Anda di halaman 1dari 9

Nama : Gracia Mayshella

Nim :

Prodi : Bimbingan Konseling

Email :

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

ARTIKEL CRISIS COUNSELING

SUB TEMA :ANAK/REMAJA HAMIL : SEKOLAH (GURU BK/KONSELOR) HARUS


BAGAIMANA?

“ SOLUSI ALTERNATIF PENANGANAN KORBAN DISKRIMINASI, KEKERASAN,


DAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DAN REMAJA “
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya ucapkan kepada Tuhan Yesus, sehingga saya bisa
menyelesaikan Artikel e-Book yang berjudul “ Anak/Remaja hamil : Sekolah (Guru
BK/konselor) harus bagaimana? “ dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari artikel ini adalah untuk memenuhi tugas kuliah. Selain
itu, artikel ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi para
penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya, sehingga saya dapat menyelesaikan artikel ini. Saya menyadari, bahwa terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan artikel ini, maka dari itu mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan artikel ini.

Demikian pengantar yang dapat saya sampaikan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Yogyakarta ,10 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................................
DAFTAR ISI ……….................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………….

BAB II MATERI DARI NARASUMBER ...................................................................................

A. Konseling untuk Korban Kekerasan Seksual ………………………………………....

BAB III KUMPULAN ARTIKEL ………………………………………………………………

BAB IV UPAYA PREVENTIF ………………………………………………………………….

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP ………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

Anak merupakan generasi penerus masa depan bangsa yang harus dijaga, karena sebagian
besar saat ini anak memiliki masa depan yang suram akibat terjerumus ke dalam pergaulan yang
bebas dan menyimpang. Mereka yang bersekolah di jenjang sekolah menengah atas merupakan
anak yang sedang mengalami perkembangan psikologis dan perubahan fisik yang kuat yang
disebut dengan masa puber. Mereka adalah remaja yang mengalami masa-masa transisi dimana
mereka perlu mendapatkan bimbingan tentang masa puber yang dialaminya. Apabila tidak
dibimbing secara benar oleh orang tua maupun guru maka akan menjadikan perilaku anak
menyimpang.

Berbagai kasus menunjukkan bahwa remaja saat ini memang sudah sampai pada titik
kritis. Masalah utama remaja berawal dari pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas
karena memang periode masa remaja berada pada posisi transisi. Remaja dikelompokkan ke
dalam masa kanak-kanak, dari sisi perkembangan memang sudah berubah, namun apabila untuk
dikelompokkan dalam kelompok dewasa, mereka belum matang. Oleh karena masa remaja
merupakan masa krisis perkembangan.

Layanan pemberian bantuan dibutuhkan untuk menghindari ancaman krisis bagi remaja
yang lebih besar lagi. Remaja tidak akan lepas dari masa krisis tersebut dengan mudah tanpa
bantuan dari orang dewasa lainnya termasuk guru BK atau konselor. Situasi krisis secara umum
berciri adanya perubahan yang mendadak, bersifat tiba-tiba, dan tidak menentu. Layanan
konseling merupakan salah satu layanan pemberian bantuan nyata yang sangat dibutuhkan oleh
remaja saat ini. Konseling krisis merupakan proses yang dilakukan oleh profesional terlatih
dalam hubungan saling percaya terhadap individu yang mengalami tekanan sehingga
berpengaruh negatif terhadap kemampuan individu untuk berfikir, merencanakan, dan mengatasi
masalah secara efektif.
BAB II

MATERI DARI NARASUMBER

A. Konseling untuk Korban Kekerasan Seksual


Pelanggaran HAM yang berakar pada diskriminasi gender, berupa percobaan atau
tindakan seksual, ucapan yang menyasar seksual, atau tindakan memperdagangkan orang.
Hal itu dilakukan dengan paksaan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan
terhadap orang yang tidak mampu memberi persetujuan dan melindungi diri sendiri.
Korban kekerasan seksual mengalami :
 Gejala-gejala pasca trauma/posttraumatic symptoms (mimpi buruk, flashback-
kilas balik, pikiran dan gambaran yang mengganggu).
 Perilaku menghindar (menghindari orang atau situasi yang berpotensi memicu
gejala-gejala yang mengganggu, melakukan disosiasi).
 Perubahan perilaku (kewaspadaan berlebihan, gangguan tidur).
 Perubahan kognisi secara negatif (menyalahkan diri sendiri, rasa bersalah, malu).

Pola asuh yang baik akan membantu anak dalam mengelola diri agar anak lebih
terintegrasi. Pola asuh yang baik akan memengaruhi relasi/attachment di kemudian hari
dan berdampak pada pengintegrasian pengalaman dan pengembangan diri yang sehat.

Sebelum tahun 1990- an, treatment untuk korban kekerasan seksual adalah dengan
mengakses dan memproses memori. Judith Herman dalam bukunya “ Trauma and
Recovery “ (1997) mengusulkan treatment model yang bertahap yang berfokus pada :

 Tahap 1 : Safety and Stabilizing Symptoms


 Tahap 2 : Processing of Traumatic Memories
 Tahap 3 : Consolidation and Resolution – Integrasi ke komunitas atau masyarakat.
BAB III

KUMPULAN ARTIKEL

Menurut Kamus Besar Basa Indonesia, hamil adalah mengandung janin dalam rahim,
karena sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Menurut Neil (Namora Lumongga Lubis, 2013:24),
kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi setiap wanita dan merupakan
suatu fenomena yang terjadi akibat pertemuan sel sperma dan sel telur, tepatnya di tuba fallopi
yang berlangsung 9 bulan atau sekitar 40 minggu. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang
dapat menimbulkan stress, tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk
memberi perawatan dan mengemban tanggungjawab yang lebih besar.

Menurut Indah Permatasari (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual


pranikah berisiko terhadap kehamilan tidak diinginkan, antaralain adalah tingkat religiusitas,
pengetahuan, persepsi terhadap peran gender, akses dan kontak dengan media pornografi, sikap
orangtua terhadap seksualitas, sikap teman dekat terhadap seksualitas, perilaku seksual teman
dekat, dan perilaku seksual individu itu sendiri. faktor penyebab terjadinya kehamilan pada
remaja adalah gaya hidup yang dimiliki dalam pergaulannya, peranan orang tua dan teman
sebaya terhadap seksualitas. Selain itu, kurangnya informasi dan pendidikan tentang seks pun
masih kurang, sehingga saat ini kasus kehamilan remaja semakin marak.

Menurut Namora Lumongga Lubis (2013:77), salah satu masalah yang sering timbul
pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah
kehamilan yang terjadi pada remaja di luar pernikahan. Apalagi apabila kehamilan tersebut
terjadi pada masa sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respons dari
dua pihak. Pertama, yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjasi kehamilan pada siswi, maka
yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponsnya dengan sangat buruk dan berujung
dengan dikeluarkanya siswi tersebur dari sekolah. Kedua, yaitu dari lingkungan di mana siswi
tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal
tersebut terjadi karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita.
Oleh karena itu guru BK/konselor sekolah diharapkan mampu mendukung guru, orang
tua, dan anak-anak sendiri selama periode krisis. Selain itu, personil sekolah harus berpikir ke
depan dan mengantisipasi bahwa krisis yang mungkin akan terjadi dalam kehidupan siswa.
Mereka harus siap untuk bertindak dan menemukan cara untuk membantu anak-anak menguasai
tantangan krisis ketika terjadi. Secara ideal, dalam membantu siswa yang mengalami krisis,
konselor sekolah diharapkan bekerja sama dengan pekerja sosial, psikolog, atau administrator
membangun sebuah tim manajemen krisis yang efektif. Program ini diawali dengan
mengidentifikasi krisis yang terjadi dan kebutuhan untuk mengevaluasi dampak krisis traumatis
pada siswa.

Guru bimbingan konseling BK/konselor, berperan sangat penting untuk memberikan


pendampingan kepada siswa. Peran guru BK/konselor menjadi sangat diperlukan untuk
membantu bimbingan konseling sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi semua pihak,
terutama bagi siswa khususnya pelaksanaan konseling krisis. Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya
untuk meningkatkan keberdayaan guru BK/konselor.

Guru BK/konselor dalam menjalankan perannya diharapkan mampu meningkatkan


kepekaan, cepat merespon, cepat bertindak, meningkatkan afeksi, kognisi, tingkah laku,
menanamkan keikhlasan, dan kesediaan memfasilitasi perkembangan siswa. Peran guru
BK/konselor dalam penanganan krisis tidak lepas dari tugas, standar kualifikasi dan kompetensi.
Guru BK/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling terhadap siswa. Selain itu, guru pembimbing juga dapat memberikan
bimbingan yang tepat untuk siswa agar terhindar dari permasalahanpermasalahan yang tidak
diinginkan dan jika sudah terjadi permasalahan tersebut, maka guru pembimbing juga dapat
membantu siswa mengatasi masalahnya
BAB IV

UPAYA PREVENTIF
BAB V

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Remaja dimana pada usianya ia mengalami masa transisi dari anak anak, remaja menuju dewasa.
Banyak sekali hal-hal yang membuat remaja melakukan penyimpangan, khususnya yang banyak
terjadi saat ini adalah penyimpangan seksual, yaitu perilakuseksual yang dilakukan remaja
sebelum menikah. Bimbingan dan konseling dapat berperan dalam meminimalisir bahkan
menghapus maraknya kenakalan-kenakalan remaja yang sudah berada diatas wajar, salah satu
yang penting dan perlu diperhatikan adalah kasus kehamilan yang marak terjadi pada remaja.
Peran bimbingan dan konseling Guru Bimbingan Konseling sebagai konselor di sekolah yang
keberadaannya memiliki peran yang strategis dalam menangani masalah tersebut dapat
menjalankan perannya dengan melakukan layanan orientrasi, informasi, dan bimbingan dan
konseling kelompok. Guru bimbingan dan konseling tidak dapat melakukan perannya sendiri
melainkan harus melibatkan banyak pihak dalam menangani masalah ini, termasuk pihak-pihak
sekolah seperti guru mata pelajaran dan wali kelas, orang tua siswa, masyarakat, dan siswa itu
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Lylis Marlinda. “Upaya Guru Bimbingan Konseling dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang
berpacaran siswa” Jurnal edukasi : 40-41.

Ahmad Masrur Firosad. “Peran Guru BK dalam Upaya Menangani Penyimpangan Seksual
Siswa” Magistra Indonesia : 76-77.

Fitriana Diah Proboastiningrum. “Studi Kasus Penyesuaian Diri dan Sosial Remaja Hamil di luar
Nikah “ Universitas Negeri Yogyakarta : 66-88.

Sugiyanto. “Peran Guru BK dalam Penanganan Krisis” Universitas Negeri Yogyakarta : 6-8

Anda mungkin juga menyukai