Anda di halaman 1dari 17

Permasalahan

Permasalahan
Penyesuaian Diri Remaja
Kelompok 5:

01 02
Dini Fajar Widya Tri
Triana Yuliarti
A1M021012 A1M021034

03 04
Witri Yani Gina
Aprellasari
A1M021044 A1M021046
Pengertian penysuaian diri
Penyesuaian diri merupakan interaksi antara individu
dengan dirinya, individu dengan orang lain, serta
individu dengan dunianya dimana ketiganya
memiliki hubungan timbal balik. Ketika individu
tidak dapat menyesuaikan diri maka akan timbul
permasalahan, termasuk remaja. Guna mengatasi
permasalahan tersebut, maka dibutuhkan sebuah
strategi coping. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui apa saja permasalahan
penyesuaian diri dan bagaimana bentuk strategi
coping remaja.
Subyek dari penelitian ini adalah 3
remaja yang memiliki latar belakang
keluarga yang berbeda-beda di Balai
Rehabilitasi Sosial Salatiga. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif
fenomenologis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa remaja mengalami
berbagai permasalahan penyesuaian dan
memiliki strategi coping yang berbeda-
beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri remaja dibagi ke dalam
dua hal, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
Faktor internal dapat digolongkan menjadi 5 hal, yaitu faktor
fisik, emosi, psikologis, perkembangan dan kematangan
kognitif, dan sosial. Faktor eksternal banyak dipengaruhi oleh
faktor lingkungan keluarga, pertemanan, sekolah, Balai,
masyarakat dan budaya yang berlaku. Selain itu, strategi
coping yang dilakukan oleh remaja terbagi menjadi dua, yaitu
strategi coping yang berfokus pada emosi dan strategi coping
yang berfokus pada masalah.

Terdapat beberapa faktor penghambat penyesuaian diri


mahasiswa baru berdasarkan penelitian Oetomo, Yuwanto, dan
Rahayu (2017) yaitu faktor kecemasan akademik, kompetensi
dan motivasi, hambatan fisik dan psikologis, pertemanan, serta
keterbukaan dan kepercayaan diri.
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses
penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah, antara lain:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa "betah" bagi
anak didik, baik sosial, fisik, maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak
didik.
3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar,
sosial, maupun aspek pribadinya.
4. Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah
belajar. 
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar memotivasi
6. Ruang kelas yang memenuhi syarat -syarat kesehatan. 
7. Peraturan/tata tertib yang jelas dan dapat dipahami oleh peserta
didik.
8. Teladan dari para guru dalam segala segi Pendidikan.
9. Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam
melaksanakan kegiatan pensisikan disekolah. 
10. Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-
baiknya.
Kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri tersebut bisa
menimbulkan kebingungan, kecemasan, ketakutan dan
frustasi bagi individu dalam masayarakat, bahkan
menimbulkan konflik diri maupun konflik antar pribadi dan
gangguan-gangguan emosional yang akan mudah menjadi
tempat bertumbuhnya penyakit-penyakit
mental.
Penyesuaian diri yang baik adalah dengan mempunyai ciri-
ciri dapat diterima di suatu kelompok, dapat menerima
dirinya sendiri, dapat menerima kekurangan dan kelebihan
diri sendiri. Sedangkan penyesuaian diri yang tidak baik
ditunjukan dengan buruknya hubungan sosial individu dengan
lingkungan sekitarnya.
Berkenaan dengan penyesuaian diri dan tugas perkembangan, Papalia, Olds,

dan Feldman (2004) kemudian mengatakan bahwa tugas perkembangan remaja di

antaranya, mengalami perubahan fisik secara besar-besaran yaitu munculnya masa

pubertas, menghasilkan kedewasaan, dan bergaul dengan teman sebaya. Di samping

itu, adanya perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat pada remaja berpotensi

menimbulkan masalah dalam penyesuaian diri (Gunarsa, 2004). Berdasarkan uraian

di atas, seorang remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dalam menjalankan

tugas-tugas perkembangan yang dihadapinya. Kondisi tersebut dapat menjadi

kompleks ketika pada satu sisi juga mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa

mereka memiliki dan berinteraksi dengan saudara kandung yang mengalami

skizofrenia.
Menurut Jones dan Hayward (2004) memiliki anggota keluarga yang menderita
skizofrenia dapat menyebabkan timbulnya stres pada seluruh anggota keluarga.
Selain itu, studi yang ada selama ini kebanyakan membahas mengenai peranan
orang
tua penderita skizofrenia, padahal dukungan dari saudara kandung juga sangat
berperan penting bagi penderita skizofrenia (Stalberg, Ekerwald, & Hultman,
2004).
Terkait dengan relasi antar saudara kandung, Priatna dan Yulia (2006) mengatakan
bahwa setiap individu belajar untuk bergaul, bersosialisasi, dan menyesuaikan diri
termasuk dengan saudara-saudara sekandungnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Greenberg (2008)
membuktikan bahwa penderita skizofrenia akan berangsur
membaik jika saudara kandungnya dapat memahami penyakit
tersebut bukan sebagai sebuah keanehan, melainkan bagian
dari gangguan kejiwaan yang tidak dapat mereka kendalikan.
Lindz, Fleck, dan Cornelison, (1967) sebelumnya telah
melakukan penelitian secara kuantitatif mengenai
penyesuaian diri saudara kandung dari pasien skizofrenia.
Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan terhadap 23
partisipan menunjukkan bahwa individu dengan saudara
kandung skizofrenia akan merasakan beban dan perasaan
terganggu sewaktu-waktu. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan paparan mengenai gambaran faktor-faktor
yang berperan dalam penyesuaian diri yang dialami oleh
remaja perempuan yang memiliki saudara kandung
skizofrenia.
Permasalahan-Permasalahan Dalam Penyesuain Diri Remaja Diantara persoalan
yang terpenting yang dihadapai remaja dalam penyesuaian diri yaitu:
1.Hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Disini sangat
dipengaruhi oleh sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam
keluarga (kondisi lingkunan keluarga).Orang tua yang otoriter akan menghambat
perkembangan penyesuaian diri remaja, begitu juga perlindungan orang tua yang
berlebihan juga berakibat tidak baik. Perpindahan tempat juga memiliki
pengaruh yang kuat.
2.Sekolah juga memiliki peran / pengaruh yang kuat dalam dalam perkembangan
jiwa remajaa.
a).Kutub Keluarga (Rumah Tangga)

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak /


remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik
/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguankepribadian
menjadi berkepribadian antisosial berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak / remaja yang dibesarkan dalam keluargasehat /
harmonis (sakinah).Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli,
antara lain:

1) Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)

2) Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tuadan anak


di rumah

3) Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yangtidak baik


(buruk)
.

b).Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar
mengajar anak didik yang pada gilirannya dapat memberikan
"peluang" pada anak didik untuk menyimpang. Kondisi sekolah yang
tidak baik tersebut, antara lain;
1) Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
2) Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
3) Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
4) Kesejahteraan guru yang tidak memadai
5) Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama / budi
pekerti yang kurang.
6) Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
c). Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau
"rawan",dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak / remaja
untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat
dibagi dalam2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat
dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas ).
thanks!

Anda mungkin juga menyukai