Anda di halaman 1dari 28

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PERMASALAHAN DAN PENANGANAN MASALAH PENYESUAIAN DIRI


PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH

Dosen Pengampu :
Dra. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd.

Oleh :
KELOMPOK 11 VC

1. Ni Wayan Desi Anggreni NIM. 1413011017


2. Ni Komang Indah Cahyaningsih NIM. 1513011028
3. Ni Pande Putu Sri Wahyuni NIM. 1513011036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya lah penyusunan dan penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang
berjudul “Permasalahan dan Penanganan Masalah Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia
Sekolah Menengah”.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik,
2. Teman-teman kelas VC yang telah memberikan semangat dan informasi mengenai
penyusunan makalah ini,
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Akhirnya atas segala kerendahan hati, penulis sampaikan terima kasih.

Singaraja, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1........................................................................................................................................ Beb
erapa Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah.................................................3
2.2........................................................................................................................................ Per
masalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah.....................................................................6
2.3........................................................................................................................................ Fakt
or Penyebab Perilaku Agresi.........................................................................................12
2.4........................................................................................................................................ Pen
anganan Masalah Remaja dengan Cara Mekanisme Pertahanan Diri...........................19
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan........................................................................................................................22
3.2 Saran..............................................................................................................................22
DAFTAR RUJUKAN
SOAL TAMBAHAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dimana
manusia dikatakan makhluk sosial, karena sejak dilahirkan ia membutuhkan pergaulan
dengan orang lain demi memenuhi kebutuhan hidupnya Menurut (Gerungan, 2010:26),
yang menegaskan bahwa di dalam lingkungan sosial terdapat terdapat berbagai
komponen- komponen yang saling berinteraksi, dimana interaksi antara komponen
tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun
kelompok dengan kelompok dimana semua saling berhubungan.
Berbagai interaksi yang kita alami dalam lingkungan social dan tentunya dalam
lingkungan sosial selalu dihadapkan pada permasalahan sosial yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan. Selain masalah social berbagai masalah individu juga kita
dapatkan dari masalah yang biasa saja sampai permasalahan yang sangat kompleks.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam hidupnya
karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga,
sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya. Permasalahan bagi manusia akan
semakin kompleks ketika mereka menginjak usia remaja, usia dimana mereka masih
berada di jenjang pendidikan usia sekolah menengah yang dihadapi oleh para remaja
dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Tidak jarang juga terjadi perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak
usia sekolah seperti berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang
lain, dan sebagainya yang dapat mengganggu kesinambungan hubungan khususnya pada
anak usia sekolah. Perilaku inilah yang dimaksud dengan perilaku agresi atau dengan kata
lain agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak
milik orang lain.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa
remaja. Dalam kaitan dengan pendidikan, peran sekolah tidak jauh berbeda dengan peran
keluarga, yaitu sebagai tempat perlindungan jika anak mengalami masalah. Bagi seorang
pendidik haruslah tahu keadaan peserta dan gejala-gejala yang menyimpang dari pesert
didiknya serta harus bisa mengarahkan pada hal-hal yang positif, sehingga peserta didik
pada usia sekolah tersebut akan terarah pada hal-hal positif.

1
Berdasarkan uraian d atas, maka penulis mencoba untuk menyusun makalah dengan
judul “Permasalahan dan Penanganan Masalah Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia
Sekolah Menengah” yang membahas mengenai tentang beberapa masalah peserta didik
usia menengah, permasalahan kesehatan anak usia sekolah, faktor penyebab perilaku
agresi, serta penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme pertahanan diri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah,
yaitu sebagai berikut.
1. Apa saja permasalahan yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah?
2. Apa saja permasalahan kesehatan anak usia sekolah
3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perilaku agresi?
4. Bagaimana penanganan masalah dalam penyesuaian diri anak remaja dengan cara
mekanisme pertahanan diri?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perilaku agresi,
2. Untuk mengetahui cara penanganakan masalah anak remaja dengan cara mekanisme
pertahanan diri,
3. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah,
4. Untuk mengetahui permasalahan anak usia sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Beberapa Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah


Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus hingga akan semakin
memuncak ketika mereka menginjak usia transisi dimana keingintahuan yang sangat
tinggi dengan semangat yang menggebu-gebu akan sia-sia tanpa bimbingan yang terarah.
Perkiraan usia transisi manusia yaitu ketika mereka berada di jenjang sekolah tingkat
menengah, ketika mereka menginjak remaja dan dewasa awal.
Perkembangan fisik yang sangat cepat dapat berakibat pada masa remaja yang tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik. Hal ini sering menimbulkan bahaya-bahaya yang
muncul pada masa remaja. Menurut Hurlock (1991: 236-237), ada 2 bahaya yaitu: a)
bahaya-bahaya fisik, yang meliputi kematian, bunuh diri atau percobaan bunuh diri, cacat
fisik, kecanggungan dan kekakuan serta b) bahaya psikologis, yaitu kegagalan menjalani
peralihan psikologis ke arah kematangan yang merupakan tugas perkembangan masa
remaja yang penting.

Adapun bahaya psikologis akibat ketidakmampuan penyesuaian diri remaja biasanya


ditandai dengan tidak bertanggungjawab,tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran,
sikap yang sangat agresif dan sangat yakin pada diri sendiri, perasaan tidak aman, yang
menyebabkan remaja patuh mengikuti standar- standar kelompok, merasa ingin pulang
bila berada jauh dari lingkungan yang dikenal. Selain bahaya- bahaya, tersebut diatas,
peserta didik usia sekolah menengah khususnya juga memiliki beberapa masalah,
diantaranya:

1. Masalah Pertumbuhan dan Perkembangan


Adapun perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur.
Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi organ individu. Kedua kondisi tersebut terjadi sangat
berkaitan dan sangat mempengaruhi setiap anak. Pengaruh dari pertumbuhan dan
perkembangan terhadap remaja dapat dilihat sebagai berikut:

3
a) Jasmani
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga
menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang
dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
b) Jiwa
Kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis dan kritis,
fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh
dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
c) Rohani
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak
aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada
imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap
mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri
(suara hatinya).
d) Sosial
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan
perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan
masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain,
dan sebagainya.
2. Masalah Narkoba
Narkoba merupakan musuh nomor satu bagi para remaja. Namun, para
remaja hingga saat ini banyak yang belum tahu mengenai narkoba sebagai musuh
utama ini. Buktinya, semakin banyak remaja terjerumus dalam rayuan maut
narkoba. Ketidaktahuan remaja tentang bahaya narkoba memang menjadi tugas
berat bagi orangtua dan guru untuk menerangkannya. Apalagi narkoba sekarang
sangat mudah didapat dan bandarnya pun memang selalu menempel pada dunia
remaja.
3. Masalah Pergaulan Bebas
Setiap makhluk hidup melakukan seks untuk memperoleh keturunan agar
dapat menjaga dan melestarikan keturunannya dimana seks merupakan naluri
alamiah yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup di muka bumi ini. Seks diperlukan
untuk menjaga kelangsungan hidup suatu spesies atau suatu kelompok (jenis)
makhluk hidup. Hubungan seks yang dilakukan di luar pernikahan disebut seks

4
bebas (free sex). Hawa nafsu merupakan hal yang sangat menentukan terjadinya
seks bebas.
4. Masalah Rokok
Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan
tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh
masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap tahun
semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP, maka sekarang
anak-anak SD sudah merokok secara diam-diam.
5. Masalah Perkelahian Pelajar
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi diantarpelajar.
Bahkan bukan “hanya” antarpelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-
kampus. Namun kini, berkelahi adalah hal yang wajar dikalangan remaja.
a) Dampak Perkelahian Pelajar
Perkelahian pelajar sangat merugikan banyak pihak. Ada empat dampak
negatif yang disebabkan dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan
keluarganya) yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif
apabila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum
seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko
dan kendaraan yang dapat merugikan negara, ataupun individu itu sendiri.
Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, cenderung yang
dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap
perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.

b) Tinjauan Psikologi Penyebab Remaja Terlibat Perkelahian


Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian) dan kondisi
eksternal.
- Faktor Internal
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu
melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks
disini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat
ekonomi, dan semua rangsangan dari lingkungan yang semakin lama
semakin beragam.

5
- Faktor Keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau
pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat
remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga
wajar apabila dia melakukan kekerasan pula.

- Faktor Sekolah
Kini sekolah bukan hanya dijadikan sebagai tempat dalam
menempuh pendidikan, namun menyasar pada terkenal atau tidaknya
sekolah tersebut. Sikap membanggakan sekolah kini tidak hanya dengan
prestasi namun dengan sikap provokasi baik itu berupa sindiran, hingga
bersikap menarik perhatian (misalnya: kebut- kebutan disekolah
bersangkutan, apabila sekolah tersebut bertetangga siswanya saling
melemparkan sesuatu, dan sebagainya) sehingga terjadinya perkelahian
tidak dapat terhindarkan lagi yang kini hal tersebut lebih populer dengan
sebutan tawuran.

- Faktor lingkungan
Lingkungan diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja,
juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian.Misalnya
dilingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan
yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana
transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar.

2.2. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah

Secara epidermis, permasalahan kesehatan pada anak usia menengah (remaja) di


Indonesia, berkaitan dengan perilaku yang berisiko. Selama perkembangannya dari masa
remaja hingga dewasa, tidak semua remaja mengalami perkembangan ke arah yang
positif. Beberapa di antaranya menjadi remaja yang berprestasi namun adapula yang
tidak dan justru memiliki kelakuan yang buruk. Seringkali beberapa remaja yang
memiliki kelakuan buruk tersebut menyelesaikan masalahnya dengan cara yang tidak
benar. Hal ini akan menjadi masalah yang serius. Apabila orangtua tidak mengawasi
anak-anaknya dengan baik dan memberikan pendidikan perilaku, masa depan anak-anak
ini akan terancam.

6
Berikut ini beberapa permasalahan kesehatan pada anak usia menengah yang sering
terjadi di lingkungan sekitar kita:

1. Masalah Rokok
Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak
asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok,
namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri
maupun orang-orang di sekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam
rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya.

Seseorang dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31


batang rokok setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi.
Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak
bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21
batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan
menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun
pagi.

Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok
berdasarkan Management of Affect Theory, keempat tipe tersebut adalah:
 Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
 Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
 Perilaku merokok yang adiktif.
 Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Adapun penyebab-penyebab remaja merokok antara lain sebagai berikut.


a. Pengaruh Orangtua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang
berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak
begitumemperhatikan anak anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras
lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal
dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,
Pengantar psikologi, 1999:294).
b. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka
semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan
demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,

7
pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman temannya atau bahkan temanteman
remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka
semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai
sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan
remaja non perokok (Al Bachri, 1991).
c. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan
diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun
satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan
(termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi
pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna
dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,1999).
d. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran
bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja
seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan
tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).

Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok


penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan
motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat
mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media
massa, atau kebiasaan keluarga atau orang tua.

2. Masalah Narkoba
Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah
bahan/zat yang jika dimasukan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum,
dihirup, maupun disuntikkan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan,
dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik
dan psikologis.
Penyalahgunaan narkoba sangat dilarang oleh negara. Hal ini dikarenakan
narkoba membawa dampak yang sangat buruk bagi kesehatan remaja. Tetapi masih
saja ada remaja yang kurang tahu akan hal ini dan menggunakan barang tersebut.
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah
ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan
mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada

8
sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan
ginjal.
Apabila dilihat garis besarnya saja, faktor yang menyebabkan remaja
menyalahgunakan narkoba ada dua, yakni faktor lingkungan dan faktor pribadi.
Kedua faktor ini saling berkaitan antara satu sama lain sehingga pencegahan yang
baik adalah dengan mengantisipasi faktor pribadi serta lingkungan remaja.
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan hidup ataupun lingkungan pergaulan menjadi hal yang sangat
berpengaruh bagi perkembangan remaja. Lingkungan yang baik dapat
menjadikan seorang remaja menjadi pribadi yang baik begitupula sebaliknya.
Berikut merupakan beberapa contoh hal yang terjadi dalam lingkungan yang
mampu menjerumuskan remaja ke dalam dunia narkoba.
1. Ajakan, bujukan dan iming-iming teman atau anggota kelompok sebaya,
2. Orang tua tidak acuh dan tidak mengadakan pengawasan terhadap anaknya,
3. Tidak ada perhatian, kehangatan, kasih sayang dalam keluarga.
b. Faktor Pribadi
Berikut beberapa keadaan pribadi yang sangat berpotensi menjadikan
remaja sebagai pecandu narkoba.
1. Cenderung memiliki gangguan jiwa seperti kecemasan, obsesi (memikirkan
sesuatu secara berulang-ulang), apatis, menarik diri dalam pergaulan,
depresi, kurang mampu menghadapi stres, atau hiperaktif,
2. Suka berpetualang, mencari sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung
resiko bahaya yang berlebihan,
3. Ketidaktahuan akan bahaya narkoba atau tidak memikirkan akan bahaya
narkoba.

Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis


narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara
umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial
seseorang.
Adapun dampak dari pemakaian narkoba sebagai berikut.
a. Dampak Fisik
1) Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,
halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi,

9
2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti:
infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah,
3) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi,
eksim
4) Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru,
5) Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur,
6) Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin,
seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,
testosteron), serta gangguan fungsi seksual,
7) Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain
perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe
(tidak haid),
8) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum
suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis
B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya,
9) Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu
konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over
dosis bisa menyebabkan kematian.

b. Dampak Psikis
1)Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah,
2)Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga,
3)Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal,
4)Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

c. Dampak Sosial
1) Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan,
2) Merepotkan dan menjadi beban keluarga,
3) Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba pada anak usia sekolah menengah sangat
diperlukan. Apabila perlu dilakukan secepatnya sebelum anak terjerumus terlalu
dalam. Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan
narkoba pada anak.

10
1) Setiap orang mempunyai masalah dalam hidupnya. Hadapi dan pecahkan
masalah itu, bukan dihindari, apalagi dengan melarikan diri kepada
penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba bukan penyelesaian
masalah, tetapi memperparah masalah.
2) Jangan pernah sekalipun terpancing untuk mencoba memakai narkoba karena
sekali terjebak masuk kedalamnya maka sulit untuk lepas dari jebakan itu.
3) Penciptaan lingkungan keluarga yang sehat, harmonis, komunikatif, terbuka,
penuh perhatian dan kasih sayang diantara anggotanya, merupakan bagian
penting dari upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.

3. Masalah Seks Bebas


Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
tanpa adanya ikatan perkawinan (Sofyan, 2000:25). Perilaku seks bebas yang terjadi
pada remaja dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian orangtua terhadap anaknya
yang diakibatkan oleh kesibukan masing-masing sehingga anak tidak memperoleh
pengetahuan tentang seks bebas dari orangtua. Seks bebas juga dapat terjadi jika
remaja kurang mempunyai pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu, apalagi
ditambah dorongan teman sebaya.
Berikut beberapa bahaya utama yang diakibatkan seks bebas:
a. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks
pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang
berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi
beban mental yang berat.
b. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan
kehamilan bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks
bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap
“Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan
keturunannya.
c. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan
tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan
kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi
tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
d. Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan
keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan.
Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan

11
orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa
ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.
e. Timbul rasa ketagihan. Sekalisaja melakukan hubungan seksual akan
mengakibatkan ketagihan untuk melakukan hubungan seksual.

Seks bebas dapat dicegah. Melalui keluarga, orangtua sepatutnya


memperhatikan anak-anaknya, terutama ketika anak dalam tahap menuju dewasa,
dengan memberi pengertian tentang seks serta akibatnya. Melalui diri sendiri, anak
harus memikirkan akibat yang akan diperoleh apabila melakukan seks bebas.
Termasuk di dalamnya, meningkatkan iman dan juga kontrol diri serta perilaku. Dan
melalui pemerintah, dengan mengadakan penyuluhan di sekolah-sekolah serta
membuat UU khusus bagi anak-anak yang melakukan pelanggaran sehingga anak
akan berpikir dua kali untuk melakukan tindakan tersebut.

2.3. Faktor Penyebab Perilaku Agresi


Menurut Buss (dalam Morgan, 1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang
dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu individu atau
objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) secara
langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku
yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak harta benda. Menurut Goble
(1987) agresi adalah suatu reaksi terhadap frustrasi atau ketidakmampuan memuaskan
kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri. Baron dan Bryne (2000)
mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku
tersebut.
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik
kesimpulan secara umum bahwa perilaku agresi adalah suatu bentuk perilaku yang
merupakan reaksi terhadap frustasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan
psikologis dasar yang ditujukan untuk mencelakakan atau melukai makhluk hidup atau
benda mati baik secara fisik atau verbal, baik secara langsung atau tidak langsung.
Beberapa faktor penyebab prilaku gresi menurut Davidoff (1991), yaitu:

12
1. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang
biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau
mungkin juga tidak. Pada saat marah ada 3 perasaan, ingin menyerang, meninju,
menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam.
Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat
dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah.
Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan
akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan
yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi.
Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga
dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan
tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan tersebut, lama kelamaan
ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas
ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan
cabul.
2. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991)
yaitu :
a. Pengaruh Gen
Pengaruh faktor genetik antara lain ditunjukkan oleh kemungkinan yang
lebih besar untuk perilaku agresi bagi pria yang memiliki kromosom XYY
(Anantasari, 2006:66). Anak laki – laki pada umumnya memperlihatkan tingkat
agresi fisik yang lebih tinggi daripada anak perempuan. Menurut Poerwandari
(2004:38-39) tentang kecenderungan laki-laki untuk lebih agresi, hal itu dapat
dijelaskan melalui penjelasan biologis. Berkaitan dengan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan dalam perilaku agresi secara keseluruhan, menemukan
temuan yang sangat jelas mengenai hal ini. Penjelasan hormonal
mengungkapkan kecenderungan agresi yang meningkat pada hormon seks laki-
laki, testoteron. Menurut pandangan ini, perbedaan jenis kelamin dalam agresi
ini berhubungan dengan tingkat testoteron yang lebih tinggi pada laki-laki,
Archer (dalam Krahe, 1997:102). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan tingkat agresitas antara
13
perempuan dan laki-laki, hal ini dikarenakan tingkat hormon testoteron yang
lebih tinggi pada laki-laki menunjukkan tingkat maskulinnya.
Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar
hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya
akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah
tersinggung, gelisah, tegang, dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang
melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat
berlangsungnya siklus haid ini.
Selain pada manusia hal ini juga nampak pada binatang. Dari penelitian
yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling
mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan
jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan
betinanya.
b. Sistem otak
Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat
atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan
sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem
limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul
hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff,
1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit
melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan,
kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan
penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk
menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati.
c. Kimia darah
Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor
keturunan) juga dapat mempengaruhi prilaku agresi. Dalam suatu eksperimen
ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain
( testosteron merupakan hormone androgen utama yang memberikan ciri
kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih
kuat. Sewaktu testosterone dikurangi hewan tersebut menjadi lembut.
3. Peran Belajar Model Kekerasan
Media, baik cetak maupun elektronika tidak kalah penting dalam mendukung
terbentuknya perilaku Agresi. Media yang menyuguhkan adegan kekerasan seperti
14
Smack Down, UFC atau sejenisnya. Tayangan ini akan menimbulkan rangsangan
dan memungkinkan inidividu yang melihatnya, terlebih mereka yang berusia muda,
meniru model kekerasan seperti itu. Situasi yang setiap hari menampilkan kekerasan
yang beraneka ragam sedikit demi sedikit akan memberikan penguatan bahwa hal itu
merupakan hal yang menyenangkan atau hal yang biasa dilakukan ( Davidof,1991).
Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadilah proses belajar dari model
yang melakukan kekerasan sehingga akan memunculkan perilaku agresi. Bila
perilaku seseorang membuat orang lain marah dan kemarahan itu mempunyai
intensitas yang tinggi, maka hal itu merupakan bibit munculnya tidak hanya perilaku
agresi pada dirinya namun juga perilaku agresi orang lain.
Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka
melakukan tindak kekerasan. Hal ini tentu membuat penonton akan semakin
mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan
dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan
kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi
sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresi. Dalam suatu penelitian Aletha Stein
(Davidoff, 1991) dikemukakan bahwa anak-anak yang memiliki kadar agresi diatas
normal akan lebih cenderung berlaku agresi, mereka akan bertindak keras terhadap
sesama anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan agresi
dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini sifatnya menetap.
Selain model dari yang di saksikan di televisi belajar model juga dapat
berlangsung secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang yang sering
menyaksikkan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan kebanggaan
orang yang melakukan agresi secara langsung. Atau dalam kehidupan bila terbiasa di
lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian antar orang tua dilingkungan
rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa sejenisnya , semua itu dapat
memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.
Model kekerasan juga seringkali ditampilkan dalam bentuk mainan yang
dijual di toko-toko. Seringkali orang tua tidak terlalu perduli mainan apa yang di
minta anak, yang penting anaknya senang dan tidak nangis lagi. Sebenarnya
permainan-permainan sangat efektif dalam memperkuat perilaku agresi anak dimasa
mendatang. Permainan-permainan yang mengandung unsur kekerasan yang dapat
kita temui di pasaran misalnya pistol-pistolan, pedang, model mainan perang-
perangan, bahkan ada mainan yang dengan model Goilotine (alat penggal kepala
15
sebagai hukuman mati di Perancis jaman dulu). Mainan kekerasan ini bisa
mempengaruhi anak karena memberikan informasi bahwa kekerasan (agresi) adalah
sesuatu yang menyenangkan. Permainan lain yang sama efektifnya adalah
permainan dalam video game atau play station yang juga banyak menyajikan
bentuk-bentuk kekerasan sebagai suatu permainan yang mengasikkan.
4. Provokasi Langsung
Bukti-bukti mengindikasikan betapa pencideraan fisikal (physical abuse) dan
ejekan verbal dari orang-orang lain dapat memicu perilaku agresi, Anantasari
(2006:65). Menurut Taylor (2009:499) faktor lain yang memperbesar siklus agresi
adalah motivasi balas dendam. Riset eksperimental menunjukkan bahwa pria yang
marah dan yang merasa mampu membalas dendam lebih mungkin untuk mengingat
informasi negatif, selama kemarahan dan keinginan balas dendam membuat pikiran
selalu negatif, maka kemungkinan agresi akan bertambah besar. Balas dendam
merupakan penyaluran frustasi melalui proses internal yakni merencanakan
pembalasan terhadap obyek yang menghambat dan merugikannya, Willis
(2012:126).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa perilaku agresi dapat
muncul apabila adanya provokasi langsung yang diterima oleh individu baik secara
fisik maupun secara verbal. Provokasi tersebut menimbulkan cidera fisik maupun
verbal (kata-kata yang menyakitkan hati) pada individu sehingga ia akan timbul rasa
kesal, kemudian muncullah rasa keinginan balas dendam sebagai upaya penyaluran
frustasi dalam bentuk perilaku agresi terhadap obyek yang menghambat dan
merugikannya.
5. Frustrasi
Banyak teori agresi yang mengatakan sebab utama yang menyebabkan
munculnya perilaku agresi adalah frustrasi (Hanurawan,2005). Dijelaskan di sini,
perilaku agresi muncul karena terhalangnya seseorang dalam mencapai tujuan,
kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Watson, Kulik dan
Brown ( dalam Soedardjo dan Helmi,1998) lebih jauh menyatakan bahwa frustrasi
yang muncul disebabkan adanya faktor dari luar yang begitu kuat menekan sehingga
muncul perilaku agresi. Berdasarkan uraian tentang frustasi-agresi diatas, dapat
disimpulkan bahwa efek dari adanya frustasi sering ditunjukkan dalam perilaku
menyakiti orang lain atau perilaku agresi dengan maksud meluapkan kekesalannya

16
terhadap pencapaian tujuan yang tertunda atau yang pencapaian tujuan yang
dihambat.

6. Proses Pendisiplinan yang Keliru


Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama
dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai
pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan,
1988). Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang
penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi
hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan
kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan
ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya. Sedangkan
yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula
menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi
hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat memenuhi
kebutuhan yang mendasar. Misalnya, dilarang untuk keluar main, tetapi di dalam
rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena kesibukan mereka.
7. Lingkungan
Bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi
yaitu:
a. Kemiskinan
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku
agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam
Davidoff, 1991). Misalnya dalam rumah tangga tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya untuk membeli beras, maka pada saat itu anak-anak dengan
mudah dapat melihat model agresi secara langsung. Model agresi ini seringkali
diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup.
Dalam situasi-situasi yang dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan
ditambah dengan nalar yang belum berkembang optimal, anak-anak seringkali
dengan gampang bertindak agresi misalnya dengan cara memukul, berteriak, dan
mendorong orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam kompetisi
sementara ia akan berhasil mencapai tujuannya.

17
b. Interaksi Teman Sebaya
Menurut (Krahe, 1997:79) munculnya pola – pola perilaku agresi berawal
dari konflik dengan teman sebaya dan orang dewasa muncul dalam kehidupan
seseorang dalam bentuk temper tantrum dan penggunaan kekuatan fisik seperti
memukul, mendorong, menendang. Dengan demikian interaksi yang terjadi
dengan teman sebaya sangatlah berpengaruh terhadap munculnya perilaku agresi.
Interaksi teman sebaya sangat mempengaruhi munculnya perilaku agresi,
kombinasi antara ditolak oleh teman sebaya dan bersikap agresi meramalkan
adanya masalah, Ladd et al (dalam Santrock, 2007:211). Studi terbaru lainnya
menemukan bahwa anak kelas tiga yang sangat agresi dan ditolak oleh sebaya
mereka menunjukkan tingkat kenakalan yang lebih tinggi sebagai remaja dan
pemuda dibanding anak-anak lain, Miller-Johnson et al (dalam Santrok,
2007:211). Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa interaksi teman
sebaya sangat mempengaruhi munculnya perilaku agresi.
c. Hilangnya identitas diri
Masa remaja puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses
perubahan dari kondisi entropy ke kondisi negentropy Sarlito (dalam Sunarto,
2008:54). Entropy adalah keadaan dimana kesadaran manusia masih belum
tersusun rapi, sedangkan negentropy adalah keadaan dimana isi kesadaran
tersusun dengan baik. Masa peralihan ini membuat remaja kehilangan identitas
diri dan kehilangan control diri dan akibatnya mereka akan mudah melakukan
tindakan agresi.
d. Suhu udara
Temperatur udara sekeliling adalah determinan situasional agresi.
Kebanyakan penelitian menyebutnya hipotesis hawa panas (heat hypothesis) yang
menyatakan bahwa temperatur tinggi yang tidak nyaman meningkatkan motif
maupun perilaku agresi, Anderson et al (dalam Krahe, 1997:132).
e. Anonimitas
Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya
menyajikan berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya
sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi
dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan
tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi
sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling
18
mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung
menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim
ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat
dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.

2.4. Penanganan Masalah Remaja dengan Cara Mekanisme Pertahanan Diri


Sebagian individu, kecemasan, stress, ataupun konflik sering kita alami. Untuk
mengatasi hal tersebut biasanya dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik
yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Freud sebagai berikut. “Such defense mechanism are put into
operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptabla impulses
may reemerge “ (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002). Freud menggunakan istilah
mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar
yang melindungi individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan.
Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan
oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang mengalami pergaulan dahsyat
dalam perkembangannya kearah kedewasaan. Mekanisme pertahanan diri berikut,
diantaranya dikemukakan oleh Freud, dan beberapa merupakan hasil pengembangan ahli
psikionalistis lainnya.
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi,
konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan
kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki
kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis
amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga
dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Pada umumnya, banyak
individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa
bukti, misalnya :
a. Individu cenderung untuk tidak berlama-lama mengenali sesuatu yang tidak
menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan.
b. Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang
menyesakkan dada.
c. Lebih sering mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk.
d. Lebih mudah mengingat hal-hal yang positif daripada yang negative.
19
e. Lebih sering menekankan kejadian yang membahagiakan dan enggan
menekankan yang tidak membahagiakan.
2. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan
ditujukan untuk menjaga agar stimulus-stimulus dan dorongan yang ada tetap terjaga
(mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi, tetapi mengingkarinya
secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang
menyakitkan agar dapat menitikberatkan kepada tugas. Ia sadar akan pikiran-pikiran
yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan
atau ingatan yang ditekan (represi).
3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia merusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara
supresi atau represi) dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang
sebenarnya. Dengan cara ini, individu tersebut dapat menghindarkan diri dari
kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang
tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tidak jarang dibuat samar dengan
menampilkan dan tindakan yang penuh kasih saying dan permusuhan ditutupi
dengan tindak kebaikan.
4. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi
menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu
tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat
perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata
lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap
berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada
individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi,
kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Remaja yang mengalami
perubahan drastis sering dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
5. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam
situasi frustasi, setidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang
menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang

20
berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak
kecil).

6. Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun.
Biasanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
7. Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu
cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang
tidak langsung.
8. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari
sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan
kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa
yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat
menimbulkan frustasi.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alasan yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan
perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya
sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik
adalah buruk.
11. Intelektualitas
Apabila individu menggunakan teknik intelektualitas, dia menghadapi situasi
yang seharusnya menimbulkan perasaan yang sangat amat menekan dengan cara
analitik, intelektual, dan sedikit menjauh dari persoalan.
12. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia
21
perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan
untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan
keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering dipergunakan.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus hingga akan
semakin memuncak ketika mereka menginjak usia transisi. Beberapa masalah biasanya
dialami bagi peserta didik sekolah menengah diantaranya masalah pertumbuhan dan
perkembangan, masalah narkoba, masalah pergaulan bebas, masalah rokok, masalah
perkelahian pelajar.
Selain permasalahan umum tersebut adapula beberapa permasalahan kesehatan
pada anak usia menengah yang sering terjadi di lingkungan sekitar kita seperti masalah
rokok, masalah narkoba, masalah seks bebas.
Permasalahan yang tidak asing lagi yaitu agresi. perilaku agresi adalah suatu
perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu
individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau
verbal) secara langsung atau tidak langsung. Prilaku agresi ini biasanya disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya amarah, faktor biologis, peran belajar model kekerasan,
provokasi langsung, frustasi, proses pendisiplinan yang keliru, dan lingkungan.
Sebagian individu mereduksi perasaan, kecemasan, stress, ataupun konflik
dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang dilakukan secara sadar ataupun
tidak. Ada beberapa penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme pertahanan diri
yaitu represi, supresi, pembentukan reaksi, fisksasi, regresi, menarik diri, mengelak,
menyangkal kenyataan, fantasi, rasionalisasi, intelektualitas, dan proyeksi.

3.2 Saran
Beberapa masalah biasanya dialami bagi peserta didik sekolah menengah
diantaranya masalah pertumbuhan dan perkembangan, masalah narkoba, masalah
pergaulan bebas, masalah rokok, masalah perkelahian pelajar. Dengan adanya makalah
ini, agar dapat dibaca dan diambil nilai-nilai positifnya untuk kemudian diaplikasikan di
kehidupan sehari-hari. Bagi remaja agar lebih bisa menangani masalah yang dihadapi
dengan cara mekanisme pertahanan diri.

23
DAFTAR RUJUKAN

Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gerungan. 2010. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hurlock, E.B 1991. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John. W. 2007. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Willis, Sofyan. 2000. Problema Remaja dan Pemecahannya. Penerbit Angkasa Bandung.
SOAL TAMBAHAN

1. Salah satu masalah yang sampai saat ini masih belum dapat diatasi adalah korban
bullying. Remaja yang kini semakin berperilaku tidak sepantasnya seperti membully
teman sekelasnya dengan alasan tertentu. Hingga remaja yang menjadi korban bully harus
merasakan kesengsaraan yang pastinya tidak diinginkan oleh siapapun. Dimana korban
juga akan merasakan kekerasan fisik hingga gangguan mental yang dapat menyebabkan
kematian. Bagaimana cara kita menangani masalah tersebut dan apa yang harus kita
lakukan untuk mengurangi kasus bullying pada remaja?
2. Lingkungan sangat berperan penting dalam perkembangan psikologis anak. Apabila
lingkungannya kondusif dalam artian positif, tentu saja anak akan tumbuh menjadi
individu yang baik. Sebaliknya, dengan lingkungan yang kurang kondusif, mereka akan
menjadi pemberontak. Namun, apakah hanya anak yang tumbuh dalam lingkungan yang
kurang kondusif yang memilik psikologis kurang baik? Terkadang kita pernah bertemu
dengan satu individu yang tinggal dalam lingkungan kondusif, penuh kasih sayang
orangtua, berkecukupan, dan memiliki otak cemerlang, namun memiliki psikologis
kurang baik. Kita sebut individu ini A. Akibat pandangan publik yang menganggap A
adalah orang baik, mereka tidak terlalu mempedulikannya. Padahal, A yang selalu dicap
anak baik ini, sering merokok di belakang sekolah, mengonsumsi narkoba, dan bahkan
melakukan seks bebas. Kira-kira, apa yang membuat A memiliki psikologis kurang baik
sementara jelas-jelas ia hidup dalam lingkungan yang baik? Lantas bagaimana cara
mencegah agar hal ini tidak terjadi pada individu sejenis? Dan bagaimana cara kita
mengetahui bahwa seorang anak perlu untuk dibantu perkembangannya agar tidak
terjerumus pada penyakit masyarakat seperti itu?
3. Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus hingga akan semakin
memuncak ketika mereka menginjak usia transisi dimana keingintahuan yang sangat
tinggi. Seperti halnya prilaku agresi, namun prilaku tersebut tidak selamanya disebabkan
oleh diri dari orang tesebut. Ada beberapa faktor lain seperti media massa. Banyak
tayangan televisi yang menampilkan adegan kekerasan sehingga di tiru oleh remaja kita.
Adanya hal demukian tidak bisa sepenuhnya menyalahkan salah satu pihak disatu sisi
memang sebagai penonton harus pintar memilih, namun di sisi lain mengapa tayangan
yang kurang wajar masih tetap di tanyangkan dan justru semakin banyak. Bagaimana
solusi mengatasi hal tersebut?

Anda mungkin juga menyukai