk
Untuk hal-hal tertentu kita harus komunikasi ini sama-sama penting untuk
memberikan penghargaan seperti dipahami maknanya.
harus kita beri pujian atau hadiah
jika dia bisa merapikan bekas Untuk dapat memahami dua
mainan yang dia letakkan bentuk komunikasi tersebut, ingatlah
sembarangan.”(wawancara Orang seseorang melakukan pembicaraan dengan
Tua,19 Juni 2015). individu lain, apakah selalu menjawab
dengan kata-kata, sekali-kali kita mungkin
Calhoun & Acocella (dalam tidak menggunakan kata-kata dalam
Sobur, 2003) mengatakan bahwa berkomunikasi, kita cukup menjawab
penyesuain diri adalah memenuhi tuntutan dengan anggukan untuk menyatakan
dari dalam diri individu itu sendiri yaitu persetujuan atau gelengan kepala untuk
jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada menyatakan ketidak setujuan. Saat kita
pada individu itu sendiri, seperti prilaku berkomunikasi, kita sering kali melihat
individu, tubuh individu, pemikiran dan pada situasi dan susana hati individu yang
perasahan individu. Penyesuaian diri juga kita ajak bicara. Suasana hati itu biasanya
dipengaruhi oleh tuntutan dari orang lain. kita ketahui melalui gerak-gerik atau
Pengaruh orang lain juga cukup besar pada ekspresi wajah. Kita tidak perlu bertanya
individu sebagai mana individu juga dia sedang sedih, bila kita sudag melihat
berpengaruh terhadap orang lain. Begitu raut wajah duka dengan air mata mengalir
juga dengan tuntutan dunia luar atau dari kedua matanya. Kedua komunikasi itu
lingkungan tempat individu berada sangat pun terkadang saling mendukung saat kita
berpengaruh terhadap penyesuaian dirinya. berkomunikasi dengan orang lain. Kita
dapat lebih menyakinkan orang dengan
Syarat lain terjadi interaksi adalah ekspresi wajah yang mendukung pernytaan
dengan adanya komunikasi. arti terpenting kita.
dari komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang Kemampuan verbal anak autis
lain ( yang terwujud pembicaraan, gerak- sangat terbatas, yaitu ketiadaan komunikasi
gerak badaniah atau sikap), perasaan- timbal balik dengan lawan bicaranya,
perasaan apa yang ingin disampaikan oleh anak-anak ini hanya mampu
orang tersebut (Soerjono Soekanto, 1987) menyampaikan sebatas keinginanya saja
. Hal ini seperti yang dijelaskan atau searah dengan kepentngannya
oleh Soekanto (2002) yang mengatakan sehingga tidak mampu mempertahankan
bahwa arti penting dari komunikasi adalah pembicaraan yang panjang. Menurt Puspita
pemberian tafsiran atas penyampaian (2002) penyandang autis memiliki bentuk
informasi oleh orang lain. Informasi yang komunikasi yang tidak biasa,sebagaimana
disampaikan dapat berbentuk pembicaraan, anak-anak no autis, komunikasi itu antara
gerak tubuh dan sikap. Setelah lain : mereka kesulitan untuk tanya jawab
menafsirkan, orang tersebut kemudian terutama yang menggunakan kalimat
memberikan reaksi. panajang, mereka sulit diajak berpindah
topik pembicaraan dari satu topik ke topik
Dari penjelasan di atas kita dapat ang lainnya, mereka tidak memahami
ketahui bahwa dalam berkomunikasi selalu bahasa atau kata-kata yang obyeknya

