Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL MASA


DEWASA AWAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pertumbuhan dan perkembangan
dewasa dan usia lanjut
Dosen pengampu: Ibu Anandha Putri Rahimsyah,M.Pd

Oleh:

Gimnastiar Ferdi A (C2286201004)


Intan Rahmawati Putri (C2286201012)
Syindy Annisa Irafianty (C2286201028)
Rifa Nur Adila (C2286201046)
Zahra Khoirul Mana (C2286201132)

PROGRAM STUDI BIMIBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perkembangan emosional dan sosial masa dewasa awal”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah perkembangan dan pertumbuhan orang dewasa dan lanjut
usia, Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Perkembangan emosional dan sosial”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah perkembangan
dan pertumbuhan orang dewasa dan lanjut usaia yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kamitekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berbagi pengetahuan dan ilmunya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun amat dinantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan tetap
sehat selalu, aamiin.

Tasikmalaya, 5 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
A.Latar Belakang ............................................................................................................ 2
B.Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C.Tujuan Makalah .......................................................................................................... 2
D.Sitematika Makalah .................................................................................................... 3
BAB II PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL SERTA ISU
PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL MASA DEWASA AWAL ................. 4
A.Perkembangan Emosional dan Sosial (Psychosocial Development in Early
Adulthood)....................................................................................................................... 4
B. Perkembangan Moral Masa Dewasa Awal (Moral Development in Early
Adulthood)....................................................................................................................... 8
C.Pengembangan Karir Masa Dewasa Awal (Career Development in Early
Adulthood)..................................................................................................................... 12
D. Isu Perkembangan Emosi dan Sosial Masa Dewasa Awal ...................................... 15
BAB III PEMBAHASAN................................................................................... 23
A.Perkembangan Emosional dan Sosial ....................................................................... 23
B.Perkembangan Moral Masa Dewasa Awal ............................................................... 24
C.Perkembangan Karir Masa Dewasa Awal ................................................................ 27
D.Petunjuk Konseling Kunci untuk Pengembangan Emosi dan Sosial Masa Dewasa
Awal (Key Counseling Pointers for Social-Emotional Development During Early
Adulthood)..................................................................................................................... 29
BAB IVPENUTUP ............................................................................................ 33
A.Kesimpulan ................................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 34

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang penting dalam kehidupan
manusia, di mana individu mulai mengeksplorasi identitas dan mengambil tanggung jawab
yang lebih besar dalam kehidupan mereka. Selama masa ini, perkembangan emosi dan
sosial juga sangat penting dan berperan penting dalam membentuk kepribadian dan
hubungan interpersonal individu. Pada masa dewasa awal, individu mulai memahami
emosi mereka dengan lebih baik dan memperoleh kontrol yang lebih besar atas reaksi
emosional mereka. Mereka juga mulai mengembangkan keterampilan sosial yang lebih
kompleks, seperti kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, berbicara di depan
umum, membangun hubungan yang lebih intim, dan menyelesaikan konflik secara efektif.
Perkembangan emosi dan sosial pada masa dewasa awal juga dapat menjadi bermasalah,
terutama dalam kasus individu yang mengalami tekanan atau stres yang berat. Dalam
situasi seperti itu, individu dapat mengalami gangguan emosional dan sosial, seperti
kecemasan, depresi, kesepian, dan perasaan putus asa. Perkembangan emosi dan sosial
pada masa dewasa awal juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan budaya, seperti
keluarga, teman sebaya, pendidikan, dan media sosial. Oleh karena itu, penting bagi
individu untuk memperoleh dukungan sosial yang memadai dan berpartisipasi dalam
lingkungan yang sehat dan mendukung untuk memaksimalkan perkembangan emosi dan
sosial mereka
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan emosi dan sosial ?
2. Apa itu perkembangan moral masa dewasa awal dan apa saja karakteristiknya?
3. Bagaimana Teori-teori Perkembangan karir pada masa dewasa awal?
4. Apa saja isu perkembangan yang terjadi dalam perkembangan emosi dan sosial
masa dewasa awal?
5. Bagimana kunci petunjuk konselor untuk perkembangan emosi dan sosial pada
masa dewasa awal?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan emosi dan sosial, khususnya
pada masa dewasa awal
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perkembangan moral pada dewasa
muda dan mengetahui berbagai karakteristiknya
3. Untuk mengetahui berbagai teori-teori dalam perkembangan karir pada masa
dewasa awal

2
4. Untuk megetahui isu perkembangan yang terjadi dalam perkembangan emosi dan
sosial masa dewasa awal
5. Untuk mengetahui kunci petunjuk konselor untuk perkembangan emosi dan sosial
pada masa dewasa awal
D. Sitematika Makalah
Dalam penelitian ini, sistematika penulisannya teridiri dari tiga bab. Uraiannya dari
masing-masing bab adalah:
• BAB I
Berisi tentang pendahuluan, terdiri dari : latar belakang masalah, , rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan penelitian.
• BAB II
Tentang kajian teori dan pembahasan. Pada bab ini dipaparkan tentang hasil bacaan kami
dan intisari Adapun isi dalam bab ini terdiri dari: Perkembangan Emosi dan Sosial,
Perkembangan Moral, Perkembangan Karir serta Isu Perkembangan Emosi dan Sosial
Masa Dewasa Awal yang di pelajari dan di tuangkan ke dalam bentuk makalah dari buku
Human growth and development across the lifespan: Applications for counselors karya
Mark D. Stauffer dan David Capuzzi dan Buku John Santrock Life-Span Development,
13th Edition 2010.
•BAB III
Tentang kajian teori dan pembahasan. Pada bab ini dipaparkan tentang hasil bacaan kami
dan rangkuman Adapun isi dalam bab ini terdiri dari: Perkembangan Emosi dan sosial,
Perkembangan Moral, Perkembangan Karir serta Kunci Konselor Untuk Perkembangan
Emosi dan Sosial Masa Dewasa Awal yang di pelajari dan di tuangkan ke dalam bentuk
makalah dari berbagi artikel dan jurnal.
•BAB IV
Penutup, berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan materi yang kami bahas. Kemudian
bagian yang paling akhir berisi tentang daftar pustaka.

3
BAB II
PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL AWAL SERTA ISU
PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL MASA DEWASA AWAL

A. Perkembangan Emosional dan Sosial (Psychosocial Development in Early


Adulthood)
Masa dewasa muda adalah masa yang sering dianggap sebagai tahap awal
kehidupan ketika seseorang bebas dari belenggu masa remaja dan stigma yang menyertai
usia lanjut. Ketika individu muncul dari masa remaja, ketergantungan mereka pada
keluarga berkurang saat mereka mulai membangun otonomi, karier, dan hubungan intim
selama dua dekade kehidupan berikutnya (Seiffe-Krenke, 2006).
Selama masa dewasa muda, perkembangan sosial-emosional terjalin dengan identitas,
moral, dan karier dengan cara yang dinamis yang menandakan sikap dan gaya hidup
seseorang di masa depan. Segar dari penderitaan yang dirasakan di masa remaja akhir,
mereka yang menjalani masa dewasa muda sering berusaha untuk membangun
homeostasis sambil menavigasi lingkungan baru dan pertumbuhan pribadi yang
berkelanjutan seperti : (a) perasaan kebebasan dari otonomi yang baru ditemukan
(misalnya, dalam menentukan identitas pribadi, pilihan moral, dan arah karir). (b)
pengalaman pembatasan sebagai tantangan lingkungan seperti penindasan, membuat
keputusan moral dalam dunia global., dan realitas ekonomi dunia kerja bertabrakan untuk
menciptakan kesulitan dan imbalan yang ditemukan dalam perkembangan sosial-
emosional selama tahap ini.
1. Teori Psikososial Erickson tentang Perkembangan Manusia: Keintiman Versus
Isolasi
Seorang psikolog ego dan ahli teori perkembangan terkemuka, Erik
Erikson adalah salah satu orang pertama yang memasukkan masa dewasa muda
sebagai tahap perkembangannya sendiri dalam rentang hidup. Yang penting,
tahap ini berfokus pada bagaimana krisis identitas dalam transisi masa remaja
menjadi krisis keintiman selama masa dewasa muda (Erikson, 1968). Menurut
Erikson (1968), dewasa muda mengalami masa peningkatan kebutuhan dan
keinginan untuk membentuk hubungan intim yang erat. Hubungan ini tidak boleh
ditafsirkan hanya sebagai hubungan intim seksual; sebaliknya, keintiman
dipandang sebagai spektrum mulai dari dialog antarpribadi ringan hingga
keintiman seksual (Erikson, 1968; Horst, 1995). Meskipun seorang dewasa muda
4
mungkin memiliki rasa identitas yang positif, masalah sosial. emosionalnya
selama tahap ini mungkin berasal dari upaya menemukan kecocokan sosial atau
menantang aspek identitas. Erikson mencatat bahwa keintiman hanya
meningkatkan hubungan yang sehat ketika individu berbagi aspek diri yang lain,
bukan hanya berfokus pada keintiman seksual dan pemenuhan ego. Sifat
hubungan bergeser saat individu dewasa muda menghadapi perbedaan relasional,
dan terkadang tantangan, yang memacu wawasan baru tentang mereka dan orang
lain. Kuali pengalaman relasional ini terjadi ketika seorang dewasa muda
bergulat dengan tanggung jawab baru, ambiguitas, dan tugas-tugas pembuatan
makna untuk hidup lebih mandiri. Tugas dan hubungan hidup baru dapat
menawarkan kegembiraan bersama dengan kecemasan saat individu menavigasi
interaksi sosial untuk menemukan ceruk mereka.
Ketika seseorang berjuang untuk menemukan ceruknya, orang ini berisiko
menjadi terisolasi, mengembangkan apa yang disebut Erikson sebagai krisis
identitas. Dalam krisis identitas, individu melepaskan aspek positif dari identitas
mereka untuk mendapatkan hubungan, tidak peduli seberapa dangkal (1968), Ivan
menunjukkan satu contoh umum tentang ini. Banyak orang dewasa muda berjuang
selama kuliah ketika mereka dihadapkan pada rasa otonomi baru dan keinginan
untuk mengeksplorasi minat mereka sendiri bersama dengan tantangan
menavigasi perbedaan antarpribadi yang dapat mendorong pertumbuhan Krisis
identitas.
Menurut Erikson (1968), masalah sosial-emosional pada masa dewasa
muda berkembang dari isolasi. Isolasi bersifat multidimensi dan dapat hadir
sebagai serangkaian gejala, seperti ketakutan klien menjadi intim karena mungkin
menantang keyakinan, nilai, pengalaman yang dipegang kuat, takut ditolak karena
ras, suku, dan orientasi seksual; dan kurangnya kemampuan untuk membagikan
diri sendiri untuk kepentingan orang lain sebagai pengganti pemenuhan diri (Burt
& Paysnick, 2014; Erikson, 1968 Tesch & Whitbourne, 1982). Kecenderungan
untuk menciptakan hubungan hanya berdasarkan pemenuhan diri daripada
keintiman dapat menyebabkan jarak, ketika seseorang menjadi tidak mau terlibat
dalam hubungan dengan orang-orang yang memiliki nilai, keyakinan, atau
pengalaman yang berbeda karena mereka dianggap berbahaya bagi identitas diri
seseorang. Erikson, 1968). Distansiasi mengarah pada pengembangan prasangka,
yang dibiarkan tak tertandingi dapat melanggengkan hubungan interpersonal yang
5
hanya sepihak, daripada mendorong pertumbuhan timbal balik yang mendalam,
keintiman, dan pengembangan identitas positif (Lehnart, Neyer, & Eccles, 2010).
Isolasi juga dapat menyebabkan depresi dan kecemasan ketika orang dewasa yang
baru tumbuh berjuang untuk menemukan kecocokan saat mereka
mengembangkan indra baru tentang diri dan ekspresi (Azmitia et al., 2013).
Beberapa karakteristik perilaku keintiman diantaranya :
a. rasa identitas diri yang kuat
b. toleran dan menerima perbedaan orang lain
c. mampu membentuk ikatan emosional yang erat tanpa kehilangan
jati diri
d. bisa dekat dengan orang lain tetapi juga nyaman sendirian
e. mampu mengungkapkan perasaan peduli dan empati (Hamachek,
1990, p. 678).
Sebaliknya, isolasi dikaitkan dengan karakteristik berikut:
a. tidak ada rasa identitas yang mapan
b. tidak menerima perbedaan orang lain
c. keragu-raguan untuk menjalin hubungan dekat karena takut
kehilangan identitas
d. pengembangan hubungan kompetitif daripada yang kooperatif
e. kesulitan mengungkapkan empati (Hamachek, 1990, p. 678).

