Anda di halaman 1dari 25

PERMASALAHAN ANAK USIA REMAJA

DAN CARA MENGATASINYA

Mata Kuliah : Perkembangan perserta didik

Dosen Pengampu : Cekman, M.Pd.

Kelompok 10

Disusun Oleh:

1. Tendya yunus (201220056)


2. Nisa chanda eliyansyah (201220030)
3. Seprina Sukma (201220078)
4. Rahmadani (201220071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Yang
berjudul “Permasalahan anak Usia Remaja dan cara mengatasinya”

Makalah ini didasari tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik. Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
mahasiswa-mahasiswi calon tenaga pendidik apa saja masalah yang dihadapi peserta didik di
usia remaja dan cara mengatasinya.

Pada kesempatan ini tidak lupa untuk menyampaikan banyak terima kasih Kepada
Bapak Dosen mata kuliah yang telah membimbing dalam Pembelajaran ini. dan Kami sangat
menyadari dalam penyusunan makalah ini karena masih banyak terdapat kekurangan, untuk
itu segala saran dan masukan dari para pembaca yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan Dan Manfaat................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Masalah-Masalah Yang Terjadi Pada Anak Usia Remaja.........................................4


1. Masalah penyesuaian diri..............................................................................................4
2. Masalah seksual pada remaja.........................................................................................6
3. Perilaku menyimpang pada remaja................................................................................7
4. Masalah psikopatologi (gangguan kejiwaan/ kelainan).................................................9
5. Masalah yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku pada usia remaja..................12
B. Cara-Cara Mengatasi Masalah-Masalah Pada Anak Usia Remaja............................13
1. Membantu para remaja dalam menyesuaikan diri..........................................................13
2. Mengatasi masalah seksual melalui pendidikan seks.....................................................15
3. Mencegah terjadinya gangguan kejiwaan pada anak remaja.........................................16

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................20
B. SARAN........................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa yang paling unik. Perkembangan pada masa remaja
umumnya berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian: (1) usia 12-15
tahun; masa remaja awal (peural), (2) usia 15-18 tahun: masa remaja pertengahan (pubertas),
dan (3) usia 18-21 tahun masa remaja akhir (adoleson) (Monk, 2006: 262). Menurut Willis
(2008, 20-21) pada masa ini telah terjadinya kematangan organ seksual yang ditandai dengan
matangan kelenjar endrogin yang mengeluarkan zat-zat yang disebut hormon yang dapat
memacu adanya ransangan-ransangan tertentu (ciri-ciri primer). Selain itu, pada masa ini
telah terjadi perubahan pisik seperti bentuk tubuh, baik pada laki-laki maupun perempuan
(ciri-ciri sekunder), serta perubahan tingkah laku sebagai akibat dari perubahan bentuk pisik
maupun kematangan organ-organ seksualnya (ciri-ciri tersier).

Dalam psikologi perkembangan keperibadian seseorang, remaja mempunyai arti yang


khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian
proses perkembangan seseorang. Anak remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak
pula termasuk golongan dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara dan orang dewasa
(Monks, 2006: 258-259). Masa ini kemudian menjadi suatu tahapan kehidupan yang bersifat
peralihan dan tidak mantap, sehingga rawan dengan pengaruh-pengaruh negatif seperti
narkoba, kriminal, maupun kejahatan seks dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, masa
remaja adalah masa yang sangat baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang
mereka miliki seperti bakat, minat, maupun kemampuan-kemampuan lainnya, serta
mengembangkan nilai-nilai hidup yang diyakininya.

Pertarungan antara kemungkinan masa remaja terjebak dalam pengeruh-pengaruh


negatif dengan kemungkinan dapat dikembangkannya petensi-potensi positif ini menjadi
suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini karena dapat menyelamatkan
generasi dari kehinaan dan kemerosotan akhlak (degradasi moral) menuju rekonstruksi moral
dan budaya bangsa. Masalah-masalah pada anak usia remaja seringkali terjadi sebagai akibat
dari konflik antara anak (remaja) dengan orang tuanya maupun dengan lingkungan sosialnya.
Dalam hal ini, peran orang tua dan sekolah sangat penting bagi pembentukan karakter dan
mental positif para remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja anak belum siap untuk

1
terjun ke masyarakat sebagai orang yang dikatakan sudah dewasa (mandiri) sehingga sangat
membutuhkan bimbingan baik oleh orang tua maupun sekolah (pendidik/guru). Guna
mencapai hal tersebut, maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan sejak dini oleh orang
tua maupun pendidik (guru) adalah mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada
anak usia remaja serta memahami bagaimanakah cara-cara yang dapat dilakukan sebagai
upaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah
ini adalah:

1. Masalah-masalah apa saja yang terjadi pada anak usia remaja?

2. Bagaimanakah cara-cara mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada anak usia remaja ?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah:

a. untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada anak usia remaja

b. untuk mengatahui bagaimanakah cara mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada anak
usia remaja

2. Manfaat

Hasil penulisan makalah ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk:

a. Orang tua, yakni diharapkan mampu menciptakan suasana kehidupan yang harmonis di
dalam keluarga, bersikap demokratis terhadap anak, mengarahkan serta membekali dengan
landasan moral dan spritual yang kokoh untuk mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya

b. Pendidik (guru), yakni diharapkan mampu menciptakan pembelajaran serta


mengambangkan pendidikan yang kondusif dan positif, dimana semua potensi peserta didik
dapat dikembangkan dengan maksimal.

2
c. Masyarakat dan Pemerintah, yakni diharapkan dapat lebih memperhatikan pembinaan dan
pengembangan moral generasi muda menuju manusia Indonesia seutuhnya, baik melalui
lembaga pendidikan formal, pendidikan non formal, maupun pendidikan informal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masalah-Masalah Yang Terjadi Pada Anak Usia Remaja

1. Masalah penyesuaian diri

Permasalahan remaja yang banyak kita lihat sesungguhnya berangkat dari masalah
sulitnya penyesuaian diri anak pada usia remaja. Pada usia remaja seorang anak tidak mau
lagi dianggap sebagai anak-anak, namun ia juga belum siap untuk dianggap (melaksanakan
perannya) sebagai orang dewasa. Penyusuaian diri artinya kemampuan seseorang untuk hidup
dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya
dan lingkungan (Willis, 2008: 55). Kegagalan dalam penyesuaian diri pada remaja dapat
disebabkan faktor-faktor pengalaman terdahulu yang mengalami banyak rintangan dan
kegagalan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di sekitarnya, baik di
dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat.

a. Penyesuaian diri di dalam keluarga

Penyesuaian diri di dalam keluarga yang terpenting adalah penyesuaian diri dengan
sikap orang tua. Dalam kaitannya dengan hal ini, Willis (2008: 56) menyebutkan bahwa ada 3
(tiga) macam tipe/gaya (sikap) orang tua dalam mendidik anak-anaknya yaitu: (1) orang tua
yang otoriter (berkuasa), (2) orang tua yang lunak, (3) orang tua yang demokratis.

Orang tua yang otoriter cendrung merasa berkuasa di rumah, sehingga segala tindakan
terlihat keras, kata-katanya terhadap anak tajam dan menyakitkan hati, banyak memerintah,
kurang mendengarkan keluhan dan usulan anak-anaknya. Hal ini kemudian yang melahirkan
sikap anak terutama remaja yang dapat memicu terjadinya kenakalan remaja, seperti sikap
menetang dan lain-lainnya. Selain itu, rasa takut yang disebabkan oleh sikap orang tua yang
otoriter ini membuat anak tidak berkembang daya kreatifnya, menjadi orang yang penakut,
apatis, dan penggugup.

Demikian pula sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu lunak memberikan kebebasan
terhadap anak tanpa adanya norma-norma yang harus ditakuti oleh mereka dapat
menimbulkan perilaku tidak senonoh pada anak-anaknya, misalnya agresif, suka menipiu,
berbohong, dan lain sebagainya. Sedangkan sikap orang tua yang demokratis memberikan
kesempatan kepada setiap anak-anaknya untuk menyatakan pendapat, keluhan maupun

4
kegelisahannya. Sikap orang tua seperti inilah yang dapat mendidik anak untuk bersikap
mandiri, memiliki sikap tegas, mudah bergaul dan berorientasi pada prestasi.

b. Penyesuian diri di Sekolah

Penyesuaian diri remaja di sekolah erat kaitannya dengan penyesuian diri dengan
guru, teman maupun lingkungan sekolah. Kegagalan remaja dalam menyesuaikan diri di
sekolah sering berujung pada berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut :

1) Perilaku Bermasalah (problem behavior).

Perilaku bermasalah di sekolah dapat berupa perilaku malu yang berlebihan, ingin
menjadi lebih hebat dari teman-temannya, dan lain sebagainya. Perilaku ini seperti
hipoaktivisme, anorexia nervosa, maupun bulimia. Demikian pula, rasa malu dalam
mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku
bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Dampak
perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses
sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat.

2) Perilaku menyimpang (behaviour disorder)

Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang


menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup dan perilakunya tidak terkontrol. Seorang
remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri.
Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol
yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena
persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.

3) Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)

Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat
akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh
penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah.

4) Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)

Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara


perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan

5
perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah.
Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan
salah pada anak. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perilaku anti-sosial seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya .

c. Penyesuaian diri di masyarakat

Penyesuaian diri di dalam masyarakat berkaitan dengan hubungan anak dengan


lingkungan sosialnya, karena sebagian besar waktu anak dihabiskan dilingkungan
masyarakat. Kesulitan penyesuaian diri ini misalnya dipengaruhi oleh film-film, acara TV,
majalah, pergaulan, kekerasan dan lain-lainnya. Jika penyesuaian diri di dalam masyarakat ini
cendrung mengarah ke hal-hal yang negatif, maka masalah yang dihadapi remaja akan
menjadi sangat kompleks, karena pada masa ini remaja berada pada masa trasisi yang sulit
sehingga jika tidak diarahkan maka dapat terjerumus pada degradasi moral.

2. Masalah seksual pada remaja

Pada masa remaja masalah seksual merupakan masalah yang sering terjadi mulai dari
hubungan dengan lawan jenis (pacaran) sampai pada tindakan amoral seperti pemerkosaan
maupun perzinahan. Masalah seksual ini terjadi karena pada masa remaja seseorang telah
menunjukkan kematangan hormon seksual, yang ditandai dengan datangnya masa pubertas.
Kematangan hormon ini mendorong anak remaja pada umumnya untuk memenuhi hasrat
seksualnya, sehingga jika tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan
usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

Menurut Sarwono (2004: 153) faktor-faktor yang berperan dalam munculnya


permasalahan seksual pada remaja adalah sebagai berikut:

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan


hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
tertentu

b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan,
maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus
meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)

6
c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan
seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki
kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut

d Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan


rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku
stensilan, photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang
sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar
dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual
secara lengkap dari orangtuanya.

e. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih
mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka
pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.

3. Masalah psikopatologi (gangguan kejiwaan/ kelainan)

Psikopatologi artinya beberapa gangguan kejiwaan pada remaja (psiko = jiwa,


patologi = kelainan, gangguan). Jenis-jenis gangguan kejiwaan yang sering terjadi pada
remaja menurut Jensen (dalam Sarwono, 2007: 222) antara lain adalah:

a. Mental stres yang dapat menimbulkan hiperaktivitas dan depresi

Hiperaktivitas adalah aktivitas yang terlalu berlebihan, kebalikannya adalah hivoaktivitas


(aktivitas yang kurang). Jika gangguan yang berlangsung terus menerus (efektif), maka
hiperaktivitas maupun hipoaktivitas dapat menyebabkan depresi yang lebih berat dari
sebelumnya.

b. Neurosis

Neorosis adalah perilaku yang berlebihan, yang disebabkan adanya gejolak dan
konflik yang terdapat pada diri sendiri. Beberapa gejala neorosis yang bisa terjadi pada diri
remaja antara lain : (1) phobia yakni ketakutan yang luar biasa tanpa alasan yang jelas kepada
hal-hal yang lazimnya tidak menimbulkan ketakutan, dan (2) Obsesi-kompulasi yakni adanya
pikiran/ perasaan/ keyakinan yang sangat kuat tentang suatu hal yang diikuti dengan
kecenderungan untuk terus-menerus melakukan hal tersebut, walaupun dirinya sendiri
menyadari bahwa hal tersebut tidak masuk akal.

7
c. Reaksi Konversi

Reaksi konversi adalah kecemasan yang dialihkan kepada tubuh, misalnya berkeringat
dingin atau sakit perut pada saat menghadapi ujian. Jika gangguan ini serius, maka gejala-
gejala tersebut bahkan bisa menetap dan selalu dialami jika anak sedang merasakan
kecemasan.

d. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang berupa kemunduran atau terpecah. Dalam
hal ini ditandai dengan cara berfikir yang tidak teratur, berhalusinasi, tidak mampu
mengendalikan gagasan, maupun tidak mampu melakukan hubungan sosial karena tingkah
lakunya sudah tidak sesuai dengan kenyataan.

e. Anorexia Nervosa

Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan
secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat. Gangguan jiwa ini adalah khas remaja di
bawah usia 25 tahun dan biasanya terjadi ada remaja putri. Penderita anorexia sadar bahwa
mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa
berakibat naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga
pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka
akan segera merasa kenyang atau bahkan mual.

f. Bulimia

Pada dasarnya, tujuan akhir dari gejala bulimia dan anorexia adalah sama, yaitu ingin
mempertahankan bentuk tubuhnya selangsing (sekurus) mungkin, namun cara mereka yang
berbeda. Penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai.
Mereka makan berlebihan untuk memuasakan keinginan mereka namun selanjutnya mereka
memuntahkannya kembali hingga tidak ada makanan yang tersisa. Dengan demikian mereka
terhindar jadi gemuk melainkan tetap menjadi kurus tanpa perlu menahan keinginan mereka
untuk makan.

g. Bunuh Diri

Bunuh diri juga merupakan masalah yang sering terjadi pada remaja. Ketika mereka
siudah mengalami jalan buntu dalam masalah yang dihadapinya, dan satu-satunya jalan

8
adalah bunuh diri. Gejala ini dapat disebabkan oleh hubungannya dengan lawan jenis, orang
tua, sekolah, maupun karena yang diinginkannya tidak bisa tercapai, serta perasaan malu atau
tertekan (depresi) yang dialaminya.

4. Perilaku menyimpang pada remaja

a. Kenakalan remaja

Kenakalan remaja artinya perilaku remaja yang menyimpang dari hukum atau
melanggar hukum (Sarwono, 2007: 209). Sedangkan dalam Inpres N0.6/1971 tentang Pola
Penanggulangan Kenakalan Remaja (dikutip dalam Willis, 2008: 89), disebutkan bahwa
kenakalan remaja ialah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat
asosial bahkan anti-sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum
yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Cavan (dalam Willis, 2008: 88) kenakalan remaja
disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh pergaulan dari masyarakat tempat mereka
tinggal.

Jensen (dalam Sarwono, 2007: 209) membagi kenakalan remaja menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu:

1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian,
pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dll.

2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan,


pemerasan, dll.

3) Kenakalan sosial yang menimbulkan korban diihak orang lain, seperti pelacuran,
penyalahgunaan obat, dll.

4) Kenakalan yang melawan status, seperti: membolos, minggat dari rumah dll.

b. Perkelahian remaja sekolah (tawuran)

Menurut Tambunan (2001:1) perkelahian remaja sekolah (tawuran) dapat


digolongkan ke dalam 2 (dua) kondisi penyebab terjadinya, yaitu (1) situasional dan (2)
sistematik. Pada kondisi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya
kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada kondisi sistematik, para
remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu (geng). Di sini

9
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi.
Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.

Selanjutnya Tambunan (2001:1) menjelaskan bahwa terjadinya tawuran sedikitnya


disebabkan oleh 4 (empat) faktor psikologis, yakni sebagai berikut:

1) Faktor internal

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada
situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman
pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama
makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang.
Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa,
cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/ pihak lain pada setiap masalahnya,
dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah.

2) Faktor keluarga

Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan akan berdampak pada anak ketika menginjak
remaja, dimana mereka menganggap kekerasan adalah bagian dari dirinya. Sebaliknya, orang
tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak
mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan
teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai
bagian dari identitas yang dibangunnya.

3) Faktor sekolah

Lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya


suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya
fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar
sekolah bersama teman-temannya.

4) Faktor lingkungan

10
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga
membawa dampak terhadap munculnya perkelahian, misalnya lingkungan rumah yang sempit
dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya pencandu narkoba).

c. Penyalahgunaan NAPZA

NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) yaitu sejumlah
zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan ketergantungan (adiksi).
Selain istilah NAPZA sering juga kita dengar istilah Narkotika maupun Narkoba, namun dari
maraknya berbagai zat yang disalahgunakan, penggunaan istilah narkotika saja kurang tepat
karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak
dipakai yaitu zat psikotropika (Tambunan, 2001:1).

Beberapa jenis NAPZA yang populer digunakan di Indonesia seperti (1) Putau,
tergolong heroin yang sangat membuat ketergantungan, berbentuk bubuk, (2) Ganja, berisi
zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berbentuk tanaman yang dikeringkan, (3) Shabu-shabu,
kristal yang berisi methamphetamine, (4) Ekstasi, methylendioxy methamphetamine dalam
bentuk tablet atau kapsul, (5) Pil BK, megadon dan obat-obat depresan sejenis, dan (6)
sejumlah jenis-jenis narkoba lainnya seperti Marijuana, Cocaine, Methamphetamne, Heroin.

Pada awalnya, zat-zat ini digunakan untuk tujuan medis seperti penghilang rasa sakit.
Namun apabila zat-zat ini digunakan secara tetap, bukan untuk tujuan medis atau yang
digunakan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya, serta dapat menimbulkan kerusakan fisik,
mental dan sikap hidup masyarakat, maka disebut penyalahgunaan NAPZA. Salah satu sifat
yang menyertai penyalahgunaan NAPZA adalah ketergantungan (addiction). Ketergantungan
terhadap NAPZA ini antara lain memiliki ciri-ciri antara lain:

1) Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang
tergolong NAPZA.

2) Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang
meningkat.

3) Ketergantungan psikis, yaitu apabila penggunaan NAPZA dihentikan akan menimbulkan


kecemasan, depresi dan gejala psikis lain.

4) Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik
putus zat (lemah fisik).

11
5. Masalah yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku pada usia remaja

Soesilowindradini (2000: 132-219) dalam buku Psikologi Perkembangan Remaja


mengemukakan bahwa, pada masa remaja yang ditandai dengan mulainya masa pubertas,
terjadi beberapa perubahan perilaku pada anak usia remaja yang sering dilihat sebagai suatu
masalah pada tahap perkembangannya. Perubahan tingkah laku dimaksud antara lain sebagai
berikut:

a. Pada masa pubertas (usia 12-15 tahun)

Pengaruh kedatangan masa pubertas pada remaja awal melahirkan beberapa


perubahan tingkah laku remaja seperti: keinginan untuk menyendiri, keseganan untuk
bekerja, merasa bosan, bersikap tidak tenang, antagonisme sosial (menentang kehendak orang
lain), menentang orang-orang yang lebih berkuasa dari padanya, antagonisme seks
(pertentangan antara laki-laki dan perempuan), emosionalitas (cendrung cepat marah), kurang
percaya pada diri sendiri, mengalami rasa malu yang berlebihan, senang melamun dan lain
sebagainya.

b Pada masa remaja awal (usia 15-18 tahun)

Pada usia ini, remaja berada pada situasi krisis yang dialaminya, yang ditandai dengan
terjadinya perubahan tingkah seperti: merasa dalam status yang tidak menentu, cendrung
emosional (seperti marah, takut, malu, cemas, iri hati, kasih sayang, gembira, rasa ingin tahu,
sedih, dan lain-lainnya), keadaan yang emosi maupun isik tidak stabil (labil), mempunyai
banyak masalah, mengidam-idamkan bentuk jasmaniyah yang sempurna, menghendaki
kebebasan, bingung dalam memahami nilai-nilai, suka terhadap lawan jenis, ingin selalu
berhasil, selalu kritis terhadap sesuatu. Selain itu juga, dewasa ini banyak pula para remaja
yang memiliki kecendrungan suka dengan sesama jenisnya.

c. Pada masa remaja akhir (usia 17-21 tahun)

Pada usia ini, remaja sudah cendrung menjadi mandiri dan sedikit demi sedikit telah
mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, seperti: kestabilan sudah mulai
bertambah, sudah lebih matang, memiliki ketenangan emosional, lebih realistis dan
sebagainya.

12
B. Cara-Cara Mengatasi Masalah-Masalah Pada Anak Usia Remaja

1. Membantu para remaja dalam menyesuaikan diri

a. Sikap demokratis orang tua dalam keluarga

Penyesuaian diri di dalam keluarga sangat ditentukan oleh sikap demokratis orang tua.
Demikian pula di sekolah, anak pada usia remaja sangat membutuhkan bimbingan dan
pengarahan dari pendidik (guru) dalam suasana belajar yang demokratis dan positif.

Baumrind (dalam Nur, 2004: 39) menyatakan hasil penelitiannya bahwa orang tua
yang otoritatif (istilah untuk menyebut sikap orang tua yang demokratis) adalah orang tua
yang paling efektif dalam mendidik anak, karena orang tua yang deokratis cendrung memilki
anak-anak yang mandiri, tegas, mudah bergaul dan lain-lainnya. Beberapa tips yang dapat
dilakukan oleh orang tua, antara lain sebagai berikut (Setiono, 2002:1):

1) Mulailah menganggap anak sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan
berangkat dewasa. Jangan memperlakukan anak (remaja) seperti anak kecil, meskipun
mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa

2) Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Anak (remaja) akan
sangat menghargai dan menghormati orang tua bijak yang bisa dijadikan teman

3) Tetaplah tegas pada nilai yang Anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki
pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai Anda menjadi jangkar yang kokoh di mana
anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan
mempertanyakan alternatif nilai yang lain.

4) Jangan malu atau takut berbagi masa remaja Anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan
belajar apa yang mendasari perkembangan diri Anda dari pengalaman Anda

5) Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood
(suasana hati) sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika
anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama
kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas

6) Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat
rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, selama hal-hal itu tidak

13
membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia
mereka saat ini

7) Kenali teman-teman anak remaja Anda, bertemanlah dengan mereka jika itu
memungkinkan, namun waspadalah jika anak Anda sangat tertutup dengan dunia remajanya,
mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.

b. Membangun saling ketergantungan positif dalam pembelajaran di sekolah

Membangun saling kergantungan positif antara pendidik dengan peserta didik


maupun antara peserta didik dengan teman-temannya membutuhkan suasana belajar yang
aktif, kreatif, efektif dan menyenagkan, serta memberikan tauladan yang baik dari setiap
pendidik (guru). Demikian pula, dalam hal penanaman disiplin belajar, peserta didik dapat
diberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan
memberikan pujian atau hadiah (reward) saat ia memunculkan perilaku yang baik atau benar.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain (Rutbah, 2008:19):

1) Agar anak lebih rasional, dampingi mereka dengan dialog dan memberikan wawasan
pengetahuan dan sosial, agar mereka mempunyai bayak alternatif-alternatif pilihan, sehingga
proses kedewasaan berfikir menjadi lebih cermat

2) Mendidik secara positif, tidak menghukum, tetapi menyesuaikan (mengurangi) hak


istimewa anak bila perlu. Setelah remaja terbukti dapat dipercaya hendaknya diberi
kepercayaan lebih besar

3) Sempatkan berkomunikasi dengan mereka sekaligus memberikan nasehat bila perlu

4) Memberi tauladan dari semua sikap, bahasa, dan perilaku

c. Mengembangkan pendidikan informal di masyarakat

Penyesuaian diri remaja di masyarakat dapat dibina melalui peningkatan peran


pendidikan informal, seperti pendidikan melalui tayangan televisi dan pendidikan melalui
organisasi kemasyarakatan seperti karang taruna. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
penaman minat dan pengembangan budaya tempat mereka tinggal, mengadakan diskusi
terbuka, ceramah-ceramah, dan lain sebagainya .

14
2. Mengatasi masalah seksual melalui pendidikan seks

Mengatasi masalah seksual para remaja dapat dikakukan dengan memberikan


pendidikan seks bagi remaja bahkan sejak dini. Pendidikan seks dilakukan untuk menolong
remaja dalam menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual.
Pendidikan seks ini ditujukan untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks
dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Namun dalam hal ini, pendidikan seks haruslah
dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik
dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat.

Tujuan dari pendidikan seks adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan
ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi untuk menyiapkan agar remaja tahu
tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum,
agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan
seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku
yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan. Jadi tujuan
pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap
masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan
bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya

Mu'tadin (2002:1) menjabarkan tujuan pendidikan dengan lebih lengkap sebagai


berikut:

a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses
kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
c. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi
yang bervariasi
d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada
kedua individu dan kehidupan keluarga.
e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk
memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku
seksual.

15
f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu
dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan
mentalnya.
g. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan
eksplorasi seks yang berlebihan.
h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas
seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami,
orang tua, anggota masyarakat.

3. Mencegah terjadinya gangguan kejiwaan pada anak remaja

Dalam rangka membantu anak agar tidak terjebak pada gangguan kejiwaan seperti,
hiperaktivitas dan depresi, neurosis, reaksi konversi, skizofrenia anorexia nervosa, bulimia
bahkan sampai bunuh diri, maka hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah:

a. Memahami kebutuhan-kebutuhan remaja

Kebutuhan remaja seperti kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis dan kebutuhan


sosial haruslah dapat diarahkan untuk dapat terpenuhi secara wajar. Kebutuhan biologis
adalah kebutuhan yang berasal dari biologis yang sudah dibawa sejak lahir, seperti motif
untuk makan, minum, dorongan seks dan lain sebagainya. Kebutuhan psikologis adalah
segala dorongan kejiwaan yang bersifat individual yang berkaitan dengan psikis seperti
kebutuhan beragama dan kebutuhan akan rasa aman. Sedangkan kebutuhan sosial adalah
kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan orang lain atau ditimbulkan oleh orang lain atau
hal-hal di luar dirinya, seperti kebutuhan untuk dikenal, untuk mendapatkan reson dari orang
lain, untuk memiliki sesuatu, dan lain-lainya.

Kebutuhan remaja di atas dapat terlihat pada perilaku mereka antara lain seperti: (1)
kecendrungan untuk menarik perhatian orang lain, seperti memakai pakaian yang aneh-aneh
modelnya, warna yang mencolok, kebut-kebutan dan lain-lainnya, (2) kecendrungan untuk
hidup dalam kelompok-kelompok sebaya/ geng/ peer group, (3) keinginannya untuk
berkawan dengan lawan jenisnya, karena adanya dorongan-dorongan seksual yang sedang
berkembang, seperti berpacaran, (4) keinginan untuk aktualisasikan diri, dalam arti dapat
melaksanakan semua kemampuan yang dimiliki, cita-cita, serta tujuan yang telah
direncanakan.

16
Dalam rangka hal tersebut, baik keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat
dapat mengarahkan anak-anak remaja dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi remaja untuk berlomba menyalurkan


keinginan-keinginannya, seerti balap mobil/motor, lomba mode pakaian, mode rambut, mode
kacamata, lomba tarik suara, cerdas cermat, dan lain-lainnya.

2) Memberikan kesempatan untuk berorganisasi, berkarya, olah raga, seni, perkumpulan pers
dan lain-lain, baik dalam organisasi sekolah maupun masyarakat seperti karang taruna.

3) Memberikan bimbingan dan konsling kepada remaja, yakni bimbingan khusus mengenai
kehidupan berkeluarga yang susila dan beragama. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi
suatu hal yang sangat penting untuk mengarahkan serta membentengi mereka dari hal-hal
yang dapat menjurus pada perzihan, dan memahami bahwa berpacaran bukanlah suatu masa
untuk melampiaskan nafsu birahi, melainkan suatu masa pembinaan watak kearah pengertian
kehidupan berumah tangga.

4) Dalam hal aktualiasasi remaja, diperlukan bimbingan orang tua dan guru, agar usaha untuk
aktualisasi diri remaja tidak akan mengalami kesia-siaan.

b. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar bertanggung jawab

Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka,


akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat
dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu
sebagai seseorang yang baru, berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya.
Dalam hal ini orang tua hendaknya menjadi tokoh teladan (idola) bagi anak-anaknya.

c. Mengembangkan keterampilan sosial remaja

Mengembangkan ketrampilan sosial remaja dapat membantunya dalam menyesuaikan


diri dengan kehidupan. Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut seperti: kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain,
mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima kritik,
bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan lain sebagainya.

17
d. Memberi bekal pemahaman terhadap nilai-nilai dan pengetahuan agama,

Pemahaman terhadap nilai-nilai dan ajaran agama akan mengarahkan remaja pada
situasi sosial dan rohani yang religius, dimana kehidupannya dapat dihiasi dengan keyakinan
dan ketakwaan terhadap Allah SWT yang akan dapat diwujudkannya dalam kegiatan sehari-
hari. Hal ini dapat diupayakan dengan menciptakan rumah tangga yang teratur dan religius,
mendidik mereka untuk patuh melaksanakan ajaran-ajaran agama, melatih disiplin dan lain-
lainnya. Sedangkan dalam dunia pendidikan, salah satu caranya adalah dengan menekankan
pengembangan aspek afeksi peserta didik dalam pembelajaran .

4. Mencegah terjadinya perilaku menyimpang

Dalam hal mengatasi perilaku menimpang remaja seperti kenakalan remaja, tawuran,
maupun penyalahgunaan NAPZA, dibutuhkan peranan penting orang tua, sekolah maupun
masyarakat secara bersama-sama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mencegah
terjadinya perilaku menyimpang antara lain:

a. Menjalin pergaulan yang tulus antara orang tua dengan anak maupun antara pendidik
dengan peserta didik serta memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati.

Setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir
satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan
kasih sayang yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa
aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan
perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog,
maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka
dalam mengungkapkan pendapatnya.

b. Memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog dengan mereka

Sikap mau berdialog antara orang tua di rumah, pendidik di sekolah, dan masyarakat
dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam diri
remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari
orang tua, maupun guru di sekolah.

c. Melakukan Metode Konseling Terpadu

18
Metode Konseling Terpadu adalah upaya memberikan bantuan kepada klien
kecanduan narkoba dengan menggunakan beragam pendekatan konseling dan
memberdayakan klien terhadap lingkungan sosial agar klien segera menjadi anggota
masyarakat yang normal dan dapat menghidupi diri dan keluarga (Willis, 2008:175).
Konseling Terpadu mencakup beberapa program terkait dan terintegrasi yaitu konseling
individual dan agama, konseling keluarga, bimbingan kelompok berupa kegiatan diskusi dan
ceramah, pelatihan, kunjungan, dan partisipasi sosial. Perpaduan semua program tersebut
membantu klien sehingga menurunkan bahkan menghilangkan kecanduan. Perubahan klien
terjadi pada ranah-ranah mental, emosional, spritual, dan sosial. Dengan demikian, metode
Konseling Terpadu ini dapat membantu mengantipasi serta mencegah terjadinya
penyalahgunaan narkoba (NAPZA).

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian makalah ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni sebagai berikut :

1. Masalah-masalah yang terjadi ada anak usia remaja antara lain:

(1) kesulitan menyesuaikan diri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan
masyarakat, (2) adanya dorongan (hasrat) seksual yang ingin dipenuhi, (3) masalah gangguan
kejiwaan (psikopatologi) seperti hiperaktivitas, depresi, neurosis, reaksi konversi, skizofrenia,
anorexia nervosa, bulimia, dan bunuh diri, dan (4) perilaku menyimpang seperti kenakalan
remaja, tawuran, penyalahgunaan NAPZA.

2. Cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas antara lain adalah: (1) sikap
demokratis orang tua dalam mendidik anak-anaknya dalam lingkungan keluarga, (2)
membangun sikap saling ketergantungan positif dalam pembelajaran di sekolah, (3)
mengembangkan pendidikan informal di masyarakat, (4) memberikan pendidikan seks pada
remaja, (5) memahami kebutuhan-kebutuhan remaja, (6) memberikan kesempatan kepada
anak (remaja) untuk belajar bertanggung jawab, (7) mengembangkan keterampilan sosial
remaja, (8) memberi bekal pemahaman terhadap nilai-nilai dan pengetahuan agama, (9)
menjalin pergaulan yang tulus antara orang tua dengan anak maupun antara pendidik dengan
peserta didik serta memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati, (10) memberikan
kesempatan untuk mengadakan dialog mereka (remaja), dan (11) melakukan metode
Konseling Terpadu.

B. SARAN

Beberapa saran yang dapat dilaksanakan berdasarkan hasil penulisan makalah ini, antara lain:

1. Orang tua, pendidik (guru) maupun pemerintah hendaknya secara bersama-sama


melakukan upaya-upaya positif untuk mengarahkan para remaja menuju suasana psikis
maupun sosial yang kondusif agar semua potensi yang dimiliki anak pada usia remaja dapat
berkembang kearah yang positif.

20
2. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak ada usia remaja haruslah dipandang
secara positif agar dapat dilakukan upaya pencegahan sejak dini baik baik melalui upaya
preventif (bersifat terencana) maupun upaya kuratif (bersifat antisipasi).

21
DAFTAR PUSTAKA

Monk, A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo. 2006. Psikologi Perkembangan,
Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajagmada University Press

Mu'tadin, Zainun. 2002. Pendidikan Seksual Pada Remaja. Artikel :


http://www.epsikologi.com/remaja/100702.htm. Diakses: Selasa, 16 Desember 2008

Mu’tadin, Zainun. 2002. Obesitas dan Faktor Penyebab. Artikel:


http://www.epsikologi.com/remaja/130502.htm. Diakses: Selasa, 30 Desember 2008

Nur, Muhammad. 2004. Perkembangan Selama Anak-anak dan Remaja. Surabaya: Pusat
Sains dan Matematika Sekolah Unesa

Pidarta, Made. 2005. Pengembangan Pendidika Informal. Artikel. Surabaya: Unesa


University Press.

Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press

Rutbah, Qadrat Asyraf. 2008. Ketika Remaja Mulai Menjadi Pemberontak. Artikel: Majalah
Al-Hikmah, Edisi September 2008

Sarwono, Sarlinto Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Setiono, Liliy H. 2002. Beberapa Permasalahan Remaja. Artikel :


http://www.epsikologi.com/remaja/130802.htm. Diakses : Selasa, 16 Desember 2008

Soesilowindradini. 2000. Psikologi Perkembangan Masa Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Tambunan, Rymond. 2001. Perkelahian Pelajar. Artikel:


http://www.epsikologi.com/remaja/161001.htm. Diakses: Selasa, 16 Desember 2008

Tambunan, Rymond. 2001. Remaja dan NAPZA. Artikel:


http://www.epsikologi.com/remaja/napza.htm. Diakses: Selasa, 16 Desember 2008

Tambunan, Rymond. 2002. Anoreksia Nervosa. Artikel:


http://www.epsikologi.com/remaja/180102.htm. Diakses: Selasa, 16 Desember 2008

22

Anda mungkin juga menyukai