D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 10:
1. Marlina
2. Pebriantris
3. Oinike
Dosen Pembimbing:
Edriyani Yonlafados M.Kep
Biasanya permusuhan antar sekolah itu terjadi dimulai dari masalah yang sangat sepele.
Remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapi sebagai sebuah tantangan bagi
mereka. Masalah sepele tersebut bisa berupa saling ejek ataupun masalah memperebutkan
seorang wanita. Pemicu lain biasanya adanya rasa dendam. Dengan rasa kesetiakawanan
yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa
sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah.
Sebenarnya jika dilihat lebih dalam lagi, salah satu akar penyebabnya adalah permasalahan
yang dihadapi individu yang kemudian menyebabkan depresi seseorang, sebagaimana kita
tahu bahwa materi pendidikan di sekolah Indonesia itu cukup berat. Akhirnya stress yang
memuncak itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran. Akibat
dari tawuran pelajar itu sendiri, antara lain :
1. Kematian dan luka berat bagi para siswa, pelaku dan masyarakat.
2. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan
batu.
1.2.Tujuan Kegiatan
2. Pelaksanaan Menjelaskan:
1. Pengertian tawuran antar 1. Mendengarkan
pelajar
2. Faktor penyebab terjadinya 2. Mendengarkan
tawuran antar pelajar
3. Roleplay tawuran antar 3. Memperhatikan
pelajar
4. Dampak tawuran antar 4. Mendengarkan
pelajar
5. Hal-hal yang dapat 5. Mendengarkan
dilakukan untuk mengatasi
tawuran antar pelajar
BAB 2
MATERI
2.1. Pengertian Tawuran Antar Pelajar
b. Faktor Eksternal
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan.
Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya
maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan
kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak
harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh
pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak
menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan
remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik
bagi anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan
anaknya untuk selalu berprilaku baik.
2. Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik
namun juga pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah
untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran
yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang
tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru
tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru
oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang
pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku
remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan
menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja
lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat
remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi
waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan
tawuran.
4. Faktor Pacar
Masalah pacar seperti berebut pacar, saing-saingan pacar, ada yang
menggoda pacar satu sekolah, juga acapkali menimbulkan tawuran yang
kemudian bereskalasi menjadi tawuran antar sekolah yang melibatkan massa yang
besar karena solidaritas atas sesama.
5. Faktor Geng
Hampir setiap sekolah terutama sekolah negeri memiliki geng yang
didirikan oleh kakak-kakak kelas, yang kemudian diwariskan kepada adik-
adiknya di sekolah. Proses pewarisan geng ini kepada adik kelas sekaligus
menanamkan budaya geng yang harus ditaati dan dilaksanakan telah menjadikan
sekolah sebagai pusat tawuran dan bullying. Mereka yang sudah telanjur menjadi
anggota geng, tidak berani mengundurkan diri, karena takut mendapat perlakukan
kasar dan membahayakan jiwa mereka. Pengaruh alumni dari geng suatu sekolah
sangat kuat, sehingga kekerasan seolah menjadi budaya yang sulit dihapus.
6. Faktor Ekonomi
Masalah ekonomi juga acapkali menjadi faktor yang menyebabkan
terjadinya tawuran. Kesenjangan ekonomi antar pelajar, dan persaingan antar
sesama, menyebabkan sering terjadi tawuran di kalangan pelajar dan masyarakat.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tawuran adalah perkelahian secara massal yang dilakukan sekelompok pelajar antar
kelompok pelajar lainnya. Tawuran termasuk salah satu gejala sosial pada kenakalan remaja.
Gejala sosial yang seperti ini sudah sangat jelas melanggar norma dan nilai dalam masyarakat.
Tawuran ini terjadi akibat konflik antar satu sekolah, entah karena perasaan solidaritas antar
siswa dan sebagainya. Tawuran antar pelajar merupakan gejala sosial yang serius yang dapat
mengakibatkan korban yang tidak bersalah dan dapat merusaka benda-benda yag ada disekitar.
Dan tawuran antar pelajar ini terjadi turun temurun pada sekolah tersebut.
3.2. Saran
Kami menyarankan untuk para pembaca untuk mencari informasi lebih banyak lagi agar
menambah pengetahuan dan wawasan tentang tawuran antar pelajar. Karena dalam tawuran
pelajar sangat tidak baik bagi generasi bangsa, lebih tepatnya merugikan diri sendiri dan orang
lain. Dampak yang terjadinya tawuran antar pelajar pun akan mengakibatkan korban jiwa dan
merusak fasilitas-fasilitas yang ada disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Myers G David. 2012. Psikologi Sosial Edisi 1. Jakarta selatan: Salemba Humanika
Myers G David. 2012. Psikologi Sosial Edisi 2. Jakarta selatan: Salemba Humanika