Meskipun tahap keintiman versus isolasi Erikson progresif pada masanya,


hal itu tetap selaras dengan latar belakang psikoanalitiknya, yang menekankan
keterpisahan. diri dari identitas relasional (Erikson, 1968; Horst, 1995; Tesch &
Whitbourne, 1982). Salah satu kritik utama dikaitkan dengan studinya termasuk
terutama laki-laki kulit putih pada saat rasisme dan seksisme lebih terbuka dalam
masyarakat kita, dan itu tetap menjadi batasan yang ingin dikembangkan oleh teori
lain (Horst, 1995; Tesch & Whitbourne, 1982).
Teori berikut, teori budaya relasional, adalah salah satu model konseling
yang memperluas perkembangan sosial-emosional untuk memasukkan identitas
di luar laki-laki kulit putih dengan peningkatan penekanan pada relasional.
pengembangan identitas.

2. Teori Konseling Relasional-Budaya dan Dewasa Muda: Mengatasi Masalah


6
Perbedaan
Teori budaya relasional (RCT) adalah teori feminis yang menentang
keterpisahan diri ideologis, yang disajikan dalam teori seperti keintiman versus
isolasi Erikson. Ini menekankan peran hubungan interpersonal dalam identitas
positif dan pertumbuhan sosial-emosional sambil mengeksplorasi pengaruh
identitas gender perempuan (Deanow, 2011; Jordan, 2010; Miller & Stiver, 1997).
Teori budaya relasional memiliki beberapa konsep diantaranya :
a. Orang tumbuh melalui dan menuju hubungan sepanjang rentang
kehidupan.
b. Pergerakan menuju mutualitas daripada pemisahan mencirikan
pertumbuhan.
c. Diferensiasi dan elaborasi hubungan mencirikan pertumbuhan.
d. Saling empati dan saling memberdayakan adalah inti dari hubungan
pembinaan pertumbuhan.
e. Keaslian diperlukan untuk keterlibatan nyata dan partisipasi penuh
dalam hubungan yang mendorong pertumbuhan.
f. Dalam hubungan yang mendorong pertumbuhan, semua orang
berkontribusi dan tumbuh atau mendapat manfaat. Pembangunan
bukanlah jalan satu arah.
g. Salah satu tujuan pengembangan dari perspektif relasional adalah
pengembangan kompetensi dan kapasitas relasional yang meningkat
selama masa hidup.

Menurut Erikson, salah satu tujuan terpenting perkembangan masa dewasa


awal adalah terbentuknya hubungan intim. Setelah tercapai, hubungan yang
mendorong pertumbuhan ini menghasilkan lima hal baik menurut Miller (1986);
rasa semangat, pemahaman yang lebih baik tentang diri-sejati, orang lain, dan
hubungannya; rasa berharga; peningkatan kapasitas untuk bertindak; dan
keinginan yang meningkat untuk lebih banyak koneksi (Miller & Stiver, 1997).
Serupa dengan teori Erikson, RCT mencirikan dewasa muda sebagai tahap
otentisitas-ketidakbersuaraan dan mencakup pengembangan hubungan intim di
mana seseorang dapat melatih diri-sejati (Deanow, 2011). Diri otentik ditentukan
oleh pengalaman relasional ketika seseorang diterima oleh orang lain, mirip
dengan menemukan ceruk kelompok sosial seseorang, atau ditolak dan kemudian
7
menyembunyikan aspek identitasnya dari hubungan (Jordan, 2010; Miller &
Stiver, 1997). Berlawanan dengan keaslian dan mirip dengan isolasi, ketiadaan
suara adalah ketika seorang dewasa muda menghadapi risiko penolakan dan
kehilangan kesadaran diri melalui tekanan untuk menyesuaikan diri (Deanow,
2011). Ketika orang dewasa muda menahan diri untuk tidak terlibat dalam
keaslian dalam hubungan, mereka dapat terjebak dalam siklus tanpa suara dan
keterasingan.
3. Diri Otentik
Keaslian adalah kemampuan untuk membentuk hubungan di mana seseorang
dapat berbagi diri sejatinya dengan orang lain, termasuk nilai-nilai pribadi,
keyakinan, minat, dan pengalaman emosional, kognitif, dan fisik .Melatih
keaslian dalam hubungan menjadi lebih menonjol ketika membahas suara-suara
yang sering dibungkam seperti suara dan pengalaman orang kulit berwarna .
Pengalaman hidup kita dipengaruhi oleh bagaimana orang lain berinteraksi
dengan kita berdasarkan identitas pribadi kita serta seberapa efektif kita dapat
menemukan kecocokan dalam kelompok sosial sambil tetap memegang teguh
identitas diri kita .Seiring dengan mengakui pengaruh identitas kita dalam
pengalaman interpersonal kita, penting untuk dipahami bahwa identitas dapat
datang dengan hak istimewa dan marginalisasi. Pelapisan berbagai identitas
disebut interseksionalitas dan merupakan alasan adanya pengalaman yang
beragam bahkan di antara kelompok individu dengan latar belakang budaya yang
sama. Misalnya, dua orang dapat menyaksikan peristiwa yang sama tetapi
terpengaruh dengan cara yang sangat berbeda. Interseksionalitas penting untuk
dipahami jika empati ingin ada dalam suatu hubungan, dan empati dapat menjadi
faktor penentu apakah hubungan atau pemutusan hubungan terjadi .
B. Perkembangan Moral Masa Dewasa Awal (Moral Development in Early Adulthood)

Dewasa muda sedang bertransisi ke fase kehidupan di mana pandangan dunia,


sistem makna, dan konseptualisasi moralitas mereka mungkin bergeser dan berubah.
Dunlop, Walker, dan Matsuba (2013) menyatakan masa dewasa muda sebagai titik penting
mengenai motivasi moral. Selama tahap perkembangan ini, orang dewasa muda mungkin
mengalami tekanan yang meningkat untuk melakukan peran sosial dan gaya hidup yang
memajukan hak pilihan (kepentingan pribadi) atau kebersamaan (kepentingan orang lain).
Demikian pula, dua teori utama perkembangan moral telah muncul, keduanya dipengaruhi

8
oleh faktor-faktor seperti gender, jenis kelamin, dan budaya.
1. Teori Kohlberg tentang Perkembangan Penalaran Moral Selama Masa Dewasa
Muda
Lawrence Kohlberg, melalui teori penalaran moralnya (Kohlberg, 1976,
1984), menyatakan bahwa bentuk pemikiran moral tertinggi dipengaruhi oleh
kekuatan yang terkait dengan rasa keadilan seseorang Kohlberg menyatakan bahwa
kemajuan kognitif dan intelektual yang dibawa melalui masa dewasa muda pada
akhirnya akan mempengaruhi kemajuan pemikiran dan perkembangan moral.
Dengan demikian, penalaran moral dapat meningkat selama transisi perkembangan
ini (Kohlberg, 1976, 1984).
Teori perkembangan moral Kohlberg telah diteliti dan didukung dengan
baik dan dengan demikian menjadi sangat berpengaruh dalam memahami
bagaimana seseorang mengembangkan penalaran moral (Çam,Çavdar,
Seydoogullari, & Çok, 2012). Namun, teori Kohlberg mendapat sorotan dari
psikolog sosial lainnya, karena penelitian aslinya hanya didasarkan pada moralitas
manusia. Carol Gilligan (1982) menegaskan bahwa perspektif yang berbeda dari
pengalaman hidup perempuan tidak diberikan suara melalui karya Kohlberg,
sehingga membantah klaimnya telah menciptakan teori penalaran moral yang
universal (Woods, 1996).
2. Teori Perkembangan Moral dan Kedewasaan Muda Gilligan
Teori penalaran moral Carol Gilligan (1982, 1988) menegaskan bahwa
tingkat pemikiran moral yang lebih tinggi terkait dengan rasa kepedulian seseorang,
kontras dengan pernyataan Kohlberg sebelumnya bahwa penalaran moral yang
maju dikaitkan dengan rasa keadilan seseorang. Gilligan menemukan bahwa
perempuan berbicara tentang moralitas dalam kaitannya dengan tanggung jawab
mereka terhadap diri mereka sendiri dan orang lain daripada berfokus pada hak-hak
individu. Keputusan moral didasarkan pada kepedulian terhadap orang lain serta
keadilan.Gilligan menemukan bahwa identitas perempuan dipengaruhi oleh
koneksi dan keterkaitan dengan orang lain.
Oleh karena itu, tema pemisahan dan hubungan berdampak pada berbagai
pendekatan pengambilan keputusan moral. Variasi yang diusulkan dalam
perspektif ini dianggap dipengaruhi oleh cara di mana laki-laki dan perempuan
disosialisasikan dalam masyarakat stereotip gender. Laki-laki diajari untuk
menghargai karakteristik seperti ketegasan, kemandirian, pencapaian, dan
9
individuasi, sedangkan perempuan didorong untuk menghargai kepekaan,
keterhubungan, kepedulian, dan kepedulian terhadap orang lain.
Karya Gilligan (1982, 1988) menyoroti perspektif lain dari mana orang
dewasa muda dapat mendasarkan penalaran moral mereka. Dewasa muda melintasi
medan moral baru saat mereka mengalami tingkat kebebasan dan otonomi yang
meningkat sambil menyeimbangkan keputusan moral berdasarkan apa yang adil,
serta apa yang menjunjung tinggi rasa kepedulian mereka. Tahap kehidupan
sebelumnya mungkin tidak memberi mereka kesempatan untuk menerapkan
penalaran moral pada pandangan dunia yang diperluas ini. Ketika dewasa muda
bertransisi dari lingkungan rumah dan sekolah ke kehidupan yang lebih mandiri.
Tiga tingkat penalaran moral menurut Gilligan, bersama dengan transisi
signifikan antara tingkat 1 dan 2 dan 2 dan 3.Tingkat 1 ditandai dengan fokus pada
diri sendiri, kemudian dalam tingkat 2 berganti menjadi fokus pada orang lain.
Akhirnya, dalam tingkat 3, menjadi fokus yang seimbang yaitu pada diri sendiri
dan orang lain tercapai. Tantangan perkembangan untuk orang dewasa muda
mungkin berpusat pada pergerakan dari tingkat 2 ke tingkat 3, di mana individu
mengalami fokus yang seimbang pada diri sendiri dan orang lain, sehingga
meningkatkan kemampuan mereka untuk berhasil mengatasi hubungan berbasis
perawatan dan peran (Dunlop et al., 2013; Gilligan, 1982, 1988; Lehnart et al.,
2010).
Meskipun penelitian Gilligan (1982) mengenali pola yang berbeda dalam
sosialisasi laki-laki dan perempuan, dia mengklarifikasi bahwa “perbedaan suara
yang saya gambarkan tidak dicirikan oleh gender tetapi tema” (hlm. 2). Dengan
kata lain, Gilligan berpendapat bahwa pendekatan seseorang terhadap penalaran
moral tidak didasarkan pada jenis kelamin biologisnya atau afiliasi gendernya
melainkan orientasi terhadap etika keadilan atau etika kepedulian. Gilligan percaya
bahwa orang memilih satu fokus atau perhatian yang menjadi dasar pengambilan
keputusan moral mereka. Baru-baru ini, penelitian telah mendukung gagasan
bahwa pendekatan penalaran moral jauh lebih mudah beradaptasi, cair, dan
kontekstual daripada yang diperkirakan sebelumnya (Juujärvi, Pesso, & Myyry,
2011; Skoe, 2010).
3. Etika Keadilan dan Etika Kepedulian
Banyak penelitian telah dilakukan untuk membandingkan teori Kohlberg
dan Gilligan, dengan sebagian besar penelitian ini mengklaim bahwa perbedaan
10
penalaran moral berdasarkan jenis kelamin tidak terbukti (Woods, 1996).
Selanjutnya, Juujärvi et al. (2011) berpendapat bahwa etika keadilan dan etika
kepedulian keduanya digunakan dalam pengambilan keputusan moral dan laki-laki
dan perempuan dapat dikonseptualisasikan sebagai berkembang dalam kedua
urutan, bukan satu atau lainnya. “Sejumlah besar penelitian telah memverifikasi
bahwa kedua orientasi digunakan dalam penalaran moral. Prediktor yang paling
penting dari penggunaan orientasi adalah isi dari konflik moral, bukan gender.
Khususnya, dilema prososial mengenai kebutuhan orang lain cenderung
memunculkan penilaian berbasis perhatian di antara kedua gender” (Juujärvi et al.,
2011, hlm. 419) . Misalnya, seorang wanita dewasa muda yang merenungkan
masalah hak asasi manusia dapat mengambil dari etika moral keadilan dan
kejujurannya. Selanjutnya, seorang pria dewasa muda yang sedang memutuskan
bagaimana melanjutkan hubungan intim dapat mengacu pada etika kepeduliannya.
Cam et al. (2012) sependapat bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
menggunakan etika keadilan dan kepedulian sebagai dasar penalaran moral.
Seperti yang dinyatakan Wood (1996), dalam masyarakat modern, ada
banyak faktor yang mempengaruhi pendekatan individu terhadap moralitas. Alih-
alih hanya berfokus pada perbedaan jenis kelamin, dialog dan penelitian tentang
perkembangan moral harus mengintegrasikan variabel budaya lainnya. Gagasan
budaya menjadi pengaruh signifikan pada perkembangan moral sebenarnya adalah
salah satu aspek yang disetujui oleh Kohlberg dan Gilligan (Çam et al., 2012).
Dewasa muda menjadi sadar akan berbagai faktor budaya dan kontekstual yang
dapat memengaruhi perkembangan moral mereka. Saat dewasa muda memperluas
perspektif dan kesadaran mereka akan pengaruh ini, mereka mungkin menemukan
apa yang benar-benar berharga bagi mereka (Hallam et al., 2014).
Dunlop dan rekan (2013) menegaskan bahwa masa dewasa muda adalah
periode waktu utama bagi individu untuk menentukan motivasi moral mereka.
Seorang dewasa muda dapat mencapai tahap moralitas yang paling maju dengan
memilih gaya hidup yang mengedepankan kepentingan pribadi dengan
memperhatikan kepentingan orang lain dan/atau dunia. Kompetensi emosional
pada masa dewasa muda menurunkan gejala kecemasan dan depresi selama tahap
perkembangan ini. Dengan demikian, transisi mengenai perkembangan dan
penyesuaian sosialemosional pada masa dewasa muda secara signifikan

11
dipengaruhi oleh orientasi individu terhadap moralitas (Bohlin & Hagekull, 2009;
Dunlop et al., 2013; & Hallam et al., 2014).
Cara orang dewasa muda berkembang secara sosial dan emosional sangat
terkait dengan motivasi moral mereka. Hubungan antara moralitas, penyesuaian
sosial-emosional, dan psikopatologi memberikan implikasi yang signifikan bagi
konselor yang bekerja untuk memfasilitasi perkembangan sosial-emosional yang
optimal dalam diri klien mereka.

