Anda di halaman 1dari 36

Judul : Perspektif Filsafiah dan Ilmiah tentang Konseling Pengasuhan

Penulis : Setiana
NIM : 1906997
Abstrak :
Proses kehidupan tidak akan terlepas dari interaksi individu dengan individu yang
lain. Dari proses interaksi ini akan melahirkan sebuah keluarga yang menjadikan
sebuah komunal dalam ikatan yang sah atau sebuah perkawinan. Model
pengasuhan bersama (coparenting) merupakan model yang ideal untuk
mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Perlu dikaji bagaimana perpektif ilmiah
dan filasafiah tentang konseling pengasuhan. Hal ini ditujukan agar terdapat dasar
yang kuat dalam pelaksanaan konseling pengasuhan guna mencegah terjadinya
penyimpangan kepribadian akibat kegagalan dalam pengasuhan.
Tinjauan filsafiah tentang pengasuhan pada masa remaja yang merupakan krisis
mencari identititas adalah Psychodimamic Theories (Post-Freudian Theory) di
mana tokohnya adalah Erikson, sedangkan tinjauan ilmiah atau teoritik dari
konseling pengasuhan ini berlandaskan pada pandangan yang dikemukakan oleh
Erik Erikson. Tinjauan empirik yang dijadikan kerangka acuan dalam mengangkat
peneltian Konseling Pengasuhan ini didasarkan pada artikel hasil penelitian
tentang pengasuhan mulai dari rentang waktu tahun 2009 sampai dengan tahun
2019. Hasil dari penelitian ini masih membahas seputar pada pengasuhan atau
parentingnya.
Dalam rangka pengembangan kajian pengasuhan atau parenting maka perlu dikaji
tentang Konseling Pengasuhan sebagai upaya mencari bentuk pengasuhan yang
sesuai untuk perkembangan anak.
Kata Kunci : Pengasuhan, konseling pengasuhan, tinjauan filsafiah, tinjuan
ilmiah, tinjauan empirik

