Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tawuran di kalangan remaja saat ini sedang marak-maraknya terjadi.


Demikian pula tawuran yang terjadi di kalangan pelajar seperti sudah menjadi hal
yang biasa. Bukan hanya di kalangan orang dewasa dan mahasiswa, tetapi juga
banyak terjadi di kalangan anak SMP, dan SMA. Tawuran pelajar itu terkadang
terjadi didasarkan pada alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal, sepeti saling
ejek , mencemooh antar pelajar yang akhirnya berujung pada tawuran. Hal yang
paling memprihatinkan adalah ketika ajang tawuran dijadikan ajang adu kekuatan di
antara pelajar, dimana kelompok pelajar yang menang tawuran akan dianggap sebagai
jagoan atau paling tangguh.

Dunia pendidikan sering dicemarkan dengan hal-hal seperti ini, dimana setiap
sekolah hanya memikirkan kualitas otak para anak didiknya, tetapi di sisi lain kualitas
mental, karakter anak didiknya kurang diperhatikan. Misalnya di lingkungan sekolah
yang tidak ketat dan membiarkan ajang mos atau ospek yang mengedepankan
senioritas dan lebih banyak menggunakan ancaman atau kekerasan senior kepada
juniornya. Belum lagi ketika para senior memberikan pengajaran kepada juniornya
bahwa sekolah lain merupakan musuh dan musuh harus dihilangkan, dimusnahkan.
Hal ini yang mendorong juniornya untuk bertindak anarkhis dan berusaha untuk
mempertahankan gengsinya bahwa sekolahnya yang paling kuat, sehingga ketika ada
masalah kecil dengan sekolah lain cenderung menggunakan kekerasan dalam
penyelesaiannya yaitu tawuran.

Contoh kasus nyata dari tawuran di Indonesia yaitu Di Palembang pada


tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya
lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA
KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi Sumatra ekspres Palembang). Di Subang
pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta
dan SMK Sukamandi (harian pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September
2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com).

Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di
Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat
tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya
kuliah (tempointeraktif.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27
November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde
(liputan6.com).
Tawuran merupakan cara yang negatif untuk menyelesaikan masalah antar
pelajar. Selain merugikan diri pelajar, seperti luka-luka bahkan sampai ada yang
meninggal dunia, tawuran merupakan masalah sosial yang juga dapat menimbulkan
kerugian bagi lingkungan dan masyarakat, seperti rusaknya fasilitas umum.

1.2 Rumusan Masalah

a. Faktor apa yang menyebabkan tawuran di kalangan pelajar?

b. Bagaimana dampak dari tawuran di kalangan pelajar?

c. Bagaimana solusi mengatasi tawuran di kalangan pelajar?

1.3 Tujuan

a. Untuk menjelaskan faktor penyebab tawuran di kalangan pelajar.

b. Untuk menjelaskan dampak dari tawuran di kalangan pelajar.

c. Untuk menjelaskan solusi mengatasi tawuran di kalangan pelajar.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Tawuran Pelajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia “tawuran” dapat diartikan sebagai


perkelahian yang melibatkan banyak. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia
yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar yaitu perkelahian yang dilakukan
oleh sekelompok pelajar. Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia
remaja merupakan masalah sosial dalam bentuk kenakalan remaja.

Kenakalan remaja dalam hal tawuran atau perkelahian, dapat digolongkan ke


dalam 2 jenis delikuensi atau kenakalan yaitu situasional dan sistematik.

a. Delikuensi situasional, dimana perkelahian terjadi karena adanya situasi yang


mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan ini biasanya muncul akibat adanya
kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.

b. Delikuensi sistematik, dimana para remaja yang terlibat perkelahian itu berada
dalam suatu kelompok atau geng. Disini ada aturan yang harus ditaati oleh setiap
anggota kelomok, termasuk aturan untuk berkelahi.
2.2 Tawuran pelajar pada remaja

Secara instingtif (berdasarkan insting), manusia membutuhkan kekerasan


untuk mempertahankan hidupnya. Secara psikologis, kekerasan atau tawuran bisa
muncul ke permukaan dalam bentuk aksi maupun reaksi terhadap aksi seperti halnya
orang membunuh agar tidak terbunuh. Siapapun kita, apapun status kita, bisa
melakukan tindak kekerasan atau tawuran baik secara individu maupun kolektif
(massal). Jika sekelompok individu melakukan tindak kekerasan atau tawuran secara
bersamaan, inilah yang disebut kekerasan kolektif baik dilakukan oleh sekelomok
remaja atau sekelomok orang banyak (crowd). Kekerasan kolektif ini, menurut
Gustave Le Bon dalam bukunya “The Crowd” identik dengan irasionalitas,
emosionalitas, dan peniruan individu. Kekerasan seperti ini berawal dari sharing nilai
atau penyebaran isu, kemudian kumpulan individu itu menanggapinya dengan frustasi
dan akhirnya bertindak anarkhis.

