Anda di halaman 1dari 20

Archive of Makalah Tawuran

Fenomena Tawuran antar Pelajar


Kamis 18 Aug 2011 10:50 PM

Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata taw

sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran anta

media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima,

yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi seme

selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu san melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah

ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompo

masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam

para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugika dan pemahaman agama yang masih rend

baik sekolah tersebut. Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya a

19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com).Tidak hany saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah(tempointeraktif.com). Se tanggal 27 November 2005terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputa tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu disini.III. FAKTOR PENYEBA tawuran antar pelajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor int yang berlangsungmelalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi mil dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuandalam melakukan adaptasi terhadap lingku eksternal adalah sebagai berikut:1. faktor keluargaa. baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya s lebih yang diberikan orang tuac. penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikulta pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dan tindakan asusila2. faktor lingkungan sekolahlingkunga bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk dan miliu/lingkunganlingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembang

IV METODEDalam membahas makalah ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan.Metode penelit mengutamakan penggunaan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan informasi-informasi atau data-data mengatasi masalah tawuran antar pelajar, di sini penulis akan mengambil duateori. Yang pertama adalah dari Ka bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya adalah:a. banyak mawas dir sendiri, dan melakukan koreksiterhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun b. member beremansipasi dengan cara yang baik dansehatc. memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan deng serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.Teori yang kedua adalah dari Dryfoos, dia meny pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur berikut:a. prog daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan b. program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalanc. program harus sudah dimulai sejak awal m

mencegahmasalah belajar dan berperilakud. sekolah memainkan peranan pentinge. upaya-upaya harus diarahkan perubahan individual,yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yangkur kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagisetiap anak merupakan faktor yang penting dal berisikotinggi untuk menjadi nakal

g. manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebutdihentikan, oleh karenany sifatnya berkesinambungan
ah. Sebagaimana kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah ReadMoRe Post in my Wall

b. program harus memiliki komponen-komponen ganda, karenatidak ada satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluruajaib yang dapat memerangi kenakalan c. program harus sudahdimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegahmasalah belajar dan berperilakud. sekolah memainkan peranan pentinge. upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada padaperubahan individual, yang menjadi titik berat adalah meningkatkankualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntungf. memberi perhatian kepada individu secara intensif danmerancang program unik bagi setiap anak merupakan faktor yangpenting dalam menangani anak-anak yang berisiko tinggi untukmenjadi nakal ii

BAB IIIPENUTUP KESIMPULAN Pada setiap tawuran pasti ada seorang profokator yangmenghasut para pengikutnya untuk membantunya menyerangsekelompok pelajar dari SMA lain. para profokator tawuran ialahseseorang siswa yang penuh dengan dendam. Ada beberapajulukan bagi para pelaku tawuran seperti pentolan dan gembel.Pentolan adalah seorang pemimpin, siswa yang berani melukaitubuh musuhnya saat sedang tawuran SARAN

Sebagai generasi penerus bangsa sebaiknya para pelajarmengisi waktunya dengan kegiatan kegiatan yang bermanfaatjangan hanya berkelahi / tawuran antar pelajar, sebab NegaraIndonesia ini kedepan akan dipimpin oleh generasi pelajar yangsekarang. ii

DAFTAR PUSTAKA http://sosiologidakwah.blogspot.com/2008/02/tawuran-lagi-tawuran-lagi.html http://www.scribd.com http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id. http://www.docstoc.com/?doc_id=21257566&download=1

19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com).Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawurandengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah(tempointeraktif.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com). Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu disini.III. FAKTOR PENYEBABAda dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal di sini adalah faktor yang berlangsungmelalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuandalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.Sedangkan faktor eksternal adalah sebagai berikut:1. faktor keluargaa. baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga b. perlindungan lebih yang diberikan orang tuac. penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikultanggung jawab sebagai ayah dan ibud. pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dan tindakan asusila2. faktor lingkungan sekolahlingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruangan olah raga,minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya.3. faktor miliu/lingkunganlingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja. IV METODEDalam membahas makalah ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan.Metode penelitian kepustakaan adalah penelitian yang mengutamakan penggunaan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan informasi-informasi atau datadatamelalui buku-buku.V.SOLUSIUntuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar, di sini penulis akan mengambil duateori. Yang pertama adalah dari Kartini Kartono. Dia menyebutkan bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya adalah:a. banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksiterhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun b. memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dansehatc. memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remajazaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.Teori yang kedua adalah dari Dryfoos, dia menyebutkan untuk mengatasi tawuran pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur berikut:a. program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan b. program harus memiliki komponenkomponen ganda, karena tidak ada satu punkomponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalanc. program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegahmasalah belajar dan berperilakud. sekolah memainkan peranan pentinge.

upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual,yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yangkurang beruntungf. memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagisetiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang berisikotinggi untuk menjadi nakal

g. manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebutdihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan

Tawuran lagi-lagi harus terjadi antara mahasiswa UKI dan YAI Jakarta, yang merupakan lanjutan dari tawuran-tawuran sebelumnya. Ini lanjutan kemarin, awalnya lempar-lemparan batu, kata mahasiwa YAI Fransiskus kepada detikcom di lokasi tawuran, Jl Salemba Raya, Kamis (4/6/2009) malam. Suasana mulai memanas sejak pukul 17.30 WIB. Adu mulut pun terjadi di antara kedua kubu ini. Tawuran mulai pecah pada pukul 17.55 WIB. Saat itu polisi yang sudah berada di lokasi tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aksi lempar batu pun berlangsung hingga satu jam lebih. Tercatat ada 13 korban dari kedua kubu dan seorang warga sipil. Pada pukul 18.50 WIB, mahasiswa YAI yang di dalam kampus mulai melempari gedung UKI dengan bom molotov. Akhirnya gedung aula FISIP UKI dan kantin dilahap si jago merah. Setelah kebakaran, situasi mulai mereda. Petugas pemadam kebakaran dan personel kepolisian dari unsur Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat diterjunkan. Namun, mahasiswa UKI yang marah kampusnya dibakar membalas lemparan bom molotov ke arah YAI. Alhasil, gedung FIKOM YAI sempat terbakar sebelum akhirnya berhasil dipadamkan oleh mahasiswa. Pukul 21.00 akhirnya api mulai padam. Petugas kepolisian pun mengevakuasi mahasiswa YAI yang sedang berkuliah untuk kembali pulang. Sampah-sampah bekas tawuran pun dibersihkan. Sementara itu, mahasiswa UKI masih tetap bertahan di dalam kampus. Mereka tidak ingin kampus kebanggaannya dimasuki polisi. Kini mereka pun hanya bisa meneriaki polisi untuk segera meninggalkan kampusnya. Mahasiswa yang harusnya bisa menjadi agen pembawa perubahan malah lebih mengandalkan emosi untuk saling balas dendam dan baku hantam.

Perkelahian Pelajar
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan hanya antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

Dampak perkelahian pelajar Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia. Pandangan umum terhadap penyebab perkelahian pelajar Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.

Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada

delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.

1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan

adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau

pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik
siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam mendidik siswanya.

4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami,
juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Peran Orang Tua terhadap Perkembangan Anak dan Remaja

Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan anak, untuk itu orang tua dituntut harus mempunyai pengetahuan lebih menyangkaut kesehatan sang buah hati. Selain itu pemerintah bersama dengan penyuluh kesehatan anak juga diharapkan peran strategisnya dalam membentuk pola pikir sehat orang tua dalam bidang kesehatan anak. Selama ini minimnya pengetahuan orang tua terhadap cara tepat dalam pengembangan pertumbuhan anak, sehingga membuat angka penyakit anak, khususnya balita di Indonesia kian memprihatinkan. Hal tersebut terungkap dalam Seminar Awam, Tumbuh Kembang Anak yang dilaksanakan oleh Eka Hospital, Sabtu (6/2/2010) di auditorium Eka Hospital lantai 8, Pekanbaru. Hadir dalam kesempatan tersebut sebanyak 200 orang tua dari siswa Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar yang ada di Pekanbaru.

Pembicara dalam seminar tersebut, antara lain Dr Yasri Dalfi Yaunin, SpA, Dr Surya Utama, SpM, Dr Lina Kamarga Sps, dan Drg Irma Tarmizi. Keempat dokter ini merupakan dokter spesialis yang memang bertugas di Eka Hospital, Pekanbaru. Dr Yasri Dalfi Yaunin, SpA, yang mengawali materi tersebut membahas masalah perkembangan motorik pada bayi dan anak. Tahapan perkembangan anak langsung dijelaskan secara mendetail, mulai dari pengembangan motorik kasar, halus hingga tahap kemandirian. Selain itu ia juga menjelaskan proses stimulasi perkembangan motorik normal pada bayi dan anak. Sementara itu pembicara kedua, Dr Surya Utama, SpM membahas masalah peran panca indra dalam tubuh manusia yang menurutnya juga membutuhkan perhatian sejak dini. Perlu deteksi dini kelainan mata pada anak sedini mungkin untuk menghindari buruknya penglihatan. Pemeriksaan mata anak usia prasekolah dan sekolah perlu dilakukan agar angka Ablyopia dapat dikurangi, terangnya. Sementara itu yang tidak kalah menarik dalam seminar ini, Dr Lina Kamarga Sps menjelaskan tentang tahap-tahap dalam penanggulangan anak yang mengalami kejang demam. Orang tua sering mencemaskan adanya keterkaitan antara kejang demam anak dengan kerusakan otak. Masalah ini tidak ada hubungannya sama sekali, yang terpenting jika anak terkena dampak kejang demam jangan panik dan segera periksakan ke dokter, paparnya. Ditambahkannya, kalau kejang demam biasa ditemukan pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun akibat panas badan hingga 38 derajat celcius. Sedangkan Drg Irma Tarmizi yang terakhir kali menyampikan materinya menjelaskan masalah kesehatan gigi, menurutnya masalah gigi berlubang dapat dicegah dengan membatasi konsumsi makanan manis dan lengket. Selain itu, pemeliharaan kebersihan mulut secara rutin serta kontrol gigi setiap enam bulan sekali adalah langkah tepat dalam pencegahan gigi berlubang. Sementara itu di tempat terpisah, Publik Relation Eka Hospital, Silvia Kitty Simanungkalit kepada riaubisnis.com, menjelaskan dengan diadakannya program ini diharapkan orang tua semakin paham akan pentingnya kesehatan anak dan hal ini bisa menghindarkan anak dari penyakit yang bisa menyerangnya. Peran orang tua serta lingkungan sekitar sangat berhubungan erat dengan tingkat kesehatan si anak. Jika pola hidup sehat ini diterapkan secara baik, kita tidak perlu khawatir lagi akan penyakit-penyakit yang dapat menganggu perkembangan pertumbuhan anak, pungkasnya. (*

Peran Orangtua Dalam Perkembangan Psikologi Anak PENGENALAN

Perkembangan fiska, sosial, emosi, intelek, psikologi dan rohani bukanlah merupakan hal yang asing. Bidang cakupannya masingmasing agak kabur dan kadangkala ketiga-tiga faktor, sosial, emosi dan psikologi terjadi bersamaan. PENTlNGNYA PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PADA ANAK-ANAK Perkembangan psikologi yang positif penting dalam perkembangan psikologi anak-anak. Perkembangan psikologi yang baik dapat diamati dalam pemikiran mental yang sehat, pengukuhan egoisme, harga diri yang tinggi, kepekaan terhadap kebebasan dalam mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Perkembangan psikologi yang kurang baik dapat diamati pada harga diri yang rendah dan juga pada kemunculan pelbagai masalah tingkahlaklu dan mental. Pentingnya perkembangan psikologi ini jelas karena mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberhasilan, hubungan sosial dan kesejahteraan seseorang individu pada masa depannya. Orangtua adalah pemberi kasih sayang yang mendasar. Orangtua mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan psikologi anaknya. Orangtua yang mengabaikan dan juga yang memukul anaknya akan menghalangi perkembangan psikologi yang sehat. Orangtua pada waktu yang sama sekiranya diberi pengetahuan yang mencukupi yang terdiri dari ketrampilan-ketrampilan dan dukungan, akan dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Ini adalah karena pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan dengan optimal untuk lebih memusatkan lagi perkembangan psikologi anaknya. HAL-HAL YANG MENDUKUNG PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK-ANAK Penerimaan Tanpa Syarat Seorang anak harus diterima tanpa syarat oleh orang dewasa dalam hidupnya. Anak tersebut juga harus memahami bahwa dia diterima tanpa syarat apa-apa. Menurut Michael Rutter (1978), orangtua mungkin menerima anaknya bukan perangainya. Penerimaan tanpa syarat harus ditunjukkan sepenuhnya dalam tingkahlaku orangtua serta sikap terhadap anaknya. Orangtua harus menjaga, mencurahkan kasih sayang dan senantiasa siap untuk melayani anaknya terutama bila diperlukan. Dengan kata lain orangtua mesti bertindak dengan cepat dan wajar dan sensitif dalam melayani anaknya karena ia harus menerimanya tanpa syarat. Stimulasi

Anak-anak yang telah melalui pelbagai program, memperlihatkan peningkatan dalam jumlah nilai IQ dan juga dalam bidang-bidang lain yang berkaitan. Kajian Brofenbrener (1980) terhadap pelbagai program pengkajian intervensi, memperlihatkan bahwa hasil positif akan berkelanjutan seandainya orangtua melibatkan diri dalam program- program tersebut. Stimulasi bisa diterapkan kepada anak-anak melalui pelbagai cara yaitu melalui audio; visual; kinetik yang melibatkan pergerakan anak-anak (pergerakan bahagian depan, tepi dan belakang badan), pelbagai aktivitas (main ayunan, berada dalam ayunan berputar, melompat, dan sebagainya) dan keterlibatan langsung yang termasuk sentuhan, merasai dan membau. MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK-ANAK DAN SIFAT BAWAAN (PERANGAI) Suatu pemahaman terhadap perkembangan anak-anak bisa menjangkau jauh dalam membentuk seorang anak yang sehat dari segi psikologi. Orangtua kadangkala mempunyai pengetahuan yang dangkal bagaimana anak-anak sebenamya belajar dan berkembang.

Kekurangan pemahaman terhadap pembawaan anak-anak ini mungkin akan membawa kepada konflik antara orangtua dan anaknya dan juga permasalahan yang akhirnya mempengaruhi hubungan mereka. Hanya apabila orangtua memahami perangai anak-anak ini barulah orangtua tidak akan menyalahtafsirkan suatu tingkahlaku anak-anak yang bermasalah sebagai bertindak liar dan nakal. Ini mungkin akan membangkitkan kemarahan orangtua lalu mereka akan menerapkan tindakan disiplin keras yang sebenarnya tidak perlu. Sebaiknya memang suatu strategi yang berbeda dan sesuai dapat diambil untuk menggalakkan kerjasama dan mengelakkan konflik. TAHAP KETERLIBATAN ORANGTUA Jelas bahwa keterlibatan orangtua adalah penting. Tahap keterlibatan mereka bisa dibagi dalam tiga tahap: n Keterlibatan langsung dan interaksi dengan anak. n Menyediakan peluang-peluang bagi pengalaman berbeda. n Bekerjasama dengan orang/pihak lain sebagai partner. Pada setiap tahap, adalah penting bagi orangtua menerirna tanpa syarat anaknya, mengadakan stimulasi dan memahami perkembangan dan perangai anaknya. Keterlibatan Orangtua Langsung Dan Interaksi Dengan Anak Orangtua harus melibatkan diri secara langsung agar perkembangan psikologi yang positif dapat dihasilkan. Mereka harus menyediakan fisilitas dasar; peka akan penerimaan tanpa

syarat dan menerapkan stimulasi dan pada waktu yang sama mengevaluasi tahap perkembangan dan perangai anak-anak. Keterlibatan secara langsung ini tidak dapat kita amati pada kebanyakan orangtua di Asia. Mereka biasanya menyembunyikan perasaan mereka dan ini menyebabkan suatu jurang yang dalam dari segi hubungan orangtua dan anak mereka. Kaum lelaki dianggap sebagai daya penggerak keluarga dan beliau biasanya lebih memberi arahan daripada berinteraksi dengan anaknya. Beliau lebih suka menegur daripada bersikap mesra, dengan anaknya. Anak-anak biasanya kurang diberi perhatian. Ayah, mereka jarang menanyakan atau perhatian tentang pelajaran sekolah. Adalah dianggap mencukupi, anaknya mendapatkan pendidikan, berhasil atau tidak adalah menjadi soal kedua. Keterlibatan orangtua secara dangkal ini sepatutnya dihindarkan. Mereka harus melibatkan diri secara langsung untuk membantu perkembangan psikolog yang positif. Orangtua harus menyentuh, menepuk bahu, memeluk anaknya selalu. Mereka juga mesti memberitahu perasaan mereka terhadap anaknya dan juga pada waktu yang sama mendengar dan berinteraksi dengan anaknya. Orangtua juga mesti siap bila anak-anaknya memerlukan mereka. Tugas orangtua penting dalam menyediakan keperluan dasar yaitu makanan, tetapi ini tidaklah cukup. Komunikasi adalah amat penting antara orangtua dan anak dan ini seharusnya berkelanjutan. Anak-anak memerlukan garis panduan dalam bertingkahlaku melalui peraturan yang mudah yang disediakan oleh orangtuanya. Konflik. tekanan serta masalah tingkahlaku terjadi bila orangtua membuat target lebih ataupun kurang terhadap kemampuan anaknya. Untuk mengatasi ini, Orangtua harus memahami kemampuan seseorang anak berdasarkan umurnya. Bila seseorang anak didenda, dia harus diberi pengertian oleh orangtuanya bahwa yang ditolak adalah tingkahlaku dan bukan dirinya. Berkurang atau menurunnya kasih sayang dari orangtua yang dapat diamati anak-anak melalui tindak tanduk orangtua merupakan suatu pengalaman yang dahsyat bagi anakanak dan seharusnya dihindarkan. Orangtua harus mengetahui akan pentingnya stimulasi dalam hubungan langsung dan pengaruh/hasilnya terhadap interaksi yang diterapkan. Stimulasi melibatkan pelbagai pancaindera yaitu penglihatan, bau, pendengaran, sentuhan dan rasa. Masing-masing ada secara terpisah dan juga dapat diamati dalam kombinasi yang berbeda. Stimulasi dapat diterapkan sejak kelahiran, contohnya, dalam proses perawatan pada bayi dan lain-lainnya. Ini juga dapat digabungkan dalam rutinitas harian yaitu waktu mandi; makan; mencud pakaian dan melakukan pekerjaan rumah. Orangtua harus berbicara dengan mereka dan ini akan meningkatkan lagi pemikiran dan kemahiran menyelesaikan masalah. Selanjutnya, ikatan yang lebih rapat dapat terjalin antara orangtua dan anakanak. Dalam memperkenalkan pelbagai stimulasi, langkah yang harus diambil adalah orangtua harus memastikan bahwa tugas yang diberikan pada anak semestinya berdasarkan kemampuan anak tersebut pada jenjang umur yang sesuai. Orangtua harus memperkenalkan stimulasi secara teliti. Bagi anak yang tidak bermasalah langsung, stimulasi yang banyak tidak digalakkan. Banyak usaha serta waktu yang harus diperuntukkan bagi anak-anak yang lambat (slow-to warm- up). Sebaliknya, stimulasi harus dikurangi pula sekiranya anak tersebut diserang histeria. Orangtua harus peka kepada kehendak anaknya. Sekiranya anak itu tidak gembira dengan kerja yang diberikan maka kerja tersebut harus dihentikan. Sekiranya aktiviti yang

dijalankan adalah membosankan, maka seharusnya ditukar atau diusahakan menjadi lebih menarik. Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orangtua dalam menyediakan stimulasi untuk perkembangan anaknya. Pertama, kelemahan yang ada di pihak orangtua yang tradisional. Mereka bermain dengan anak mereka hanya ketika mereka bayi saja. Mereka merasa kurang senang bermain dengan anak mereka dalam tahap anak-anak. Orangtua harus meninggalkan tradisi ini dan mulai bermain dengan anak-anak mereka yang bukan bayi lagi. Kedua, ibu dianggap sebagai pemberi kasih sayang yang utama walaupun didapati bahwa banyak ibu mulai bekerja saat ini. Keterlibatan ayah dengan anak-anak mereka juga tidak begitu besar. Misalnya anak lelaki menganggap ayahnya sebagai model dan sebaliknya bagi anak perempuan. Selanjutnya hubungan anak tersebut dengan model sajalah yang rapat. Ini harus dikurangi, interaksi antara kedua orangtua dengan anak-anak lebih digalakkan. Ketiga, efek dari kedua orangtua yang pergi kerja menyebabkan mereka tidak punya waktu penjagaan yang berkualitas untuk dihabiskan dengan anak-anak. Waktu luang yang begitu singkat dihabiskan untuk mengutamakan keperluan keluarga. Waktu emas ini harus digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyediakan peluang-peluang stimulasi dan bukannya melemahkan kembali interaksi, misalnya pertengkaran suami isteri yang saling menyalahkan satu sama lain dalam menjalankan tanggungjawab sebagai ibu dan bapak. Keterlibatan Orangtua Dalam Menyediakan Peluang-Peluang Untuk Pengalamanpengalaman Baru. Orangtua harus menyediakan peluang-peluang untuk pengalaman-pengalaman yang baru dan lain sebagainya. Mereka harus memperkenalkan pada anaknya alat-alat permainan yang pelbagai jenis dan bentuk, mendorong anaknya bermain dengan anak-anak lain, membawa anaknya ke tempat-tempat yang menarik, memperkenalkan mereka kepada alam sekeliling, musik dan seni dan terhadap pelbagai pengalaman yang lain. Pengalaman yang diperoleh dari teman sebaya penting karena itu akan menyebabkan perkembangan yang lebih seimbang. Oleh karenanya harus mendorong anaknya untuk berkawan. Dengan adanya teman sebaya, anak-anak mempelajari kemahiran perjuangan sosial yaitu bagaimana mendapatkan apa yang diperlukannya dengan melalui harus bertengkar, bilang tolong, memberitahu gurunya ataupun melakukan pertukaran, bagaimana hendak berinteraksi dengan yang lain dan mendapatkan kawan dengan melalui sikap mengalah, bersikap ramah dan menjemput ke rumah teman, bagaimana menambahkan kekuasaan dirinya dengan melalui menambahkan teman dan mendukung anak-anak lain dan terakhir bagaimana hendak bekerjasama dalam suatu kelompok dengan melalui kerjasama, menunggu giliran, mendengar dan berbincang. Masalah konflik perseorangan yang terjadi memerlukan kemahiran menyelesaikan masalah yang seterusnya membawa kepada kecakapan sosial. Jelas kepada kita akan pentingnya teman sebaya dan lebih lanjut, orangtua harus menggalakkan anaknya untuk mempunyai teman karena ini dapat menyediakan peluangpeluang untuk pengalaman yang baru. Orangtua mesti memainkan peranan dalam penyediaan ini misalnya mewujudkan situasi agar anaknya bersama-sama anak-anak lain sewaktu ada di taman permainan, bertemu saudara yang dekat, tetangga serta temanteman agar pengalaman dari teman sebaya bisa diperoleh.

Mereka harus bermain dalam suasana harmonis dengan berinteraksi dengan sebaiknya dan dapat menerima suasana yang multiracial (berbagai suku bangsa) dan multicultural (berbagai budaya). Waktu berhubungan dengan teman sebaya, orangtua seharusnya menghindarkan campurtangan mereka sebanyak mungkin. Bila timbul masalah barulah orangtua boleh memberi dorongan, sokongan dan sedikit bantuan untuk mengatasi masalah perhubungan ini. Orangtua Bekerjasam Dengan Orang Lain (Care Agents) Orangtua harus melibatkan diri dan bekerjasama dengan pihak-pihak (orang) lain dalam penjagaan anak-anak. Kerjasama diperlukan di antara dua pihak ini untuk memberikan suatu ikatan yang sehat. la harus membentuk individu penyayang. Kedua pihak harus peka terhadap perubahan luar biasa pada tingkahlaku anak-anak yang tidak diinginkan oleh pihak penjaga. Sebagai partner kerjasama orangtua mesti memastikan pihak penjaga (orang lain) ini mempunyai kakitangan/bawahan yang mahir dan dapat mencurahkan kasih sayang. Suatu program harus dibentuk dan harus seimbang dalam membentuk perkembangan psikologi yang positif. Program ini harus disusun dengan usaha kedua pihak yang terkait. Orangtua harus peka dengan menghadirkan diri dalam diskusi berkenaan isu perkembangan anak-anak. Mereka juga harus melaporkan tingkahlaku anaknya di rumah kepada pihak lain atau agen penjagaan. Hubungan yang kukuh antara rumah dan agen ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antara masalah dari rumah dengan pihak lain yang terkait atau sekolah. Hubungan ini akan mengukuhkan lagi proses pembelajaran dan memastikan bahwa upaya ini berkelanjutan dan konsisten dalam hidup anak-anak. Sekiranya orangtua tidak melibatkan diri, anak mereka akan hidup dalam dua dunia yang, asing dan tidak berhubungan antara satu sama lain. DUKUNGAN BAGI ORANGTUA Beberapa faktor mempengaruhi orangtua dan hal ini hanya berpengaruh terhadap hubungan dengan anak-anak mereka. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonmi, konflik rumahtangga, tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan, kekurangan pengetahuan tentang perkembangan khusus kanak- kanak dan kemahiran dalam berperan sebagai orangtua. Kesemua faktor ini dapat berinteraksi antara satu sama lain dan kadangkala menghalangi orangtua untuk melaksanakan keterlibatan pada tahap yang berbeda. Orangtua mungkin memerlukan dukungan untuk bertindak sebagai orangtua, sebagai suami dan isteri dan sebagai individu. Orangtua tidak akan begitu mengutamakan aspek-aspek halus keorangtuaan sekiranya mereka mempunyai hal-hal untuk memenuhi keperluan dasar dan juga mungkin mereka mengalami tekanan dalam menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah. Orangtua memerlukan rangkaian sokongan secara informal dari saudara dan teman-teman dan lingkungan sosial yang formal. Suatu dukungan dalam pendidikan berperan sebagai orangtua yang khusus perlu bagi mendidik orangtua. Melalui pendidikan ini, ia dapat mengenal secara pasti bahwa orangtua umumnya mempunyai kekuatan dan kepandaian tertentu dalam lingkup berperan sebagai orangtua tetapi mereka mungkin memerlukan pengetahuan tambahan dan juga ketrampilan-ketrampilan baru untuk meningkatkan perawatan anak-anak.

Orangtua juga harus tegas dalam menjalankan tugas mereka, bekerjasama terhadap kejadian yang dilalui dengan orangtua yang lain. Mereka juga harus belajar dari orangtua yang lain. KESIMPULAN Orangtua suka ataupun tidak, mereka memainkan peranan yang penting dalam pembentukan psikologi anak-anak secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan pemahaman yang mendalam tentang perkembangan anak-anak, ini menyebabkan peranan orangtua tidak dapat digantikan oleh orang sebarangan. Orangtua dapat berperan dengan sukses seandainya mereka memahami anaknya. Mereka harus menerima anak mereka tanpa syarat dan menyediakan pelbagai stimulasi pada tahap awal masa kanak-kanak. Mereka sepatutnya secara penuh menjalani peran tersebut dan harus juga mempunyai pemahaman tentang tingkahlaku serta perangai anak. Orangtua juga mesti melibatkan diri dalam perkembangan psikologi anak-anak secara langsung dan secara tidak langsung pula menyediakan peluang-peluang bagi pelbagai pengalaman terutama pengalaman bersama teman sebaya. Paling akhir, orangtua harus bekerjasama dengan keluarga lain atau dengan pihak-pihak (yayasan atau sejenisnya) penjagaan anak-anak.

PERANAN ORANGTUA DALAM PERKEMBANGAN MORAL ANAK


Setiap orangtua pastinya mengingini anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, tahu membedakan yang baik dan benar, dan tidak mudah terjerumus dalam hal-hal yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Semua keinginan ini bisa lebih mudah terwujud jika orangtua sadar bahwa mereka dibutuhkan dalam proses perkembangan moral anak. Dari sekian tahap perkembangan anak, masa remaja menjadi masa yang menjadi fokus perhatian para orangtua. Mereka takut apabila anak mereka tumbuh menjadi remaja yang buruk. Perkembangan moral anak sebenarnya dimulai sejak awal kehidupan anak di dunia, hanya saja kita tidak bisa menilai perilaku mereka sebagai perilaku bermoral atau tidak, karena anak/ bayi belum memiliki pengetahuan dan pengertian mengenai apa yang diharapkan oleh norma-norma masyarakat. Perkembangan moral anak lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Nilainilai moral yang dimiliki anak merupakan hasil yang diperoleh anak dari luar dirinya. Anak belajar dan diajar oleh lingkungan tentang bagaimana ia harus berperilaku yang baik dan buruk. Lingkungan ini adalah semua yang berada di luar diri anak, seperti orangtua, saudara-saudara, teman, guru dan masyarakat. Dan orangtua (keluarga) adalah dunia pertama yang anak lihat dan temui. Anak belajar banyak dari keluarga sebelum ia keluar kedunia yang lebih luas. Ingat bahwa apa-apa yang sudah matang pada masa remaja adalah hasil dari proses belajar anak ketika masa kecilnya. Anak belajar bertingkah laku dengan meniru atau melihat bagaimana orangtuanya berperilaku. Ini tidak berarti orangtua merupakan faktor penentu bermoral atau tidaknya seorang anak, tetapi orangtua bertugas untuk mengarahkan anak untuk menjadi anak yang bermoral atau tidak. Memasuki masa remaja kehidupan anak semakin meluas. Anak juga mulai mengenal kelompok sosial lainnya selain keluarganya seperti disekolah, di tempat kursus-kursus dan di Gereja. Kelompok sosial ini selalu penuh dengan norma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak, yang menuntut ketaatan dari anggota kelompoknya. Sebelumnya anak bertingkah laku baik atas dasar ketaatan kepada orangtua, atau ingin mendapat imbalan (moralitas prakonvensional : Kolbergh), kemudian bertingkah laku baik sesuai dengan aturan agar diterima dalam kelompoknya (moralitas konvensional) , maka pada masa remaja anak sudah mengetahui dengan baik alasan alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari pembuatan norma tersebut (moralitas pascakonvensional). Anak sudah mampu membedakan macam-macam nilai moral serta macam-macam situasi dimana nilai-nilai moral itu dapat dikenakan. Anak sudah mengenal konsep-konsep moralitas yang lebih besar seperti kejujuran, hak milik keadilan, kehormatan. Pada masa ini anak mulai memiliki rasa/ dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang

lain. Jadi , anak berbuat baik bukan lagi untuk mendapatkan kepuasan secara fisik, tetapi untuk mendapatkan kepuasan psikologis. Berikut ada beberapa hal yang perlu diingat orangtua dalam rangka mengarahkan pada moral yang baik : 1.Moralitas itu berkembang dengan pelan dan bertahap. Konsep mengenai benar dan salah sudah bisa dimulai ketika anak berumur 1 tahun. 2.Moralitas diperoleh dengan 2 cara yaitu contoh dan cerita. Menjadi model yang baik bagi anak. Bagaimana orangtua bersikap terhadap oranglain seperti kepada anak yang lain, kepada pembantu, sopir dan saudara yang lain adalah contoh-contoh yang dilihat anak setiap hari. Pada saat yang sama bercerita dengan dongeng (untuk anak) atau kisah kehidupan yang sarat dengan pesan moral (untuk remaja) akan membantu anak mengembangkan konsep mereka mengenai salah dan benar. 3.Moralitas juga berbicara mengenai konsistensi. Konsistensi dalam mendidik anak. Satu tingkah laku yang sudah dilarang pada suatu waktu, harus pula dilarang apabila dilakukan pada waktu yang lain. Antara ayah dan ibu juga harus ada kesusaian dalam melarang atau mengijinkan tingkah laku tertentu. 4.Penghayatan orangtua terhadap agama juga mempengaruhi sikap mereka dan tindakan mereka sehari-hari. Ini akan mempengaruhi cara-cara mereka mengasuh anak. Anak yang selalu dibekali dengan pemahaman mengenai Kasih yang sesungguhnya, kasih yang melewati batas agama, ras dan golongan; pemahaman mengenai kesetiaannya kepada Tuhan; ketaatan; penghargaan, dll akan menjadi dasar yang kuat bagi anak untuk melangkah dalam hidupnya.

Pentingnya Peran Orang tua terhadap Pendidikan Anak di era Moderenisasi


Anak adalah anugerah dari sang pencipta, orang tua yang melahirkan anak harus bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi sang anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama. Bobroknya moral seorang anak dan remaja bisa diakibatkan salah satu kesalahan dari orangtuanya seperti dalam hal mendidik anak terlalu keras. keluarga yang sedang bermasalah (broken home). Hal tersebut dapat membuat anak menjadi orang yang temperamental. Kebanyakan dari orang tua tidak memikirkan hal ini, mereka berasumsi jika mereka menjalani hidup sebagaimana yang sedang mereka jalani, peran pengasuhan akan terus dengan sendirinya. Dalam era modernisasi sekarang ini, peran penting orang tua sangat dibutuhkan. Berkenaan dengan perkembangan kecanggihan teknologi. Sesuatu yang tidak dapat dihindari bahwa teknologi berkembang dengan pesat sehingga penggunaannya banyak digunakan tidak semestinya, Teknologi IT yang paling sering digunakan para anak muda sekarang adalah akses internet yang mudah ditemui, padahal pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang anti pornoaksi dan pornografi tapi masih saja mereka kerap mengakses konten yang berbau negatif. Yang jelas dapat merusak moral sang anak. Teknologi canggih yang semestinya diciptakan untuk menambah wawasan malah berakibat pada moral yang jelek. Pergaulan merupakan interaksi antara beberapa orang baik berupa kekeluargaan, organisasi, ataupun masyarakat. Melalui pergaulan kita akan berkembang karena jadi tahu tentang tata cara bergaul. Sehingga menjadikan individu yang bersosial karena pada dasarnya manusia memang makhluk sosial. Namun pergaulan di era modernisasi ini telah banyak disalah artikan terutama dikalangan anak muda. Sekarang kata-kata pergaulan bebas sudah tidak asing lagi didengar oleh siapapun dan jelas termasuk dalam kategori pergaulan yang negatif. Pergaulan yang negatif adalah salah satu dari sekian banyak penyebab kehancuran sang anak. Saat ini dapat kita lihat banyaknya sistem pergaulan kawula muda yang mengadopsi gaya ala barat (westernisasi) dimana etika pergaulan ketimuran telah pupus, mungkin anda pernah atau bahkan sering mendengar kata-kata MBA (married by accident). MBA tampaknya sudah menjadi tren dikalangan remaja dimana melakukan hubungan seks sebelum menikah banyak dilakukan pada saat pacaran. Anak-anak muda sudah menganggap tradisi ini hal yang biasa dilakukan pada saat pacaran bahkan ada yang tidak segan-segan untuk merekam adegan mesum tersebut untuk disebarkan dan ditonton dikhalayak ramai. Apakah ini bukan kehancuran bagi sang anak?. Jawabannya tentu saja iya. Satu lagi permasalahan yang sering ditakuti oleh orang tua yaitu narkoba, sudah jelas barang haram ini dikategorikan sebagai barang berbahaya dan terlarang yang bisa merusak generasi muda. Narkoba menjadi jurang kehancuran bagi sang anak. Ironisnya memakai barang haram ini juga sudah menjadi tren remaja sekarang dengan anggapan bila mengkonsumsi barang ini akan menjadi

Anda mungkin juga menyukai