DASAR PEMIKIRAN
A. Rasional
Proses kehidupan tidak akan terlepas dari interaksi individu dengan
individu yang lain. Dari proses interaksi ini akan melahirkan sebuah keluarga
yang menjadikan sebuah komunal dalam ikatan yang sah atau sebuah
perkawinan. Individu yang terikat dalam sebuah perkawinan ini akan
mendambakan lahirnya seorang anak dalam keluarga tersebut. Di sisi lain,
tumbuh kembang anak, orangtua (ayah dan ibu) dan lingkungan juga
berperan sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan
pengembangan kemampuan anak (Andayani & Koentjoro, 2004). Oleh
karena itu, pengasuhan yang dilakukan"sendiri" oleh ayah atau ibu bukanlah
cara yang tepat. Model pengasuhan bersama (coparenting) merupakan model
yang ideal untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Shehan (2003)
menegaskan bahwa dalam pengasuhan bersama, kedua orangtua yang datang
dengan latar belakang yang berbeda, saling melengkapi dalam proses
pengasuhan dan akan memberikan model yang lengkap bagi anak-anak.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian, anak belajar banyak hal secara
berbeda dari ayah dan ibu. Pada ibu, anak dapat belajar seperti kelembutan,
kontrol emosi, dan kasih sayang. Pada ayah, anak belajar ketegasan, sifat
maskulin, kebijaksanaan, ketrampilan kinestetik dan kemampuan kognitif.
Pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian dari proses sosialisasi yang
paling penting dan mendasar. Pengasuhan anak meliputi mendidik, merawat
serta membimbing anak-anak dalam keluarga. Bagi Oakley dalam
Bakaruddin (1994) pengasuhan anak termasuk bagian dari fungsi keluarga.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa aktifitas yang termasuk dalam pekerjaan
rumah tangga secara garis besar ada dua. Pertama tugas-tugas rumah tangga
(household tasks) dan kedua perawatan anak (children care). Mencermati
pandangan Oakley terhadap pengasuhan anak tersebut tampaknya lebih
mengacu pada aspek fisik. Sebenarnya dalam pengasuhan anak tidak hanya
mencakup aspek fisik saja tetapi didalamnya meliputi pendidikan, baik dalam
sopan-santun, mengajarkan menghormati orang lain, mengajarkan disiplin
dan kebersihan serta memperkenalkan kebiasaan lainnya. Mendidik
(pengasuhan) adalah membantu dengan sengaja pertumbuhan anak dalam
mencapai kedewasaannya. Pada umumnya orang mendidik anak dengan
maksud agar anaknya itu mempunyai bekal yang dapat dipergunakan dalam
kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Anak-anak merupakan tumpuan harapan bangsa di masa depan sehingga
perlu mendapat perhatian lebih. Oleh sebab itu anak perlu dibekali dengan
berbagai kebutuhan yang menunjang pertumbuhan dan perkembangannya,
karena kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik akan tercipta
kualitas sumber daya yang baik pula (Gunarsa, 2002). Proses perkembangan
berkaitan dengan perilaku belajar, oleh sebab itu sejak awal sebaiknya orang
tua menyiapkan dirinya dengan berbagai keterampilan yang berkaitan dengan
perkembangan anak, seperti melakukan pengasuhan yang baik dan
menyediakan lingkungan yang baik untuk anak (Marjono, 2008).
Materi yang diajarkan orangtua kepada anak dalam pengasuhan islami
adalah (1) akidah, perilakunya : malu berbuat tidak terpuji, terpercaya dan
berani membela kebenaran, (2) ibadah, perilakunya : disiplin, rajin bekerja,
taa pada peraturan dan sabar, (3) kehidupan sosial, perilakunya : kasih
sayang, menghormati orang lain, tolong-menolong dan empati, (4) akhlak,
perilakunya : sopan santun, jujur dan menegakkan kebenaran, (5) perasaan,
perilakunya : percaya diri, toleransi dan empati, (6) jasmani, perilakunya :
kuat, cermat, terampil, (7) intelektual, perilakunya : cerdas, berwawasan luas,
mampu melakukan perubahan atau pembaharuan, (8) kesehatan, perilakunya :
berusaha keras, menjaga kebersihan dan kerapian, dan (9) etika seksual
(Hafizh, 1998). Dengan demikian bahwa dalam pengasuhan diajarkan akidah,
ibadah, kehidupan sosial, akhlak, perasaan, jasmani, intelektual, kesehatan
dan etika seksual.
Pembentukan karakter anak dalam keluarga dianut dari ayah atau ibu. Ada
peran yang mengantikan dalam pemberian imitasi, seperti dari keluarga luas
lainnya. Kakek atau nenek sering menjadi peran penganti dalam pengasuhan
anak. Menurut Megawangi (1999) menjelaskan bahwa keluarga dijabarkan
sebagai suatu sistem yang diartikan sebagai suatu unit sosial dengan keadaan
yang menggambarkan individu secara intim terlibat untuk saling berhubungan
timbal balik dan saling memengaruhi satu dengan lainnya setiap saat dengan
dibatasi oleh aturan-aturan di dalam keluarga. Sistem ekologi juga
menganalisis keterkaitan antara keluarga dan lingkungan dalam melihat
perubahan budaya, seperti peran ganda ibu, tren perceraian, dan efek
perceraian dalam pengasuhan.
Reaksi pertama orangtua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah
tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak.
Tidak mudah bagi orangtua yang anaknya menyandang autisme untuk
mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan
(acceptance). Ada masa orangtua merenung dan tidak mengetahui tindakan
tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orangtua yang kemudian
memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga
bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani
anaknya tersebut (Safaria, 2005).
Menurut Kobasa (Nurjahjanti, 2011) kepribadian adalah salah satu
pendukung faktor internal atau pendukung dari dalam diri individu, yang
mampu menghasilkan kekuatan untuk menahan atau meredam stres.
Kepribadian di identifikasi dapat menetralkan stressor terkait dengan stres
pengasuhan pada ibu yang memilki anak cerebral palsy. Penelitian yang
dilakukan Shultz & Shultz (dalam Andiani, 2008) mengatakan bahwa
kepribadian hardiness sangat diperlukan untuk dapat merancang atau
mengambil keputusan yang akurat dalam situasi yang menekan. Kepribadian
hardiness dapat mengontrol individu untuk mengatasi stres dan selalu berpikir
positif dalam menghadapi masalah. Individu yang memilki kepribadiaan
hardiness akan mampu bertahan dalam kondisi atau situasi yang menekan
atau mendesak dalam menghadapi tuntutan dan tantangan yang mungkin
dapat memunculkan stres, seperti ibu yang mengalami stres pengasuhan.
Pada teori perkembangan manusia, dijelaskan bahwa manusia dari berbagai
latar budaya, geografis dan populasi dari masa bayi hingga masa tua akan
mengalami delapan tahap perkembangan (Santrock, 2007). Dalam delapan
tahapan tadi, disebutkan pula bahwa masa remaja merupakan masa pencarian
identitas, terutama perkembangan jati diri (Steinberg, 2002). Erik H. Erikson
menyatakan bahwa pencarian identitas sebenarnya telah dimulai sejak masa
bayi, tepatnya saat anak mulai mengenal pengasuhnya dan terus berlanjut
hingga masa dewasa (Santrock, 2007). Hanya saja periode remaja ini
mencapai puncaknya dari pencarian identitas individu diakibatkan dari
perubahan fisik yang cukup drastis, kognitif dan sosial yang kemudian
menuju ke masa dewasa.
Erikson (1968) mengemukakan bahwa remaja yang berhasil menangani
krisis dan mencapai identitas akan berkembangan menjadi orang dewasa yang
sehat secara fisik dan mental. Kemudian remaja yang gagal menangani krisis
dan memperlihatkan kebingungan identitas akan mengalami gangguan
psikososial yang dimanifestasikan dalam bentuk kenakalan, penyalahgunaan
obat, agresi anti sosial, rasa cemas, depresi, dan gangguan tidur (Erikson,
1968; Steinberg, 2002). Menurut Erikson, remaja yang gagal
mengembangkan a sense of identity tidak hanya tidak mampu untuk membuat
komitmen dalam bidang karir, ideologi, relegius, dan berbagai peran
kehidupan yang lain, tetapi mereka juga sering terlibat dalam berbagai
tindak kenakalan atau perilaku psikotik (psychotic episodes). Seperti yang
terjadi saat ini dimana tingkat kenakalan dan kejahatan semakin tinggi
danbanyak diantaranya dilakukan individu yang masih dalam fase remaja.
Pembentukan kepribadian anak sejak dini membantu anak menyesuaikan
diri didalam masyarakat, berinteraksi dengan orang lain yang memiliki
karakter dan kepribadian yang berbeda-beda sehingga tidak mudah
terpengaruh, dan dapat mengerti akan dampak positif dan negatif dari tiap
tindakan yang akan dilakukan (Padil, 2007). Upaya pembentukan kepribadian
anak dalam keluarga dapat diterapkan melalui pengasuhan yaitu kegiatan
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang ada didalam
masyarakat. Penerapan model pola asuh orang tua mempengaruhi tumbuh
kembang dan menentukan perkembangan dan karaktek anak yang akan
dibawanya hingga dewasa dan dalam lingkup sosial yang lebih besar yaitu
masyarakat.
Interaksi yang terbangun didalam keluarga antara anak dengan orang tua
merupakan sebuah proses belajar yang sedang terjadi mulai dari pengamatan,
pola pikir, tindakan, hingga menjadi sebuah kebiasaan. Proses belajar ini pada
akhirnya bertujuan untuk membentuk individu yang berkarakter dan cerdas
baik secara akal maupun moral, hingga keberadaannya dapat berguna bagi
dirinya sendiri secara khusus dan bagi masyarakat pada umumnya. Oleh
sebab itu seperti yang telah dibicarakan sebelumnya bahwa peran orang tua
sangatlah penting, hal ini dikarenakan proses pengenalan pertama seorang
individu adalah keluarga. Pola asuh yang tepat akan meredam terjadinya
krisis hubungan yang terjadi dalam keluarga antara orang tua dan anaknya
yang berpusat pada masalah perilaku dan gangguan emosional, sehingga tidak
terjadi penyimpangan harapan dari orang tua terhadap perilaku anak
khususnya ketika anak tersebut bertumbuh remaja.
Berdasarkan pada dasar pemikiran di atas maka perlu dikaji bagaimana
perpektif ilmiah dan filasafiah tentang konseling pengasuhan. Hal ini
ditujukan agar terdapat dasar yang kuat dalam pelaksanaan konseling
pengasuhan guna mencegah terjadinya penyimpangan kepribadian akibat
kegagalan dalam pengasuhan.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Makalah ini akan menguraikan landasan filsafiah konsep konseling
pengasuhan yang berakar pada pemikiran filsafat psychoanalisa, Erik Erikson.
Tinjauan filsafiah ini meliputi aspek ontologi (hakikat manusia dan pandangan
tentang kehidupan) dan aksiologi (nilai-nilai penting bagi penganut filsafat
ini).
Pada bagian selanjutnya, pembahasan meliputi tinjauan ilmiah konsep
konseling pengasuhan berdasarkan 2 tokoh utama psikoterapi psychodynamic
yakni Sigmund Freud dan Erik Erikson. Pembahasan meliputi konsep, prinsip-
prinsip, metode/teknik konselingnya, prosedur konseling, instrumen yang
digunakan hingga indikator kesuksesan konseling.
Pada bagian terakhir, disajikan tinjauan empirik konseling pengasuhan
berdasarkan penelitian terkini 10 tahun terakhir yang berasal dari jurnal-jurnal
parenting atau pengasuhan, seperti Jurnal Spirits, Jurnal Smart PAUD, Jurnal
Empati, Jurnal Pendidikan Karakter, Jurnal Character, PSYMPATHIC: Jurnal
Ilmu Psikologi, Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling dan lain-lain . Analisis
empirik ini membahas obyek/masalah penelitian, metode penelitian yang
digunakan, dan hasil guna penelitian. Hal ini penting agar pembaca
memahami peta kajian (state of the art) selanjutnya sehingga dapat
memperluas atau memperdalam kajian mengenai konseling pengasuhan,
sekaligus menghindari praktik plagiasi dan duplikasi dalam penelitian.
TINJAUAN FILSAFIAH
A. Hakikat Manusia
Berbeda dengan Freud, yang percaya bahwa anatomi adalah takdir,
Erikson menyarankan bahwa ada faktor-faktor lain yang mungkin
bertanggung jawab atas perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Mengutip
beberapa penelitiannya sendiri, Erikson (1977) menyarankan itu, meskipun
perempuan dan anak laki-laki memiliki metode permainan yang berbeda,
perbedaan-perbedaan ini setidaknya sebagian hasilnya praktik sosialisasi yang
berbeda. Apakah kesimpulan ini berarti bahwa Erikson setuju dengan Freud
bahwa anatomi adalah takdir? Jawaban Erikson adalah ya, anatomi adalah
takdir, tetapi dia dengan cepat memenuhi syarat untuk membaca diktum itu:
“Anatomi, sejarah, dan kepribadian takdir kita bersama ”(Erikson, 1968, hlm.
285). Dengan kata lain, anatomi sendiri bisa tidak menentukan nasib, tetapi
menggabungkan dengan peristiwa masa lalu, termasuk sosial dan berbagai
Dimensi kepribadian seperti temperamen dan kecerdasan, untuk menentukan
akan menjadi siapa seseorang.
Teori Erikson mengkonseptualisasikan kemanusiaan mencakup dalam
enam dimensi yaitu Pertama, adalah siklus hidup yang ditentukan oleh
eksternal memaksa atau apakah orang memiliki beberapa pilihan dalam
membentuk kepribadian dan pembentukan mereka kehidupan mereka?
Erikson tidak deterministik seperti Freud, tetapi dia juga tidak percaya sangat
bebas dalam pilihan. Posisinya ada di suatu tempat di tengah. Meski
berkepribadian sebagian dibentuk oleh budaya dan sejarah, orang-orang
mempertahankan kontrol terbatas atas takdir mereka. Orang-orang dapat
mencari identitas mereka sendiri dan tidak sepenuhnya dibatasi oleh budaya
dan sejarah. Individu, pada kenyataannya, dapat mengubah sejarah dan
mengubah lingkungan mereka. Dua subjek dari psikohistori Erikson yang
paling luas, Martin Luther dan Mahatma Gandhi, masing-masing memiliki
efek mendalam sejarah dunia dan lingkungan sekitarnya sendiri. Demikian
pula, kita masing - masing memiliki kekuatan untuk menentukan siklus
hidupnya sendiri, meskipun dampak global kita mungkin berada pada skala
yang lebih rendah.
Pada dimensi pesimisme versus optimisme, Erikson cenderung agak
optimis. Meskipun patologi inti mungkin mendominasi tahap awal
perkembangan, manusia tidak terhindarkan akan melanjutkan kehidupan
patologis pada tahap selanjutnya. Meskipun kelemahan di awal kehidupan
membuatnya lebih sulit didapat kekuatan dasar di kemudian hari, orang tetap
mampu berubah di setiap tahap kehidupan. Setiap konflik psikososial terdiri
dari kualitas sintonik dan distonik. Setiap krisis dapat diatasi dalam
mendukung elemen sintonik, atau harmonis, terlepas dari resolusi masa lalu.
Erikson tidak secara khusus membahas masalah kausalitas versus teleologi,
tetapi pandangannya tentang kemanusiaan menunjukkan bahwa manusia lebih
dipengaruhi oleh biologis dan sosial kekuatan dibandingkan dengan
pandangan mereka tentang masa depan. Orang adalah produk dari sejarah
tertentu momen dan pengaturan sosial tertentu. Meskipun kita dapat
menetapkan tujuan dan aktif Berusaha keras untuk mencapai tujuan-tujuan
ini, kita tidak dapat sepenuhnya lepas dari kekuatan penyebab yang kuat
anatomi, sejarah, dan budaya. Untuk alasan ini, kami menilai Erikson tinggi
pada kausalitas.
Pada dimensi keempat, penentu sadar versus tidak sadar, Erikson posisi
dicampur. Sebelum remaja, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh
ketidaksadaran motivasi. Konflik psikoseksual dan psikososial selama empat
perkembangan pertama tahapan terjadi sebelum anak-anak dengan kuat
menetapkan identitas mereka. Kita jarang jelas menyadari krisis ini dan cara
mereka membentuk kepribadian kita. Namun, sejak remaja ke depan, orang
biasanya sadar akan hal itu tindakan dan sebagian besar alasan yang
mendasari tindakan tersebut.
Teori Erikson, tentu saja, lebih sosial daripada biologis, meskipun itu tidak
mengabaikan anatomi dan faktor fisiologis lainnya dalam pengembangan
kepribadian. Setiap mode psikoseksual memiliki komponen biologis yang
jelas. Namun, seiring kemajuan orang melalui delapan tahap, pengaruh sosial
menjadi semakin kuat. Juga, jari-jari hubungan sosial meluas dari orang
tunggal ke ibu identifikasi global dengan seluruh umat manusia.
Dimensi keenam untuk konsep kemanusiaan adalah keunikan versus
kesamaan. Erikson cenderung lebih menekankan perbedaan individu daripada
pada yang universal karakteristik. Meskipun orang-orang dalam budaya yang
berbeda maju melalui Internet delapan tahap perkembangan dalam urutan
yang sama, banyak sekali perbedaan ditemukan di langkah perjalanan itu.
Setiap orang menyelesaikan krisis psikososial dengan cara yang unik, dan
masing-masing menggunakan kekuatan dasar dengan cara yang secara khusus
milik mereka.
B. Pandangan Tentang Dunia atau Kehidupan
Siklus hidup menurut Erikson diringkas dalam Tabel di bawah ini.
Masing-masing dari delapan tahap ditandai oleh bentuk psikoseksual serta
krisis psikososial. Krisis Psikososial dirangsang oleh konflik antara elemen
sintonik yang dominan dan elemen distonik antitetis. Dari konflik ini muncul
kekuatan dasar, atau kualitas ego. Setiap kekuatan dasar memiliki antipati
mendasar yang menjadi inti patologi tahap itu. Manusia memiliki radius
hubungan yang signifikan yang semakin meningkat, dimulai ketika dia
dilahirkan dan berakhir dengan identifikasi dengan semua umat manusia
selama usia tua.
Kepribadian selalu berkembang selama periode sejarah tertentu dan dalam
masyarakat tertentu. Meskipun demikian, Erikson percaya bahwa delapan
tahap perkembangan melampaui kronologi dan geografi dan cocok untuk
hampir semua budaya, masa lalu dan sekarang.
Tabel Delapan Tahapan Siklus Kehidupan Menurut Erikson