Peran model adalah sesuatu hal yang sangat penting dalam proses imitasi
tindakan, kupasan teori belajar sosial meliputi : (1) Teori behavioristik yang
dikembangkan dalam laboratorium, (2) Teori mengenai sosialisasi anak. Selanjutnya
Bandur mejelaskan yang dimaksud model disini adalah sembarang kumpulan
stimulus yang tersusun sedemikian rupa. Dalam kehidupan sehari-hari individu
menghadapi berbagai jenis stimulus model, yakni model hidup (bintang film, orang
tua, teman sebaya, dsb).

Jika kita simak secara seksama, begitupun para pelajar SMU di Indonesia,
tidak sedikit perilaku agresi dan kekerasan/tawuran mereka yang meniru acting yang
diperankan oleh tokoh insan film yang mereka tonton setiap saat. Tak dapat disangkal
lagi, semenjak usia TK, SD mereka telah menonton film-film karton yang jelas-jelas
dipoles unsur komedi di dalamnya, seperti Tom and Jerry, menginjak usia SLTP dan
SMU mereka terus disuguhi tayangan-tayangan film yang menuntun pemirsanya
melakukan tindak kekerasan/tawuran. Mereka merupakan pendukung yang fanatik
dan pemodel yang aktif, tak ayal lagi ketika dibangku SMU mereka mendapatkan
julukan SMU tawuran, dan ketika menginjak perguruan tinggi mereka menjadi
pendemo sampai berani melengserkan presiden.
Tawuran pelajar merupakan jenis perbuatan yang melanggar norma-norma.
Jenis perbuatan yang melanggar antara lain : (1) Pengeroyokan, dari saling pandang
berkembang menjadi keributan-keributan kecil, yang biasanya tidak berlanjut terus,
apabila salah satu kelompok tidak dapat menyaingi kekuatan kelompok lawannya.
Kelompok yang kalah melapor kepada temannya dan di dorong kesetiakawanan maka
mereka melakukan penyerangan balik. Pada perkembangan selanjutnya tawuran ini
tidak hanya mengandalkan kemampuan fisik, tetapi juga menggunakan senjata-
senjata tajam yang berbahaya (2) Penganiayaan, merupakan tindakan seseorang yang
menimbulkan luka-luka berat maupun ringan terhadap orang lain (Sudarsono:1990).
Dalam praktik tawuran pelajar yang sering terjadi kontak fisik antara pelajar yang
mengakibatkan kematian, setelah terjadi penganiayaan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Tawuran di Kalangan Pelajar

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran di kalangan


pelajar, yaitu :

a. Faktor Internal

faktor internal ini terjadi di dalam diri individu itu sendiri yang berlangsung
melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan
perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang
kompleks atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan,
ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin
beragam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam
memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir dahulu akibat yang akan ditimbulkan.
Selain itu, ketidakstabilan emosi para pelajar juga memiliki andil dalam terjadinya
perkelahian. Mereka biasanya mudah frustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak
peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan
pengakuan kehadiran dirinya di tengah-tengah lingkungan masyarakat.
b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar diri individu, seperti :

1. Faktor Keluarga

Keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama bagi anak. Jika seorang
anak sering melihat kekerasan yang dilakukan dalam keluarganya, maka setelah ia
tumbuh menjadi seorang remaja ia sering melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang di contohkan keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga
juga bisa menjadi penyebab tindakan kekerasan yang dilakukan anak ketika menjadi
pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak
menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada saat remaja.

Menurut Hirschi, berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu


penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figur
teladan yang baik bagi anak. Jadi disini peran orang tua lah yang berperan penting
untuk menunjukkan contoh perilaku yang baik.

2. Faktor Sekolah

Sekolah tidak hanya untuk menjadikan siswa menjadi pandai secara


akademik, tetapi dari segi akhlak, perilaku siswa pun harus diperhatikan. Sekolah
menjadi wadah untuk mengembangkan perilaku baik. Namun sekolah juga bisa
menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya
kualitas pengajaran yang bermutu. Misalnya di sekolah tidak jarang ditemukan guru
yang tidak cukup sabar dalam mendidik dan lebih mengedepankan kekerasan, hal
inilah yang bisa menyebabkan anak didik menjadi ikut terbawa emosi dan bertindak
lebih anarkhis. Selain pengaruh pengajar, pengaruh teman sebaya di sekolah juga
dapat menyebabkan seorang siswa ikut dalam tawuran, misalnya ketika seorang anak
yang ikut kelompok atau geng di sekolah, ia harus mengikuti aturan yang ada dalam
geng tersebut, dan harus menaati termasuk aturan ketika ada masalah dengan pelajar
lain harus diselesaikan dengan cara berkelahi atau kekerasan.

3. Faktor Lingkungan

Pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan tawuran, yaitu :

a. Adanya lingkungan yang sempit dan kumuh, anggota lingkungan yang berperilaku
buruk, misalnya : pemakai narkoba, zat adiktif, pengeroyokan, penganiayaan dll.

b. Adanya saran transportasi yang tidak memperhatikan kepentingan pelajar.

c. Lingkungan kota (tempat tinggal) yang penuh kekerasan hampir setiap hari
disaksikan oleh remaja, seperti tayangan buser, TKP, paroli dll.

d. Adanya kelomok geng yang berperilaku kurang baik , dimana remaja ikut aktif di
dalamnya. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari
lingkungannya dan menimbulkan reaksi emosional yang berkembang mendukung
munculnya perilaku tawuran.

3.2 Dampak Tawuran Pelajar

Dampak yang dapat ditimbulkan dari tawuran antara lain :

a. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik
itu cedera ringan, berat, bahkan sampai meninggal dunia.

b. Masyarakat di sekitar juga dirugikan, misalnya : rusaknya rumah warga, apabila


pelajar yang tawuran melempari batu dan membentur rumah warga.

c. Terganggunya proses belajar mengajar, karena pelajar yang ketahuan melakukan


tawuran akan dikenai sanksi atau hukuman.
d. Menurunnya moralitas para pelajar, karena pelajar lebih mengedepankan gengsi
tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya.

e. Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa dan saling menghargai.

3.3 Solusi atau Upaya Untuk Mengatasi Tawuran

Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tawuran antar
pelajar yaitu :

a. Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak
akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
b. Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk
mengajarkan cinta kasih.
c. Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk
menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
d. Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk
pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan
masyarakat.
e. Bagi para orang tua, mulailah belajar jadi sahabat anak-anaknya. Jangan jadi
polisi, hakim atau orang asing dimata anak. Hal ini sangat penting untuk
memasuki dunia mereka dan mengetahui apa yang sedang mereka pikirkan
atau rasakan. Jadi kalau ada masalah dalam kehidupan mereka orang tua bisa
segera ikut menyelesaikan dengan bijak dan dewasa.
f. Bagi para Polisi dan aparat keamanan, jangan segan dan aneh untuk dekat
dengan para pelajar secara profesional, khususnya yang bermasalah-
bermasalah itu. Lebih baik tidak menggunakan acara-acara formal dalam
pendekatan ini, melainkan masuk dengan cara santai dan rileks. Upama ketika
para pelajar ini cangkrukkan atau kumpul-kumpul, ikutlah kumpul dengan
mereka secara kekeluargaan dan gaul, sehingga mereka akan merasa ada
kepedulian dari negara atas masalah mereka. Aparat Polisi dan keamanan
yang gaul dan bisa mereka terima akan menjadi kode bahwa negara
memperhatikan generasi ‘lupa diri’ ini untuk kembali menjadi ingat bahwa tak
ada alasan yang cukup kuat bagi mereka menggelar tawuran.
g. Pada awal masuk sekolah, sebagian pelajar yang tawuran ini sebenarnya
jarang yang saling kenal. Jika kemudian mereka menjadi beringas dengan
orang yang sama sekali sebelumnya tak dikenal, karena ada kata-kata,
dendam, slogan, pemikiran, hasutan dan sejenisnya yang masuk kepada
mereka dari senior atau orang luar tentang kejelekan sesama pelajar yang
akhirnya jadi musuh. Inilah bahaya mulut, otak dan hati yang harus
dibersihkan kemudian diluruskan. Tak mungkin clurit berbicara jika ketiga
unsur tadi tidak rusak sebelumnya. Razia terhadap benda-benda tajam itu
mungkin efektif dalam masa pendek, namun untuk jangka panjang perlu
dirumuskan bagaimana melakukan brainwash kepada para pelajar ini agar
kembali ke jalan yang benar.
h. Buat sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin dan ketertiban bagi
mereka yang terlibat tawuran. Ini adalah cara memutus tali dendam dan
masalah dalam dunia pelajar kita. Jadi siapapun dan dari sekolah manapun
yang terlibat tawuran, segera tangkap dan masukkan dalam sekolah khusus
yang memiliki kurikulum khusus bagi mereka. Dengan jalan tersebut,
setidaknya teman atau adik kelas mereka tak akan lagi terpengaruh oleh ide-
ide gila anak-anak yang suka tawuran ini. Tentu semua hal tersebut harus
didukung penuh oleh pemerintah dan semua pihak karena biaya dan tenaga
yang dibutuhkan awalnya akan sangat besar. Tapi apalah artinya semua itu
jika akhirnya kita akan menemukan kedamaian dalam dunia pendidikan kita.
i. Perbanyaklah Kegiatan Ekstrakulikuler di Sekolah. Kegiatan yang biasa
dilakukan sehabis selesai KBM dapat mencegah sang pelajar dari kegiatan-
kegiatan yang negatif. Misalkan ekskul futsal, setelah selesai futsal pelajar
pasti kelelahan sehingga tidak ada waktu untuk keluyuran malam atau hang
out dengan teman lainnya.
j. Pengembangan bakat dan minat pelajar. Setiap sekolah perlu mengkaji salah
satu metode ini, sebagai acuan sekolah dalam mengarahkan mereka sesuai
dengan keinginan mereka sendiri dan tentunya orangtua pun menyetujuinya.
Penelusuran bakat dan minat bisa mengarahkan potensi dan bakat mereka
yang terpendam.
k. Pendidikan Agama dari sejak dini. Sangat penting sekali karena apabila
seorang pelajar memiliki basic agama yang baik tentunya bisa mencegah
pelajar tersebut untuk berbuat yang tidak terpuji karena mereka mengetahui
akibatnya dari perbuatan tersebut. Agama harus ditanamkan sejak dini,
banyak sekolah-sekolah atau madrasah yang bisa menjadi referensi
pendidikan seorang anak dan biasanya mulai KBMnya siang setelah selesai
sekolah dasar. Dasar agama yang kuat membuat seorang pelajar memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.
l. Boarding School (Sekolah berasrama). Bisa menjadi salah satu alternatif
mencegah pelajar dari tawuran. Biasanya di sekolah ini, waktu belajar lebih
lama dari sekolah umum. Ada yang sampai jam 4 sore, setelah maghrib ngaji
atau pelajaran agama. Selesai isya pelajar biasanya pergi ke perpustakaan
untuk belajar atau mengerjakan tugas. Jam 8 malam, pelajar baru bisa istirahat
atau lainnya. Sekolah ini sangat efektif menurut saya, pelajar tidak ada waktu
untuk berinteraksi dengan dunia luar karena kesibukan mereka. Interaksi ada
namun hanya satu kali dalam seminggu.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidak lah hanya datang dari
individu siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang
datang dari luar individu, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
lingkungan. Para pelajar yang umumnya masih berusia remaja memiliki
kencenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang mana kemungkinan
dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, maka inilah peran orangtua dituntut
untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika sang anak tiba-tiba
melakukan kesalahan. Keteladanan seorang guru juga tidak dapat dilepaskan. Guru
sebagai pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan kepribadian para siswa
agar menjadi insan yang lebih baik. Begitupun dalam mencari teman sepermainan.
Sang anak haruslah diberikan pengarahan dari orang dewasa agar mampu memilih
teman yang baik. Masyarakat sekitar pun harus bisa membantu para remaja dalam
mengembangkan potensinya dengan cara mengakui keberadaannya. Tawuran antar
pelajar dapat menimbulkan beberapa dampak yang negatif, namun dampak tersebut
juga bisa di atasi dengan mencegah tawuran sejak dini.

4.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

DAFTAR PUSTAKA

https://afdhalrizqi.wordpress.com/2012/10/22/solusi-mengatasi-permasalahan-
tawuran-antar-pelajar-di-indonesia/

Diakses tanggal 21 Oktober 2017

http://yakubus.wordpress.com/2009/02/25/makalah-sosiologi/

Diakses tanggal 21 Oktober 2017

https://emiutamy.files.wordpress.com/.../uts-psi-d1-emi-11001187/pdf.

Diakses tanggal 21 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai