Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Siswa B (Tunarungu) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
merupakan peralihan ke masa remaja setelah melewati masa kekanak-kanaknya di
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Dapat dimengerti bahwa akibat yang luas dari
masa peralihan masa remaja ini (puber) sangat rentan dengan kenakalan remaja,
walaupun itu Anak Tunarungu sekalipun, karena pada masa ini anak masih labil
dalam menentukan mana yang negatif dan mana yang positif atau mana yang baik
serta mana yang buruk. Berbeda dengan Anak Tunanetra yang tidak bisa melihat
secara langsung lawan jenisnya, hanya dengan mendengarkan suaranya saja, dan
berbeda pula dengan Anak Tunadaksa yang menurut survey di lapangan
membuktikan kebanyakan Anak Tunadaksa merasa dirinya tidak yakin, tidak
percaya diri, dan berbagai hal lainnya yang menganggap bahwa dirinya tidaklah
pantas untuk menyukai lawan jenisnya, dikarenakan fisiknya yang tidak sempurna.
Dan hal itu berbeda dengan Anak Tunarungu yang bisa melihat langsung
lawan jenisnya, yang menurut ia menarik dan membuat dirinya suka dengan
lawan jenisnya, dan dapat merasakan getaran-getaran itu walaupun ia tidak bisa
mendengar dan berbicara, namun bisa diutarakan perasaannya melalui bahasa
tubuh/bahasa isyarat, ditambah melalui pesan/message melalui sms, Whatsapp,
Facebook, Instagram dan aplikasi sosial media lainnya yang mempunyai banyak
fitur-fitur/gambar-gambar emoji (ekspresi) yang mendukung itu semua.
Dikarenakan masa peralihan dari kanak-kanak ke masa remaja ini (puber) maka
hal demikian menjadi anak bertindak sesuai dengan kemampuan hatinya dan sulit
bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Perubahan dari
masa kanak-kanak ke masa remaja merupakan masa yang sulit untuk orang tua
maupun guru, karena pada masa ini butuh perhatian yang khusus dalam segala hal.
Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan sikap dan perilaku yang
terjadi pada masa remaja merupakan akibat dari perubahan sosial pada akibat dari
perubahan kelenjar yang berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Kurangnya

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 1


pembelajaran hati nurani, moral yang diterima anak puber dari orang tua, kakak-
adik, guru-guru dan teman-teman kemungkinan akan terjadi perubahan psikologi
yang buruk. Semakin baik lingkungan yang diterima akan berdampak pula pada
komunikasi dan pembentukan perilaku yang positif. Untuk itu peneliti merasa
perlu untuk melakukan observasi dengan judul “Permasalahan Peserta Didik
Usia Menengah Pada Anak Tunarungu (Studi Kasus di SLB Plus Raharja
Mandiri Sumedang)”

1.2. Identifikasi Masalah


Berkaitan dengan latar belakang diatas, masalah-masalah dalam penelitian
dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
- Remaja - Pelajar SMPLB
- Masalah remaja - Masalah Pelajar SMPLB
- Perkembangan Peserta Didik - Faktor penyebab masalah-masalah tersebut
- Psikologi remaja - Solusi dari permasalahan
- Perilaku remaja

1.3. Batasan Masalah


Berkaitan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas
maka masalah yang mencakup penelitian ini terlalu luas, sehingga memerlukan
waktu dan biaya yang cukup. Untuk itu, masalah-masalah tersebut perlu dibatasi
ruang lingkupnya sebagai berikut :
- Masalah yang dihadapi peserta didik usia menengah (SMPLB).
- Penyebab terjadinya permasalahan yang dihadapi peserta didik usia
menengah (SMPLB).
- Solusi dari permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah
(SMPLB).

1.4. Rumusan Masalah


Berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 2


- Masalah apakah yang dihadapi peserta didik usia menengah (SMPLB)?
- Apakah penyebab terjadinya permasalahan yang dihadapi peserta didik
usia menengah (SMPLB)?
- Bagaimanakah solusi dari permasalahan yang dihadapi peserta didik usia
menengah (SMPLB)?

1.5. Rumusan Tujuan


Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka perlu dirumuskan rumusan
tujuan sebagai berikut :
- Permasalahan-permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah
pada Anak Tunarungu (SMPLB).
- Penelitian ini berusaha menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi
peserta didik usia menengah pada Anak Tunarungu (SMPLB).
- Penelitian ini berusaha menguraikan penyebab terjadinya permasalahan
yang dihadapi peserta didik usia menengah pada Anak Tunarungu
(SMPLB).
- Penelitian ini berusaha menguraikan solusi dari permasalahan yang
dihadapi peserta didik usia menengah pada Anak Tunarungu (SMPLB).

1.6. Metode Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti melakukan metode penelitian sebagai berikut :
a. Tempat : SLB Plus Raharja Mandiri Sumedang
b. Waktu : Desember 2018
c. Subjek :
1) Siswa Kelas 8 Plus Raharja Mandiri Sumedang
2) Guru Wali Kelas (merangkap Guru BK)
3) Orang tua / Wali Siswa
d. Prosedur
1) Wawancara
2) Angket

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Peserta Didik

2.1.1. Peserta Didik


Peserta didik merupakan sumberdaya utama dan terpenting dalam
proses pendidikan formal. Tidak ada peserta didik, tidak ada guru. Peserta
didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa
peserta didik. Karenanya kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam
proses pendidikan formal atau pendidikan yang dilembagakan dan menuntut
interaksi antara pendidik dan peserta didik. Tentu saja, optimasi pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik diragukan perwujudannya, tanpa kehadiran
guru yang professional.
Sebutan “Peserta didik“ dilegitimasikan dalam produk hukum
kependidikan Indonesia. Agaknya, sebutan “peserta didik” itu menggantikan
sebutan “siswa” atau “pelajar” atau student. Akan tetapi, kalau benar sebutan
“peserta didik” merupakan padanan kata “siswa” dan sebutan terakhir ini
untuk mereka yang belajar pada jenjang sekolah menengah ke bawah; oleh
karena itu tradisi kita mereka yang belajar di perguruan tinggi disebut
mahasiswa, apakah ini akan disebut “mahapeserta didik”?
Dengan demikian, penggantian kata “siswa” menjadi “peserta didik”,
agaknya lebih pada kebijakan untuk seakan-akan ada reformasi pendidikan di
negara kita ini. Pada sisi lain, di dalam literature akademik, sebutan peserta
didik (educational participant) umumnya berlaku untuk pendidikan orang
dewasa (adult education), sedangkan untuk pendidikan “konvensional”
disebut siswa. Namun demikian, karena sebutan “peserta didik”, sudah
dilegitimasi di dalam perundang-undangan pendidikan kita. Di dalam UU No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), peserta
didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 4


pendidikan formal maupun pendidikan non formal, pada jenjang pendidikan
dan jenis tertentu. Peserta didik juga dapat didefnisikan sebagai orang yang
belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu
dikembangkan. Potensi dimaksud umumnya terdiri dari tiga kategori, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.2. Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

Peserta didik usia 12 – 19 tahun merupakan periode remaja transisi,


yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Periode ini
merupakan masa perubahan yang sangat besar. Selama periode ini
pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektual terjadi dengan kecepatan yang
“memusingkan”, menentang peserta didik sebagai remaja untuk
menyesuaikan diri dengan suatu bentuk “tubuh baru”, identitas sosial, dan
memperluas pandangannya tentang dunia.

Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia
ini, baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan dan pertumbuhan itu
merupakan pengalaman tersendiri bagi remaja. Dalam rentang beberapa tahun
ini peserta didik mempersiapkan diri menjadi anggota masyarakat dewasa
yang mandiri dan berkontribusi kepada masyarakat. Dimensi perkembangan
psikoseksua pun mengalami pematangan yang luar biasa. Peserta didik akan
mengalami serta melewati masa pubertas. Pubertas adalah waktu
perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanak-kanak dan
awal kematangan seksual. Meskipun pubertas dapat dimulai pada waktu yang
berbeda bagi masing-masing peserta didik, baik peserta didik perempuan
maupun laki-laki umumnya menyelesaikan masa ini tanpa masalah.

2.2. Permasalahan yang Dihadapi Peserta Didik Usia Menengah (SMPLB)


Banyak permasalahan yang dihadapi peserta didik yang dihadapi peserta
didik usia menengah. Hal yang paling berpangaruh disebabkan, peserta didik usia
menengah merupakan fase yang belum stabil. Begitu banyak hal yang bisa
menjerumuskan peserta didik ke masalah-masalah tertentu. Permasalahan yang

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 5


dihadapi peserta didik usia sekolah menengah dalam bentuk perilaku. Berikut ini
merupakan lima daftar masalah yang selalu dihadapi peserta didik usia menengah.
Pertama, Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang
dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang
dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan
remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam mengikuti
berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori
perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan
pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada
seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri. Kedua, Perilaku
menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada remaja
merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan
gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui
bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja
mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya
konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan
munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan.
Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang
selalu menghantui dirinya. Ketiga, Penyesuaian diri yang salah (behaviour
maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya
didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa
mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan
melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada
remaja di sekolah menengah. Keempat, Perilaku tidak dapat membedakan
benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah
tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct
disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering
menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil
orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak.
Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punishment) pada anak

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 6


saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah
(reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja
di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan
perilaku anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan
aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya. Selain itu,
conduct disorder juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional
deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke
unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. Kelima, Attention Deficit
Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian
dan tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak
dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif
biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil
dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif
tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat
mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan
dalam bermain bersama dengan temannya.

2.3. Solusi dari Permasalahan yang Dihadapi Peserta Didik Usia Menengah
(SMPLB)

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai seorang orang tua,
pendidik, ataupun lembaga-lembaga pendidikan. Pertama, memberikan
kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan
bersama. Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan
masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan
para remaja. Dalam hati sanubari para remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat,
pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan
itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun
dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu
otoriter dan begitu bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-
lembaga pendidikan perlu membuka kesempatan untuk mengadakan dialog

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 7


dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak, entah dalam lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Kedua, menjalin pergaulan yang tulus. Dewasa ini
jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah jauh
berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap
memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani
mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak di cap sebagai
orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai
orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman. Ketiga, memberikan
pendampingan, perhatian dan cinta sejati. Ada begitu banyak orangtua yang
mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa
egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintai
anak secara sempurna. “Saya telah memberikan segala-galanya”, itulah keluhan
seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di
sekolah dan di masyarakat. “Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih”,
katanya. Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan
merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-
tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan “kasih sayang” yang dalam masa
perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan
dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-
perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog,
maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk
terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya. Lewat kondisi dan suasana hidup
dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di
atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan
kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-
tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan
benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri
yang sebenarnya.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 8


BAB III
HASIL PENELITIAN

3.1. Permasalahan yang Dihadapi Peserta Didik Usia Menengah (SMPLB)

3.1.1. Berdasarkan Hasil Angket


Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah (SMPLB)
berdasarkan hasil angket yang dibagikan, dari responden disekitar lingkungan
sekolah :
a. 64 % responden mengaku permasalahan yang sering mereka
hadapi adalah kesulitan dalam memahami pelajaran.
b. 20 % responden mengaku permasalahan yang sering mereka
hadapi adalah kesulitan dalam sosialisasi dengan teman.
c. 14 % responden mengaku permasalahan yang sering mereka
hadapi adalah masalah percintaan.
d. Tidak ada responden yang mengaku kesulitan dalam finansial
ataupun permasalahan keluarga ( 0% ).
e. 2 % responden mengaku permasalahan yang sering mereka hadapi
adalah permasalahan lainnya.
Berdasarkan permasalahan yang bersifat umum di atas, penulis
memberikan pertanyaan tambahan untuk lebih mengerucutkan lagi
permasalahan yang dihadapi responden dengan meminta responden
memberikan deskripsi singkat permasalahan yang mereka hadapi. Hasinya
adalah :
a. 40 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi
adalah kesulitan memahami pelajaran Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris.
b. 10 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi
adalah guru atau pendidik yang tidak menyenangkan.
c. 2 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi adalah
pelajaran yang dinilai kurang ataupun tidak menarik.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 9


d. 12 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi
adalah kesulitan dalam menyelesaikan tugas ataupun kesulitan
dalam menyelesaikan soal pada saat ulangan.
e. 2 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi adalah
penyakit yang sedang mereka derita kadang mengganggu.
f. 16 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi
adalah ketidaktersediaannya ruang belajar. Di SLB Plus Raharja
Mandiri Sumedng memang kekurangan ruang belajar.
g. 4 % responden mengaku permasalahan yang mereka hadapi adalah
konflik dengan pacar yang berkepanjangan yang menimbulkan
banyak masalah lain. Seperti pelajaran dan permasalalahan dengan
temannya.
h. 14 % responden tidak memberikan jawaban atau tidak
memberikan spesifikasi permasalahan mereka.
3.1.2. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Guru Wali Kelas Merangkap
Guru BK
Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah (SMPLB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru Wali Kelas Merangkap Guru BK
di SLB Plus Raharja Mandiri Sumedang, permasalahan yang dihadapi peserta
didik begitu heterogen. Mulai dari masalah mengenai kesulitan memahami
pelajaran, konfik dengan teman ataupun kekasih, bolos, merokok, hingga
berkelahi dan ngelem.
Banyak hal yang menyebabkan peserta didik bermasalah, terutama
fackor internal dari keluarga si peserta didik. Kebanyakan peserta didik
memberikan “respon” yang negatif sebagai bentuk protes dengan orang tua
yang tidak memperhatikan mereka. Orang tua di era modern ini terkadang
lebih sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka melupakan bahawa si anak
tidak sekedar membutuhkan materi namun cinta. Dan kasih sayang teramat
penting serta jauh lebih mereka butuhkan.
Kemajuan teknologi informasi di era globalisasi ini tak mampu
terhindarkan. Keberadaan internet yang begitu bebas diakses dimanapun kita

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 10


berada menjadi momok tersendiri bagi peserta didik. Si peserta didik bebas
mengakses apapun baik melalui komputer, di Warung internet maupun
melalui smartphone. Peserta didik biasanya mengakses hal-hal yang bersifat
porno, kekerasan, ataupun kenakalan-kenakalan lainnya. Walaupun, di SLB
Plus Raharja Mandiri Sumedang telah membuat aturan mengenai pelarangan
membawa telepon seluler masih ada saja siswa yang kedapatan sedang
mengakses film porno. Hal tersebut begitu memalukan dan mengecewakan.
Akibatnya siswa yang kedapatan tersebut diberikan peringatan keras atas
pelanggarannya.
3.1.3. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Orang tua / Wali Siswa
Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah (SMPLB),
berdasarkan hasil wawancara dengan Orang tua / Wali siswa ialah
ketiadaannya komunikasi. Saat ini kebanyakan anak lebih senang bercerita
dengan sebayanya atau sahabatnya. Orang tua kehilangan fungsinya sebagai
tempat bercerita dan berbagai keluh kesah dengan anaknya. Ketiadanya
komunikasi antara orang tua dan anak inilah yang menjadi polemik sehingga
menimbulkan masalah lain yang lebih kompleks. Kecenderungan anak
bersikap lebih terbuka kepada teman-temannya kadang merugikan si anak itu
sendiri. Kondisi psikologi anak yang masih labil, serta cenderung terbawa
oleh emosi, bisa mengakibatkan mereka saling membuka aib masing-masing.
Kemudian timbullah permusuhan antar mereka. Tak menutup kemungkinan
dari sebuah permusahan, menjadi dendam yang mendarah daging akhirnya
terjadilah perkelahian diluar sekolah. Hal lain dari keburukan tidak adanya
keterbukaan si anak dengan orang tua ialah, ngelem serta pergaulan bebas
yang kini semakin marak terjadi pada remaja.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 11


3.2. Solusi dari Permasalahan yang Dihadapi Peserta Didik Usia Menengah
(SMP)

3.2.1. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Guru Wali Kelas Merangkap


Guru BK
Solusi dari Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah
(SMPLB), berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK adalah sebagai
orang tua janganlah terlalu fokus pada pemenuhan materi si peserta didik.
Pihak sekolah dan orang tua sebaiknya bekerja sama dalam memanatau anak,
disebabkan kebebasan si peserta didik dalam mengakses internet, jangan
sampai hal yang diakses peserta didik adalah hal yang tidak pantas mereka
akses.
Hal lain yang dapat dilakukan ialah ketika menghadapi masalah
peserta didik ketika si peserta didik begitu hobby terhadap berkelahi ialah :
Pertama, Memberikan pengajaran kepada peserta didik untuk tidak
menyelesaikan permasalahnnya dengan kekerasan. Kedua, memperbanyak
kegiatan Ekstrakuliler di Sekolah. Ketiga, mengajajarkan kepada peserta
didik ilmu bela diri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk
menyelamatkan orang bukan menyakiti orang lain.
Ketika Si peserta didik hobby merokok, hal dapat kita lakukan ialah :
Pertama, jangan membiarkan komunikasi antara si peserta didik dengan
orang tuanya terputus. Kedua, pihak sekolah haruslah menindak tegas peserta
didik yang kedapatan merokok. Ketiga, di Indonesia iklan rokok begitu bebas
wara-wiri. Seharusnya iklan rokok tersebut dibatasi. Keempat, menanamkan
kepada peserta didik jangan sekali-kali mencoba rokok. Kelima, memberikan
contoh, jangan kita hanya melarang si peserta didik untuk merokok. Tetapi
orang tua ataupun pihak pendidik malah merokok di depan si peserta didik.
Keenam, mengajarkan kepada peserta didik untuk berhati-hati memilih
teman.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 12


3.2.2. Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Orang tua / Wali Siswa
Solusi dari Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia menengah
(SMPLB), berdasarkan hasil wawancara dengan Orang tua / Wali siswa
berdasarkan contoh kasus yang diberikan :
a. Kesulitan memahami pelajaran
Menurut orang tua / wali siswa jika peserta didik mengalami
kesulitan dalam memahami pelajaran, sebagai orang tua kita harus
melakukan beberapa hal. Pertama, sebagai orang tua kita memberikan
fasilitas yang nyaman yang bisa membantu anak memahami
pelajarannya serta sebagai stimulus agar si anak lebih giat belajar.
Seperti ruang belajar yang nyaman serta buku-buku yang menunjang.
Kedua, memberikan les privat dengan pengajar yang handal serta
berkompeten di bidang anak berkebutuhan khusus-pendidikan luar
biasa, agar si anak semakin termotivasi untuk belajar lagi. Ketiga,
memasukkan si anak ke bimbingan khusus belajar, yang berkualitas
tinggi yeng memiliki lingkungan yang baik. Agar si anak selain
memiliki pengalaman yang baik, sekaligus mengajarkan anak
bersosialisasi dengan lingkungan luar. Keempat, memberikan hadiah.
Jika si anak mendapatkan nilai yang bagus, si anak dapat diajak
berjalan-jalan keluar kota, seperti Bali, Jakarta, Bandung, Pekanbaru
ataupun Manado. Hal ini juga dapat membuat si anak mencintai
Negerinya.
b. Sosialisasi dengan teman
Dalam hal sosialisasi dengan teman, jika si anak mendapatkan
masalah, sebagai orang tua langkah awal yang dapat ditempuh ialah,
menanamkan rasa percaya diri anak. Kita harus memberikan stimulus
jika si anak adalah seorang yang pandai bergaul dan mudah
mencairkan suasana. Kedua, memasukkan si snak kedalam kelompok-
kelompok yang menaungi minat dan bakat si snak, agar si anak
merasa memiliki persamaan dan tidak canggung lagi untuk
bersosialisasi. Ketiga, memasukkan si anak pada sekolah agama/TPA

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 13


agar membuat si anak mendapatlan pendidikan yang religous dan
memahami dirinya dengan Tuhan serta membantu anak lebih hakikat
manusia agar dia lebih memahami dirinya, Tuhan dan masyarakat.
Keempat, agar orang tua lebih mudah mengontrolnya sosialisasinya,
jika ada tugas kelompok ataupun belajar bersama, baiknya diadakan di
rumah. Kelima, mengajak si anak berlibur dengan teman-temannya,
seperti ke pantai ataupun ke wisata kebun.
c. Percintaan
Dalam hal masalah percintaan, sebagai orang tua yang memiliki
anak sedang menempuh pendidikan di usia SMPLB baiknya kita
arahkan mereka untuk janganlah dulu. Namun, kitapun tidak berhak
menghambat masa pubertas yang sedang mereka jalani oleh karena itu
kita buat mereka sibuk melakukan hal-hal yang positif, agar fikiran
mereka teralihkan ke hal-hal positif tersebut. Pemakaian internet pun
harus dibatasi situs jejaring sosial facebook, Instagram di rumah harus
diblokir. Kitapun harus membimbing si anak, jika dia memiliki pacar,
teman special atau apapun istilah, sebaiknya dia harus berhati-hati
agar tidak patah hati nanti si anak akan sakit hati.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 14


3.3. Hasil Wawancara dengan Salah seorang Peserta Didik

3.3.1. Identifikasi Masalah

Identitas Peserta Didik


Nama lengkap : Leni Dwi Puspita
Jenis Kelamin : Perempuan
Sekolah : SLB Plus Raharja Mandiri Sumedang
Kelas :8
Agama : Islam
Tempat, Tanggal Lahir : Sumedamg, 27 November 2004
Usia : 14 Tahun

Identitas Orang Tua / Wali

Nama Ayah : Asep Solihin


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : S1

Nama Ibu : Cicih Rumtashni


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Ibu : Tata Sudinta


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta

Leni Dwi Puspita, atau akrab disapa Leni adalah siswa yang tergolong
pendiam. Namun, dia tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan
temannya. Dari segi kecerdasan, peserta didik ini juga tidak mengalami
kesulitan yang berarti. Hal yang membuat namanya tercatat di Bimbingan dan

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 15


Konseling, Leni ketahuan membawa Telepon Seluler ( Handphone ). Sesuai
peraturan yang berlaku di SLB Plus Raharja Mandiri, Siswa tidak
diperbolehkan membawa telepon seluler ke sekolah.
Karena Leni ketahuan membawa telepon seluler dia harus berhadapan
dengan Guru Wali Kelas yang merangkap Guru BK (Ibu Ina Ratnanengsih).
Sebagai seorang guru BK, ibu Ina Ratnanengsih memberikan bimbingan
kepada Leni. Namun, hal yang tak pernah diduga, Leni langsung membantah
dan menentang sang Guru BK. Hal itulah yang semakin memperkeruh
keadaan.
3.3.2. Diagnosa Terhadap Kasus Leni
Setelah melakukan Identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah
diagnosis yaitu penetapan masalah. Dalam langkah ini dilakukan
pengumpulan informasi yang bersumber dari guru BK serta dengan tekhnik
pendekatan intrapersonal, dengan responden itu sendiri. Dari informasi yang
telah didapatkan, Leni tampaknya mencari cara untuk menutupi permasalahan
yang telah lama ada pada dirinya.
Menurut Guru Ibu Ina Ratnanengsih, Leni mengalami permasalahan
alot pada keluarganya. Sosok Ayah yang saat ini dia panggilnya Ayah (Tata
Sudinta) bukanlah ayah kandungnya. Ayah kandungnya adalah seorang PNS
yang bernama Asep Solihin. Ibunya (Cicih Rumtashni) bertengkar hebat
dengan Ayah kandungnya Leni (Asep Solihin) karena menikah lagi tanpa
sepengetahuan Ibunya (Cicih Rumtashni). Tetapi Ayah yang sekarang
bersama Leni begitu baik dan kasih sayang.
Setelah menganalisis masalah yang dihadapi Leni, terdapat dua faktor
yang menyebabkan Leni mendapat tekanan Psikis yaitu; Pertama, faktor
Internal atau faktor yang berasal dari dalam diri Leni. Ketika Leni melihat
Ayah Kandungnya dan Ibunya sering bertengkar karena Ayah Leni yang
menikah lagi tanpa sepengetahuan Ibunya, dan bahkan klimaks dari
pertengkaran keduanya yang berakhir perceraian itulah yang membuat Leni
sering murung, tidak bersemangat dan menangis. Kedua, faktor Eksternal
atau faktor yang berasal dari lingkungan Leni. Hal yang begitu disesalkan

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 16


ialah, kembalinya faktor pertengkaran di dalam keluarga yang menjadi
permasalahannya. Leni yang semenjak kecil sudah mengenal sosok Ayah
kandungnya, senang hidup bersama dengan Ayah Kandungnya, bahkan
percaya dengan Ayah kandungnya, namun ternyata mengkhianati hati Leni,
Leni begitu tertekan ketika mendengar ayah kandungnya meninggalkannya.
Setelah melakukan diagnosis, penulis melakukan beberapa bimbingan
secara khusus guna penyelesaian. Solusi terhadap kasus Leni yaitu:
Bekerja sama dengan orang tua siswa, berkomunikasi dengan orang
tua siswa guna penyelesaian masalah. Pemberian motivasi, dukungan dan
arahan positif. Seperti beberapa kemungkinan apabila masalah-masalah yang
dihadapi siswa bisa diselesaikan yaitu : pertama, Prestasi siswa akan bisa
terus meningkat. Kedua, Kemampuan bakat siswa akan semakin
berkembang. Ketiga, Pandangan siswa tentang masa depannya akan lebih
cerah. Keempat, Siswa akan kembali mempunyai semangat belajar yang
tinggi.
Adapun kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi apabila
masalah yang dihadapi siswa tidak bisa diselesaikan : Pertama, Semangat
belajar siswa akan semakin menurun dan semakin memburuk. Kedua,
Prestasi siswa akan semakin menurun. Ketiga, Siswa akan semakin terpuruk
dan akan menjadi siswa yang berperilaku negatif. Keempat. Kemampuan
bakat siswa akan terpendam dan tidak bisa berkembang. Kelima, Siswa tidak
akan punya pandangan ke depan untuk masa depannya ( cita-cita ). Keenam,
Hubungan siswa dengan kedua orang tuanya akan semakin memburuk.
3.3.3. Alih Tangan Kasus
Dari jenis masalah yang sedang dihadapi Leni, penulis belum
melakukan alih tangan khusus, mengingat kasus tersebut juga menyangkut
urusan rumah tangga keluarga Leni pihak sekolah maupun guru, hanya
memberi solusi, bimbingan, arahan positif kepada pihak orang tua maupun
kepada Leni, guna mengembalikan semangat belajar yang tinggi, serta sikap
dan perilaku Leni kedepannya semakin baik dan lebih beretika.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 17


3.3.4. Bimbingan untuk Mengatasi Masalah
Adapun bimbingan yang dapat diberikan kepada siswa untuk
mengatasi masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bimbingan individu. Pihak guru dan orang tua hendaknya mampu
menanamkan keyakinan kepada siswa agar tetap semangat dalam belajar
meskipun siswa menghadapi suatu masalah yang berat.
2. Memberi pengertian kepada siswa untuk mengatur kegiatannya di rumah
ataupun di sekolah, jangan sampai kegiatan bermain mengganggu tugas
utama sebagai siswa yaitu belajar. Mengingatkan kepada siswa bahwa
suatu kemampuan belajar haruslah dikembangkan, dan memotivasi siswa
agar mengoptimalkan belajar sehingga prestasi tidak akan menurun, dan
kemungkinan prestasi akan bisa terus dipertahankan juga semakin
meningkat. Mengusahakan siswa untuk sering bertemu dan belajar
bersama dengan orang yang dipercaya dan mengerti keadaan siswa, dan
interaksi sosial siswa tidak akan terpuruk serta berkembang secara teratur .
3. Mengusahakan siswa untuk bisa terbuka kepada orang tua ataupun guru
pembimbing, agar jika siswa mengalami masalah maka guru pembimbing
maupun orang tua bisa memberikan solusi. Menciptakan kedisiplinan
kepada anak, orang tua atau pun guru pembimbing dapat menciptakan
disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan.
4. Kerjasama dengan orang tua juga sebaiknya mampu memberikan
perannya dalam hal-hal berikut : Orang tua hendaknya memberikan
perhatian yang penuh kepada siswa, agar dapat menambah semangat
siswa, untuk belajar lebih baik lagi, meskipun keadaan orang tua kurang
harmonis. Orang tua hendaknya memberikan semangat kepada siswa agar
selalu giat belajar. Orang tua harus selalu mengingatkan kepada siswa
untuk memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar.
5. Kerjasama dengan guru. Guru hendaknya melakukan pendekatan-
pendekatan kepada siswa dan memberi motivasi siswa untuk terus belajar,
mempertahankan prestasinya. Guru sebaiknya bertanya langsung kepada

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 18


siswa guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya hendaknya
mencari situasi yang tepat untuk berkomunikasi secara terbuka dengan
siswa, setelah itu ajak anak untuk mengungkapkan penyebabnya malas
belajar .
Guru hendaknya memberi perhatian yang khusus kepada siswa guna
keberhasilan siswa dalam belajar, dan melakukan bimbingan dalam bentuk
tambahan waktu belajar, Guru seharusnya melakukan hubungan kerjasama
yang baik dengan orang tua dan melaporkan kepada orang tua tentang
perkembangan siswa dalam belajar. Guru hendaknya menegakkan
kedisiplinan kepada siswa, bilamana siswa melakukan suatu pelanggaran saat
belajar dan siswa meninggalkan kesepakatan yang telah disepakati, apabila
siswa melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat
fisik, untuk mengalihkannya gunakan konsekuensi logis yang yang dapat
diterima oleh akal pikiran siswa.
3.3.5. Tindak Lanjut
Dalam upaya memberikan layanan terhadap Leni dan siswa lain yang
juga mengalami Tekanan Psikis akibat Permasalahan keluarga, penulis
merekomendasikan pihak sekolah untuk melakukan beberapa kegiatan
diantaranya :
1. Memberikan motivasi Intrinsik dan ekstrinsik
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi yang dimaksud adalah pemberian dorongan yang
berasal dari dalam diri individu dan guru memberikan dorongan
untuk siswa belajar. Karena motivasi intrinsik memiliki pengaruh
yang efektif karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak akan
tergantung pada motivasi dari luar. Guru memberikan dorongan
kepada siswa yang bersumber pada diri individu untuk lebih maju,
lebih kreatif dan bersifat positif dalam menghadapi suatu masalah.
b. Motivasi Ekstrinsik
Adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetepi memberi
pengaruh terhadap kemauan belajar siswa. Seperti pujian, peraturan,

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 19


tata tertib, teladan guru, orang tua.
Jadi guru memberikan dorongan spiritual kepada siswa, berupa
memberi pujian kepada siswa, memberi tata tertib, menciptakan
kedisiplinan di sekolah ataupun di rumah, guru memberi contoh
teladan yang baik kepada siswanya, dengan begitu siswa tidak akan
berbuat melanggar peraturan dalam kegiatan pembelajaran, siswa pun
akan merasa nyaman, tanpa beban dan masalah.
2. Pihak sekolah hendaknya menyediakan guru pembimbing khusus
guna mengatasi kasus Leni ataupun kasus perkembangan belajar
lainnya. Mungkin dengan adanya guru pembimbing khusus siswa
akan dengan mudah menceritakan setiap masalah belajarnya kepada
guru pembimbing, dengan begitu guru pembimbing akan memberi
solusi langsung kepada siswa untuk menyelesaiakan masalahnya tanpa
harus siswa berbuat semaunya sendiri karena merasa patah semangat
dan putus harapan dengan mengahadapi berbagai masalah yang
dihadapi .

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 20


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari semua uraian yang telah dibahas, maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan belajar mengajar, tidak hanya didukung dari pihak sekolah saja, namun
orang tua juga berperan penting dalam perkembangan belajar peserta didik. Orang
tua dan pihak sekolah harus sama-sama mendukung proses pembelajaran peserta
didik guna membentuk karakter siswa. Peserta didik usia menengah Anak
Tunarungu (SMPLB) pada umumnya masih banyak memerlukan dukungan,
bimbingan, arahan, perhatian dari orang tua untuk memotivasi belajarnya, bukan
hanya dari pihak sekolah saja.
Dan pada dasarnya bimbingan atau arahan merupakan proses memberikan
bantuan kepada pihak peserta didik agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman
akan diri sendiri dan sekitarnya, yang selanjutnya dapat diambil keputusan untuk
melangkah maju guna menolong diri sendiri dalam menghadapi berbagai masalah.
Dimana bimbingan dan pendidikan anak usia dini sangatlah dibutuhkan guna
membentuk karakter dasar siswa

4.2. Saran
4.2.1. Bagi Guru
Diharapkan pihak sekolah memperhatikan masing – masing peserta
didiknya, khususnya siswa yang terlibat dalam masalah. Pihak sekolah
diharapkan tidak hanya menjadi fasilitator bagi peserta didik namun juga
sebagai motivator. Diharapkan ada kerjasama, komunikasi yang terus berjalan
antara sekolah dengan wali peserta didik. Diharapkan pihak sekolah dapat
mengetahui perkembangan belajar masing-masing peserta didiknya,
khususnya peserta didik yang terlibat dalam masalah sehingga tidak akan
membuat peserta didik mengurangi semangat belajar.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 21


4.2.2. Bagi Orang tua
Sebaiknya orang tua tidak memperlihatkan pertengkarannya ataupun
permasalahannya di depan anak-anaknya, banyak meluangkan waktu untuk
memperhatikan perkembangan belajar anaknya di sekolah ataupun di
rumah. Hendaknya orang tua jangan sampai bertengkar di depan anak,
karena itu akan semakin membuat anak terpuruk, merasa menyerah, kurang
diperhatikan, putus harapan. Orang tua hendaknya memberikan keleluasaan
kepada anak untuk menentukan pilihannya, namun dalam pengawasan orang
tua.
Selalu memberikan motivasi, semangat arahan-arahan yang mengarah
pada hal positif. Orang tua seharusnya bekerja sama dengan sekolah, agar
saat anak merasa terpuruk karena orang tua, orang tua dapat meminta
sekolah untuk memotivasi anak, memberi semangat, agar hal tersebut tidak
sampai mengurangi semangat belajarnya. Orang tua seharusnya menjadi
tempat bersandar anak, berbagi keluh kesah, memberi perhatian, sehingga
anak akan merasa nyaman untuk menceritakan masalah yang dihadapi.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 22


DAFTAR PUSTAKA

Danim, Prof. Dr. Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik.


Bandung : Alfabeta.
Anonim, 2008. Masalah dan Solusi Remaja di Sekolah : Diakses tanggal
30 November 2018.
Marzilina, 2009. Masalah yang dihadapi oleh Siswa : diakses tanggal 30
November 2018.

Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 23


Permasalahan Peserta Didik Usia Menengah Pada Anak Tunarungu 24

Anda mungkin juga menyukai