Stage Psychosexu Psychosoc Basic Core Significant


al Mode ial Crisis Strength Pathology Realitions
8 (Old Generalizati Integrity Wisdom Disdain All
Age) on of vs Despair humanity
Sensual
modes
7 Procreativit Generativi Care Rejectivity Divided
(Adulth y ty vs labor and
ood) stagnation shared
household
6 Genitality Intimacy Love Exlusivity Sexual
(Young vs partners,
adultho isolation friends
od)
5 Puberty Identity vs Fidelity Role Peer
(Adoles identity repudiatio groups
cence) confusion n
4 Latency Industry Compete Inertia Neighborh
(School vs nce ood,
age) inferiority school
3 (Play Infantile Initiative Purpose Inhibition Family
Age) genital- vs guilt
locomotor
2 Anal- Autonomy Will Compulsio Parents
(Early urethral- vs shame, n
childho muscular doubt
od)
1 Oral- Basic trust Hope Withdraw The
(Infacy) respiratory: vs basic al mothering
sensory- mistrust one
kinesthetic

C. Nilai-nilai Kehidupan
Salah satu kontribusi utama Erikson adalah memperluas pengembangan
kepribadian masa dewasa. Dengan memperluas gagasan Freud tentang
pembangunan sampai ke usia lanjut, Erikson menantang gagasan bahwa
perkembangan psikologis berhenti pada masa kanak-kanak. Warisan Erikson
yang paling berpengaruh adalah teorinya tentang pengembangan dan,
khususnya, tahapan dari masa remaja ke usia tua. Dia adalah salah satu ahli
teori pertama menekankan periode kritis masa remaja dan konflik yang
berputar di sekitar seseorang mencari identitas. Remaja dan dewasa muda
sering bertanya: Siapa saya? Dimana saya Saya akan? Dan apa yang ingin
saya lakukan dengan sisa hidup saya? Bagaimana mereka menjawab ini
pertanyaan memainkan peran penting dalam jenis hubungan apa yang mereka
kembangkan, siapa mereka menikah, dan jalur karier apa yang mereka ikuti.
Berbeda dengan kebanyakan ahli teori psikodinamik lainnya, Erikson
menstimulasi sedikit penelitian empiris, sebagian besar mengenai remaja,
dewasa muda, dan dewasa. Di sini kita membahas penelitian terbaru tentang
pengembangan di usia dewasa menengah, khususnya tahap generativitas
TINJAUAN TEORITIK
Pada bagian ini, dibahas konseling pengasuhan berdasarkan 2 tokoh utama yakni
Sigmund Freud dan Erik Erikson. Pembahasannya ditinjau dari segi konsep,
prinsip-prinsip, metode/teknik konseling, prosedur konseling, instrumen yang
digunakan, hingga indikator kesuksesan konseling. Berikut hasil analisis dalam
bentuk tabel.
N Dmensi Tokoh Sintesis
o Sigmund Freud Erik Erikson
1 Konsep pengasuhan adalah pengasuhan pengasuhan
sebagai tahap latensi. adalah upaya merupakan
Dimana tahap latensi dan perhatian upaya dan
ini sebagian untuk perhatian
disebabkan oleh membesarkan dalam
upaya orang tua anak-anak dan membesarka
untuk menghukum karenanya n anak-
atau mencegah menghasilkan anaknya
aktivitas seksual keturunan yang untuk
pada anak-anak mudah mencapai
mereka. Jika menyesuaikan kehidupan
penindasan orang tua diri dan yang bahagia
berhasil, anak-anak bahagia. dan mampu
akan menekan menyesuaika
dorongan seksual n diri
mereka dan sehingga
mengarahkan energi mereka dapat
psikis mereka ke mewujudkan
sekolah, pertemanan, kehidupan
hobi dan kegiatan seksual dan
non-seksual lainnya. non-seksual.

2 Struktur
a. Prinsip- tentang Pengasuhan
prinsip pengasuhan merupakan
dibahas dalam suatu proses
Generativity mengajar,
and Parenting membimbing
sebagai berikut ,
Erikson (1982) menciptakan
mendefinisikan dan
generativitas mendongeng
sebagai yang
“generasi membawa
makhluk baru dan
dan juga mendorong
produk dan ide- pertumbuhan
ide baru ”(hlm. anak dengan
67). pengetahuan
Generativitas baru
biasanya
dinyatakan
tidak hanya
dalam
membawa
anak-anak dan
mendorong
pertumbuhan
pada orang
muda tetapi
juga dalam
mengajar,
membimbing,
menciptakan,
dan kegiatan
mendongeng
yang
menghadirkan
pengetahuan
baru dan
meneruskannya
pengetahuan
lama untuk
generasi
berikutnya
b. Metode/ Analisis Mimpi Pschohistory
Teknik dan
Antropological
Studies
c. Prosedur 1. Fase Pembukaan - Fase
Selama fase ini, pembukaan,
analis memperoleh transferensi,
sejarah penting dari proses
klien. Secara bekerja,
bertahap, dalam resolusi
periode 3 hingga 6 transferensi
bulan, analis
memperoleh
pemahaman luas
tentang konflik
bawah sadar klien.
2. Pengembanga
n Transferensi
Selama fase ini, klien
mulai mengalami
hubungan
transferensi dengan
analis, yang
melibatkan
memproyeksikan
pikiran dan perasaan
ke analis yang terkait
dengan orang lain
yang signifikan,
seperti ayah atau ibu.
Transferensi
dianjurkan selama
psikoanalisis, karena
ia memainkan peran
kunci dalam
membawa masalah
yang belum
terselesaikan konflik
(yang biasanya
berasal dari masa
kanak-kanak) ke
permukaan sehingga
mereka dapat
diselesaikan dan
diselesaikan dalam
keamanan dan
dukungan dari
hubungan terapeutik.
Analisis pemindahan
adalah landasan dari
proses psikoanalitik.
Ini memberi klien
wawasan tentang
bagaimana hubungan
dan pengalaman
masa lalu
menciptakan masalah
dalam hubungan saat
ini. Analisis
transferensi juga
membantu klien
belajar cara
menggunakan
wawasan untuk
membuat keputusan
yang tepat dan
matang tentang
hubungan saat ini.
Transferensi juga
dapat terjadi dalam
terapi dan hasil
ketika analis secara
tidak sadar mulai
melihat kualitas di
klien yang
mengingatkan
mereka tentang
seseorang dari masa
lalu mereka. Kontra
transfer dapat
mengganggu
objektivitas analis
dan hancurkan proses
terapeutik. Ketika ini
terjadi, analis
mungkin perlu
psikoanalisis untuk
mengatasi
kecenderungan ini
3. Proses
Bekerja
Fase ini pada
dasarnya merupakan
kelanjutan dari fase
sebelumnya. Analisis
transferensi
tambahan ditujukan
untuk menghasilkan
wawasan yang lebih
mendalam dan
mengkonsolidasikan
apa yang bisa
dipelajari darinya.
4. Resolusi
Transferensi
Selama fase terakhir
terapi, analis dan
klien bekerja menuju
penghentian. Ini bisa
melibatkan bekerja
melalui penolakan
dari klien terkait
pemutusan hubungan
kerja atau
mempersiapkan klien
untuk berfungsi
secara independen
setelah penghentian
selesai

3 Instrumen - Menggunakan
skala LGS
4 Teknik Evaluasi - -
5 Nilai Guna Hasilnya
mendukung
gagasan umum
yang memiliki
rasa
generativitas
penting untuk
pengasuhan
anak yang
efektif. Anak-
anak dari orang
tua yang sangat
generatif
memiliki lebih
banyak
kepercayaan
diri, memiliki
rasa kebebasan
yang lebih kuat,
dan secara
umum lebih
bahagia dengan
hidup. Selain
itu, anak-anak
dari orang tua
yang sangat
generatif
memiliki masa
depan yang
lebih kuat
orientasi waktu
yang berarti
mereka
menghabiskan
waktu untuk
memikirkan
masa depan
mereka dan,
berdasarkan
ukuran
kesehatan
secara
keseluruhan,
merasa cukup
baik tentang hal
itu. Ketika
temuan ini
dipertimbangka
n dalam
kerangka kerja
Erikson,
mereka masuk
akal. Kebalikan
dari
generativitas
adalah
penyerapan diri
dan stagnasi.
Jika orang tua
terlalu
mementingkan
diri sendiri dan
memanjakan
diri sendiri,
maka mereka
menghabiskan
lebih sedikit
waktu untuk
memperhatikan
kesejahteraan
anak mereka.
Sebaliknya, jika
orang tua
sangat
generatif, maka
mereka
khawatir
tentang
perkembangan
anak-anak
mereka dan
akan
melakukan apa
saja sesuai
dengan
kemampuan
mereka
memberikan
lingkungan
yang
merangsang
dan mendukung
di mana anak-
anak akan
berkembang.

Tinjauan teoritik pengasuhan telah diuraikan pada tabel di atas, dimana Sigmund
Freud menyatakan bahwa pengasuhan adalah sebagai tahap latensi. Dimana tahap
latensi ini sebagian disebabkan oleh upaya orang tua untuk menghukum atau
mencegah aktivitas seksual pada anak-anak mereka. Jika penindasan orang tua
berhasil, anak-anak akan menekan dorongan seksual mereka dan mengarahkan
energi psikis mereka ke sekolah, pertemanan, hobi dan kegiatan non-seksual
lainnya. Sedangkan Erik Erikson menyatakan bahwa pengasuhan adalah upaya
dan perhatian untuk membesarkan anak-anak dan karenanya menghasilkan
keturunan yang mudah menyesuaikan diri dan bahagia. Dengan demikiandapat
disintesis bahwa konseling pengasuhan merupakan konseling pada upaya dan
perhatian dalam membesarkan anak-anaknya untuk mencapai kehidupan yang
bahagia dan mampu menyesuaikan diri sehingga mereka dapat mewujudkan
kehidupan seksual dan non-seksual.
TINJAUAN EMPIRIK

Pada bagian terakhir, disajikan tinjauan empirik konseling pengasuhan


berdasarkan penelitian terkini 10 tahun terakhir yang berasal dari jurnal-jurnal
parenting atau pengasuhan, seperti Jurnal Spirits, Jurnal Smart PAUD, Jurnal
Empati, Jurnal Pendidikan Karakter, Jurnal Character, PSYMPATHIC: Jurnal
Ilmu Psikologi, Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling dan lain-lain . Analisis
empirik ini membahas obyek/masalah penelitian, metode penelitian yang
digunakan, dan hasil guna penelitian. Hal ini penting agar pembaca memahami
peta kajian (state of the art) selanjutnya sehingga dapat memperluas atau
memperdalam kajian mengenai konseling pengasuhan, sekaligus menghindari
praktik plagiasi dan duplikasi dalam penelitian.

