Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini terbukti
dengan peristiwa-peristiwa tawuran para pelajar yang saat ini sedang maraknya terjadi.
Tawuran sudah tidak lagi menjadi pemberitaan yang asing lagi ditelinga kita. Banyaknya
tawuran antar pelajar yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia merupakan sebuah
fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis berasal dari banyak
faktor yang mempengaruhi baik faktor internal ataupun eksternal. Tawuran pelajar bukan
hanya mengakibatkan kerugian harta benda atau korban cedera tetapi bisa sampai
merenggut nyawa orang lain

Pada saat bersamaan masyarakat hanya bisa menyaksikan kekerasan demi


kekerasan terjadi antara mereka dan sering kali mencaci perbuatan mereka tanpa berusaha
mencari solusi yang bijak akan permasalahan tersebut. Memojokkan mereka dari sudut
pandang negatif yang ada, seolah-olah seperti seorang terdakwa yang telah mendapat vonis
hukum, yang dipastikan sebentar lagi akan masuk penjara. Padahal sebenarnya tidak bisa
dikatakan sepenuhnya bahwa kesalahan itu berasal dari dalam diri atau faktor internal
pelajar itu sendiri.

Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan remaja menjadi sangat penting untuk
menciptakan suasana yang bersahabat dengan mereka. Masyarakat sering tidak peka
terhadap respons yang ditimbulkan remaja. Sehingga tidak sedikit remaja mengalami
semacam gejolak jiwa yang berupa agresi guna menunjukkan keberadaan mereka dalam
suatu lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Jalanya Masalah
2. Seberapa Luas Masalah Tersebar Pada Bangsa Dan Negara
3. Penanganan Pemerintah Dan Seseorang Bertanggung Jawab Dalam memecahkan Masalah
4. Kebijakan Tentang Masalah Tersebut
5. Perbedaan Pendapat, Organisasi yang berpihak pada masalah ini
6. Pemerintah Yang Bertanggung Jawab Tentang Masalah Ini

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui bagaimana jalannya masalah tersebut
2. Mengetahui seberapa luas masalah tersebar pada bangsa dan Negara
3. Mengetahui mengapa masalah harus ditangani pemerintah dan haruskah seseorang
bertanggung jawab memecahkan masalah
4. Mengetahui tentang adanya kebijakan tentang masalah tersebut
5. Memgetahui adakah perbedaan pendapat ,siapa organisasi yang berpihak pada masalah ini
6. Mengetahui apa tingkat atau lembaga pemerintah apa yang bertanggung jawab tentang
masalah ini
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Jalannya Masalah

Belakangan ini tawuran semakin marak di kalangan pelajar. Tawuran antar pelajar saat ini
sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan di lingkungan
sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah
atau sekitar saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, dan mengakibatkan pengrusakan
fasilitas publik.

Hal ini dikarenakan senjata yang dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat
tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu
lawan satu. Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di
sekeliling (batu dan kayu). Mereka juga memakai senjata tajam senjata yang bisa
merenggut nyawa seseorang. Contohnya pisau, besi, dan lainnya.

Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya
dipicu karena permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang
menyebabkan pengelompokan berdasarkan hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak
nakal, kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin. Pengelompokan tersebut yang
biasanya dikenal dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi
antara dua kelompok yang beda sekolah.
Faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran antar pelajar:

1. Faktor Internal

Faktor internal ini terjadi di dalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui
proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan di sekitarnya dan
semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak
mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. .

Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala
masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu,
ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian.
Mereka biasanya mudah frustrasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap
orang-orang di sekitarnya.

2. Faktor Eksternal
A. Faktor Keluarga

Keluarga adalah tempat di mana pendidikan pertama dari orang tua diterapkan. Jika
seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan di dalam keluarganya maka setelah
ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidakharmonisan keluarga juga bisa
menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja
dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figur teladan yang baik bagi anak. Jadi di
sinilah peran orang tua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berperilaku baik.

B. Faktor Sekolah

Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun
juga pandai secara akhlaknya. Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk
siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu.
Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup
kesabaran dalam mendidik anak muridnya akhirnya guru tersebut menunjukkan
kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu di sinilah
peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.

C. Faktor Lingkungan

Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan
remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan
membentuk pola kekerasan di pikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi
anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para
pelajar di sekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.

D. Faktor Geng

Hampir setiap sekolah terutama sekolah negeri memiliki geng yang didirikan oleh
kakak-kakak kelas, yang kemudian diwariskan kepada adik-adiknya di sekolah. Proses
pewarisan geng ini kepada adik kelas sekaligus menanamkan budaya geng yang harus
ditaati dan dilaksanakan telah menjadikan sekolah sebagai pusat tawuran dan bullying.
Mereka yang sudah telanjur menjadi anggota geng, tidak berani mengundurkan diri, karena
takut mendapat perlakukan kasar dan membahayakan jiwa mereka.

E. Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi juga acapkali menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya


tawuran. Kesenjangan ekonomi antar pelajar, dan persaingan antar sesama, menyebabkan
sering terjadi tawuran di kalangan pelajar dan masyarakat.

2.2. Seberapa luas masalah tersebar pada bangsa dan Negara


Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 ada 188
desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar
atau mahasiswa. Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar
terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan
masing-masing 15 desa/kelurahan yang mengalami kasus serupa.
Perkelahian pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari emosi remaja
yang belum stabil, kondisi keluarga yang tidak harmonis, masalah ekonomi, sosial-budaya,
ataupun lingkungan sekolah dan guru yang kurang mampu mengarahkan siswa untuk
berkegiatan secara positif.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, adanya kasus perundungan


yang mayoritasnya berbentuk tawuran pelajar di satuan pendidikan. Seluruh kasus yang
terjadi di sejumlah daerah itu tercatat melibatkan sekolah di bawah kewenangan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, KPAI mencatat


ada 17 kasus kekerasan yang melibatkan peserta didik dan pendidik. Perundungan yang
terjadi di lingkungan satuan pendidikan, namun ada juga di luar satuan pendidikan, tetapi
melibatkan peserta didik dari sekolah yang sama, misalnya kasus tawuran antar pelajar.

Kasus-kasusnya terpantau mulai 2 Januari – 27 Desember 2021. Ia menyebutkan,


wilayah kasus-kasus yang terjadi meliputi 11 provinsi, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi tenggara, Kalimantan Utara,
NTT, NTB dan Sumatera Selatan.

Meski pandemi Covid-19, namun tawuran pelajar tetap terjadi. Bahkan menurut
data Polres Kota Bogor, terjadi peningkatan jumlah tawuran pelajar sepanjang tahun 2021.
Retno menuturkan, KPAI mengecam segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan,
sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik.
2.3. Pentingnya pemerintah dan seseorang yang bertanggung jawab dalam

menangani kasus ini

Dalam menghadapi kasus ini, pemerintah harus mengambil langkah yang tepat.
Dengan memaksimalkan hukum yang berlaku, dalam Pasal 170 KUHP berbunyi, "Barang
siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap
orang atau barang diancam dengan pidana penjara 5 tahun 6 bulan. Kemudian, diancam
pidana penjara 7 tahun jika dia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan
yang digunakan mengakibatkan luka-luka; dipidana 9 tahun jika kekerasan mengakibatkan
luka berat; dan pidana penjara paling lama 12 tahun jika kekerasan mengakibatkan maut."

Pelajar yang terlibat tawuran harus ditangkap dan dihukum atau memberikan
arahan di panti rehabilitasi. Kasus tawuran ini ditangani oleh rantai segiempat yaitu pihak
orang tua, pemerintah, masyarakat, dan pihak sekolah.

2.4. Kebijakan tentang kasus tersebut


Permasalahan faktor penghambat dilaksanakannya Kebijakan Integral Terhadap
Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar ialah perundang-undangan yang membatasi aparat
penegak hukum untuk melakukan suatu tindakan. Kemudian faktor sarana dan fasilitas
yang mendukung untuk dilakukannya pembinaan masih terbatas, serta dukungan juga
kesadaran masyarakat masih minim

Saran dalam Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar


terletak pada pengoptimalan upaya preventif dan pemberian sosialisasi, pendekatan dan
pengarahan tentang tindak pidana tawuran agar siswa sadar dan tidak melakukan aksi
tawuran lagi, serta menggalangkan kerjasama dengan instansi terkait untuk memberikan
penyuluha Dan lebih mengarahkan upaya mediasi penal dalam upaya penanggulangan
tawuran antar pelajar.

Kebijakan-Kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar yaitu:


1. Upaya non penal secara preventif yaitu dengan melakukan bimbing teknis kepada siswa-
siswi di sekolah, melakukan kegiatan ekstrakulikuler yang bersifat positif, sosialisasi oleh
pihak Kepolisian terkait tawuran, dan Komunikasi Intensif oleh keluarga.

2. Proses Penal yang dilakukan sampai saat ini hanya melakukan teguran atau pemanggilan
orang tua siswa yang terlibat dalam tawuran serta upaya mediasi penal.Selain itu Pihak
sekolah memperluas jam kegiatan ekstrakulikuler mereka.Kebijakan integral terhadap
Penaggulangan tawuran pelajar dapat dilakukan melalui upaya represif dan upaya
preventif.

Kedua upaya ini bisa berjalan efektif jika peran keluarga, sekolah, maupun penegak
hukum dapat saling berkoordinasi dalam upaya mengurangi kenakalan pelajar yang
melakukan tawuran, karena kedua upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi tawuran
pelajar.

2.5. Perbedaan pendapat,organisasi yang berpihak pada masalah ini


Dalam permasalahan ini tidak ada perbedaan pendapat, semua pihak pemerintahan dan
masyarakat menolak keras adanya tawuran. Pihak kepolisian dan masyarakat turut
menertibkan pencegahan kasus ini
2.6 Tingkat atau lembaga pemerintah yang bertanggung jawab tentang kasus
tersebut
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 59 tentang Perlindungan
Anak, para remaja pelaku tawuran termasuk dalam golongan anak korban perlakuan salah
yang seharusnya mendapatkan perlindungan khusus dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan lembaga negara lainnya dalam bentuk bimbingan nilai agama dan nilai moral,
konseling, dan pendampingan sosial.

Hal tersebut perlu dilakukan karena para remaja mengambil keputusan untuk
melakukan tawuran karena adanya faktor eksternal.
Kasus tawuran merupakan pemicu terjadinya konflik sosial, untuk melindungi anak
dari hal yang dapat memicu terjadinya konflik sosial seperti tawuran, maka Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menginisiasi lahirnya Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial. Salah satu program tersebut
adalah pendidikan damai dan keadilan gender.

Dalam kegiatan ini, anak-anak dan remaja diajarkan agar tidak melakukan aksi
tawuran. Walaupun begitu, penanganan yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat
berjalan maksimal jika tidak didukung oleh masyarakat, keluarga, pihak sekolah untuk
mencegah tawuran antar pelajar.

Untuk melakukan pencegahan tawuran antar pelajar, pihak sekolah sangat


dibutuhkan untuk mensosialisasikan bahaya tawuran melalui mata pelajaran atau melalui
kerjasama dengan pihak yang berwenang.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai