NIM : 06071382126073
Kelas : Palembang
Sumber
c. Bagaimana fenomena tawuran antar pelajar dalam perspektif bimbingan dan konseling?
Penyelesaian
Dalam Jurnal A. Said Hasan Basri yang berjudul “FENOMENA TAWURAN ANTAR
PELAJAR DAN INTERVENSINYA” Fenomena tawuran antar pelajar, dan usaha
menemukan jalan keluar yang tepat, pada intinya tidak dapat ditinjau dari satu atau dua
sisi semata. Misalnya hanya dilihat dari faktor psikologis pelajar, hal ini berarti harus
menata kembali kondisi emosional remaja yang tidak stabil itu. Perasaan yang cedera
karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman, maupun lingkungannya sejak
kecil. Trauma-trauma dan konflik-konflik dalam hidupnya harus diselesaikan, dan mereka
harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Artinya, memberikan
lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan pelajar sebagai
remaja dengan baik, akan banyak membantu dalam mengurangi insiden tawuran. Di sisi
lain, jika dilihat dari berbagai faktor yang memicu pelajar untuk terlibat tawuran seperti
yang diuraikan di atas, maka pendekatan penangan yang tepat tentu tidak cukup satu atau
dua pendekatan semata, tetapi perlu pendekatan program komprehensif dan multisektor.
Program yang lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada tawuran,
yang memiliki komponenkomponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang
berdiri sendiri sebagai panah ajaib yang dapat memerangi tawuran. Program harus sudah
dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan
berperilaku, termasuk tawuran. Program harus diarahkan pada institusional (sekolah)
daripada pada perubahan individual, yang menjadi fokusnya adalah meningkatkan
kualitas pendidikan yang berkesinambungan. Maka dari itu, sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa adaptasi program prevensi dalam kesehatan mental, yaitu
upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu gangguan, kerusakan atau
kerugian bagi seseorang atau masyarakat adalah salah satu solusi. Melalui program ini
harapannya dapat mengurangi risiko terjadinya tawuran antar pelajar, karena
sesungguhnya tawuran antar pelajar tersebut merupakan salah satu bentuk penyimpangan
perilaku, dan penyimpangan perilaku dapat dikategorikan sebagai bagian dari
ketidaksehatan mental. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Di samping itu, pola emosi pada masa remaja
seringkali mudah marah, mudah dipengaruhi atau diprovokasi, dan cenderung meledak,
serta tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Adapun pola pengungkapan amarahnya
biasanya dengan menggerutu, tidak mau bicara, atau dengan suara keras mengkritik orang
yang menyebabkan marah, apalagi jika diperlakukan seperti anak kecil atau mendapat
perlakuan tidak adil.Untuk lebih memahami bagaimana sebenarnya remaja dan masalah
yang melingkupinya. Perlu kiranya memahami beberapa karakteristik khas dari masa
remaja itu sendiri.
Sumber
Basri, A. (2015). Fenomena tawuran antar pelajar dan intervensinya. Hisbah: Jurnal
Bimbingan dan Konseling Islam, 12(1), 1-25.
d. Sebagai guru BK, alternative seperti apa yang akan Anda berikan untuk mencegah
peristiwa tersebut terjadi?
Penyelesaian
Yang akan saya lakukan yaitu
1. Mengidentifikasi siswa-siswa yang berisiko terlibat tawuran.
2. Memberikan pendidikan moral, sekaligus pendidikan tentang dampak kenakalan
remaja termasuk di dalamnya adalah tawuran.
3. Setiap guru wajib menjadi seorang figur yang baik, sabar yang dapat dicontoh oleh
para pelajar.
4. Memberikan perhatian (sebagai wujud dukungan sosial di sekolah) dan motivasi yang
lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri.
5. Memfasilitasi para pelajar untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
sesuai bakat dan minatnya.
6. Membentuk kelompok fasilitator teman sebaya.
2. Sebagai seorang guru kita selalu dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang
beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan
berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun tidak sedikit pula siswa yang justru dalam
belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh
siswa adalah underachiever yaitu keadaan dimana prestasi yang diperoleh siswa tersebut di
bawah tingkat kecerdasan atau IQ yang dimilikinya. Masalah kesulitan belajar siswa
underachiever dapat memberikan dampat negative terhadap prestasi belajarnya. Oleh karena
itu, sebagai guru BK perlu untuk membantu mengatasi permasalahan siswa underachiever
agar mencapai hasil maksimal sesuai dengan kemampuan dan IQ yang dimilikinya.