Dimensi 2009 - 2011 2012 - 2015 2016 - 2019


Obyek  Peran ayah dalam  Model  Efektivitas Pola
Penelitian pengasuhan anak komuikasi Pengasuhan Orang
usia dini keluarga pada tua terhadap
 Gaya pengasuhan orang tua Keterampilan
orang tua, interaksi tunggal (Single Sosial Nosarra
serta kelekatan Parent) dalam Nosabatutu Anak
ayah-remaja dan pengasuhan anak  Pola
kepuasaan ayah Balita Pengasuhan dan
 Gaya Ego Identity Pada
pengasuhan Siswa
orang tua untuk  Pengasuhan
pembentukan Single Mother
karakter melalui yang Memiliki
penerapan Anak Disabilitas
permainan Intelektual
tradisional pada  Gaya
anak usia dini Pengasuhan Orang
(4-5 tahun) Gaya tua, Konsep Diri,
pengasuhan dan Regulasi Diri
orang tua untuk Terhadap Motivasi
pembentukan Berprestasi Siswa
karakter melalui  Nilai-nilai
penerapan Kearifan Lokal
permainan Terhadap Pola
tradisional pada Pengasuhan Anak
anak usia dini Usia Dini (AUD)
(4-5 tahun)  Pengasuhan Ibu
 Hubungan dan Nenek
kepribadian Terhadap
hardiness Perkembangan
dengan Stres Kamandirian dan
pengasuhan pada Kognitif Anak
ibu yang Usia Prasekolah
memiliki Anak  Keterlibatan
Cerebral Palsy Ayah dalam
 Status identitas Pengsuhan Bagi
remaja akhir: Perkembangan
hubungannya Kecerdasan Moral
dengan gaya Anak Keterlibatan
pengasuhan Ayah dalam
orang tua dan Pengsuhan Bagi
tingkat Perkembangan
kenakalan Kecerdasan Moral
remaja Anak
 Model  Persepsi
Pengasuhan Terhadap
Analisis Keterlibatan Ayah
Transaksional Dalam
(AT) untuk Pengasuhan
Menanggulangi dengan Konsep
Penyimpangan Diri Pada Siswa
Perilaku Seksual  Pengasuhan
di Kalangan Digital untuk
Remaja Anak Generasi
Kabupaten Alpha
Buleleng  Pengasuhan
 Dukungan Sosial Orang tua Yang
Terhadap Pola Seimbang Sebagai
Pengasuhan Kunci Penting
Orang tua Anak Pembentukan
Berusia Middle Karakter Remaja
Childhood dari  Pola
Keluarga Miskin Pengasuhan Orang
 Pola Pengasuhan tua Terhadap
dengan Sikap
Perkembangan Nasionalisme
Komunikasi Remaja
Anak Autis  Persepsi Ayah
Kepada Orang Tentang
tua Pengasuhan Anak
 Pengasuhan Usia Dini
Orang tua,  Program
Budaya Sekolah, Pengasuhan
Budaya Positif untuk
Masyarakat dan Meningkatkan
Empati Anak Keterampilan
Usia Remaja Mindful Parenting
 Nilai Budaya, Orangtua Remaja
Pengasuhan  Proses
Penerimaan- Sosialisasi dan
Penolakan dan Pengasuhan Anak
Perkembangan di Dalam
Sosial Anak Keluarga
Usia 3-5 tahun  Strategi
Nilai Budaya, Membangun
Pengasuhan Pengasuhan
Penerimaan- Positif Dalam
Penolakan dan Keluarga
Perkembangan  Teknik
Sosial Anak Konseling
Usia 3-5 tahun Terpadu untuk
 Pola Asuh Meningkatkan
Orang terhadap Kualitas
Kejadian Pengasuhan
Temper Tantrum Keluarga
Anak Usia
Toddler
 Pola Asuh
Otoritatif Orang
tua dan Efikasi
Diri dalam
Mengambil
Keputusan karir
 Pola Pengasuhan
Santri di Pondok
Pesantren Dalam
Mengatasi
Radikalisme
Metode  Metode observasi  Metode  Metode
Penelitian  Metode observasi observasi
angket/kuesioner  Metode  Metode
 Metode wawancara angket/kuesioner angket/kuesion
 Metode er
wawancara  Metode
wawancara
 Metode Survei
 Metode Kuasi
Eksperimen
Hasil Guna  Kualitas dan  Orang tua  Pola asuh orang
Penelitian kuantitas interaksi tunggal tua berdampak
ayah dalam kegiatan menggunakan terhadap
rekreasi keluarga, komunikasi keterampilan
persepsi ayah verbal yang sosial Nosarara
tentang tugas beragam. Nosabatutu
pengasuhan anak Komunikasi  Siswa yang
usia dini, dan verbal lebih mengalami
penilaian istri mengikuti identity
terhadap keadaan anak diffusion
pengasuhan yang dan berasal berasal
dilakukan suami mengusahakan dari pola
 Persepsi anak untuk mengikuti pengasuhan
remaja yang diasuh anak, dan permisif tidak
oleh orang tuanya mengajarkan peduli, identity
dengan gaya sikap yang baik foreclosure
pengasuhan dan disiplin. berasal dari
demokratis Komunikasi permisif tidak
nonverbal lebih peduli, identity
ditunjukkan moratorium
dengan berasal dari
mencontohkan, authoritatif dan
memeluk saat identity
anak kurang achievement
nyaman, dan dari
menuntun saat authoritatif,
berjalan. Pola siswa berasal
komunikasi dari
secara berurutan authoritarian
dimulai dari dan permisif
perhatian memanjakan
orangtua, dan mengalami
diikuti oleh rasa identity
sayang untuk diffusion
menuntun anak  Faktor terkait
dan memberikan penyesuaian
pola komunikasi diri single
verbal dan mother dengan
nonverbal anak disabilitas
kepada anaknya. intelektual yaitu
Anak dalam adanya
keluarga yang dukungan dari
diasuh oleh keluarga atau
orangtua tunggal lingkungan,
menunjukkan keterlibatan
sikap mandiri mantan suami
dan patuh dalam
terhadap pengasuhan,
orangtuanya keadaan yang
 Konsistensi gaya dapat memicu
pola asuh konflik, serta
orangtua sangat cara masing-
membantu masing subjek
perkembangan menanggulangi
pembentukan tekanan yang
nilai-nilai dialami. Tema
karakter pada pengasuhan
anak usia dini; anak
waktu yang ideal menjelaskan
untuk bagaimana
menanamkan perasaan yang
dan muncul selama
mengembangkan proses
nilai-nilai pengasuhan,
karakter adalah serta peran
usia 0-5 tahun; ketiga subjek
serta permainan dalam upaya
tradisional, merawat dan
sebagai warisan mendidik anak.
budaya nenek- Penelitian ini
moyang bangsa juga
Indonesia, harus mendapatkan
dilestarikan oleh gambaran
orangtua dan penilaian single
diajarkan kepada mother
anak usia dini di terhadap anak
rumah dengan disabilitas
suasana santai, intelektual yang
hangat, turut
komunikatif, dan mempengaruhi
bersahabat, serta pengasuhan,
peralatan dan yaitu adanya
bahan permainan penilaian positif
yang murah, berupa rasa
berada di sekitar bangga,
rumah, dan maupun
aman bagi anak penilaian
usia dini negatif karena
 Ibu yang malu pada
memilki anak kondisi anak.
cerebral palsy Meskipun
sangat rentan demikian,
terhadap stres ketiga subjek
pengasuhan memiliki
 Jenis gaya harapan yang
pengasuhan hampir sama
otoritatif status yaitu
identitasnya menginginkan
lebih banyak anak dapat
yang tercapai hidup mandiri
dibandingkan dan menjalani
dengan gaya kehidupan
pengasuhan seperti orang
orangtua yang normal lainnya
lain. Pada di kemudian
tingkat hari
kenakalan juga  Orang tua yang
ditemukan menerapkan
bahwa sampel gaya
dengan status pengasuhan
identitas tercapai authoritative
sedikit yang memiliki
melakukan peluang lebih
tingkat tinggi dalam
kenakalan men-ingkatkan
menengah motivasi
hingga berat berprestasi
 Remaja dan siswa
orang tua sama- dibandingkan
sama memiliki dengan orang
harapan yang tua yang
baik untuk menerapkan
keberlangsungan gaya pengasu-
perkembangan han
keluarga hanya, authoritarian
kedua pihak atau permissive
tidak saling  Untuk
memahami membangun
harapan masing- nilai-nilai
masing. Pihak kearifan lokal
remaja misalnya, sejak dini
mengharapkan kepada
agar orang tua anakanak,
dapat memenuhi dimulai dengan
kebutuhan pengenalan dan
sekolah secara pembiasanaan
layak dan ikhlas, perilaku sehari-
dapat hari itupun
membimbing sudah menjadi
perkembangann bagian dari
ya termasuk internalisasi
membantu nilai-nilai
memecahkan kearifan lokal
masalah belajar, sebagai upaya
sedangkan orang melaksanakan
tua berharap pendidikan
agar remaja berbasis
berperilaku keunggulan
hormat, tidak lokal
melecehkan  Ibu dan nenek
orang tua, tidak menerapkan
membantah, gaya
patuh aturan pengasuhan dan
keluarga dan kelekatan yang
sekolah, dan baik. Selain itu,
meminta maaf anak-anak yang
jika keliru diasuh nenek
 Dukungan sosial memiliki
tidak perkembangan
mempunyai kemandirian
pengaruh dan kognitif
signifikan yang baik.
terhadap pola Pengaruh yang
pengasuhan kuat dan
authoritative dan signifikan
permissive, terlihat pada
Sebaliknya, hasil penelitian
dukungan sosial yang
mempengaruhi menunjukkan
pola pengasuhan bahwa ibu yang
authoritarian usianya lebih
secara signifikan muda, lama
 Pola asuh pendidikan ibu
demokratis dan nenek yang
menunjukkan semakin
bahwa anak rendah,
lebih mudah peningkatan
diajak gaya
berkomunikasi, pengasuhan
emosional anak otoritatif ibu,
lebih stabil dan penurunan gaya
tenang. pengasuhan
Kemudian pada otoriter ibu, dan
pola asuh kelekatan
otoriter orangtua nenek-anak
lebih yang meningkat
mementingkan akan
keinginan dan memengaruhi
kepentingannya peningkatan
tanpa kemandirian
memikirkan anak prasekolah
kepentingan yang diasuh
anak, sehingga oleh nenek
anak pada pola akibat ibu
asuh ini menjadi bekerja.
lebih pendiam Sementara itu,
dan kurang bisa usia nenek yang
mengeksplor lebih muda,
kemampuannya lama
dalam hal pendidikan
komunikasi dan nenek yang
sosialisasinya. lebih rendah,
Sedangkan pada usia anak yang
pola asuh lebih tua ketika
permisif, pertama kali
orangtua diasuh nenek,
cenderung dan kelekatan
mengabaikan emosi ibu-anak
kepentingan dan dan nenek-cucu
keinginan anak yang semakin
dan cenderung meningkat
menyerahkannya memengaruhi
kepada orang secara nyata
lain. Anak pada peningkatan
pola asuh ini perkembangan
cenderung kognitif anak.
menunjukkan Peran nenek
perilaku agresif ditemukan
 Gaya signifikan
pengasuhan dalam
orangtua penelitian ini
memberikan  Para orangtua,
sumbangan terutama ayah
terbesar terhadap dapat
empati, diikuti menyadari
dengan budaya pentingnya
sekolah, dan sosok ayah
sumbangan dalam
terkecil pengasuhan
diberikan oleh anak sehingga
variabel budaya dapat mem-
masyarakat perbaiki dan
 Pengasuhan mengembangka
penerimaan- n peran ayah
penolakan sejak anak usia
berhubungan dini agar dapat
signifikan mencegah
dengan jenis perilaku-
kelamin dan perilaku negatif
aktivitas sosial atau
ibu menyimpang
 Pola pengasuhan yang akhir-
berkaitan dengan akhir ini mulai
temper tantrum marak terjadi
pada anak usia pada generasi
balita. muda serta
Sementara ayah tidak lagi
asuhan orang tua hanya sebagai
berhubungan sosok pencari
dengan tingkat nafkah dalam
pendidikan keluarga
orang tua  Semakin positif
 Pengambilan persepsi
keputusan karir terhadap
pada keterlibatan
mahasisiswa ayah dalam
dipengaruhi oleh pengasuhan,
pola asuh maka semakin
otoritatif orang positif konsep
tua dan efikasi diri pada siswa
diri begitupun
 Langkah sebaliknya
pengasuhan  Agar generasi
yang paling alpha menjadi
efektif bagi generasi yang
pesantren dalam sukses di abad
mengantisipasi 21 ini, orang
radikalisme tua milenial
agama dilakukan perlu
dengan memperhatikan
mengajari tauhid beberapa hal
dan akhlak berikut: (1)
disertai mengikuti
pengawasan perkembangan
yang ketat teknologi,
kepada para informasi, dan
santri. Di komunikasi,
samping itu agar orang tua
menyibukkan memiliki bekal
santri dengan dan dapat
berbagai macam membimbing
kegiatan baik anak-anak
kegiatan intra berinteraksi
maupun ekstra dengan internet
kurikuler dengan cerdas
dan sehat; (2)
mengajarkan
anak-anak
bersosialisasi,
agar social-
emosional
mereka dapat
berkembang
dengan baik;
(3) turut
melatih dan
mengembangan
aspek fisik-
motorik anak;
(4) turut
membekali
anak-anak
dengan nilai-
nilai agama dan
moral; (5)
mendidik anak-
anak agar tidak
tergantung pada
teknologi; dan
(6) memainkan
peran secara
maksimal
sebagai teman
diskusi, tempat
bertanya dan
tempat
mencurahkan
kasih sayang
bagi anak
 Gaya
pengasuhan
otoritatif ayah
dan ibu
berhubungan
nyata dengan
semakin
baiknya
kualitas karak-
ter remaja.
Selain itu,
semakin
meningkatnya
persepsi remaja
terhadap
lingkungan
nonfisik
sekolah juga
berhubungan
dengan semakin
baiknya
karakter remaja
 Ada perbedaan
sikap
nasionalisme
ditinjau dari
pola asuh
orangtua. Pola
asuh
demokratis dan
otoriter
memiliki nilai
yang lebih
tinggi
dibandingkan
pola asuh
permisif
 Motivasi ayah
dalam
mengasuh anak
didasarkan pada
alasan bisa
melakukan
pengasuhan jika
ibu
berhalangan.
Hal ini
menciptakan
jarak antara
ayah dan anak
sehingga
perkembangan
anak tidak
optimal
 Program
pengasuhan
positif efektif
untuk
meningkatkan
tiga aspek
keterampilan
mindful
parenting yaitu
mendengarkan
dengan penuh
perhatian,
kesadaran
emosional diri
dan anak, serta
pengaturan diri
dalam
hubungan
pengasuhan.
Namun untuk
dua aspek yang
lain yaitu
penerimaan diri
dan anak tanpa
penghakiman,
serta kasih
sayang terhadap
diri dan anak
hasilnya kurang
signifikan
 Konsep
pengasuhan
anak
berdasarkan
asumsi dari
berbagai teori
Psikoanlisa,
Tugas
Perkembangan,
Behavioristik,
Kognitif,
Kognitif Sosial,
dan
Humanistik,
perkembangan
dan sosialisasi
anak diarahkan
pada
perkembangan
moralitas,
perkembangan
kepribadian dan
kompetensi
untuk hidup.
Arah
perkembangan
ini menjadi
pedoman bagi
orang tua di
dalam
pengasuhan
buah hatinya
sesuai dengan
proses
perkembangan
kepribadian
anak
 Mindful
parenting atau
mengasuh
dengan penuh
kesadaran
adalah salah
satu strategi
yang dapat
dipraktikkan
oleh orangtua
dalam
menciptakan
komunikasi
yang efektif
dengan anak.
Dimensi
mindful
parenting terdiri
dari:
mendengarkan
dengan penuh
perhatian, tidak
menghakimi,
sabar,
bijaksana, serta
welas asih.
Dengan
mempraktikan
kelima dimensi
mindful
parenting
secara
konsisten dan
terus menerus,
maka orangtua
dapat
membangun
komunikasi
yang efektif
untuk
menciptakan
pengasuhan
positif
 Teknik
konseling
keluarga
terpadu efektif
untuk
meningkatkan
kualitas
pengasuhan,
baik secara
keseluruhan
maupun setiap
aspeknya

