Anda di halaman 1dari 11

Tugas PPKN XII MIPA 5

Kelompok 1

Anggota :

Amrita Deviayu T. (7)


Gilang Arditya N. (14)
Hagea Sofia Adinda I. (17)
Izza Rizwana (19)
Maharani Aprilia P. (20)
Nasywa Aqillah P. (28)
Raissa Hana A. (32)
Ransi Raihan M. (33)
Tri Anisah N. (36)

Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta


Jl. Margasatwa No.1, RT.15/RW.1, Pd. Labu, Kec. Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 12450
I. Menjelaskan masalah secara tertulis dilengkapi dengan gambar, foto, karikatur, judul
surat kabar, dan ilustrasinya disertai sumber-sumber informasinya tentang hal-hal
berikut.

SURAT KABAR MENGENAI TAWURAN ANTAR PELAJAR

Hilangnya Pendidikan Etika Penyebab Tawuran Pelajar

JAKARTA - Pengamat anak, Seto Mulyadi, menilai, kekerasan dan tawuran


yang dilakukan para pelajar saat ini, dikarenakan penekanan terhadap pendidikan
spiritual sudah mulai dilupakan oleh orang tua. "Saat ini orang tua hanya
menekankan kepada rangking, ujiannya berapa, tanpa mengajarkan bentuk-
bentuk keteladanan," kata Kak Seto panggilan akrab Seto Mulyadi, kepada
Okezone, Sabtu (29/9/2012). Padahal, kata dia, dalam visi pendidikan Indonesia
pertama kali yang diterapkan etika, kemudian estetika. Kak Seto mengatakan
etika seperti keteladanan yang akan membuat pelajar menjauhi tindakan-
tindakan kekerasan. "Untuk estetika contoh berbicara sopan santun, dapat
melatih anak untuk menjadi pribadi yang baik," tuturnya. Menurutnya tidak
adanya keteladanan di lingkungan remaja saat ini, sudah diakui oleh mereka
ketika kongres anak pada Hari Anak Nasional lalu. Lebih lanjut, Kak Seto
mengatakan untuk mengatasi mulai terkikisnya keteladanan dikalangan pelajar
perlu dibuat suatu kurikulum akademik yang mengedepankan keteladanan.
"Mereka harus mendapatkan pendidikan keteladanan agar aksi kekerasan dan
tawuran pelajar dapat hilang," imbuhnya. Sebelumnya, Fitrah Ramadhani alias
Doyok (19), pelaku pembacokan Alawy pelajar SMA 6, hanya tertawa saat ditanya
soal salat oleh anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah
Abdurracman.
Selain itu, Fitrah juga mengaku tidak kenal dengan korban yang
dibacoknya dalam aksi tawuran SMA 70-SMA 6 di Bulungan, Jakarta, Senin, 24
September 2012 lalu. Fitrah hanya berniat untuk menakut-nakuti Alawy.

TAWURAN ANTAR PELAJAR

Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah tidak asing
lagi dan sudah dianggap lumrah bagi kehidupan masyarakat. Tawuran antar
pelajar adalah suatu peristiwa berupa tindakan kejahatan atau kekerasan fisik
yang dilakukan sesama kelompok pelajar. Bahkan, ada yang menganggap bahwa
tawuran merupakan salah satu peristiwa rutin dari pelajar usia remaja, sehingga
tidak heran jika ada yang berpendapat tawuran antar pelajar sudah membudaya.
Biasanya, mereka yang melakukan tawuran sering berkumpul di tempat-tempat
tertentu misalnya tempat nongkrong. Dari tempat nongkrong inilah, hal-hal
sepele rentan muncul. Seperti yang sudah disebutkan, tawuran antar pelajar
sudah menjadi tradisi yang mengakar di kalangan pelajar. Hal ini telah
menimbulkan keprihatinan dan keresahan terhadap calon-calon generasi
penerus bangsa ini.

Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan kelompok


remaja kota merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian
antar pelajar yang pada umumnya masih remaja sangat merugikan dan perlu
upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi.

Perkembangan teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai


korelasi yang erat dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan oleh
remaja kota.
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran sering sekali terjadi diantara
pelajar. Bahkan bukan hanya pelajar SMA, tetapi juga sudah melanda sampai ke
kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar
pada remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban
cenderung meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan hampir
setiap bulan, minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar yang
kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal masa depan yang
lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan hal-
hal yang dapat berakibat fatal.

Menurut kami, yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung


jawab itu yaitu pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor
penyebab terjadinya tawuran antar pelajar adalah ketidakmampuan orang tua
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi
anak. Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1
telah ditegaskan bahwa orang tua berkewajiban dalam melindungi anak, baik
dalam hal mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun
mengembangkan bakat anak. Menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya
tawuran merupakan sasaran yang kurang tepat karena mungkin pihak sekolah
bukannya seperti menutup mata atas apa yang terjadi pada anak didiknya, tapi
semua itu karena terbatasnya kewajiban mereka sebagai pendidik, yang secara
tidak langsung dapat dikatakan pihak sekolah tidak dapat selalu memantau apa
yang terjadi di luar sekolah karena banyaknya anak-anak yang harus mereka
pantau.

Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara


kecenderungan dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu
tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya

Singkatnya, tawuran pelajar adalah fenomena sosial yang bersifat negatif.


Banyak faktor, baik internal maupun eksternal, yang menyebabkan terjadinya
tawuran begitupun dampak yang ditimbulkannya. Maka dari itu, agar tradisi ini
tidak berlanjut, perlu adanya pencegahan atau solusi dari berbagai pihak
sehingga nilai persatuan dan kerukunan dapat terjaga.

a. Bagaimana jalannya masalah?


Maraknya tawuran pelajar dipicu oleh banyak faktor. Pada tingkat mikro,
rendahnya kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berperilaku yang
tidak pro-norma. Pada tingkat menengah, buruknya kualitas dan manajemen
pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan
negatif, termasuk tawuran. Di tingkat makro, persoalan pengangguran,
kemiskinan, dan kesulitan hidup memberi sumbangan tinggi bagi terbentuknya
masyarakat (termasuk siswa) yang merasa kehilangan harapan untuk hidup
layak.

Ada dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal di sini adalah
faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja
dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Faktor ini
biasanya timbul akibat seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang kompleks. Kompleks disini adanya perbedaan pandangan,
budaya, tingkat ekonomi,dan kebiasaan-kebiasaan pada lingkungan tersebut.
Perilaku tersebut merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi
terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal adalah sebagai berikut:

1. faktor keluarga
a. baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah
tangga
b. perlindungan lebih yang diberikan orang tua
c. penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu
d. pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dan tindakan asusila
2. faktor lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan
sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang
cukup luas tanpa ruangan olahraga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah
murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, serta ventilasi dan
sanitasi yang buruk.

Berikut merupakan bagan proses terjadinya tawuran :


3. faktor miliu/lingkungan lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan
menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.

Lingkungan sekitar yang tidak baik dan menguntungkan bagi


pendidikan dan perkembangan remaja.

Terkait dengan konsep kelompok sosial, W.G. Summer membagi


kelompok sosial menjadi dua yaitu in-group dan out-group. Menurut summer,
dalam masyarakat primitif yang terdiri dari kelompok – kelompok kecil dan
tersebar di suatu wilayah terdapat pembagian jenis kelompok yaitu kelompok
dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group). Kelompok dalam (in-group)
adalah kelompok sosial yang individu-individunya mengidentifikasikan dirinya
dengan kelompoknya. Adapun kelompok luar (out-group) merupakan
merupakan kelompok di luar kelompok in-group.

Di kalangan kelompok dalam di jumpai persahabatan, kerja sama,


keteraturan, dan kedamaian. Apabila kelompok dalam berhubungan dengan
kelompok luar maka munculah rasa kebencian, permusuhan, atau perang.
Rasa kebencian itu di wariskan dari satu generasi ke genarasi yang lain dan
menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok (in-group feeling). Anggota
kelompok menganggap kelompok mereka sendiri sebagai pusat gejala-
gejalanya (etnosentrisme).

b. Seberapa luas masalah tersebar dalam bangsa dan negara?


Dewasa ini, tawuran dapat dikatakan telah mengakar jauh di dalam
budaya pelajar di seluruh penjuru Nusantara, terutama pelajar menengah atas
(SMA). Seakan-akan kegiatan tersebut memiliki fungsi sebagai ajang dalam
menentukan siapa sekolah yang paling perkasa. Bukan hal yang tak lazim jika
acap kali kita mendengar berita tawuran antarpelajar dari berbagai daerah,
apalagi di wilayah desa/kabupaten yang terisolir dari peradaban kota, walaupun
hal tersebut tak menampik fakta bahwa pelajar ibukota kadang kala masih suka
terlibat tawuran.

c. Mengapa masalah harus ditangani pemerintah dan haruskah seseorang


bertanggung jawab memecahkan masalah?

Maraknya tawuran pelajar dipicu oleh banyak factor. Pada tingkat mikro
rendahnya kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berperilaku yang
tidak pro-norma. Pada tingkat menengah, buruknya kualitas dan manajemen
pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan
negatif' termasuk tawuran. Di tingkat makro, persoalan pengangguran,
kemiskinan dan kesulitan hidup memberisumbangan tinggi bagi terbentuknya
masyarakat (termasuk siswa) yang merasa kehilangan harapan untuk hidup
layak. Tawuran tidak hanya dilakukan oleh para preman saja, tetapi para pelajar
dan mahasiswa pun sekarang melakukannya, penyebabnya hanya hal sepele
yang menimbulkan sebuah kebencian atau kecemburuan, kekerasan
dianggapnya sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa
memikirkan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Tawuran antar pelajar dan
mahasiswa biasanya dilakukan oleh mereka yang kurang akan rasa tanggung
jawab, mereka bergerak secara bergerombolan atau yang lebih dikenal dengan
sebutan geng.

d. Adakah kebijakan tentang masalah tersebut?

Masalah tawuran atau perkelahian beramai-ramai diatur dalam Pasal 170


dan Pasal 358 KUHP. Jika tawuran terjadi dan mengganggu masyarakat, baik
yang mengakibatkan terjadinya korban maupun tidak, seharusnya dikenakan
Pasal 170 KUHP. Sementara itu, jika tawuran menimbulkan korban luka berat
atau korban jiwa maka dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP.

Pasal 170 KUHP berbunyi: “(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang
bersalah diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia
dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka; 2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,
jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. “

Pasal 358 KUHP berbunyi: ”Mereka yang sengaja turut serta dalam
penyerangan atau perkelahian dimana terlibat beberapa orang, selain tanggung
jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam: 1.
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat; 2. dengan pidana
penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.”

Namun pada kenyataannya, kebanyakan kasus mengalami


pemberhentian, bahkan banyak juga yang tidak terungkap. Hal ini menyebabkan
ketidakpastian hukum akibat kekaburan dari hukum itu sendiri. Untuk tawuran
pelajar sendiri belum ada kebijakan khusus yang mengatur, namun sangat
diharapkan dapat dikeluarkan Peraturan Pemerintah (dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) yang mengatur, dan menerapkan sanksinya secara
tegas karena kegiatan ini sangat meresahkan masyarakat.

e. Adakah perbedaan pendapat, siapa organisasi yang berpihak pada masalah ini?

Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Seperti yang kita
ketahui bahwa masalah ini tidak menimbulkan dampak positif baik untuk pelajar
yang tawuran sendiri maupun masyarakat diluar para pelajar tersebut. Pihak
yang akan berpihak terhadap masalah ini pun tidak jauh dari para pelajar yang
ingin membanggakan nama sekolahnya dengan tawuran. Padahal, sekolah
mereka pun tidak akan bangga jika mereka melakukan tawuran.

f. Pada tingkat atau lembaga pemerintah apa yang harus bertanggung jawab atas
masalah ini?

Tidak bisa dipungkiri bahwa ada banyak aspek yang harus diperhatikan
dalam konteks perkelahian atau tawuran pelajar. Salah satu aspek yang penting
adalah kondisi lingkungan sekitar sekolah. Kedua sekolah terletak di wilayah
yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan pertokoan dimana siswa
biasanya sepulang sekolah senang menghabiskan waktu untuk ‘nongkrong’.
Siswa dari kedua sekolah ini tidak jarang saling bersinggungan dan hal tersebut
dapat menjadi pemicu adanya perselisihan di antara mereka.
Perlu adanya pendekatan yang sistematis dan komprehensif untuk
mencermati permasalahan ini serta untuk menghasilkan solusi yang terbaik.
Permasalahan Tawuran Pelajar ini merupakan masalah kita bersama, pihak yang
bertanggung jawab atas permasalahan ini terdiri dari berbagai pihak.

Tanggung jawab tidak bisa hanya dibebankan kepada sang anak yang
menjadi pelaku tawuran semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab para
instansi terkait di dunia pendidikan, untuk melakukan pembinaan kedepannya.
Tanggung jawab ini juga dibebankan kepada sekolah yang bersangkutan. Untuk
penyelesaian masalah ini lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mencari
jalan keluar adalah pihak kepolisian. Pihak kepolisian memberikan sanksi sanksi
atas perbuatan pelaku.

g. Penutup

Kesimpulan tawuran pelajar

Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidaklah hanya datang dari


individu siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang
datang dari luar individu, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
lingkungan.

Para pelajar yang umumnya masih berusia remaja memiliki


kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang mana kemungkinan
dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, maka inilah peran orangtua
dituntut untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika sang anak
tiba-tiba melakukan kesalahan. Keteladanan seorang guru juga tidak dapat
dilepaskan. Guru sebagai pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan
kepribadian para siswa agar menjadi insan yang lebih baik.

Begitupun dalam mencari teman sepermainan. Sang anak haruslah


diberikan pengarahan dari orang dewasa agar mampu memilih teman yang baik.
Masyarakat sekitar pun harus bisa membantu para remaja dalam
mengembangkan potensinya dengan cara mengakui keberadaanya.

Saran Tawuran Pelajar

Dalam menyikapi masalah remaja terutama tentang tawuran pelajar


diatas, penulis memberikan beberapa saran. Diantaranya :
a. Keluarga sebagai awal tempat pendidikan para pelajar harus mampu
membentuk pola pikir yang baik untuk para pelajar
b. Masyarakat mesti menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang
kondusif
c. Lembaga pendidikan formal sudah semestinya memberikan pelayanan yang
baik untuk membantu para pelajar mengasah kemampuan dan
mengembangkan segala potensi yang ada didalam dirinya

Saran kami, untuk mengatasi peristiwa tawuran berdarah antarpelajar ini


adalah, sebaiknya pihak sekolah memberikan sanksi yang ketat bagi siswanya
jika melanggar aturan. Kemudian sekolah harus menambah waktu belajar
mereka, serta memberikan tugas setiap hari agar siswa setelah pulang dari
sekolah langsung pulang ke rumah. Selain itu, pihak sekolah juga harus saling
bekerjasama dengan sekolah-sekolah lain untuk menghilangkan tawuran ini.
Misalkan membuat program studi banding antarsekolah, buka puasa bersama,
kerjasama ekstrakurikuler, dan lain-lain.

Tidak hanya pihak sekolah, polisi dan pemerintah juga harus saling
bekerjasama dengan sekolah sekolah untuk menghilangkan kebiasaan buruk
pelajar ini. Pemerintah harus tegas mengatasi masalah tawuran ini tanpa
pandang bulu. Siswa yang diketahui tawuran harus dipecat atau dikeluarkan dari
sekolah dan mendekam di penjara beberapa hari atau bulan. Itu semua dilakukan
agar siswa yang terlibat tawuran merasa menyesal dan tidak mengulanginya lagi.
Pemerintah juga harus bertindak tegas kepada sekolah yang siswanya ketahuan
tawuran. Sekolah yang terkait harus diberi sanksi seperti penurunan akreditasi
sekolah. Tujuannya jelas, agar sekolah benar-benar serius mendidik siswanya
agar tidak melakukan hal yang merugikan orang banyak dan sekolahnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/node/38/wetboek-
van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)#

https://www.neliti.com/publications/151061/tawuran-dari-sudut-pasal-170-dan-pasal-
358-kitab-undang-undang-hukum-pidana
https://www.kompasiana.com/miragustiani4706/5dc25ff0097f36579e2f6782/tawuran
-antarpelajar-semakin-merajalela

http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/view/976

Prabowo, H. 1998. “Seri Diktat Kuliah : Pengantar Psikologi Lingkungan”. Depok


:Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.

Sarwono, S.W. 2002. “Psikologi Sosial (Individu dan Teori- teori Psikologi Sosial)”.
Jakarta : Balai Pustaka.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/06/06/npiih6-
kpai-sekolah-harus-ikut-tanggung-jawab-atas-tawuran-pelajar

Anda mungkin juga menyukai