Anda di halaman 1dari 6

Nama : Faridatullathifah

NIM : 3101419046
Prodi : Pendidikan Sejarah
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling

A. Identifikasi Masalah Siswa Pada Setiap Tingkat Pendidikan


1. Masalah Siswa Di Sekolah Dasar
Menurut Kowitz (Furqon, 2005:45) secara umum permasalahan yang dihadapi
siswa usia SD adalah sebagai berikut:
a. Masalah Pribadi
Yang menjadi jenis permasalahan pribadi siswa usia SD meliputi hal-hal
mengenai kemampuan intelektual, kondisi fisik, kesehatan, dan kebiasaan
dalam keseharian siswa.
b. Masalah Penyesuaian Sosial
Siswa dapat memiliki masalah terkait dengan kemampuan penyesuaian
sosial terhadap baik teman sebaya maupun dengan guru. Permasalahan datang
dari perilaku atau reaksi siswa terhadap orang-orang sekitarnya, seperti
perasaan rendah diri, iri hati, cemburu, persaingan, rasa tidak senang, sifat
posesif, dan sebagainya. Permasalahan penyesuaian sosial peserta didik
dengan guru dapat dicontohkan bagaimana terkadang siswa tidak menyukai
guru karena faktor gaya mengajar atau ketidaksuaian personaliti.
c. Masalah Belajar
Masalah belajar pada umumnya dapat dialami oleh semua siswa.
Permasalahan belajar bisa berupa tidak dikuasainya kemampuan atau materi
yang ditargetkan sebagai tujuan pengajaran (Maiyeni, 2014:7). Siswa yang
mengalami masalah belajar berat sering dikenal sebagai peserta didik yang
berprestasi rendah.
Masalah belajar dapat dialami sebagai akibat dari kesalahan cara belajar,
kurangnya motivasi, kurangnya fasilitas dan dukungan orang tua, dan
kesalahan guru dalam cara mengajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Maiyeni dalam jurnal berjudul
‘Permasalahan Peserta Didik Kelas Tinggi di SD Negeri 19 Pasar Ambacang Durian
Tarung Kecamatan Kuranji Padang’, dapat terindentifikasikan bentuk permasalahan
pribadi siswa sangat beragam dan berbeda, dengan permasalahan mengenai kondisi
fisik dan kesehatan pada kategori terbanyak.
2. Masalah Siswa Di Sekolah Menengah Pertama
Siswa SMP yang pada umumnya berusia 12-13 tahun hingga 14-15 tahun,
termasuk anak-anak yang mulai memasuki peralihan ke masa remaja setelah melewati
masa SD. Di masa ini, anak masih memiliki karakteristik emosi yang belum stabil,
belum mampu menentukan mana yang benar dan salah karena masih berada dalam
fase penyesuaian dengan lingkungan sosial.
Menurut Syahril dan Ahmad (1986) keadaan tidak stabil ini disebut “storm and
stress”, dimana remaja mengalami masalah yang terkait dengan perubahan baik fisik
maupun psikis. Contoh masalah-masalah ini adalah mendongkol terhadap orang tua,
melawan secara fisik, bolos dari sekolah, merokok, bergabung dengan gang-gang,
menyendiri/menarik diri dari pergaulan, perundungan atas nama kelompok, dan
bentuk kenakalan remaja lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saripah, Elni Yakub, dan Zulfan
Saam dalam jurnal berjudul ‘Masalah-Masalah yang Dialami Siswa SMP N XIII
Koto Kampar T.P 2015/2016’ dapat mengidentifikasi masalah kepribadian yang
dominan adalah mengenai pemahaman konsep diri, masalah emosional mengenai
kontrol kesedihan, masalah belajar mengenai prestasi dalam kategori sedang, masalah
keluarga mengenai suasana komunikasi dengan orang tua.
3. Masalah Siswa Di Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
Siswa pada pendidikan lanjutan masih merupakan individu dalam usia
perkembangan remaja, sehingga permasalahan terkait psikis anak tampak dominan.
Selain itu, pada fase ini datang masa pubertasi yang memberikan perubahan secara
fisik dan psikis yang menandai perkembangan perilaku dan organ seksual siswa.
Menurut Santrock (dalam Agoes Dariyo, 2013:65) “ciri lain yang cukup menonjol
pada diri remaja adalah sifat revolusioner, pemberontak, progresif yang cenderung
ingin mengubah kondisi mapan. Apabila sifat ini terarah dengan baik, maka mereka
dapat menjadi pemimpin yang baik dimasa depan, sebaliknya bila tidak terbimbing
dengan baik, mereka cenderung akan merusak tatanan dan nilai-nilai sosial
masyarakat”.
Di fase ini, remaja sedang dalam proses mencari jati diri, berusaha menentukan
pilihan atau jalan seperti apa yang hendak ditempuh ke depannya. Dalam menentukan
jalan ini, menjadi kesempatan untuk mengembangkan prestasi dan kemampuan diri.
Hasil perkembangan diri ini kelak menjadi identitas yang lekat pada diri remaja.
Bagaimana identitas yang dibentuk ini membawa penggambaran baik atau buruk,
dilihat dari jalan atau perilaku yang dianut oleh remaja. Sehingga, perlu pengarahan,
motivasi, pembinaan remaja agar tepat memilih jati diri yang sesuai dengan
kemauannya.
Permasalahan yang kerap terjadi di fase ini adalah kesulitan belajar, masalah
penyesuaian diri, masalah perilaku sosial, masalah moral, masalah keluarga, dan
masalah karir.
Contoh identifikasi masalah siswa SMA bisa didapatkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nofianti Eka Permadi mengenai masalah-masalah yang dihadapi
peserta didik SMA Negeri 1 Padang dalam perencanaan karir, dengan menarik hasil