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 12


belum pernah dilihatnya. Karena autis berbagai bentuk
keterbatasan penguasaan bahasa mereka keterampilan dan pengetahuan
tidak memahami bahasa isyarat yang dengan cara memberikan
disampaikan orang lain. pembelajaran secara visual
sebanyak mungkin.
Tingkat keberhasilan guru dan
terapis dapat di lihat dari proses sosialisasi
PENUTUP
dapat di ukur jika anak sudah paham
Sebagai tahap akhir penulisan akademik dasar dan anak autis sudah dapat
skripsi ini, peneliti memberikan suatu memahami instruksi baik verbal maupun
kesimpulan untuk menjawab permasalahan non verbal serta anak sudah dapat
pokok yang telah dirumuskan sebelumnya. mengontrol keadan emosi mereka.
Dari uraian pembahasan pada bab
Berdasarkan kesimpulan diatas ,
terdahulu, maka penulis menyimpulkan
maka peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut :
antara lain:
1. Penderita autis pada umumnya 1. Bagi pemerintah diharapkan
mengalami gangguan dalam dapat memberikan sosialisasi
bidang komunikasi, interaksi yang lebih luas mengenai autis
sosial dan prilaku yang ke semua kalangan masyarakat,
membutuhkan penanganan sehingga tidak lagi ada kesalah
khusus yang berbeda dengan pahaman apa itu autis dan
anak normal maupun anak bagaimana menangani
keterbelakangan mental. Hal ini penderita autis serta dapat
dimaksudkam untuk mengurangi jumlah penderita
memberikan bantuan sesuai autis yang semakin meningkat.
dengan kebutuhan agar proses Selain itu diharapkan agar
sosialisasi anak dengan pemerintah lebih
lingkungan berjalan baik dan memeperhatikan anak-anak
anak bisa tumbuh mandiri. berkebutuhan khusus dengan
2. Dari berbagai bentuk sosialisasi cara mendirikan fasilitas-
yang diberikan kepada anak fasilitas penunjang
autis, hasil penelitian perkembangan sehingg dapat
menunjukan bahwa terapi dijangkau oleh kalangan mana
merupakan penunjang pun.
perkembangan baik di bidang 2. Meningkatnya jumlah anak
akademik maupun prilaku anak autis di Indonesia, seharusnya
autis. Jika anak sudah semakin membuka mata bagi
mengalami berbagai kemajuan masyarakat agar tidak
dibidang terapi maka anak memandang sebelah mata anak-
dapat melanjutkan kesekolah anak yang mengalami gangguan
reguler dengan didampingin autis. Begi keluarga yang
guru pendamping. memiliki anak autis lebih baik
3. Peran orang tua dan guru dalam untuk melakukan penanganan
proses sosialisasi anak autis intensif dan tidak tertutup atau
disekolah maupun dilingkungan menutup diri. Hal ini berguna
masyarakat adalah mengajarkan agar anak dapat bersosialisasi
anak tentang hidup mandiri dan mengenal lingkungan luar
tidak bergantung kepada orang selain keluarganya. Anak autis
lain. Dalam mengajarkan anak bukanlah anak yang harus
dijauhi atau disembunyikan
JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 13
melainkan sama halnya seprti Handoyo, Y. 2003. Autisme. Jakarta : PT.
anak-anak lain. Anak autis Buana Ilmu Populer
memiliki hak yang sama untuk
mengenyam pendidikan Khairuddin, 1997. Sosiologi Keluarga,
disekolah regular pada Yogyakarta : Liberty
umumnya setelah melalui
berbagai proses terapi dan Khairuddin, 2002. Sosiologi Keluarga.
edukasi. Yogyakarta : Liberty
3. Bagi yayasan yang memiliki
program khusus dalam Narwako, Dwi J Suyanto, Bagong, 2004.
menangani anak berkebutuhan Sosiologi Teks Pengantar dan
khusus, perlunya peningkatan Terapan. Jakarta : Prenada Media
pelayanan baik dalam terapis
maupun edukaasi yang Nakita, Majalah. 2002. Menangani Anak
diberikan kepada penderita Autis. Jakarta : PT Gramedia
autis. Oleh karena itu
hendaknya yayasan lebih Presetyono, 2008, Serba Serbi Anak Auttis.
meningkatkan program terapi Diva Press : Jogjakarta
yang lebih banyak dan layanan
edukasi yang lebih baik agar Santrock W John. 2002. Perkembangan
penderita autis lebih cepat Masa Hidup. Erlangga : Jakarta
mengalami perkembangan
dalam proses penyembuhan. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu
Untuk orang tua agar tetap selalu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers
memperhatikan anak nya yang mengalami
autis agar selalu tau bagaimana Soekanto,Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu
perkembangan anaknya di rumah selama Pengantar,Jakarta : PT Raja
menjalankan terapi atau sekolah Grafindo Persada
diyayasan.
Suhendi, Hendi & Ramdani Wahyu. 2001.
Pengantar Sosiologi Keluarga.
Bandung : Pustaka Setia
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kumanto, 2004. Pengantar
Ahmadi, abu, 2002. Sosiologi Pendidikan, Sosiologi. Jakarta : Lembaga
Jakarta : Rineka Cipta Penerbit FE UI, 2004 : Jakarta

Budiman, Melly. 1998. Makalah Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung


Simposium Pentingnya Diagnosis : Pustaka Setia
Dini dan Penatalaksanaan Terpadu
Pada Autisme, Surabaya. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Jakarta : PT Penerbitan dan
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Percetakan Balai Pustaka

Faisal, Yatim. 2003. Suatu Gangguan Jiwa Winarno Yudo & Soerjono Soekamto.
Pada Anak-Anak. Jakarta : Pustaka 1986. Beberapa Teori Sosiologis,
Popular Obor. Rajawali, Jakarta
William J. Goode, Sosiologi Keluarga. PT.
Bumi Aksara, Jakarta : 2007

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 14


Sumber lain :

Malikha, Aida. Peran keluarga dalam


melakukan sosialisasi terhadap
anak autis. Pekanbaru. Tesis : 2012

Bektiningsih, Kurniana, Program terapi


anak autis di SLB Negeri
Semarang, Jurnal : 2009

Website:
www.cdc.gov/DataStatistic

JOM FISIP Vol. 3 No. 1 – Februari 2016 Page 15

Anda mungkin juga menyukai