Sumber
b. Sebagai guru BK, strategi apa yang akan Anda lakukan untuk membantu siswa
underachiever tersebut?
Penyelesaian
Yang akan saya lakukan yaitu sebagai seorang konselor saya harus berusaha bekerja sama
dengan guru dan murid untuk sama-sama menciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Lalu bekerja sama dengan guru untuk menyeimbangakan kegiatan, maksudnya adalah
seimbang antara kegiatan yang terstruktur dan yang tidak terstruktur (penuh dengan
kreativitas), mempertimbangkan gaya belajar anak.Sebelum persiapan dari rencana ini,
saya akan terlebih dahulu harus memiliki data mengenai potensi-potensi yang menonjol
pada anak-anak yang underachiever ini, agar pada beberapa kegiatan bisa di tampilkan
atau bahkan diberi kesempatan untuk menjelaskan kepada teman-temannya di sesi yang
tidak terstruktur. Dan pastinya saya akan bekerja sama dengan orang tua untuk
memahamkan kepada setiap orangtua bahwa masing-masing anak unik, jadi tidak bisa
dipaksakan bahwa setiap anak harus bisa dalam segala hal. Sehingga orang tua bisa
menerima dan tidak hanya berfokus pada masalah yang muncul tapi juga pada
potensinya.
c. Apa dampak yang akan terjadi, jika siswa underachiever tidak segera mendapatkan
bantuan dari guru BK?
Penyelesaian
Jika siswa underachiever tidak mendapat bantuan dari guru bk maka yang akan terjadi
yaitu
1. rasa harga diri yang rendah
2. siswa tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki danmerasa tidak mampu
melakukan apa yang menjadi harapan orang tua dan guru
3. siswa juga cenderung pasif dan menghindari hal-hal yang menjadi tanggung
jawabnya di sekolah. Penelitian (Mufidah, 2021) juga menemukan bahwa siswa
yang mengalami underachiever cenderung menarik diri dari pergaulan tidakmandiri
4. sulit mengekspresikan dirinya secara bebas
5. merasa tidak berartidi lingkungannya
3. Pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus merupakan alternatif solusi bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK). Namun, untuk melepas sifat diskriminasi dalam pelayanan
peserta didik, akhirnya sampai saat ini ABK diperbolehkan untuk mengikuti proses belajar di
sekolah pada umumnya bersama teman seumuran mereka. Disejumlah wilayah atau desa,
pemerintah sudah banyak memperbolehkan peserta didik berkebutuhan khusus untuk ikut
pendidikan di sekolah umum. Dan saat ini sudah banyak sekolah yang menerapkan program
inklusi. Dengan adanya program tersebut setiap sekolah semakin membutuhkan adanya guru
BK yang khusus menangani anak-anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan hal di atas menurut Anda apa bentuk urgensi bimbingan konseling bagi
anak berkebutuhan khusus?
Penyelesaian
Di dalam jurnal Lutfi Isni Badiah yang berjudul “URGENSI BIMBINGAN DAN
KONSELING BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH
INKLUSI” Konselor juga diharapkan untuk selalu meningkatkan kompetensinya
dalam melayani siswa ABK. Kompetensi yang harus dikuasai minimal ada 3 sudut
kajian, yaitu: (1) kompetensi pribadi, (2) kompetensi inti, dan (3) kompetensi
pendukung. Dalam rangka mengoptimalkan pendidikan siswa ABK di setting
pendidikan inklusi, maka standar kompetensi tersebut di atas seyogyanya lebih
dikuasai oleh konselor. Selain itu tambahan kompetensi yang berkaitan dengan
pemahaman perilaku individu dalam konteks kebersamaan antara ABK dengan anak
normal merupakan tuntutan yang tidak dapat dipungkiri
Sumber Badiah, L. I. (2017, August). Urgensi Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Sekolah Inklusi. In Seminar Nasional Bimbingan
Konseling Universitas Ahmad Dahlan (Vol. 2).
DAFTAR PUSTAKA
Basri, A. (2015). Fenomena tawuran antar pelajar dan intervensinya. Hisbah: Jurnal Bimbingan dan
Konseling Islam, 12(1), 1-25.
YUSUF, N. M. (2022). Diagnostik Kesulitan Belajar Pada Siswa Underachiever. Jurnal Pendidikan
dan Konseling (JPDK), 4(4), 2964-2969.
Mukamila, F. (2020). Strategi Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Siswa
Underachiever di SMP Negeri 1 Tlanakan (Doctoral dissertation, INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI MADURA).