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


a) Simpulan
Tinjauan filsafiah tentang pengasuhan pada masa remaja yang merupakan
krisis mencari identititas adalah Psychodimamic Theories (Post-Freudian
Theory) di mana tokohnya adalah Erikson, sedangkan tinjauan ilmiah atau
teoritik dari konseling pengasuhan ini berlandaskan pada pandangan yang
dikemukakan oleh Erik Erikson.
Tinjauan empirik yang dijadikan kerangka acuan dalam mengangkat peneltian
Konseling Pengasuhan ini didasarkan pada artikel hasil penelitian tentang
pengasuhan mulai dari rentang waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2019.
Hasil dari penelitian ini masih membahas seputar pada pengasuhan atau
parentingnya.
b) Rekomendasi
Dalam rangka pengembangan kajian pengasuhan atau parenting maka perlu
dikaji tentang Konseling Pengasuhan sebagai upaya mencari bentuk
pengasuhan yang sesuai untuk perkembangan anak.
GLOSARIUM
Child rearing : pengasuhan anak
Coparenting : model pengasuhan bersama
Household tasks : tugas-tugas rumah tangga
Children care : perawatan anak
Mindful parenting : mengasuh dengan penuh kesadaran
Middle Childhood : masa pertengahan anak-anak
Transferensi : memproyeksikan pikiran dan perasaan ke analis yang terkait
dengan orang lain yang signifikan
Acceptance : tahap penerimaan
Psychotic episodes : tindak kenakalan atau perilaku psikotik

REFERENSI
Abdullah, Sri Muliati. 2010. Studi Eksplorasi Tentang Peran Ayah dalam
Pengasuhan Anak Usia Dini. Jurnal Spirits Vol. 1 No. 1. Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.
Agusniatih, Andi dan Sitti Supiati. 2018. Efektivitas Pola Pengasuhan Orang tua
terhadap Keterampilan Sosial Nosarra Nosabatutu Anak. Jurnal Smart
PAUD. Vol. 1 No. 2. Universitas Taduako.
Alfira Faradila Marsuq dan Ika Febrian Kristiana. 2017. Hubungan Antara
Persepsi Terhadap Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan dengan Konsep
Diri Pada Siswa Kelas X SMK Negeri 4 Kendari. Jurnal Empati. Vol. 6 No.
4. Unversitas Diponegoro.
Andayani, B & Koentjoro. 2004. Psikologi Keluarga : Peran Ayah Menuju
Coparenting. Cetakan pertama. Surabaya : Citra Media.
Andiani. R , 2008. Hubungan Antara Kepribadiaan Tahan Banting (hardiness)
dengan Stres Kerja Pada Karyawan. Skripsi : Jakarta, Universitas Islam
Indonesia.(Online).http://simpus.uii.ac.id/search_adv/?
n=000693&l=320&b=I&j=SK, diakses 8 Oktober 2014.
Annisa Nurul Utami, Netti Hernawati dan Alfiasari. 2016. Pengasuhan Orang tua
Yang Seimbang Sebagai Kunci Penting Pembentukan Karakter Remaja.
Jurnal Pendidikan Karakter Tahun VI No. 1. Institut Pertanian Bogor.
Anindyajati, Paramitha Dhatu. 2013. Status Identitas Remaja Akhir:
Hubungannya dengan Gaya Pengasuhan Orang tua dan Tingkat Kenakalan
Remaja. Jurnal Character Vol. 1 No. 2. Univesitas Negeri Surabaya.
Asmawati, Luluk. 2015. Gaya Pengasuhan Orang tua untuk Pembentukan
Karakter Melalui Penerapan Permainan Tradisional Pada Anak Usia Dini
(4-5 tahun). Atikan : Jurnal Kajian Pendidikan. Vol. 5 No. 1. Untirta Banten
Auliya, Ines Andi Desi dan Ira Darmawanti. 2014. Hubungan Kepribadian
Hardiness Dengan Stres Pengasuhan Pada Ibu Yang Memiliki Anak
Cerebral Palsy. Jurnal Character Vol. 2 No. 3. Unesa.
Bakaruddin, dkk. 1994. Role Sharing dalam fungsi pekerjan Rumah Tangga pada
keluarga Miangkabau Jong perkotaan. Laporan Penelitian :Universitas
Andalas.
Bambang Suryadi, Eha Soriha dan Yuli Rahmawati. 2017. Pengaruh Gaya
Pengasuhan Orang tua, Konsep Diri, dan Regulasi Diri Terhadap Motivasi
Berprestasi Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 23 No. 2 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Bernadete Dewi Bussa, Beatriks Novianti Killing Bunga, Friandry Windisany
Thomaszen dan Indra Yohanes Killing. 2018. Persepsi Ayah Tentang
Pengasuhan Anak Usia Dini. Jurnal Sains Psikologi Jilid 7 No. 2.
Universitas Cendana Kupang.
Dinda Septiani dan Itto Nesyia Nasution. 2017. Peran Keterlibatan Ayah dalam
Pengsuhan Bagi Perkembangan Kecerdasan Moral Anak. Jurnal Psikologi
Vol. 13 No. 2. Universitas Abdurrab Pekanbaru.
Dian Roslan Hidayat. 2018. Teknik Konseling Terpadu untuk Meningkatkan
Kualitas Pengasuhan Keluarga. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam
Vol. 8 N0. 2. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Garut.
Eka Wulida Latifah, Diah Krisnatuti dan Herien Puspitawati. 2016. Pengaruh
Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap Perkembangan Kamandirian dan
Kognitif Anak Usia Prasekolah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling Vol. 9
No. 1 Institut Pertanian BogorErikson, E.H. 1968. Identity: Youth and
Crisis. New York: Norton & Company.
Evelyn dan Luh Surini Yulia Savitri. 2015. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
Pola Pengasuhan Orang tua Anak Berusia Middle Childhood dari
Keluarga Miskin. Jurnal Psikologi Ulayat Vol. 2 No. 2. Universitas
Indonesia.
Feist, Jess and Feist, Gregory J. 1976. Theories of Personality seventh edition.
USA: McGraw-Hill Companies.
Gunarsa, S. D. (2002). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.
Hafizh, M. N. 1998. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung : Bayan
Iyan Sofyan. 2018. Mindful Parenting : Strategi Membangun Pengasuhan Positif
Dalam Keluarga. Jurnal of Early Childhood Care & Education Vol. 1 No. 2.
Universitas Ahmad Dahlan.
Nurtjahjanti, H. & Ratnaningsih. 2011. Hubungan Kepribadiaan Hardiness
dengan Optimisme pada Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) Wanita di
BLKLN Disnakertrans Jawa Tengah. Jurnal Psikologi UNDIP (Online)
10(2)126132.http://ejournal.Undip.ac.id/index.php/psikologi/article/
download/2881/pdf. Diakses 12 september 2013.
Krinatuti, Diah dan Husfani Andhariani Putri. 2012. Gaya Pengasuhan Orang
Tua, Interaksi serta Kelekatan Ayah-Remaja dan Kepuasaan Ayah. Jurnal
Ilmu Keluarga dan Konseling, Vol. 5 No. 2 Institut Pertanian Bogor.
Marjono, W. (2008). Psikologi Program Studi Guru Taman Kanak-kanak. Buku 2
Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Bandung : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Melik Budiarti. 2016. Proses Sosialisasi dan Pengasuhan Anak di Dalam
Keluarga. Jurnal LPPM Vol. 4 No. 2. IKIP PGRI Madiun,
Megawangi 1999; Membiarkan berbeda, sudut pandang baru tentang relasi
gender. Penerbit Mizan. Bandung.
Nystul, Michael Scott. 2016. Introduction to Counseling An Art and Science
Perspective Fifth Edition. SAGE Publications, Inc : New Mexico State
University.
Padil, Mohamad dan Triyo Supriyatno (2007). Sosiologi pendidikan. Malang:
UIN Malang Press
Pathah Pajar Mubarok. 2016. Program Pengasuhan Positif untuk Meningkatkan
Keterampilan Mindful Parenting Orangtua Remaja. PSYMPATHIC: Jurnal
Ilmu Psikologi Vol. 3 No. 1. Universitas Pendidikan Indonesia.
Permatasari, Cefti Lia dan Dwi Hastuti. 2013. Nilai Budaya, Pengasuhan
Penerimaan-Penolakan dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 tahun Pada
Keluarga Kampung Adat Urug Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling
Vol. 6 No. 2. Institut Pertanian Bogor.
Ramadhani, Aulia Fauzya dan Amalia Rahmandani. 2019. Pengalaman
Pengasuhan Single Mother yang Memiliki Anak Disabilitas Intelektual
(Studi Interpretative Phenomenological Analysis). Jurnal Empati Vol. 8 No.
1 Universitas Diponegoro.
Rakhmawati. 2013. Pola Pengasuhan Santri di Pondok Pesantren Dalam
Mengatasi Radikalisme (Studi Pada Pesantren Ummul Mukminin dan
Pondok Madinah). Jurnal Diskursus Islam Vol. 1 No.1. IAIN Sultan Amai
Gorontalo.
R. Rahaditya dan Agoes Dariyo. 2017. Peran Pola Pengasuhan Orang tua
Terhadap Sikap Nasionalisme Remaja. Provitae Jurnal Psikologi Pendidikan
Vol. 9. No. 1. Universitas Tarumanagara
Riandini, Seffia. 2015. Pengaruh Pola Pengasuhan dengan Perkembangan
Komunikasi Anak Autis Kepada Orang tua. Jurnal Majority Vo. 4 No. 8.
Universitas Lampung.
Safaria, T. 2005. Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orangtua.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Santrock, J.W. 2007. Remaja. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta:
Erlangga Steinberg, L. 2002. Adolescence. International ed. New York:
McGraw-Hill., Inc.
Sari, Afrina. 2015. Model Komuikasi Keluarga Pada Orang Tua Tunggal (Single
Parent) dalam Pengasuhan Anak Balita. Avant Grade|Jurnal Ilmu
Komunikasi. Vol. 3 No. 2. Universitas Budi Luhur.
Sedanayasa, Gede., Made Tegeh dan Ketut Gading. 2015. Model Pengasuhan
Analisis Transaksional (AT) untuk Menanggulangi Penyimpangan Perilaku
Seksual di Kalangan Remaja Kabupaten Buleleng (Studi pada Sekolah
SMP/SMA yag Memiliki Siswa Terindikasi. Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora Vol. 4 No. 1. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Indonesia.
Shehan, C. L. 2003. Marriages and Families. 2nd ed. Boston : Allyn & Bacon.
Steinberg, L. 2002. Adolescence. International ed. New York: McGraw-Hill., Inc.
Solfema. 2013. Pengasuhan Orang tua, Budaya Sekolah, Budaya Masyarakat dan
Empati Anak Usia Remaja. Jurnal Ilmu Pendidikan Jilid 19 No. 2. Universitas
Negeri Padang.
Syam, Subhan. 2013. Hubungan Pola Asuh Orang terhadap Kejadian Temper
Tantrum Anak Usia Toddler di PAUD Dewi Kunti Surabaya. Jurnal
Promkes Vol 1 No. 2. UNAIR.
Sianipar, Chelsea Sulastry dan Dian Ratna Sawitri. 2015. Pola Asuh Otoritatif
Orang tua dan Efikasi Diri dalam Mengambil Keputusan karir Pada
mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Empati Vol. 4 No. 4. Universitas
Diponegoro.
Subekti, Candra Arif. 2016. Hubungan Antara Pola Pengasuhan dan Ego Identity
Pada Siswa SMP Negeri 2 Somagede. Jurnal Bimbingan dan Konseling,
Vol. 5 No. 5 Universitas Negeri Yogyakarta.
Suwardi dan Siti Rahmawati. 2019. Pengaruh Nilai-nilai Kearifan Lokal
Terhadap Pola Pengasuhan Anak Usia Dini (AUD). Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Humaniora Vol. 5 No. 2. Universitas Al-Azhar Indonesia.
Sigit Purnama. 2018. Pengasuhan Digital untuk Anak Generasi Alpha. Al Hikmah
Proceedings On Islamic Early Childhood Education Vol. 1. UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai