Kelompok 1
Anggota Kelompok:
Alvina Yuliani / XII MIPA 3 / 05
Carissania Syafitri / XII MIPA 3 / 08
Dianita Agung Permata / XII MIPA 3 / 09
Ikhsan Pudjo Utomo / XII MIPA 3 /
Izah Safira / XII MIPA 3 / 17
Nailah Izzah Kamilah / XII MIPA 3 / 05
Raditya Rizqullah / XII MIPA 3 / 26
JAKARTA - Pengamat anak, Seto Mulyadi, menilai, kekerasan dan tawuran yang dilakukan
para pelajar saat ini, dikarenakan penekanan terhadap pendidikan spiritual sudah mulai dilupakan
oleh orang tua.
"Saat ini orang tua hanya menekankan kepada rangking, ujiannya berapa, tanpa mengajarkan
bentuk-bentuk keteladanan," kata Kak Seto panggilan akrab Seto Mulyadi, kepada Okezone,
Sabtu (29/9/2012).
Padahal, kata dia, dalam visi pendidikan Indonesia pertama kali yang diterapkan etika, kemudian
estetika. Kak Seto mengatakan etika seperti keteladanan yang akan membuat pelajar menjauhi
tindakan-tindakan kekerasan.
"Untuk estetika contoh berbicara sopan santun, dapat melatih anak untuk menjadi pribadi yang
baik," tuturnya.
Menurutnya tidak adanya keteladanan dilingkungan remaja saat ini, sudah diakui oleh mereka
ketika kongres anak pada Hari Anak Nasional lalu.
Lebih lanjut, Kak Seto mengatakan untuk mengatasi mulai terkikisnya keteladanan dikalangan
pelajar perlu dibuat suatu kurikulum akademik yang mengedepankan keteladanan.
"Mereka harus mendapatkan pendidikan keteladanan agar aksi kekerasan dan tawuran pelajar
dapat hilang," imbuhnya.
TAWURAN ANTAR PELAJAR
Tawuran antar pelajar adalah bentuk konflik atau kekerasan yang terjadi antara dua atau
lebih kelompok pelajar yang berasal dari sekolah yang berbeda. Tawuran antar pelajar
seringkali terjadi di luar lingkungan sekolah, seperti di jalan atau tempat umum lainnya,
dan dapat melibatkan banyak orang.
Tawuran menjadi permasalahan sosial yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk
Indonesia. Tawuran seringkali melibatkan remaja atau anak muda, dan dapat
mengakibatkan kerugian yang besar, baik secara fisik maupun psikologis. Selain itu,
tawuran juga dapat menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat,
karena dapat mengganggu ketertiban dan keamanan
Kenakalan remaja dapat mencakup perkelahian antara pelajar dan dikategorikan dalam
dua bentuk perilaku anak yang bisa berhadapan dengan hukum.
▪ Pertama, status offence, yaitu perilaku kenakalan anak yang jika dilakukan oleh orang
dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau
kabur dari rumah.
▪ Kedua, juvenile delinquency, yaitu perilaku anak yang jika dilakukan oleh orang dewasa
dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran hukum.
Maraknya tawuran pelajar dipicu oleh banyak faktor. Pada tingkat mikro, rendahnya
kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berperilaku yang tidak pro-norma.
Pada tingkat menengah, buruknya kualitas dan manajemen pendidikan mendorong rasa
frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan negatif, termasuk tawuran. Di tingkat
makro, persoalan pengangguran, kemiskinan, dan kesulitan hidup memberi sumbangan
tinggi bagi terbentuknya
masyarakat (termasuk siswa) yang merasa kehilangan harapan untuk hidup layak.
Ada dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal di sini adalah faktor yang berlangsung
melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di
sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Faktor ini biasanya timbul akibat seseorang
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kompleks. Kompleks disini
adanya perbedaan pandangan, budaya, tingkat ekonomi,dan kebiasaan-kebiasaan pada
lingkungan tersebut. Perilaku tersebut merupakan reaksi ketidakmampuan dalam
melakukan adaptasi
B. Seberapa luaskah masalah tersebar dalam bangsa dan negara?
tawuran dapat dikatakan telah mengakar jauh di dalam budaya pelajar di seluruh penjuru
Nusantara, terutama pelajar menengah atas (SMA). Seakan-akan kegiatan tersebut
memiliki fungsi sebagai ajang dalam menentukan siapa sekolah yang paling perkasa.
Bukan hal yang tak lazim jika acap kali kita mendengar berita tawuran antarpelajar dari
berbagai daerah, apalagi di wilayah desa/kabupaten yang terisolir dari peradaban kota,
walaupun hal tersebut tak menampik fakta bahwa pelajar ibukota kadang kala masih suka
terlibat tawuran.
Pasal 170 (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasanterhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun 6 bulan.
(2) Yang bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan
barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
G. Kesimpulan