bahwa beberapa permasalahan inti berasal dari bagaimana beberapa peserta didik
belum memahami dirinya sendiri (seperti mengetahui minat, bakat), belum mampu
menyusun jadwal kegiatan seefektif mungkin, dan pilihan mendesak dari keluarga.
B. Masalah Siswa Paling Krusial
Setelah berhasil mengidentifikasi dan mengetahui pengertian dasar dari masalah-
masalah di setiap tingkat pendidikan, kita dapat menentukan permasalahan yang paling
krusial, yang diperkirakan memberikan impact paling besar terhadap siswa.
Permasalahan sosial di tingkat SMP, dapat memberikan dampak paling krusial bagi
keberlangsungan pembentukan kepribadian dan identitas siswa. Pada masa ini, siswa
berada di fase peralihan dari anak-anak ke remaja; seperti yang telah diuraikan dalam
poin sebelumnya, bahwa siswa belum bisa menegaskan mana yang baik ataupun buruk.
Selain itu, dalam lingkungan yang baru anak akan menemukan teman-teman sebaya
yang memiliki latar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda-beda
sehingga menghasilkan perasaan indiferen. Dengan merasa ‘berbeda’ akan melahirkan
perilaku diskriminasi, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok remaja yang
dibentuk berdasarkan kesamaan latar belakang.
Perasaan indiferen dapat menimbulkan kecenderungan untuk bersikap superior
apabila berada di kelompok dengan anggota yang banyak. Sehingga, dari latar belakang
ini terlahir fenomena perundungan.
Perundungan adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahabkan
diri dengan tujuan untuk menakut-nakuti, membuat seseorang tertekan, melegitimasi
dominasi, ataupun memberikan rasa puas bagi pelakunya (KPAI dalam Alit DKK: 2017).
Perundungan dapat memberikan dampat yang buruk baik secara fisik maupun
psikologis. Menurut Argiati (2010), seseorang yang menjadi korban perundungan
biasanya merasa cemas, takut, kecewa, sedih, tertekan, malu, tidak nyaman, dan kurang
percaya diri sehingga berdampak pada proses belajar di sekolah.
Siswa SMP, yang notabene masih berada dalam fase perkembangan diri awal, jika
terkena dampak negatif dari perundungan akan menentukan bagaimana identitas dan
pembawaannya ke depan. Perlu diperhatikan, bahwa setiap anak memiliki kondisi psikis
yang berbeda. Bagi sebagian anak, perundungan di masa SMP dapat dilupakan dan
dilewatkan sebagai kenangan kecil, tetapi bagi sebagian lagi dapat berpotensi ikut
membentuk kepribadian si anak hingga masa dewasa.
Menurut Joseph, James, dan Susan (2003), korban perundungan dapat mengalami
rasa kesepian, cemas, cenderung menarik diri dari pergaulan, dan merasa harga diri
semakin direndahkan. Apabila seorang siswa merasa harga dirinya sudah rendah, akan
berdampak pada kesulitan-kesulitan yang lebih lanjut seperti sulit mengekspresikan diri,
sulit terbuka secara sosial dan emosional, sulit mencapai tujuan, tidak berani mengambil
keputusan, dan memiliki rasa cemas yang tinggi.
Apabila guru dan orangtua tidak menyadari potensi dampak perundungan, akan
berimbas pada pembentukan kepribadian, dan membawa dendam perundungan ke jenjang
selanjutnya sehingga rantai perundungan tidak akan pernah habis. Sehingga perlu
dilakukan beberapa upaya-upaya untuk menyelamatkan dan mengarahkan siswa.
C. Strategi Penanganan Masalah Krusial
Dalam kajian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI diberikan rekomendasi cara
penanganan dan pemulihan kasus perundungan di antaranya sebagai berikut:
1. Mengadakan sosialisasi terhadap kesadaran akan fenomena perundungan kepada
anak di semua tingkat pendidikan maupun guru. Sosialisasi ini diakan untuk
meningkatkan kepekaan dari pihak sekolah dan anak didik terhadap perilaku yang
dapat berpotensi perundungan, sehingga dapat cepat bertindak dan dampak tidak
terlalu mendalam. Untuk orangtua, bentuk sosialisasi dapat dilakukan melalui
forum komunikasi orang tua seperti seminar atau workshop tentang parenting
skill.
2. Melakukan intervensi sosial terhadap kasus-kasus anak sebagai korban atau
pelaku perundungan. Intervensi sosial adalah upaya perubahan terencana terhadap
individu, atau kelompok dengan tujuan memperbaiki fungsi sosial kelompok
sasaran perubahan (Adi 2005).
3. Sekolah dan guru memberikan fasilitas kepada siswa-siswa berupa berbagai
kegiatan positif seperti pembentukan organisasi, ekstrakurikuler, kegiatan di luar
sekolah, acara kesenian atau olahraga, yang dapat menggalang rasa keakraban
siswa dan menguatkan minat bakat siswa.
4. Memberikan penegasan mengenai larangan perundungan dalam ilustrasi poster,
aturan tertulis yang dapat diketahui oleh semua siswa.
5. Melakukan pendekatan kepada korban maupun pelaku untuk saling membuka diri
kepada masing-masing mediator untuk mengutarakan alasan dan apa yang
dirasakan sehingga mediator/konselor dapat memberikan solusi berupa pemulihan
atau rehabilitasi.
6. Memberikan kesempatan bagi korban untuk memulihkan kondisi psikis, dengan
menemani, memberikan pelayanan konseling, terapi psikologi apabila diperlukan.
Daftar Pustaka

Furqon. 2005. Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.

Dariyo, Agoes. 2013. Dasar-Dasar Pedadogi Modern. Jakarta: Indeks.

Hartati, Maria Theresia Sri. dkk. 2018. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES Press.

Rahman, Aulia. dkk. 2017. Stop Perundungan di Sekolah (Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah.
Diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial:
http://puslit.kemsos.go.id/download/418.

Maiyeni, Sri. 2014. Permasalahan Peserta Didik Kelas Tinggi Di SD Negeri 19 Pasar Ambacang
Durian Tarung Kecamatan Kuranji Padang. Jurnal Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat.
Diperoleh dari: http://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=317919

Saripah. dkk. 2016. Masalah-Masalah Yang Dialami Siswa SMP N XIII Koto Kampar T.P
2015/2016. Jurnal Online Mahasiswa. Vol 3, No.1 (1-11). Diperoleh dari:
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFKIP/article/view/9891/9553

Permadi, Nofianti Eka. 2004. Masalah-Masalah yang Dihadapi Peserta Didik dalam Perencanaan
Karir dan Implikasinya terhadap Pelayanan Bimbingan Karir. Jurnal Penelitian
Bimbingan dan Konseling. Vol 1, No 2 (2016). Diperoleh dari:
http://www.jurnal.untirta.ac.id/index.php/JPBK/article/view/1871

Putri, Rozalina Fithria Tindra Putri. 2017. Pelatihan Asertivitas Untuk Meningkatkan Harga Diri
Pada Korban Perundungan (Bullying). Thesis. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai