Anda di halaman 1dari 24

PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL

REMAJA DAN ISU PERKEMBANGANNYA


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Perkembangan dan pemahaman anak dan
remaja Dosen pengampu Anandha Putri Rahimsyah,
M.Pd.

Oleh:
Kelompok 8

Hasya Syah Praditia C2386201010


Ayuwi Ningsih C2386201017
Fitri Novia Ardiyaningsih C2386201022

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena


berkat rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perkembangan
emosional dan sosial remaja dan isu perkembangannya” ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. juga kepada keluarganya, para
sahabatnya serta kita selaku umatnya. Aamiin yaa rabbal alamiin.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang


sebesar - besarnya kepada Ibu Anandha putri rahimsyah, M.Pd.,
selaku dosen mata kuliah perkembangan dan pemahaman anak dan
remaja yang telah memberikan tugas kepada kami, dan penyusun juga
ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang setia
membantu dalam hal pembuatan makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh


dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Demi tercapainya makalah yang
sempurna.

Tasikmalaya, 28 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG..................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
3. MAKSUD DAN TUJUAN...........................................................................2
4. SISTEMATIKA............................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
“PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL REMAJA............................3
DAN ISU PERKEMBANGAN”.............................................................................3
A. PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL REMAJA...................3
B. HUBUNGAN TEMAN SEBAYA DAN SISTEM SOSIAL REMAJA.......5
C. HUBUNGAN KELUARGA DAN PERKEMBANGAN REMAJA............6
D. ROMANTISME, KEINTIMAN DAN SEKSUALITAS..............................8
E. ISU KONTEMPORER DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
EMOSIONAL ..............................................................................................9
F. PETUNJUK KONSELING UTAMA UNTUK PERKEMBANGAN
SOSIAL DAN EMOSI DI MASA REMAJA.............................................10
BAB III..................................................................................................................11
PEMBAHASAN....................................................................................................11
A. ISU PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA..................................11
B. ISU HUBUNGAN TEMAN SEBAYA DAN SOSIAL REMAJA ...........12
C. FAKTOR PERKEMBANGAN KELUARGA DAN REMAJA.................13
D. ISU ROMANTISME, KEINTIMAN DAN SEKSUALITAS PADA
REMAJA.....................................................................................................14
E. PENYEBAB ISU KONTEMPORER PADA EMOSIONAL REMAJA....15
F. PERAN GURU BK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL
REMAJA.....................................................................................................15
BAB IV..................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................16
1. KESIMPULAN...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Masa remaja ditandai dengan semakin kompleksnya ekspresi emosi
dan perilaku sosial.Perkembangan pada periode ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan budaya, yang berfungsi membentuk, menantang, dan
merevisi konstruksi remaja tentang diri dan diri dalam hubungannya dengan
orang lain. Memahami seorang remaja berarti mengonsep dirinya dalam
konteks, yang mencakup pengaruh perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan
emosional.Perubahan intens yang terjadi di bidang-bidang ini dan pengaruh
timbal baliknya satu sama lain terkadang dapat menyebabkan remaja terlihat
terlalu impulsif, tidak konsisten, tidak dapat diprediksi, atau bahkan tidak
stabil. Meskipun hal ini mungkin benar dari waktu ke waktu, pengamatan
tersebut umumnya bersifat sementara dan situasional, sebagian besar remaja
berhasil melewati periode ini. (Human growth and development across the
lifespan application for counselor, 2016)
Jika kita mengalami suatu emosi kuat, seperti rasa takut atau marah,
kita tentunya merasakan sejumlah perubahan pada tubuh. Sebagian besar
perubahan fisiologis selama rangsangan emosional terjadi akibat aktivasi
cabang simpatik dari sistem saraf otonomik untuk mempersiapkan tubuh
melakukan tindakan darurat.
Masa remaja ini dibahas karena hal ini dikatakan sebagai
periode yang sangat penting, dikarenakan perkembangan fisik yang cepat
dan peting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang juga
menyesuaikan mental, pembentukan sikap, nilai dan minat baru.Selain itu,
perubahan emosi pada remaja yang berjalan dengan baik bisa membuat
mereka belajar mengontrol perasaan dan mengasah kemampuan dalam
mengambil keputusan.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan dan emosional remaja?
2. Bagaimana hubungan teman sebaya dan sistem social remaja?
3. Bagaimana hubungan keluarga dan perkembangan remaja?

1
4. Bagaimana romantisme, keintiman, dan seksualitas pada remaja?
5. Apa itu kontemporer dalam perkembangan sosial dan emosional remaja?
6. Bagaimana petunjuk konseling utama untuk perkembangan sosial dan
emosional di masa remaja?

3. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Untuk mengetahui perkembangan emosional dan sosial di masa remaja.
2. Mengetahui hubungan teman sebaya dan sistem sosial
remaja.
3. Untuk mengetahui hubungan sosial di masa remaja.
4. Mengetahui romantisme, keintiman, dan seksualitas di masa remaja.
5. Mempelajari I.
6. Untuk mengetahui isu perkembangan sosial dan emosional pada
bayi.
4. SISTEMATIKA
1. Cover
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. BAB I Pendahuluan
5. BAB II Pembahasan
6. BAB III Penutup
7. BAB IV Kesimpulan
8. Daftar Pustaka

2
BAB II
“PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL
REMAJA DAN ISU PERKEMBANGAN”

A. PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL REMAJA


Penelitian selama puluhan tahun telah memberikan banyak pencerahan
mengenai perkembangan yang kompleks dan terus berubah ini, membawa kita
lebih dekat untuk memahami keunikan masa remaja, dan telah berupaya untuk
memastikan dan mengkonseptualisasikan perilaku, kecenderungan, dan
konstruksi remaja. Remaja kontemporer adalah budaya yang menganut
konsumerisme dan pemasaran massal, yang tercermin dalam melimpahnya
media, teknologi, dan pengembangan produk yang dirancang khusus untuk
menyasar remaja.
Media, jejaring sosial, dan perangkat teknologi umumnya digunakan oleh
remaja dan semakin banyak digunakan di sekolah seiring dengan pergeseran
pedagogi untuk memenuhi tuntutan reformasi pendidikan dan mempersiapkan
generasi muda menghadapi masyarakat global yang maju secara teknologi.
Misalnya, faktor sosial ekonomi dan kesenjangan dalam pendidikan terus
menjadi faktor penting dalam kesehatan remaja, selain faktor keluarga, sekolah,
dan teman sebaya yang aman dan mendukung. Meskipun usia 16 tahun
mungkin merupakan usia di mana remaja memperoleh kebebasan untuk belajar
mengemudi, banyak remaja yang tidak mengalami peristiwa menarik ini karena
kendala fisik, sosial, dan lingkungan, seperti disabilitas, kemiskinan, kurangnya
akses, atau struktur keluarga dan dinamika.
Meskipun tingkat kehamilan remaja telah menurun selama bertahun-
tahun (Kost & Henshaw, 2014), banyak remaja yang melahirkan dan memulai
keluarga pada usia dini, yang mungkin mempengaruhi atau tidak
mempengaruhi bagaimana mereka mengalami tonggak dan penanda remaja
tradisional. Meskipun demikian, penting bagi para konselor dan profesional
penolong untuk melepaskan asumsi-asumsi tonggak sejarah tradisional dan
merangkul pandangan kontemporer yang lebih beragam tentang masa remaja.
Asumsi stereotip dan penggambaran media terus membatasi persepsi
masyarakat tentang masa remaja dan, sebagaimana diungkapkan oleh Painter
(2013), mewarnai “sebuah mahakarya masa remaja yang cacat” (hal.2)
Media dan sastra menggambarkan masa remaja sebagai periode
pemberontakan yang penuh risiko dan penuh badai yang ditandai dengan
membanting pintu, musik eksplisit yang keras, pembangkangan, dan tidak
menghormati otoritas. Analisis komparatif kontemporer terhadap masa remaja
menunjukkan bahwa asumsi stereotip tentang masa remaja tertanam dalam
masa panoptis dan paradigma yang ketinggalan jaman dan kuno, yang
diabadikan oleh faktor dan kebijakan politik, media, seksualitas, dan sekolah
(Lesko, 2012; Painter, 2013).
Norma-norma sosial konvensional, seperti anak laki-laki akan menjadi
anak laki-laki dan anak perempuan akan menjadi anak perempuan, sudah
tertanam kuat dalam asumsi tradisional dan garis keturunan patriarki mengenai
apa yang dimaksud dengan laki-laki dan perempuan.Lirik dari sajak anak-anak
3
tradisional “Anak Laki-Laki Kecil Terbuat Dari Apa?” terus memancar ke
seluruh rumah, taman kanak-kanak, taman kanak-kanak, dan telinga anak
perempuan dan laki-laki yang mudah dipengaruhi: “Snips dan siput, dan ekor
anak anjing; Anak laki-laki kecil terbuat dari itulah; Gadis kecil terbuat dari
apa? Gambaran yang lebih disukai atau diterima secara sosial tentang laki-laki
dan perempuan membanjiri media, sementara sistem sosial yang lebih besar
terus menulis dan mempromosikan kebijakan yang melanggengkan perspektif
gender masyarakat, terutama yang berkaitan dengan agresi, ekspresi emosional,
dan terutama suara.
Anak laki-laki lebih agresif, aktif, dan kurang emosional dibandingkan
anak perempuan, dan anak perempuan lebih relasional, intim, dan suka
membantu dibandingkan anak laki-laki, namun pengaruh konteks terhadap
perbedaan gender sangat menarik (Spencer, Steele, & Quinn, 1999), khususnya
dalam hal perilaku agresi dan menolong (Hyde, 2005). Gambaran tentang anak
perempuan yang bergerak dalam kelompok yang berdekatan ke dan dari
berbagai lingkungan dan lokasi, seperti kamar mandi, diterima secara luas dan
bahkan mungkin diharapkan.
Meskipun anak laki-laki mempertahankan hubungan dekat selama masa
kanak-kanak dan bahkan sampai sekolah menengah, di sekolah menengah atas
mereka sering mulai melepaskan diri dari hubungan dan menyesuaikan diri
dengan kode anak laki-laki yang mencerminkan pandangan masyarakat tentang
maskulinitas dan menjadi seorang laki-laki (sebagaimana dikutip dalam
Browning, 2008) “mempertanyakan model perkembangan yang berfokus pada
individuasi dan pemisahan untuk menentukan kedewasaan dan kesehatan” dan
berpendapat “anak laki-laki jelas mampu melakukan refleksi diri dan
pemahaman antarpribadi yang mendalam” . Apa yang jelas dalam literatur
adalah bahwa hubungan, meskipun merupakan ujian yang menantang dan rumit
bagi kedua jenis kelamin, merupakan sistem sosial yang sangat penting di mana
remaja dapat bereksperimen, mengeksplorasi, dan menemukan berbagai
kemungkinan

4
B. HUBUNGAN TEMAN SEBAYA DAN SISTEM SOSIAL REMAJA
Interaksi yang tak terbatas antara biologi dan lingkungan mempunyai
keunikan yang berbeda-beda pada setiap remaja. Pandangan ekologis
Bronfenbrenner tentang Pembangunan mengusulkan beberapa sistem
lingkungan yang mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
individu, terutama keluarga, teman sebaya, sekolah, dan komunitas. Teman
sebaya dan persahabatan terdiri dari jaringan pengaruh sosial yang luas dan
meluas yang melampaui lingkungan rumah dan mencakup subsistem hubungan
yang meluas ke lingkungan sekitar, sekolah, organisasi masyarakat, dan
lembaga keagamaan. Komunitas kecil di sekolah adalah tempat remaja
umumnya menghabiskan sebagian besar waktu dan perkembangannya. Terdiri
dari berbagai teman sebaya, pertemanan, dan orang dewasa, sistem sekolah
merupakan pengaruh instrumental terhadap perkembangan remaja. Komunitas
dapat mencakup berbagai subsistem pengaruh mulai dari lingkungan dan
kelompok etnis, agama, atau gaya hidup yang didefinisikan secara sempit,
hingga definisi yang lebih mencakup yang mencerminkan seluruh kota atau
beberapa komunitas (Reitz-Krueger, Nagel, Guarnera, & Reppucci, 2015).
Secara kolektif, sistem pengaruh ini berperan dalam perkembangan sosial-
emosional remaja.

5
C. HUBUNGAN KELUARGA DAN PERKEMBANGAN REMAJA
Hubungan Keluarga dan Perkembangan Remaja Pandangan
tradisional tentang pengaruh orang tua terhadap perkembangan remaja
didasarkan pada gagasan bahwa orang tuakeretaanak-anak mereka-pada
dasarnya, anak-anak adalah produk, sosialisasi, dan pengajaran dari orang
tua mereka. Pandangan yang lebih kontemporer mengenai hubungan orang
tua-anak mendukung asosialisasi timbal balik melihat; Artinya, kini
diketahui bahwa meskipun orang tua mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap perkembangan anak-anak mereka, anak-anak juga mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan dan perilaku orang tua. Ini pendekatan
sistemis Pemahaman tentang pola asuh orang tua dan perkembangan remaja
menawarkan pandangan yang lebih komprehensif tentang proses keluarga
dan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika relasional dan pola
fungsi keluarga.
Diketahui secara luas bahwa hubungan antar orang tua berdampak
signifikan terhadap perkembangan remaja. Faktanya, dampak perselisihan
perkawinan terhadap proses dan perilaku remaja telah terdokumentasi
dengan baik (Baril, Crouter, & McHale, 2007; Cui & Conger, 2008; Doyle
& Markiewicz, 2005; Fosco & Grych, 2008; Lucas-Thompson, 2012) .
Dalam sebuah penelitian tertentu, perselisihan perkawinan ditemukan
berkorelasi dengan perkembangan gangguan makan (Blodgett-Salafia,
Schaefer, & Haugen, 2014). Meskipun mekanisme langsungnya belum
jelas, para peneliti berpendapat bahwa konflik perkawinan dan dampak
buruk sekunder pada hubungan ibu-anak dan ayah-anak berperan dalam
korelasi yang diamati. Perselisihan dalam perkawinan juga dikaitkan
dengan depresi, kecemasan, konflik teman sebaya, kinerja sekolah yang
buruk, dan masalah terkait penyesuaian lainnya (Amato & Cheadle, 2005;
Davies & Windle, 2001). Lebih lanjut, konflik perkawinan telah dikaitkan
dengan respons remaja yang buruk terhadap pengobatan (Amaya, Reinecke,
Silva, & March, 2011). Jelas sekali bahwa hubungan perkawinan
merupakan faktor penting bagi konselor, yang perlu mempertimbangkan
dampak langsung dan tidak langsung dari dinamika keluarga terhadap
perkembangan dan pengobatan remaja.
Perselisihan perkawinan dan hubungan konfliktual orang tua juga
dapat berdampak pada individu dalam jangka panjang. Misalnya, ketika
remaja beranjak dewasa, pernikahan menjadi elemen yang semakin penting
dalam persepsi mereka mengenai kepuasan hidup. Namun, remaja yang
dibesarkan di lingkungan dengan konflik perkawinan yang tinggi cenderung
tidak memiliki pandangan positif terhadap pernikahan, dan mereka mungkin
kesulitan mempertahankan hubungan orang dewasa yang sehat (Miga,
Gdula, & Allen, 2012). Data ini menggarisbawahi tidak hanya pentingnya
perspektif perkembangan yang sistemik tetapi juga pentingnya orang tua
sebagai panutan dalam hubungan.

6
Tugas utama perkembangan remaja adalah menginternalisasi locus of
control dan mengembangkan identitas individu. Orang tua memainkan peran
penting dalam proses ini karena mereka membimbing, mengelola, dan
memantau perilaku dan hubungan remaja mereka. Lebih khusus lagi, kualitas
dan jenis perilaku orang tua dapat mempunyai dampak jangka panjang pada
remaja. Berdasarkan identifikasi Baumrind (1991) mengenai empat gaya
pengasuhan yang berbeda, berikut adalah ringkasan perilaku pengasuhan
yang diterapkan pada remaja:
1. Pola asuh otorotif: mendorong masukan remaja terhadap keputusan dan
proses, mengambil pendekatan demokratis terhadap peraturan dan batasan;
mendukung pengembangan dan identitas individu; dicontohkan dengan
kehangatan dan daya tanggap yang tinggi.
Mendukung kompetensi dan tanggung jawab sosial remaja.
2. Pola asuh otoriter:menghambat masukan remaja terhadap keputusan dan
proses; mengecilkan identitas individu, menekankan kepatuhan ketat
terhadap aturan orang tua; tampilan rendah
tingkat kehangatan atau daya tanggap. Seringkali menyebabkan
ketidakamanan remaja dan interaksi sosial yang buruk.
3. Pengasuhan yang lalai:tidak mendorong atau mengecilkan masukan remaja
terhadap keputusan atau proses, karena gaya ditandai dengan kurangnya
keterlibatan orang tua; menunjukkan tingkat kehangatan atau daya tanggap
yang rendah; kurangnya peraturan dan pengawasan. Seringkali
menyebabkan regulasi diri dan kontrol impuls yang buruk, serta rendahnya
harga diri.
4. Pola asuh yang memanjakan:mendorong masukan remaja mengenai keputusan
dan
proses; tingkat keterlibatan orang tua yang tinggi, meskipun peraturan dan
batasannya kurang; tinggi dalam kehangatan dan daya tanggap. Seringkali
mengarah pada pengendalian diri yang buruk dan egosentrisme yang terus-
menerus, yang berdampak buruk pada hubungan.

7
D. ROMANTISME, KEINTIMAN DAN SEKSUALITAS
Dalam upaya memahami seksualitas remaja adalah peran
perkembangan kognitif dan moral. Sedangkan perubahan biologis
memunculkan kebangkitan seksualitas, pengambilan keputusan secara sadar
masih mendasari perilaku remaja. Artinya, hasrat, dorongan, pikiran dan
perasaan remaja yang berhubungan dengan seksualitas adalah hal yang sama
normal dan diharapkan, kita tidak bisa dan tidak seharusnya mendikte proses
moral yang terlibat dalam pengambilan keputusan seksual. Sebaliknya, dalam
hal seksualitas, remaja harus mempertimbangkan konteks pengaruh
perkembangan, budaya, dan kontekstualnya serta diberdayakan untuk
mengambil keputusan yang mendukung kesehatan dan perkembangan
optimal.
Ada banyak pengaruh budaya dan kontekstual yang mempengaruhi
perkembangan seksualitas remaja. Misalnya, remaja mungkin lebih
mungkin untuk aktif secara seksual jika mereka berasal dari rumah yang
pengawasan orang tuanya lebih sedikit (Deptula, Henry, & Schoeny, 2010).
Pemantauan orang tua, pada gilirannya, mungkin terkait dengan gaya
pengasuhan tertentu, pengaruh budaya, pemicu stres dari status sosial
ekonomi rendah, atau kombinasi beberapa faktor. Selain itu, pilihan remaja
mengenai seksualitas, berkencan, dan keintiman mungkin sangat
dipengaruhi oleh adat istiadat agama atau teladan dari kakak dan orang
dewasa dalam kehidupan mereka.
Salah satu pengaruh paling kuat terhadap perkembangan seksualitas
remaja adalah kelompok teman sebaya. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, masa remaja ditandai dengan eksplorasi dan perkembangan
identitas. Hal ini sering tercermin pada kelompok teman sebaya remaja
yang cenderung mendefinisikan apa yang “normal” bagi individu selama
ini. Hal ini juga berlaku pada seksualitas; remaja yang perilaku seksualnya
berada dalam norma kelompok teman sebayanya cenderung lebih mampu
menyesuaikan diri dan tidak terlalu cemas dibandingkan remaja yang
perkembangan seksualitasnya baik dini atau lambat di luar norma
(Vrangalova & Savin-Williams, 2011). Namun, masih banyak faktor lain
yang dapat mempengaruhi seksualitas dan persepsi remaja, termasuk
pengetahuan dan reaksi orang tua serta tahap perkembangan moral.
Konselor harus ingat bahwa seksualitas dan keintiman adalah proses
perkembangan yang kompleks bagi remaja pengaruh sistemik, motivasi
perilaku, dan eksplorasi keintiman hanyalah beberapa hal yang perlu dinilai
ketika membahas topik ini dengan remaja.

8
9
E. ISU KONTEMPORER DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
EMOSIONAL
Perilaku pengambilan risiko remaja disebabkan oleh berbagai pengaruh,
termasuk perkembangan saraf dan egosentrisme. Penting juga untuk dicatat
bahwa perilaku pengambilan risiko sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial
dan emosional. Orang dewasa seringkali meremehkan pengaruh seperti tekanan
teman sebaya dan mendorong remaja untuk mengambil keputusan yang lebih
proaktif. Meski pun yang terakhir adalah nasihat yang baik, yang pertama tidak
tepat sasaran. Pertama, penting untuk diingat bahwa remaja yang lebih muda
khususnya seringkali kurang memiliki keterampilan pengaturan diri yang
diperlukan untuk mempertimbangkan keputusan mereka sebaliknya jauh lebih
impulsif dibandingkan remaja yang lebih tua dan dewasa muda. Selain itu,
perubahan neurologis pada tahap ini mempengaruhi remaja untuk meningkatkan
perilaku mencari sensasi (Steinberg,2007). Selain itu, remaja mungkin
mengasosiasikan perilaku pengambilan risiko dengan kemandirian dan kendali
pribadi
Faktanya,remaja sering kali tidak menganggap perilaku tersebut “berisiko”
sama sekali, melainkan mengintegrasikan pilihan mereka kedalam narasi
perkembangan pribadi dan locusof control. Misalnya, meskipun kehamilan
mungkin merupakan akibat yang tidak diinginkan dari aktivitas seksual, seorang
remaja mungkin memandang pengalaman tersebut sebaga ciri masa dewasa dan
menganggap situasi tersebut sebagai bukti kedewasaan. Demikian pula, remaja
mungkin percaya bahwa pilihan mengonsumsi alkohol atau menggunakan
narkoba menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab atas hidup mereka dan
mengambil keputusan sendiri. Hal ni merupakan pertimbangan penting ketika
remaja sedang menghadapi kesenjangan antara dikendalikan oleh orangtua dan
menjadi orang dewasa yang mandiri sangat mungkin bahwa perilaku berisiko
sebenarnya memiliki tujuan perkembangan penting.

10
F. KONSELING UTAMA UNTUK PERKEMBANGAN SOSIAL DAN
EMOSI DI MASA REMAJA
Remaja adalah kelompok budaya yang unik mereka berada dalam
kesenjangan antara masa kanak-kanak dan dewasa, mudah dipengaruhi oleh
lingkungan, dan berjuang untuk mengembangkan identitas individu. Konselor
dapat mendukung perkembangan kesehatan mereka dengan memahami mereka,
dalam konteks berbagai pengaruh lingkungan dan sistemik. Meskipun terdapat
perbedaan gender dalam perkembangan emosi pria dan wanita, konselor harus
menghindari generalisasi yang luas. Perbedaan-perbedaan ini dapat sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan biologis. Konformitas
remaja tidak boleh dianggap sebagai tekanan teman sebaya, dan signifikansinya
juga tidak boleh diminimalkan. Konselor harus mengeksplorasi bagaimana dan
mengapa keinginan remaja untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman
sebaya nya dan memahami pentingnya pilihan-pilihan ini dalam
perkembangannya.
Lingkungan sekolah mempengaruhi berbagai bidang perkembangan
remaja, termasuk sistem sosial dan identitas individu. Remaja yang kesulitan
untuk menyesuaikan diri, tidak berprestasi di sekolah, atau tidak memiliki
peluang akademis yang konsisten cenderung tidak behasil. Perkembangan
emosional dan sosial sangat dipengaruhi oleh sistem keluarga, termasuk orang
tua dan wali, saudara kandung, dan keluarga besar. Remaja dengan dukungan
sistemik yang kuat seringkali akan lebih mudah menjalani tahap perkembangan
ini. Konselor harus mempertimbangkan untuk mengintegrasikan keluarga ke
dalam pengobatan bila memungkinkan, dengan fokus pada penguatan dinamika
relasional dan komunikasi.
Seksualitas adalah aspek perkembangan umum pada masa remaja.
Meskipun pengambilan keputusan perilaku merupakan integrasi kompleks
antara kepribadian, moralitas, spiritualitas, dan budaya, konselor dapat
mendukung perkembangan yang sehat di bidang ini dengan memupuk rasa
nyaman dan normal. Perilaku berisiko mungkin merupakan indikasi masalah
mendasar dan terkait dengan patologi, namun seringkali tidak lebih dari
eksplorasi pribadi dan ekspresi individualitas. Konselor sebaiknya memahami
peran, fungsi, dan keyakinan yang terkait dengan perilaku yang menjadi
perhatian untuk lebih mendukung pengambilan keputusan dan perkembangan
yang sehat.

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. ISU PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA


Kemandirian merupakan salah satu isu perkembangan pada remaja. Dalam
teori kemandirian yang dikembangkan Steinberg (1995) istilah independence dan
autonomy sering disejajarartikan secara silih berganti (interchangeable) sesuai
dengan konsep kedua istilah tersebut. Meski secara umum kedua istilah tersebut
memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi sesungguhnya secara
konseptual kedua istilah tersebut berbeda. Secara leksikal independence berarti
kemerdekaan atau kebebasan (Kamus Inggris-Indonesia). Secara konseptual
independence mengacu kepada kapasitas individu untuk memperlakukan diri
sendiri. Steinberg (1995 : 286) menyatakannya independence generally refers to
individuals’ capacity to behave on their own. Berdasarkan konsep independence
ini Steinberg (1995) menjelaskan bahwa anak yang sudah mencapai independence
ia mampu menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari
pengaruh kontrol orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak ingin buang
air kecil ia langsung pergi ke toilet, tidak merengekrengek meminta dibantu buka
celana atau minta dicarikan tempat kencing. Kemandirian yang mengarah kepada
konsep independence ini merupakan bagian dari perkembangan autonomy selama
masa remaja, hanya saja autonomy mencakup dimensi emosional, behavioral, dan
nilai. Steinberg (1995 : 286) menegaskan the growth of independence is surely a
part of becoming autonomous during adolescence.
Hanna Widjaja (1986), mengemukakan tiga istilah yang bersepadanan untuk
menunjukkan kemampuan berdikari anak, yaitu autonomy, kompetensi, dan
kemandirian. Menurutnya, kompetensi berarti kemampuan untuk bersaing dengan
individu-individu lain yang normal. Kompetensi juga menunjuk pada suatu taraf
mental yang cukup pada individu untuk memikul tanggung jawab atas
tindakantindakannya. Istilah autonomy seringkali disamaartikan dengan
kemandirian, sehingga didefinisikan bahwa individu yang otonom ialah individu
yang mandiri, tidak mengandalkan bantuan atau dukungan orang lain yang
kompeten, dan bebas bertindak. Padahal dalam perspektif Hanna Widjaja (1986)
autonomy dan kemandirian adalah dua konsep yang berbeda. Menurutnya,
kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain,
keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-
kegiatan, dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam pandangan Lerner (1976), konsep kemandirian (autonomy)
mencakup kebebasan untuk bertindak, tidan tergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkugan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep
kemandirian ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (1973)
yang menyatakan bahwa kemandirian (autonomy) ialah kebebasan untuk
mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan
sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Dengan menggunakan istilah autonomy, Steinberg (1995 : 285)
mengkonsepsikan kemandirian sebagai self governing person, yakni kemampuan
menguasai diri sendiri. Jika konsep-konsep di atas dicermati, maka konsep
12
kemandirian adalah kemampuan untuk menguasai, mengatur, atau mengelola diri
sendiri. Remaja yang memiliki kemandirian ditandai oleh kemampuannya untuk
tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua, mampu
mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut,
serta kemampuan menggunakan (memiliki) seperangkat prinsip tentang benar dan
salah serta penting dan tidak penting (Steinberg, 1995). Kemampuannya untuk
tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua disebut
kemandirian emosional (emotional autonomy), kemampuan mengambil keputusan
secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut disebut kemandirian
behavioral (behavioral autonomy), serta kemampuan untuk memaknai seperangkat
prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting disebut
kemandirian nilai (valuesutonomy).

B. CONTOH ISU HUBUNGAN TEMAN SEBAYA DAN SOSIAL REMAJA


Beberapa isu yang sering muncul dalam hubungan teman sebaya dan aspek sosial
remaja meliputi:
1. Bullying: Perilaku pelecehan atau intimidasi di antara teman sebaya dapat menjadi
isu serius yang mempengaruhi kesejahteraan sosial remaja.c.
2. Peer Pressure (Tekanan dari Teman Sebaya): Adanya tekanan dari teman sebaya
untuk terlibat dalam perilaku yang mungkin tidak sesuai dengan nilai atau keputusan
pribadi remaja.
3. Isolasi Sosial: Beberapa remaja mungkin mengalami kesulitan dalam bergaul atau
merasa terisolasi dari kelompok teman sebayanya.
4. Pergantian Teman Sebaya: Perubahan dalam lingkungan sosial bisa menjadi isu,
terutama ketika teman sebaya mulai memiliki grup baru atau minat yang berbeda.
5. Masalah Identitas: Proses pencarian identitas seringkali melibatkan perbandingan
dengan teman sebaya, dan ini bisa menciptakan tekanan tambahan.
6. Masalah Komunikasi: Kesulitan dalam berkomunikasi atau konflik interpersonal
dapat muncul di antara teman sebaya, memengaruhi hubungan sosial remaja
7. Pelecehan Daring (Cyberbullying): Ancaman dan pelecehan melalui media sosial
atau platform daring dapat menjadi isu serius dalam hubungan sosial remaja.
8. Aspek Romantis: Hubungan romantis di antara teman sebaya seringkali menjadi
isu kompleks yang melibatkan emosi dan eksplorasi hubungan.
9. Teknologi dan Ketergantungan Medsos: Penggunaan berlebihan media sosial dan
teknologi dapat memengaruhi cara remaja berinteraksi dan berkomunikasi dengan
teman sebayanya.
10. Perbedaan Sosial dan Ekonomi: Faktor-faktor seperti perbedaan status sosial atau
ekonomi dapat mempengaruhi dinamika hubungan sosial remaja dan memunculkan
isu ketidaksetaraan.

13
C. FAKTOR PERKEMBANGAN HUBUNGAN KELUARGA DAN REMAJA
Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan hubungan keluarga dan
remaja yang lebih berkembang diantaranya yaitu:
1. Komunikasi Efektif: Keluarga yang mampu berkomunikasi secara terbuka
dan jujur membantu membangun kepercayaan dan pemahaman antara
orang tua dan remaja.
2. Dukungan Emosional: Adanya dukungan emosional dari anggota keluarga,
terutama orang tua, dapat memperkuat kesejahteraan mental dan emosional
remaja.
3. Batasan yang Wajar: Menerapkan batasan yang seimbang, memberikan
kebebasan yang sesuai dengan tingkat kematangan remaja, dan tetap
menjaga tanggung jawab adalah faktor penting.
4. Partisipasi dalam Keputusan Keluarga: Melibatkan remaja dalam
pengambilan keputusan keluarga dapat memberikan rasa tanggung jawab
dan menghargai pendapatnya.
5. Pengakuan Otonomi dan Identitas: Memberikan ruang untuk remaja
mengembangkan identitasnya sendiri dan menghormati otonomi mereka
dapat memperkuat hubungan keluarga.

6. Pendidikan tentang Nilai Keluarga: Memahami dan mengajarkan nilai-nilai


keluarga yang positif membantu membentuk karakter remaja dan
memperkuat ikatan keluarga.
7. Fleksibilitas dalam Peran Keluarga: Keluarga yang mampu beradaptasi
dengan perubahan peran dan tanggung jawab dapat menciptakan
lingkungan yang lebih sehat.
8. Dukungan Pendidikan: Mendukung pendidikan remaja dan membantu
mereka meraih tujuan pendidikan mereka dapat memperkuat hubungan
keluarga.
9. Keteladanan Orang Tua: Menjadi contoh yang baik dalam perilaku, nilai,
dan komitmen memainkan peran kunci dalam membentuk perkembangan
positif remaja.
10. Pengelolaan Konflik dengan Sehat: Mempelajari cara mengelola konflik
dengan cara yang sehat dan konstruktif membantu membangun
keberlanjutan hubungan keluarga.

14
D. ISU ROMANTISME, KEINTIMAN, DAN SEKSUALITAS PADA
REMAJA
Sejak kebelakangan ini, para peneliti telah menambah
hipotesis bahwa remaja yang terlibat dengan perilaku seksual adalah
disebabkan oleh perpecahan dalam proses individuasi. Sebagai
contoh, kehamilan di luar nikah lebih mudah terjadi manakala orang
tua dan remaja tidak mempunyai negosiasi yang seimbang yang
menyebabkan adanya perasaan terpisah dan keterikatan satu sama lain
dalam keluarga. Kehamilan remaja merupakan manifestasi dari
derajat ketidakberfungsian keluarga. Oleh itu kebebasan seks yang
dilakukan remaja bertujuan untuk membuat mereka berilusi
tentang kebebasan. Ini merupakan ‘paradoxial resolution’ untuk
mengatasi dilema dalam keluarga mereka. Namun pengaruh media
informasi juga mempengaruhi meningkatnya pengetahuan remaja tentang
seks, juga memberi implikasi kepada kebebasan hubungan seks dengan
berganti-ganti pasangan. Lebih parah lagi, jika kebebasan seks ini
diikuti dengan penyalahgunaan narkotika menggunakan jarum suntik.
Hal ini akan menyebabkan penularan penyakit menular seksual dan
HIV/AIDS.
Adapun penyebab spesifik dari hal tersebut yaitu:
1. Pendidikan Seks yang Kurang Memadai:
Isu ini melibatkan kurangnya pendidikan seks yang komprehensif, yang dapat
mengakibatkan ketidakpahaman remaja tentang romantisme, keintiman, dan
seksualitas, serta risiko terkait.
1. Tekanan Sebaya terkait Seksualitas:
Remaja mungkin mengalami tekanan dari teman sebaya untuk terlibat dalam
aktivitas seksual, sehingga menciptakan dilema dan stres dalam menjalani
hubungan romantis.
2. Paparan Media dan Stereotip:
Media seringkali memberikan gambaran stereotip tentang romantisme dan
seksualitas, yang dapat mempengaruhi persepsi remaja dan menciptakan
ekspektasi yang tidak realistis.
3. Perbandingan Sosial dan Identitas:
Remaja dapat merasa tertekan untuk membandingkan hubungan mereka dengan
teman sebaya, mengenai romantisme dan keintiman, yang dapat
memengaruhi perkembangan identitas mereka.
4. Penggunaan Teknologi dan Kesehatan Mental:
Penggunaan berlebihan teknologi dan eksposur pada konten seksual di internet
dapat memengaruhi kesehatan mental remaja dan membentuk pandangan
mereka terhadap romantisme dan seksualitas.
5. Tekanan dari Media Sosial dan Penilaian Diri:
Media sosial dapat memberikan tekanan pada remaja untuk mencocokkan
standar kecantikan atau perilaku tertentu, yang dapat memengaruhi citra
tubuh dan kepercayaan diri mereka dalam konteks romantisme dan
seksualitas.
6. Kesehatan Mental dan Hubungan:
Isu ini melibatkan dampak kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi,
yang dapat mempengaruhi kemampuan remaja untuk membina hubungan
romantis dan menjalani keintiman dan eksplorasi seksual dengan sehat.
15
E. PENYEBAB ISU KONTEMPORER PADA EMOSIONAL
REMAJA

1. Tekanan Akademis Tinggi:

Remaja seringkali mengalami tekanan yang signifikan dari tuntutan


akademis, seperti ujian dan tugas sekolah. Harapan yang tinggi dari
orang tua dan sistem pendidikan dapat menyebabkan stres berlebihan
pada remaja, memengaruhi kesehatan emosional mereka.

2. Pengaruh Media Sosial:

Kehadiran konstan di media sosial dapat memberikan tekanan


tambahan. Perbandingan sosial, cyberbullying, dan eksposur terhadap
citra tubuh yang tidak realistis dapat merugikan kepercayaan diri
remaja dan memicu masalah emosional.

3. Konflik Interpersonal:

Hubungan antar teman, keluarga, atau pasangan dapat menjadi


sumber konflik yang signifikan. Ketidaksetujuan, pemisahan
keluarga, atau pergulatan dalam hubungan romantis dapat berdampak
negatif pada kesejahteraan emosional remaja.

4. Perubahan Fisik dan Hormonal:


Proses pubertas dan perubahan fisik yang signifikan dapat
menciptakan ketidaknyamanan dan kebingungan emosional. Hormon
yang fluktuatif juga dapat memainkan peran dalam perubahan
suasana hati dan respons emosional.

F. PERAN GURU BK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN


SOSIAL EMOSIONAL REMAJA

1. Guru BK dapat membantu siswa (remaja) dalam memahami dan


berhubungan dengan lingkungan sosialnya, mengembangkan
pemahaman tentang keragaman budaya, sikap-sikap sosial, dan
kemampuan berhubungan sosial secara positif dengan orang tua
dan teman sebaya

2. Aspek sosial yang sarat akan emosi menjadi suatu bahan kajian
dalam proses pemberian bantuan bagi remaja

3. Melalui bimbingan konseling, seorang anak dapat belajar cara


berinteraksi dengan orang lain, mengelola emosi, memahami
perasaan mereka sendiri, dan belajar menyelesaikan konflik
secara positif

Dengan demikian, konseling yang berfokus pada pengembangan


kemampuan sosial dan emosional sangat penting dalam mendukung
perkembangan remaja.
16
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
A. Penelitian selama puluhan tahun telah memberikan banyak pencerahan
mengenai perkembangan yang kompleks dan terus berubah ini, membawa
kita lebih dekat untuk memahami keunikan masa remaja, dan telah
berupaya untuk memastikan dan mengkonseptualisasikan perilaku,
kecenderungan, dan konstruksi remaja. Remaja kontemporer adalah
budaya yang menganut konsumerisme dan pemasaran massal, yang
tercermin dalam melimpahnya media, teknologi, dan pengembangan
produk yang dirancang khusus untuk menyasar remaja.
B. Interaksi antara biologi dan lingkungan pada remaja, dengan pendekatan
ekologis Bronfenbrenner yang mengidentifikasi sistem lingkungan,
seperti keluarga, teman sebaya, sekolah, dan komunitas, sebagai faktor
yang memengaruhi perkembangan individu. Teman sebaya dan
persahabatan memiliki peran penting dalam membentuk jaringan
pengaruh sosial yang melibatkan lingkungan di sekitarnya, termasuk
sekolah, organisasi masyarakat, dan lembaga keagamaan. Sistem sekolah,
sebagai bagian integral dari komunitas remaja, memiliki dampak
signifikan dalam perkembangan mereka, melibatkan berbagai teman
sebaya, pertemanan, dan orang dewasa. Komunitas, baik yang
didefinisikan secara sempit atau luas, memberikan pengaruh yang
beragam, termasuk aspek lingkungan, kelompok etnis, agama, dan gaya
hidup, yang secara kolektif berkontribusi pada perkembangan sosial-
emosional remaja.
C. Pendekatan kontemporer menekankan asosiasi timbal balik antara orang
tua dan anak, mengakui bahwa kedua belah pihak saling memengaruhi.
Pemahaman pola asuh orang tua dan dampak perselisihan perkawinan
terhadap remaja memberikan wawasan lebih mendalam tentang dinamika
keluarga. Konflik perkawinan dapat berdampak negatif pada
perkembangan remaja, terkait dengan masalah seperti gangguan makan,
depresi, kecemasan, dan penyesuaian sekolah. Selain itu, konflik
perkawinan dapat mempengaruhi pandangan remaja terhadap pernikahan
saat dewasa.
D. Pemahaman terhadap seksualitas remaja melibatkan peran perkembangan
kognitif, moral, dan biologis. Meskipun perubahan biologis memicu
kebangkitan seksualitas, keputusan seksual remaja tetap didasarkan pada
perkembangan kognitif dan moral. Penting bagi kita untuk menghormati
dan tidak mendikte proses moral dalam pengambilan keputusan seksual
remaja. Faktor budaya, kontekstual, dan pengaruh teman sebaya juga
memainkan peran besar dalam membentuk perilaku seksual remaja.
Dengan mempertimbangkan konteks tersebut, remaja dapat didukung
untuk membuat keputusan yang mendukung kesehatan dan
perkembangan optimal mereka.
E. Penting untuk diakui bahwa remaja, terutama yang lebih muda, mungkin
kurang memiliki keterampilan pengaturan diri, dan perubahan neurologis
dapat meningkatkan perilaku mencari sensasi. Selain itu, remaja
cenderung menghubungkan perilaku berisiko dengan eksplorasi diri dan
kendali pribadi, bahkan jika orang dewasa melihatnya sebagai tindakan

17
berisiko. Ini menunjukkan bahwa perilaku berisiko pada remaja mungkin
memiliki tujuan perkembangan yang penting dalam perjalanan menuju
kemandirian
F. Konselor memainkan peran penting dalam mendukung remaja dengan
memahami perbedaan individu dan menghindari generalisasi gender.
Pentingnya konformitas remaja dan pengaruh teman sebaya dijelaskan,
serta perlunya integrasi keluarga dalam perawatan konseling. Seksualitas
diakui sebagai aspek penting dalam perkembangan remaja, dengan
penekanan pada dukungan konselor dalam memahami dan mengarahkan
pengambilan keputusan perilaku. Overall, kesimpulan ini
menggarisbawahi peran konselor dalam membantu remaja mengatasi
tantangan perkembangan dengan pendekatan holistik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amaya, MM, Reinecke, MA, Silva, SG, & Maret, JS (2011). Perselisihan
perkawinan orang tua dan respon pengobatan pada remaja depresi. Jurnal
psikologi anak abnormal , 39 , 401-411.

Baumrind, D. (1991). The influence of parenting style on adolescent


competence and substance use. The journal of early adolescence, 11(1), 56-95.
Budiman, N. (2010). Perkembangan kemandirian pada remaja. Jurnal
Pendidikan, 3(1), 1-12.

Blodgett Salafia, E. H., Schaefer, M. K., & Haugen, E. C. (2014).


Connections between marital conflict and adolescent girls’ disordered eating:
Parent–adolescent relationship quality as a mediator. Journal of Child and Family
Studies, 23, 1128-1138.
Capuzzi, D., & Stauffer, MD (Eds.). (2016). Pertumbuhan dan
perkembangan manusia sepanjang umur: Aplikasi untuk konselor . John Wiley
& Putra.

Dalby, J., Hayon, R., & Carlson, J. (2014). Kehamilan remaja dan
kontrasepsi. Perawatan Primer: Klinik Praktek Kantor , 41 (3), 607-629.

Deptula, DP, Henry, DB, & Schoeny, ME (2010). Bagaimana orang tua
dapat membuat perbedaan? Asosiasi longitudinal dengan perilaku seksual
remaja. Jurnal psikologi keluarga , 24 (6), 731.
Human Growth And Development Across The Lifespan: Applications for
Counselors (David Capuzzi and Mark D. Stauffer)

Hyde, JS (2005). Hipotesis kesamaan gender. Psikolog Amerika , 60 (6),


581.

Miga, EM, Gdula, JA, & Allen, JP (2012). Pertarungan yang adil: Strategi
konflik perkawinan adaptif sebagai prediktor kualitas hubungan romantis dan
teman sebaya remaja di masa depan. Pembangunan Sosial , 21 (3), 443-460.
Painter, J. (2013). Nancy Lesko: Act Your Age: A Cultural Construction
of Adolescence: Routledge, New York, 2012, 232 pp, ISBN: 978-0-203-12158-
0.

Reitz-Krueger, CL, Nagel, AG, Guarnera, LA, & Reppucci, ND


(2015). Pengaruh masyarakat terhadap perkembangan remaja. Buku Pegangan
Masalah Perilaku Remaja: Pendekatan Berbasis Bukti untuk Pencegahan dan
19
Pengobatan , 71-84.

Scott, S. K., & Saginak, K. A. (2016). Adolescence: Emotional and social


development. Human growth and development across the lifespan: Applications
for counselors, 347-386.

Spencer, SJ, Steele, CM, & Quinn, DM (1999). Ancaman stereotip dan
kinerja matematika perempuan. Jurnal psikologi sosial eksperimental , 35 (1), 4-
28.

Steinberg, L., & Monahan, KC (2007). Perbedaan usia dalam resistensi


terhadap pengaruh teman sebaya. Psikologi perkembangan , 43 (6), 1531.

Vrangalova, Z., & Savin-Williams, R. C. (2011). Adolescent sexuality and


positive well-being: A group-norms approach. Journal of youth and
adolescence, 40, 931-944.

20
21

Anda mungkin juga menyukai