C. Pengembangan Karir Masa Dewasa Awal (Career Development in Early Adulthood)


Pengembangan karir dapat didefinisikan sebagai "proses psikologis dan
perilaku seumur hidup serta pengaruh kontekstual yang membentuk karir seseorang
selama masa hidup." Dengan demikian, pengembangan karir melibatkan
"penciptaan pola karir seseorang, gaya pengambilan keputusan, integrasi peran
hidup, ekspresi nilai, dan konsep diri peran hidup" (Niles & Harris-Bowlsbey,
2009, hal. 12). Dalam konteks perkembangan, ini membuka pintu bagi praktisi
konseling untuk fokus pada masalah budaya yang sesuai usia (misalnya, kekuasaan,
gender, kelas sosial; Gottfredson, 2005), kepribadian, dan kecocokan karir
(Holland, 1997) dan hubungan dalam kompleks. matriks posisi hidup dan tugas
(misalnya, pekerja, ibu rumah tangga, anggota masyarakat; Super, 1990).
Meskipun ada berbagai pendekatan teoretis untuk pengembangan karir
selama masa hidup, ada dua teori utama yang membantu menjelaskan proses yang
rumit untuk semua tahap perkembangan kehidupan, tetapi khususnya rentang
waktu remaja akhir dan dewasa awal. Ini disajikan dalam urutan kronologis sebagai
umur Super, teori karir ruang hidup, dan teori batasan dan kompromi Gottredson.
Sebelum kita mulai fokus pada tugas perkembangan spesifik rentang usia
ini, penting untuk memahami esensi teori Super, diantaranya :
1. Orang berbeda dalam kemampuan dan kepribadian, kebutuhan,nilai, minat,
sifat, dan konsep diri.
2. Orang memenuhi syarat, berdasarkan karakteristik ini, masing-masing
untuk sejumlah pekerjaan
3. Preferensi dan kompetensi kejuruan, situasi di mana orang tinggal dan
bekerja, dan karenanya,konsep diri mereka berubah seiring dengan waktu
dan pengalaman.
4. Keberhasilan dalam mengatasi tuntutan lingkungan dan organisme dalam
konteks itu pada setiap tahap karier kehidupan tertentu bergantung pada
12
kesiapan individu untuk mengatasi tuntutan tersebut.
5. Proses pengembangan karir pada dasarnya adalah pengembangan dan
implementasi konsep diri okupasi.
6. Tingkat kepuasan yang diperoleh orang dari pekerjaan sebanding dengan
tingkat kemampuan mereka untuk mengimplementasikan konsep diri
mereka.
7. Pekerjaan dan pekerjaan memberikan fokus untuk organisasi kepribadian
bagi sebagian besar pria dan wanita, meskipun untuk beberapa orang fokus
ini bersifat periferal, insidental, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Untuk menangkap esensi dari ketujuh prinsip karya Super ini, orang dapat
menjelaskan pentingnya melihat orang dewasa muda sebagai unik dalam
pandangan dunia kariernya dan dengan demikian tugas dan tujuan karier.
Dalam keunikan ini, seseorang akan menemukan dalam dunia kerja yang
kompleks bahwa ada banyak pilihan yang baik namun tidak ada pilihan yang
sempurna. Faktanya, jika ada pilihan yang sempurna, kesesuaian yang sempurna
ini pada akhirnya akan berakhir karena pengembangan karier, seperti
perkembangan manusia, bersifat adaptif dan dengan demikian berubah sesuai
kebutuhan dan keadaan seiring waktu. Untuk orang-orang dalam tahap
perkembangan remaja akhir dan dewasa awal, penting untuk menilai
perkembangan keterampilan pengambilan keputusan dan mekanisme koping
mereka selama konseling karir.
Pilihan karier adalah keputusan yang sangat pribadi yang mewakili gagasan
pribadi kita tentang dunia (yaitu memilih karier atau peran dalam kehidupan
kerja). Khusus untuk identitas pribadi, pilihan karir sangat pribadi karena
mewakili pemahaman tentang diri kita saat ini dan membuat prediksi tentang ingin
menjadi apa kita di masa depan.
1. Konsep Diri
Dimasukkannya ide-ide tentang konsep diri adalah salah satu kontribusi
Super yang paling penting untuk teori konseling karir. Mirip dengan identitas diri
Erikson, konsep diri didefinisikan sebagai, "gambaran diri dalam beberapa peran,
situasi, atau posisi, melakukan beberapa fungsi, atau dalam beberapa jaringan
hubungan" (Super, 1963, hal. 18). Konsep diri menggambarkan fenomena subjektif
dan objektif.
13
Secara subjektif, orang diberdayakan untuk memahami kehidupan
profesional mereka melalui kisah karier yang mereka bangun saat mereka mencoba
memahami kehidupan mereka sendiri. Ini termasuk gagasan pribadi tentang
pekerjaan, liburan, keluarga, dan komunitas.
Secara objektif, kemampuan seseorang dibandingkan dengan orang lain
sebagai bantuan untuk pemahaman diri saat menilai kemampuan dan kapabilitas.
Hari ini, kita melihat aspek metode penilaian yang biasa ditemukan di lingkungan
pendidikan (misalnya, saya berada di persentil ke-70 peserta tes SAT).
Konsep diri penting dalam memahami pelanggan melalui prisma meta-time,
life-space theory. Konsep diri dapat dipandang sebagai benang merah yang berjalan
melalui semua tahap kehidupan dan tugas perkembangan. Sebagai titik acuan
umum, perhatian pada konsep diri membantu konselor merencanakan intervensi,
memantau kemajuan, dan menilai kejelasan keputusan karier. Karena
menggabungkan fenomena subyektif dan obyektif, praktisi dapat dengan mudah
mengintegrasikannya ke dalam konsep klien untuk merencanakan intervensi
kejuruan.
2. Rentang Hidup Super
Tahapan dimana perjalanan individu seseorang terungkap dari waktu ke
waktu. Ketika melihat pengembangan karir, ada lebih banyak kesetiaan pada tugas-
tugas perkembangan dari setiap tahap di awal kehidupan daripada nanti ketika
lintasan seseorang menjadi jauh lebih tidak seragam, lebih dibentuk oleh seseorang
yang beradaptasi dengan keadaan individu dan kontekstual daripada perkembangan
penyelesaian tugas yang ketat. Ada 5 tahapan super, diantaranya :
a. Pertumbuhan : Di awal kehidupan, anak berkembang melalui subtahap
pertumbuhan fantasi, minat, dan kapasitas untuk mempersiapkan diri
mereka sendiri untuk tahap masa depan.
b. Eksplorasi : Proses eksplorasi terjadi setiap kali seseorang ingin
mengumpulkan informasi untuk menentukan arah karir baru.
c. Pendirian : Seseorang memutuskan bahwa karier yang dipilihnya cocok
dengan dirinya konsep, dan dengan demikian dia ingin lebih memantapkan
dirinya dalam karir ini.
d. Pemeliharaan : Tahap aktif ini dirancang untuk mencegah stagnasi karier
dengan memilih memperbarui keterampilan atau berinovasi dalam karir
yang dipilih
14
e. Disengagement : Semua hal baik, termasuk karier, harus berakhir. Ini
mungkin berarti pensiun atau pengembangan karir kedua atau bahkan
ketiga.
Kemungkinan besar orang dewasa awal akan melalui periode penemuan
untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Tahap ini ditandai dengan tugas
mengkristalkan, mengkonkretkan dan mengimplementasikan pilihan pekerjaan.
3. Ruang Kehidupan
Super (1980) mengemukakan bahwa karir ditandai dengan konstelasi total
peran kehidupan yang dimainkan selama seumur hidup. Dia mengidentifikasi
empat teater dasar di mana kita memainkan sembilan peran utama kehidupan. Lebih
khusus lagi, dia mengusulkan agar kita memainkan peran sebagai ;
a. putra atau putri
b. pelajar
c. rekreasi
d. warga negara,
e. pekerja,
f. pasangan
g. ibu rumah tangga
h. orang tua,
i. pensiunan dalam (1) rumah, (2) sekolah, (3) tempat kerja, dan (4) komunitas
kita.
4. Teori Sirkumkripsi dan Kompromi Gottfredson: Jawaban untuk Super dan Dewasa
Awal
Pemahaman tentang penentu preferensi karir memungkinkan konselor
untuk bekerja dengan klien di masa dewasa awal untuk mengungkap asal-usul
preferensi karir, mendorong pemahaman yang lebih otentik tentang diri mereka
sendiri, memilih karir di luar bidang karir Anda dan mungkin menemukan tujuan
dan kebahagiaan yang lebih besar. melalui karirnya. Dalam pengalaman kami, sulit
untuk menemukan seseorang yang tidak mengenal seseorang berusia antara 20 dan
40 tahun yang belum mengatur ulang lintasan kariernya dan menemukan karier
kedua yang lebih bermakna setelah peristiwa besar dalam hidup, waktu untuk
refleksi atau saran yang berwawasan.

D. Isu Perkembangan Emosi dan Sosial Masa Dewasa Awal

15
1. Topikal Koneksi
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa 20 tahun pertama kehidupan tidak
signifikan memprediksi kehidupan sosial-emosional orang dewasa (McAdams
& Olsen, 2010; Sroufe, Coffino, & Carlson, 2010).
Dan ada juga banyak alasan untuk mempercayai pengalaman ini di tahun-
tahun dewasa Anak usia dini penting dalam menentukan bagaimana seseorang
nantinya ketika dewasa. Pengamatan Umum adalah bahwa semakin kecil
rentang yang digunakan untuk mengukur property. Pada tingkat sosio-
emosional, seseorang terlihat semakin mirip dari satu ukuran ke ukuran
lainnya. Pada saat kita berusia 30 tahun, kita mungkin akan menemukan
stabilitas yang lebih baik daripada mengukur konsep diri individu pada usia 10
dan sekali lagi pada usia itu. dari tanggal 30. mengabaikan perkembangan
hubungan sosial dan emosi. Jadi ini juga salah 5-10 tahun pertama dalam
kehidupan seorang anak berusia 30 tahun mencoba memahami mengapa dia
memiliki masalah dalam hubungan dekat.
2. Perangai
Di masa dewasa awal, kebanyakan orang menunjukkan lebih sedikit
perubahan suasana hati emosional daripada saat pubertas, dan itu meningkat
bertanggung jawab dan kurang mau mengambil risiko (Caspi, 1998).
Bersamaan dengan tanda tanda perubahan temperamen secara umum ini, para
peneliti juga menemukan hubungan antara beberapa dimensi temperamen dan
kepribadian anak seorang dewasa. Terkait penelitian beberapa jenis dan
dimensi ini di masa kanak-kanak dengan ciri-ciri kepribadian orang dewasa
Misalnya:
1) Temperamen yang mudah dan sulit.Dalam satu studi longitudinal,
anak-anak yang memiliki temperamen yang mudah pada usia 3
sampai 5 tahun cenderung dapat menyesuaikan diri dengan baik.
dewasa muda (Catur & Thomas, 1987). Sebaliknya, banyak anak
yang memiliki temperamen sulit pada usia 3 sampai 5 tahun tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik saat dewasa muda. Juga,
peneliti lain telah menemukan bahwa anak laki-laki dengan
temperamen sulit di masa kanak-kanak lebih kecil kemungkinannya
saat dewasa untuk melanjutkan pendidikan formal mereka, dan anak
perempuan dengan temperamen sulit di masa kanak-kanak lebih
16
mungkin mengalami konflik perkawinan saat dewasa (Wachs,
2000).
2) Inhibisi.Individu yang memiliki temperamen yang terhambat di
masa kanak-kanak lebih kecil kemungkinannya dibandingkan orang
dewasa lainnya untuk bersikap asertif atau mengalami dukungan
sosial, dan lebih cenderung menunda memasuki jalur pekerjaan
yang stabil (Wachs, 2000). Sebuah studi longitudinal
mengungkapkan bahwa 15 persen anak laki-laki dan perempuan
yang paling terhambat pada usia 4 hingga 6 tahun dinilai sebagai
orang yang dihambat oleh orang tua mereka dan menunda memiliki
kemitraan yang stabil dan menemukan pekerjaan penuh waktu
pertama pada usia 23 tahun (Asendorph, Denissen , & van Aken,
2008). Dan dalam Studi Longitudinal Uppsala (Swedia), rasa
malu/penghambatan pada masa bayi/kanak-kanak dikaitkan dengan
kecemasan sosial pada usia 21 tahun (Bohlin & Hagekull, 2009).
3) Kemampuan untuk mengendalikan emosi seseorang. Dalam satu
studi longitudinal, ketika anak usia 3 tahun menunjukkan kontrol
emosi yang baik dan tangguh dalam menghadapi stres, mereka
cenderung terus menangani emosi secara efektif sebagai orang
dewasa (Block, 1993). Sebaliknya, ketika anak berusia 3 tahun
memiliki kontrol emosi yang rendah dan tidak terlalu ulet, mereka
cenderung menunjukkan masalah di bidang ini saat dewasa muda.
3. Daya Tarik
Keakraban dan Kesamaan Keakraban dapat melahirkan penghinaan,
seperti kata pepatah lama, tetapi psikolog sosial telah menemukan bahwa
keakraban adalah kondisi yang diperlukan mengembangkan hubungan
dekat. Sebagian besar, teman dan kekasih adalah orang-orang yang
sudah dekat untuk waktu yang lama. Mereka mungkin tumbuh bersama,
pergi ke sekolah Bersama Sekolah menengah atau perguruan tinggi
bersama, bekerja bersama atau pergi ke acara sosial yang sama. Nilai, gaya
hidup, dan daya tarik fisik. Sikap dan nilai kita Kita didukung ketika sikap
dan nilai orang lain serupa dengan sikap dan nilai kita sendiri mereka
menegaskan sikap dan nilai kita. Alasan lain mengapa kesamaan penting itu
karena orang cenderung takut akan hal yang tidak diketahui.
17
Baru-baru ini, daya tariknya bukan hanya orangnya, tapi juga melalui
Internet (Frizzetto, 2010; Pujazon-Zazik & Park, 2010). Beberapa kritikus
berpendapat bahwa hubungan online romantis
Kehilangan hubungan sementara yang lain menekankan Internet dapat
membantu individu yang ketakutan atau cemas yang sedang berjuang
Bertemu calon mitra secara langsung (Holmes, Little & Welsh, 2009).
Ketertarikan Fisik juga, meskipun kedekatan dan kesamaan itu penting,
sebenarnya tidak menggambarkan percikan yang sering menyulut
hubungan romantis. Sebuah studi kompleks tentang peran daya tarik fisik
dalam perubahan norma menarik (Haas, 2009). Kriteria kecantikan bisa
berbeda-beda, tidak hanya secara keseluruhan dalam budaya, tetapi juga
dari waktu ke waktu dalam budaya. Ketertarikan yang tepat memainkan
peran yang kuat di awal suatu hubungan, pengaruhnya bisa lebih kecil
dalam pernikahan.
4. Wajah Cinta
Cinta mengacu pada wilayah perilaku manusia yang luas dan kompleks,
yang mencakup berbagai hubungan yang mencakup persahabatan, cinta
romantis, cinta kasih sayang, dan cinta yang sempurna (Berscheid, 2010).
Di sebagian besar jenis cinta ini, satu tema yang berulang adalah keintiman
(Weis & Sternberg, 2008). . Cinta mengacu pada wilayah perilaku manusia
yang luas dan kompleks, yang mencakup berbagai hubungan yang
mencakup persahabatan, cinta romantis, cinta kasih sayang, dan cinta yang
sempurna (Berscheid, 2010). Di sebagian besar jenis cinta ini, satu tema
yang berulang adalah keintiman (Weis & Sternberg, 2008).
Pada masa dewasa awal, Setelah seseorang berhasil membangun
identitas yang stabil dan sukses, Mereka pindah ke tahap perkembangan
keenam, kedekatan versus isolasi. Ericson menggambarkan keintiman
sebagai menemukan diri sendiri dengan kehilangan diri sendiri diri sendiri
kepada orang lain, dan itu membutuhkan komitmen kepada orang lain.
Seseorang Menurut Erikson, akibatnya adalah kegagalan membentuk
hubungan intim di masa dewasa awal Isolasi Ketidakmampuan untuk
membentuk hubungan yang bermakna dengan orang lain bisa sangat
menghancurkan kepribadian sendiri .
Awal masa dewasa Itu adalah masalah pembangunan penting yang
18
dikerjakan dan dikerjakan berulang di masa dewasa. Semakin banyak
peneliti yang menyadari bahwa persahabatan berperan penting untuk
perkembangan sepanjang umur manusia (Rawlins, 2009). Kematangan
membawa peluang untuk persahabatan baru ketika orang pindah ke tempat
baru dan bisa untuk menemukan teman baru di lingkungannya atau di
tempat kerja (Blieszner, 2009). perempuan lebih rentan lama mendengarkan
apa yang dikatakan teman dan bersimpati, dan wanita disebut sebagai
"pembicara" karena berbicara sangat penting dalam hubungan mereka
(Gouldner & Strong, 1987). Persahabatan wanita biasanya bukan hanya
karakteristik secara mendalam, tetapi juga secara luas, wanita berbagi
banyak hal pengalaman, pikiran dan perasaan mereka (Wood, 2001).
Pola persahabatan pria dewasa seringkali melibatkan menjaga jarak
berbagi informasi yang bermanfaat. Anak laki-laki lebih jarang terkena
daripada anak perempuan berbicara dengan teman mereka tentang
kelemahan mereka, dan pria menginginkannya solusi praktis untuk masalah
mereka daripada simpati (Tannen, 1990). Persahabatan laki-laki juga Orang
dewasa lebih kompetitif daripada wanita (Wood, 2001). Persahabatan lintas
jenis kelamin dapat menawarkan peluang dan masalah (Rawlins, 2009).
Peluangnya termasuk belajar lebih banyak tentang emosi dan kepentingan
umum dan kesamaan dan untuk mendapatkan pengetahuan dan Pemahaman
tentang kepercayaan dan tindakan yang secara historis khas dari suatu
spesies seks Dalam persahabatan antar jenis kelamin, masalah bisa muncul
karena ekspektasi yang berbeda. Satu Satu hal yang dapat mengganggu
persahabatan orang dewasa antar jenis kelamin adalah batasan gender tidak
jelas, yang dapat menyebabkan ketegangan dan kebingungan.
Kata peneliti cinta terkenal Ellen Berscheid (1988).
bahwa hasrat seksual adalah elemen terpenting dari cinta romantis. Rupanya
beberapa perasaan ini adalah sumber penderitaan yang dapat menyebabkan
masalah lain seperti depresi. Cinta itu dilengkapi dan dibordir secara alami
dengan imajinasi.
5. Dewasa Tunggal
Salah satu keuntungan menjadi lajang adalah mempunyai waktu untuk
membuat keputusan tentang jalan hidup mereka, waktu untuk mengembangkan
sumber daya pribadi untuk mencapai tujuan, Kebebasan untuk membuat pilihan
19
sendiri dan mengejar jadwal, minat, dan peluang anda sendiri, menjelajahi
tempat baru dan mencoba hal baru dan privasi. Masalah umum untuk orang
dewasa Menjadi lajang dapat melibatkan pembentukan hubungan intim dengan
orang dewasa lainnya, berkencan kesepian dan pencarian ceruk dalam
masyarakat yang berorientasi pada pernikahan (Koropeckjy-Cox, 2009).
Orang dewasa yang menemani Kohabitasi berarti hidup bersama dalam
hubungan seksual tanpa pernikahan. memiliki kohabitasi telah mengalami
banyak perubahan dalam beberapa tahun terakhir. jumlah pasangan terbuka
telah meningkat secara dramatis sejak saat itu.
6. Menikah Kembali sebagai Dewasa
Orang dewasa yang menikah lagi cenderung melakukannya lebih cepat,
dengan sekitar 50 persen menikah lagi dalam waktu tiga tahun setelah
perceraian (Sweeney, 2009, 2010). Pria menikah lagi lebih cepat seperti
wanita yang berpenghasilan tinggi lebih sering menikah daripada teman
sebayanya dengan pendapatan yang lebih rendah. Pernikahan kembali
terjadi lebih cepat bagi pasangan yang memulainya Perceraian (terutama
pada tahun-tahun awal setelah perceraian dan pada wanita yang lebih tua)
daripada mereka yang tidak (Sweeney, 2009, 2010).
Orang dewasa yang menikah lagi memiliki kesehatan mental yang lebih
buruk (lebih banyak depresi) lebih besar daripada orang dewasa pada
pernikahan pertama, tetapi pernikahan kembali adalah hal biasa
Memperbaiki situasi keuangan orang dewasa yang menikah lagi, terutama
wanita (Waite, 2009). peneliti miliki menemukan bahwa hubungan orang
dewasa yang menikah lagi cenderung lebih egaliter ditandai dengan
pengambilan keputusan bersama daripada pernikahan pertama (Waite,
2009). Seorang wanita yang sudah menikah
juga mengatakan bahwa mereka lebih berpengaruh terhadap perekonomian
keluarga mereka lebih muda dari wanita pada pernikahan pertama (Waite,
2009).
7. Dewasa Gay-Lesbian
Konteks hukum dan sosial pernikahan menciptakan hambatan untuk
putus yang biasanya tidak ada untuk pasangan sesama jenis (Biblarz &
Savci, 2010; Green & Mitchell, 2009). Tetapi dengan cara lain, para peneliti
telah menemukan bahwa hubungan gay dan lesbian serupa dalam kepuasan,
20
cinta, kegembiraan, dan konflik mereka dengan hubungan heteroseksual
(Mohr, 2008). Misalnya seperti pasangan heteroseksual, pasangan gay dan
lesbian perlu mencarinya keseimbangan cinta romantis, kasih sayang,
otonomi, dan kesetaraan yang dapat diterima oleh kedua pasangan (Kurdek,
2006).
Sebuah studi pasangan baru-baru ini mengungkapkan bahwa selama 10
tahun hidup bersama, pasangan dalam hubungan gay dan lesbian
menunjukkan tingkat rata-rata kualitas hubungan yang lebih tinggi daripada
pasangan heteroseksual (Kurdek, 2007). ). Sekitar setengah dari pasangan
gay yang berkomitmen memiliki hubungan terbuka yang memungkinkan
kemungkinan seks (tetapi bukan cinta kasih sayang) di luar hubungan.
Pasangan lesbian biasanya tidak memiliki hubungan terbuka ini. Bagi
banyak orang dewasa muda, peran orang tua terencana dan terkoordinasi
dengan baik berkembang dalam peran kehidupan lain dan dalam kaitannya
dengan situasi ekonomi individu.
8. Menghadapi Perceraian
Secara psikologis, salah satu karakteristik yang paling umum dari orang
dewasa yang bercerai adalah kesulitan mempercayai orang lain dalam
hubungan romantis. Namun, setelah perceraian, kehidupan orang bisa
berubah menjadi beragam (Hoelter, 2009). Dalam penelitian E. Mavis
Hetherington, laki-laki dan perempuan menempuh enam jalur umum untuk
keluar dari perceraian (Hetherington & Kelly, 2002, hlm. 98–108):
a. Penguat. Menghitung 20 persen dari kelompok yang bercerai, sebagian
besar adalah perempuan yang “tumbuh lebih kompeten, menyesuaikan
diri dengan baik, dan merasa puas diri” setelah perceraian mereka.
Mereka kompeten dalam berbagai bidang kehidupan, menunjukkan
kemampuan luar biasa untuk bangkit kembali dari keadaan stres, dan
menciptakan sesuatu yang bermakna dari masalah
b. Cukup baik. Kelompok terbesar dari individu yang bercerai, mereka
digambarkan sebagai orang biasa yang menghadapi perceraian. Mereka
menunjukkan beberapa kekuatan dan beberapa kelemahan, beberapa
keberhasilan dan beberapa kegagalan.
c. Para pencari. Orang-orang ini termotivasi untuk mencari pasangan baru
secepat mungkin.
21
d. Libertine. Orang-orang dalam kategori ini sering menghabiskan lebih
banyak waktu di bar dan melakukan lebih banyak seks bebas daripada
rekan mereka di kategori perceraian lainnya. Namun, pada akhir tahun
pertama setelah perceraian, mereka sering kecewa dengan gaya hidup
mereka yang mencari sensasi dan menginginkan hubungan yang stabil.
e. Penyendiri yang kompeten. Orang-orang ini, yang hanya berjumlah
sekitar 10 persen dari kelompok yang bercerai, adalah “menyesuaikan
diri dengan baik, mandiri, dan terampil secara sosial”. Mereka memiliki
karier yang sukses, kehidupan sosial yang aktif, dan berbagai minat.
f. Yang kalah.
Beberapa dari individu ini memiliki masalah sebelum perceraian
mereka, dan masalah ini meningkat setelah perpisahan ketika “stres
tambahan dari pernikahan yang gagal lebih dari yang dapat mereka
tangani. Yang lain mengalami kesulitan mengatasi karena perceraian
membuat mereka kehilangan pasangan yang telah mendukungnya.

22
BAB III
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Emosional dan Sosial

Erikson mengembangkan teori psychosocial development, yaitu bagaimana kebutuhan


individu seseorang (psycho) tergabung dengan keperluan dan tuntutan masyarakat (social).
Erikson mengajukan 8 tahapan yang harus kita lewati dalam proses perkembangan kita. Pada
setiap tahapan tersebut, terdapat sebuah konflik yang harus dihadapi dan di selesaikan agar
kita memiliki perkembangan yang normal.
1. Trust vs Mistrust (0-18 Bulan)
Pada tahapan ini, seorang anak belajar untuk mempercayai caregivers
mereka. Anak bergantung sepenuhnya kepada caregivers untuk keperluan makan,
minum, tampat tinggal, dan kasih sayang (trust). Pada tahapan ini, seorang anak
juga develop mistrust, yaitu contohnya ketika anak menangis, tetapi caregivers
tidak ada disana untuk menenagkan. Atau ketika caregivers kelupaan untuk
memberikan makanan kepada anak. Keadaan dimana keperluan anak tidak
terpenuhi dan menghasilkan mistrust ini juga merupakan sesuatu yang penting
untuk perkembangan anak. Mistrust menjadi salah satu konflik yang harus dihadapi
anak pada tahap perkembangan ini. Sedikit mistrust memang baik, tetapi bila
caregivers secara konsisten tidak bisa diandalkan dan terus-menerus tidak bisa
dipercaya, maka anak akan tumbuh menjadi seseorang yang yang melihat dunia
dengan anxiety, ketakutan, dan mistrust.
2. Autonomy vs Shame and Doubt (18 Bulan – 3 Tahun)
Pada tahapan ini, seorang anak sudah memiliki autonomy dan
independence. Anak sudah mulai memiliki makanan favorit dan mereka sudah
memiliki preference terhadap suatu hal. Pada tahapan ini, penting untuk orang tua
untuk memberikan pilihan dan autonomy kepada anak mereka. Contohnya, seperti
memberikan kepada anak pilihan 2 jenis pakaian yang mau dikenakan di pagi hari.
Pada tahapan ini, seorang anak juga sudah siap untuk melakukan toilet training.
3. Initiative vs Guilt (3-5 Tahun)
Pada tahpan ini, seorang anak mulai mengambil inisiatif dan mengontrol
apa yang terjadi ketika bermain dengan teman-temannya. Anak akan mulai terus
menerus menanyakan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang bahkan kita tidak tahu
jawabannya. Bila pada tahapan ini orang tua membatasi anak mengambil
23
inisiatif(controlling), maka anak akan bertumbuh menjadi seorang yang tanpa
ambisi, tidak inisiatif, dan selalu merasa bersalah.
4. Industry vs Inferiority (5-12 Tahun)
Pada tahapan ini, seorang anak mulai merasa bangga atas keberhasilan dan
kesuksesan dirinya. Anak mulai harus berinteraksi dengan lebih banyak orang dan
mengejar kegiatan akademis mereka. Kesuksesan dalam bersosialisasi dan
menggapai suatu pencapaian akan menimbulkan perasaaan kompeten, sementara
kegagalan akan menghasilkan perasaan inferioritas.
5. Identity vs Role Confusion (12-18 Tahun)
Tahapan ini adalah ketika seornag anak mencari jati diri mereka. Mereka
mencari identitas dengan cara mempertimbangkan kepercayaan, tujuan, dan nilai-
nilai yang mereka pegang. Bila tahapan ini dilengkapi dengan baik, seseorang akan
memiliki sense of self yang kuat. Bila seorang anak tidak berhasil mencari jati diri
mereka, maka mereka tidak bisa melihat masa depan mereka dengan jelas.
Ketidakberhasilan dalam mencari jati diri ini dapat pula terjadi bila orang tua
memaksakan kepercaraan dan nilai-nilai yang mereka anut kepada anak.
6. Intimacy vs Isolation (18-40 Tahun)
Tahapan ini adalah ketika seseorang membangun hubungan jangka panjang
dengan orang lain. Bila seseorang belum berhasil melengkapi tahapan sebelumnya
dan belum memiliki sense of identitiy yang kuat, tidak akan bisa membangun
hubungan intim dengan orang lain. Orang-orang yang kesulitan untuk membangun
hubungan ini akan berakhir kesepian dan depresi.
7. Generativity vs Stagnation (40-65 Tahun)
Pada tahapan ini, seseorang merasa dirinya harus melakukan sesuatu yang
berkontribusi kepada masyarakat. Seseorang akan merasa puas mengetahui bahwa
dirinya dibutuhkan dalam keluarga, komunitas, ataupun tempat kerjanya. Bila
seseorang gagal memenuhi tahapan ini, maka seseorang akan merasa unproductive
dan akan merasa disconnect dengan masyarakat.
8. Ego Integrity vs Despair (65 Tahun keatas)
Tahapan ini adalah ketika seseorang melihat kembali kehidupan mereka
sampai saat ini. Bila mereka beerhasil memenuhi tahapan-tahapan sebelumnya,
mereka akan merasa bangga dan puas. Namun, ketidakberhasilan akan berujung
pada penyesalan.
B. Perkembangan Moral Masa Dewasa Awal
24
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berakitan dengan aturan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain (Santrock dalam Desmita, 2005). Adapun menurut Santrock (2003), moral lebih kuat
mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, tingkah laku etis, atau
tidak etis, dan cara-cara dalam berinteraksi. Seorang remaja atau seseorang yang nemasuki
tahap masa dewasa awal akan mengalami perkembangan moral seiring dengan semakin
luasnya ia berinteraksi. Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan
perilaku tentang standar mengenai benar dan salah.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktivitas
seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang
mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik (Santrock, 2005). Lebih lanjut
dikatakan bahwa ketika manusia dilahirkan, manusia tidak memiliki moral (immoral).
Akan tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (orangtua, saudara dan teman sebaya), anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan
Perkembangan moral anak muda mencapai kemajuan dalam penilaian moral ketika
mereka menekan egosentrisme dan menjadi cakap dalam pemikiran abstrak. Pada masa
dewasa, penilaian moral seringkali menjadi lebih kompleks. Menurut Kohlberg, penalaran
moral yaitu moralitas yang post-konvensional dan berprinsip penuh, dan sebagian besar
merupakan fungsi pengalaman. Dua pengalaman yang memacu perkembangan moral pada
masa dewasa awal adalah menghadapi nilai yang bertentangan dengan nilai yang sudah
dianut dalam kehidupan sehari-hari dan pengalaman dalam bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan orang lain. Seseorang yang pemikiran nya masih egosentris cenderung lebih
kecil dalam membuat keputusan moral pada level post-konvensional, akan tetapi seseorang
yang berfikir secara abstrak bisa jadi tidak mencapai level tertinggi perkembangan moral
kecuali pengalamannya menyatu dengan kognisinya.
Adapun karakteristik perkembangan moral menurut (Wahyuning W, Jash,
Rachmadiana M.H, 2003) diantaranya :
1. Setia, jujur, dan dapat dipercaya
2. Baik hati, penyayang, empati, peka dan toleran
3. Pekerja keras, bertanggung jawab dan memiliki disiplin diri
4. Mandiri, mampu menghadapi tekanan kelompok
5. Murah hati, memberi dan tidak mementingkan diri sendiri
25
6. Memperhatikan dan memiliki penghargaan tentang otoritas yang sah, peraturan dan
hukum
7. Menghargai diri sendiri dan hak orang lain
8. Menghargai kehidupan, kepemilikan alam, orang yang lebih tua dan orang tua
9. Santun dan memiliki adab kesopanan
10. Adil dalam pekerjaan dan permainan
11. Murah hati dan pemaaf, mampu memahami bahwa balas dendam tidak ada gunanya
12. Selalu ingin melayani, memberikan sumbangan pada keluarga, masyarakat, negara,
agama dan sekolah
13. Pemberani
14. Tenang, damai, dan tentram

Tidak setiap orang dapat mencapai tahap terakhir perkembangan moral. Pada usia
12 sampai 16 tahun, gambaran ideal yang di identifikasi adalah orang-orang dewasa yang
berwibawa atau simpatik, orangorang terkenal, dan hal-hal ideal yang diciptakannya
sendiri. Moral dan nilai menyatu dalam konsep superego, yang dibentuk melalui jalan
internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar, khususnya
dari orangtua (Desmita, 2005).
Sarwono (dalam Desmita, 2005) menyatakan bahwa hubungan anak orangtua
bukanlah satu-satunya sarana pembentukan moral, karena masyarakat juga mempunyai
peran penting dalam pembentukan kode moral. Gunarsa (dalam Desmita, 2005)
mengatakan bahwa teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg
menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi yang diperoleh dari kebiasaan dan
hal-hal yang berhubungan dengan nilai kebudayaan melainkan terjadi dari aktivitas
spontan pada masa kanak-kanak. Anak memang berkembang melalui interaksi sosial,
tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dan faktor pribadi anak ikut berperan.
1. Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Perkembangan moral pada teori Kohlberg terbagi menjadi 3 tahap,
yaitu:
a. Preconventional morality (usia 4-10 tahun)
1) Orientasi kepatuhan dan hukuman, pada tahap ini seseorang akan
mematuhi aturan atas dasar alasan eksternal yaitu untuk menghindari
hukuman atau mendapatkan hadiah.

26
2) Orientasi minat pribadi, berperilaku atas dasar kepentingan pribadinya
seperti apa keuntungan untuknya jika ia melakukan atau tidak
melakukan hal itu.
b. Conventional Morality (setelah 10 tahun)
1) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas, pada tahap ini
seseorang telah menginternalisasi standar dari figur otoritas, ia peduli
untuk menjadi seseorang yang baik dan meyenangkan bagi orang lain.
2) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial, seseorang akan
berusaha untuk mempertahankan aturan social.
c. Postconventional Morality (dewasa awal 21-40 tahun)
1) Orientasi kontrak social, aturan dianggap sebagai kontrak sosial bukan
sebagai keputusan yang kaku, dimana bila ada aturan yang dapat
memunculkan ketidaksejahteraan aturan tersebut harus diubah melalui
pendapat mayoritas dan kompromi.
2) Prinsip etika universal, pada tahap ini keputusan mengenai perilaku-
pwerilaku sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip moral, pribadi yang
bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum
dan kepentingan orang lain, keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-
nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum
yang dibuat untuk menetapkan aturan sosial.

C. Perkembangan Karir Masa Dewasa Awal


1. Teori-Teori Perkembangan Karir
Salah satu fase perkembangan yang dilalui setiap orang adalah masa dewasa awal.
Ditinjau dari segi usia, masa dewasa awal para pakar memiliki pandangan yang
berbeda. Ada yang mengatakan usia dewasa awal berada pada usia 18/19 sampai 29/30
tahun.7 Pendapat lain menyatakan, masa dewasa awal berada pada usia 19-22 tahun.8
Hurlock menjelaskan masa dewasa awal berkisar usia 18 sampai 40 tahun, masa ini
disebut juga masa dewasa dini.9 Walaupun demikian, para pakar sepakat bahwa pada
masa dewasa awal memiliki karakteristik dan beberapa tugas perkembangan relatif
sama yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Pakar psikologi perkembangan
mengungkapkan, tugas perkembangan dewasa awal pada umumnya terkait dengan
pemenuhan berbagai tuntutan dan harapan masyarakat.11 Pada masa dewasa awal,
individu sudah mulai adanya tuntutan untuk mendapatkan dan beradaptasi dengan
karier dan pekerjaan. Tugas perkembangan tertentu di masa dewasa awal diperlukan
27
kecakapan mencakup beberapa aspek, yaitu “aspek landasan hidup beragama, landasan
perilaku etis, kematangan emosi, kematangan intelektual, kognitif tanggung jawab,
peran sosial sebagai pria atau wanita, penerimaan diri dan pembangunan, kemandirian
perilaku ekonomi, wawasan dan persiapan karir, pematangan hubungan dengan rekan
kerja, dan kesiapan diri untuk pernikahan dan kehidupan keluarga”. Pengumuman lain
yang menjelaskan beberapa kewajiban. Perkembangan anak pada dasarnya lebih
mementingkan kognisi, tanggung jawab dan kemampuan untuk memenuhi peran sosial
tertentu. Kesadaran, tanggung jawab dan kemampuan bisa dalam bentuk berbagai
peran sosial yang dipercayakan, bertanggung jawab menghadapi keluarga dan
pekerjaan yang dibawanya, dan semakin meningkat nilai-nilai agama mereka. Tiga
teori pokok yang menggambarkan bagaimana cara individu membuat pilihan
menyangkut karier , yaitu teori perkembangan (developmental theory) dari Ginzerg,
teori konsep diri (self concept theory) dari Super dan teori tipe kepribadian (personality
type theory) dari Holland.
a. Teori Perkembangan dari Ginzerg
Konsep Teori dari Ginzerg, Menurut pandangan Eli Ginzerg bahwa individu
melalui 3 fase pemilihan karier yaitu fantasi, tentative dan realistik. Dulu
ketika kita ditanya ingin menjadi apa jika dewasa nanti, anak kecil
mungkin akan menjawab “ingin jadi dokter, pahlawan, guru, bintang
film” dan masih banyak lagi. Pada masa anak-anak, masa depan
tampaknya memiliki kesempatan yang tidak terbatas.
2. Proses Pemilihan Karir
Menurut Ginzberg, Ginzburg, Axelrad, dan Herna (1951), perkembangan dalam
pemilihan pekerjaan mencakup tiga tahapan utama yaitu fantasy, tentatif, dan realistik.
Dua tahap daripadanya, yaitu masa tentatif dan realistik masing-masing dibagi lagi
menjadi beberaa tahap. Masa tentatif meliputi empat tahap yaitu minat, kapasitas, nilai,
dan transisi. Sedangkan masa realistik terdiri dari tahap eksplorasi, kristalisasi, dan
spesifikasi.
3. Teori Konsep Diri
Menurut Super, pengembangan karir manusia dapat dibagi menjadi lima fase, yaitu:
a. Tahap Pengembangan (Growth)
yang meliputi masa kecil sampai 14 tahun. Pada awal tahap ini, kebutuhan dan
fantasi merupakan hal yang dominan. Konsep diri yang dimiliki seseorang
terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur kunci dalam keluarga dan
28
sekolah.
b. Tahap Pemantapan/Kemantapan
Yang meliputi usia 25-44 tahun. Pada tahap ini ditandai dengan masuknya
individu ke dalam dunia pekerjaan yang sesuai dengannya sehingga ia akan
bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaannya tersebut. Merupakan masa
paling produktif dan kreatif
c. Tahap Pemeliharaan (Maintenance),
Yang meliputi usia 45-59 tahun. Individu telah menetapkan pilihan pada satu
bidang karir sehingga mereka tinggal menjaga atau memelihara pekerjaan.
Super menjelaskan bahwa ada tiga tugas perkembangan yang harus dipenuhi
oleh individu pada tahap ini yaitu mempertahankan, keeping-up, dan
menginovasi pekerjaannya.
d. Tahap Penurunan (Decline Stages), dimulai pada usia 60 tahun.
Salah satu fase perkembangan yang dilalui setiap orang adalah masa dewasa
awal. Ditinjau dari segi usia, masa dewasa awal para pakar memiliki
pandangan yang berbeda. Ada yang mengatakan usia dewasa awal berada pada
usia 18/19 sampai 29/30 tahun.7 Pendapat lain menyatakan, masa dewasa awal
berada pada usia 19-22 tahun.8 Hurlock menjelaskan masa dewasa awal
berkisar usia 18 sampai 40 tahun, masa ini disebut juga masa dewasa dini.9
Walaupun demikian, para pakar sepakat bahwa pada masa dewasa awal
memiliki karakteristik dan beberapa tugas perkembangan relatif sama yang
harus dipenuhi oleh setiap orang
D. Petunjuk Konseling Kunci untuk Pengembangan Emosi dan Sosial Masa Dewasa Awal
(Key Counseling Pointers for Social-Emotional Development During Early Adulthood)

1. Penerapan Konseling: Perkembangan Moral pada Masa Dewasa Awal


Konselor bisamendorong orang muda untuk terlibat dalam kegiatan
prososial yang melibatkan pengalaman dan pembelajaran layanan (Hallam et al.,
2014; Skoe, 2010) dan memfasilitasi refleksi diri (Juujärvi et al., 2011).
Keterlibatan meskipun pengalaman ini dapat berfungsi sebagai tindakan
pencegahan sebelum masa dewasa muda tetapi juga sebagai bentuk intervensi
selama masa dewasa muda.
Skoe (2010) membahas keterkaitan empati dengan perkembangan moral
dan menegaskan bahwa keterampilan yang berkaitan dengan pembentukan empati
dan pengambilan perspektif harus diajarkan di sekolah dasar. Keterkaitan dengan
29
nilai-nilai eudemonik sejak dini akan berdampak pada perkembangan moral yang
positif. Kurikulum berbasis sekolah dan pendidikan tinggi harus difokuskan untuk
mendidik manusia seutuhnya, termasuk aspek sosiomoral dan emosional (Skoe,
2010).
Selain itu, Hallam et al. (2014) menyatakan bahwa perkembangan moral
dapat difasilitasi melalui “peluang untuk mengeksplorasi makna pribadi dan
mengklarifikasi nilai-nilai eksistensial” (hal. 1173). Peluang semacam itu dapat
terjadi melalui pembelajaran layanan dan jenis pembelajaran berbasis pengalaman
lainnya, di mana individu dapat menemukan hubungan yang bermakna dengan
orang lain (Skoe, 2010). Melalui menghubungkan dan terlibat secara bermakna
dengan lingkungan mereka, dewasa muda dapat mengembangkan sumber intrinsik
penentuan nasib sendiri, yang telah dihubungkan dengan ketahanan emosional dan
penyesuaian sosial yang positif (Hallam et al., 2014).
Baik teori Kohlberg maupun Gilligan selaras dengan gagasan bahwa nilai
eudemonik dari keberanian, keterbukaan, kebaikan, kemurahan hati, dan keadilan
dikaitkan dengan tingkat penalaran moral tertinggi. Konselor melayani klien
mereka dengan baik ketika mereka menemukan cara untuk secara preventif
mengatasi aspek sosial-emosional dari perkembangan moral, serta merancang
intervensi berdasarkan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan dalam
domain ini.
2. Aplikasi Konseling Dewasa Muda
Konselor sering mendapati diri mereka menyeimbangkan perhatian
profesional klien mereka dengan masalah kesehatan, hubungan, dan kesehatan
mental. Interaksi antara berbagai aspek pelanggan secara umum saat mereka
menjauh dari kesetiaan orang tua, yang oleh Erikson (1968) disebut sebagai krisis
perkembangan normatif, paling dinamis terjadi pada masa dewasa akhir, masa
remaja, dan masa dewasa awal. Krisis ini sering berasal dari pergantian tugas
pengembangan sosio-emosional, termasuk yang terkait dengan pengembangan
relasional, etika, dan profesional. Salah satu kekuatan teori perkembangan adalah
membantu konselor mengidentifikasi tahapan dan tugas yang ada untuk klien. Hal
ini memungkinkan konselor untuk mengartikulasikan apa yang dialami klien.
Tugas Anda sebagai konselor adalah menunjukkan kepada klien bahwa
meskipun kita semua menghadapi kesulitan, kekhawatiran kita dapat di selesaikan.
Konselor yang efektif menggunakan pengetahuan tentang teori perkembangan dan
30
orientasi teoretisnya untuk mengkonseptualisasikan perhatian klien dan memilih
intervensi konseling yang tepat.
Konseling yang berfokus pada karir hanyalah konseling dalam susunan
khusus dari masalah yang disajikan. Kekhawatiran karir kadang-kadang akan sama
menonjolnya dengan klien seperti masalah lain seperti hubungan keluarga, interaksi
kelompok sebaya, dan persepsi dan nilai pribadi. Asal-usul masalah yang mungkin
membawa idien ke konseling seringkali dapat dikonseptualisasikan dalam kerangka
perkembangan seperti teori karir hingga lebih banyak lagi. memahami dan
mengatasi masalah secara efektif.
3. Petunjuk Konseling Kunci untuk Perkembangan Sosial-Emosional Selama Masa
Dewasa Awal
Teori perkembangan adalah buku pegangan yang sangat membantu tentang
perkembangan manusia yang spesifik untuk setiap teori. Meskipun demikian, ini
adalah perkiraan longgar dari tugas normal, dan tahap pengembangannya sangat
bervariasi; oleh karena itu, penasihat yang efektif harus terhubung dengan benar
(aliansi kerja) dan secara menyeluruh mengevaluasi perjalanan pengembangan
setiap klien sebelum menarik kesimpulan.
Pemahaman tentang teori perkembangan memungkinkan seorang konselor
profesional untuk membuat konsep masalah, perilaku, dan tugas idien dalam
konteks perkembangan manusia normal, sehingga memfasilitasi teknik yang
efektif untuk menormalisasi masalah klien. Saat melihat masalah klien dari
perspektif perkembangan, penting untuk menyadari ontologi teori sehingga
kelompok yang beragam dipertimbangkan sepenuhnya selama terapi. Misalnya,
Teori Umur Panjang Super menghilangkan penyertaan wanita dan orang kulit
berwarna, batasan yang dibahas oleh Teori Kendala dan Kompromi Gottfredson,
yang mencakup perspektif ontologis yang menekankan bagaimana faktor sosial
dan budaya memengaruhi perkembangan konsep diri.
Sebagai konsultan, kita perlu mengembangkan tingkat empati yang tinggi
untuk menunjukkan kepercayaan dan penerimaan terhadap berbagai pengalaman
hidup klien kita. Ini termasuk mengakui apa yang tidak kita ketahui atau pahami
dan bersedia terlibat dalam dialog otentik dengan pelanggan tentang perbedaan
budaya mereka. Saat memikirkan masalah klien, penting untuk
mempertimbangkan semua aspek perkembangan sosio-emosional dan identitas,
hubungan, pengembangan etika dan profesional yang terkait dengan klien karena
31
hubungan mendalam mereka satu sama lain.

32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan emosi dan sosial pada masa dewasa awal sangat dipengaruhi oleh
interaksi dengan lingkungan dan pengalaman hidup individu. Pada umumnya, di awal
dewasa individu sudah memiliki kemampuan untuk mengatur emosi, memahami
perasaan orang lain, serta mengambil keputusan yang lebih baik. Selain itu, mereka juga
mulai mengembangkan kemampuan untuk membina hubungan yang lebih kompleks
dengan orang lain, seperti persahabatan, cinta, dan hubungan keluarga.
Perkembangan moral pada masa dewasa awal juga dipengaruhi oleh faktor
genetik, lingkungan, dan pengalaman hidup. Pada umumnya, di masa ini individu sudah
memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan kritis, serta mampu
mempertimbangkan nilai dan prinsip moral yang lebih kompleks. Tetapi, tidak semua
individu mengalami perkembangan moral yang sama. Beberapa faktor seperti
pengalaman hidup traumatis, tekanan dari lingkungan, dan pengaruh media dapat
mempengaruhi perkembangan moral individu.
Di awal masa dewasa muda, individu umumnya belum memiliki pengalaman kerja
yang luas dan masih dalam proses menemukan karir yang sesuai dengan minat dan
bakatnya. Namun, seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan, individu
dapat mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam memilih karir yang tepat,
mengelola karir, dan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan karirnya. Selain itu, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
perkembangan karir individu. Lingkungan yang kondusif, seperti dukungan keluarga dan
lingkungan kerja yang baik, dapat membantu individu untuk mencapai tujuan karirnya.
Sebaliknya, lingkungan yang kurang kondusif atau mengalami kesulitan ekonomi dan
sosial dapat membatasi kesempatan individu dalam mengembangkan karirnya.

33
DAFTAR PUSTAKA
Berzoff J, et al. (2016). Chapter 5: Psychosocial ego development: The theory of Erik
Erikson. Inside out and outside in: Psychodynamic clinical theory and
psychopathology in contemporary multicultural contexts. Lanham, Maryland:
Roman & Littlefield.
Hurlock, Elizabeth B., 1980, A Life Span Approach, Jakarta : Erlangga
Nida, F. L. K. (2013). Intervensi Teori Perkembangan moral Lawrence Kohlberg dalam
dinamika pendidikan karakter. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,
8(2).
Putri, SAP (2012). Karir dan pekerjaan di masa dewasa awal dan tengah. Jurnal Ilmiah
Informatika , 3 (3), 193-212.
Santrock, John W., 1995, Life-Span Development, Jakarta : Erlangga
Sari, DP (2021). Tingkat Pencapaian Tugas Perkembangan Dewasa Dini: Studi Deskriptif
pada Mahasiswa Curup IAIN. Konseling Islam: Jurnal Bimbingan dan
Konseling Islam , 5 (2), 244-266.
Setioasih, N. E. (2016). Hubungan antara perkembangan moral dengan perilaku prososial
pada remaja (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
Waty, A. (2017). Hubungan interaksi sosial dengan perkembangan moral pada remaja di
SMA UISU Medan. Jurnal Psikologi Konseling, 10(1).

34

Anda mungkin juga menyukai