Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


Dosen Pengampu: Dolfina C Koirewoa S.Pd.,M.Pd

Materi:
“ Perkembangan Peserta Didik Usia Dini “

Oleh:
Linda (2019011054031)
Desi H. Siep (2019011054005)
Valentino Malisa (20180111054023)
Simon Petrus Tatogo (2019011054023)
Leonarda Apriliani S (2019011054007)
Musa Noldi K. Snanfi (2019011054041)
Valenthine G. Herianto (2019011054003)
Daniel Zefanya Maengga (2019011054012)
Hendrika L. S. Yarisetou (2019011054039)
Nathasya Fadila P. Utami (2019011054004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Kuasa dengan ini kami panjatkan puji
syukur atas karunia-Nya, yang telah melimpahkan anugrah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah “perkembangan peserta didik usia dini”.
Adapun makalah “perkembangan peserta didik usia dini” ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat
memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan semoga dari makalah “perkembangan peserta didik
usia dini” ini dapat di ambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap
pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah ini
nantinya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 5
A. Hakekat Perkembangan Peserta Didik Usia Dini ............................................................. 5
B. Pandangan Para Ahli tentang Karakteristik Perkembangan Peserta Didik Usia Dini ..... 6
1. Perkembangan Fisik-Motorik ...................................................................................... 6
2. Perkembangan Kecerdasan/Intelektual ....................................................................... 8
3. Perkembangan Bahasa ............................................................................................... 13
4. Perkembangan Emosi Anak ....................................................................................... 14
5. Perkembangan Sosial Anak ....................................................................................... 15
6. Perkembangan Kepribadian dan Kesadaran Beragama ............................................ 18
C. Masalah Perkembangan Karakteristik Peserta Didik Usia Dini .................................... 20
1. Masalah Perkembangan Fisik-Motorik ...................................................................... 20
2. Masalah Perkembangan Kecerdasan/Intelektual ....................................................... 24
3. Masalah Perkembangan Bahasa ................................................................................ 25
4. Masalah Perkembangan Emosi .................................................................................. 26
BAB III ..................................................................................................................................... 28
PENUTUP ................................................................................................................................ 28
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 28
B. SARAN .......................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 29
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap individu mengalami proses tumbuh dan berkembang. Proses
pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara berkesinambungan, setahap
demi setahap. Tahapan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak ditandai
dengan adanya kesamaan karakteristik/ciri-ciri umum yang muncul pada periode
usia yang hampir sama.
Adanya kesamaan karakteristik pada setiap tahapan usia menjadi acuan bagi
anak, orangtua serta guru tentang kemampuan yang harus dikuasai oleh anak pada
usia tersebut. Hal inilah yang membawa implikasi bagi anak untuk melakukan
tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usia yang sedang dijalaninya.
Pendidik dan orangtua sangat perlu memahami tugas-tugas perkembangan
yang harus dikuasai oleh seorang anak sebagai landasan mengetahui kebutuhan
anak sehingga dapat membantu dalam memahami karakter anak serta dapat
membantu anak dalam mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Untuk itu
guru dan orangtua perlu melakukan analisis yang tepat pada kebutuhan anak saat
itu.
B. Rumusan Masalah
a. Hakekat Perkembangan Peserta Didik Usia Dini
b. Pandangan Para Ahli Mengenai Perkembangan Karaktiristik Peserta Didik
Usia Dini
c. Masalah Perkembangan Karakteristik Peserta Didik Usia Dini
C. Tujuan
a. Agar Pembaca Mengerti Hakekat Perkembangan Peserta Didik Usia Dini
b. Agar Pembaca Memahami Pandangan Para Ahli Mengenai Perkembangan
Karakteristik Peserta Didik Usia Dini
c. Agar Pembaca Mengetahui Masalah Perkembangan Karakteristik Perserta
Didik Usia Dini
BAB II PEMBAHASAN

A. Hakekat Perkembangan Peserta Didik Usia Dini


Dalam Modul Sosialisasi PAUD (Direktorat PAUD, 2004; 9) disebutkan bahwa
anak usia dini adalah:
1) Kelompok manusia yang berumur 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sidiknas). Adapun berdasarkan para pakar pendidikan anak usia
dini, yaitu kelompok manusia yang berumur 0-8 tahun (Eva Essa 1996; dalam Dedi
Supriadi, 2005).
2) Kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosial-emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan
komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
sedang dilalui oleh anak tersebut.
3) Berdasarkan keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia
dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu :
 masa bayi (usia lahir-12 bulan)
 masa toddler/balita (usia 1-3 tahun)
 masa prasekolah (usia 3-6 tahun)
 masa kelas awal SD (usia 6-8 tahun)
Pembagian tahapan-tahapan usia tersebut dilakukan karena adanya kesamaan
pada beberapa aspek perkembangan baik fisik maupun psikologis. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Modul Materi dasar Pendidikan Program Akta
Mengajar V (1983 , 15) yang menyebutkan bahwa “Tugas perkembangan pada setiap
tahapan usia manusia tidak muncul begitu saja, tetapi dirumuskan dengan berbagai
pertimbangan, yaitu perkembangan jasmaniah, perkembangan kemampuan rohaniah,
dan tuntutan social.” Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hurlock (1980 : 9)
yang menyatakan bahwa “beberapa tugas terutama muncul sebagai akibat dari
kematangan fisik, seperti belajar berjalan, yang lain terutama berkembang dari adanya
tekanan-tekanan budaya dari masyarakat, seperti belajar membaca, dan yang lain lagi
tumbuh dari nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individual, seperti memilih dan
mempersiapkan suatu pekerjaan. Tetapi pada umumnya, tugas-tugas dalam
perkembangan muncul dari ketiga macam kekuatan ini secara serempak.”
Berdasarkan pada pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
adalah kelompok anak usia 0-8 tahun yang terbagi dalam beberapa kategori yaitu anak
masa bayi, anak masa batita, anak masa prasekolah, dan anak masa kelas awal SD
yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang unik, yaitu
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosial emosional,
bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang sedang dilaluinya.
Proses Pertumbuhan dan perkembangan seseorang berlangsung secara
berkesinambungan dan terintegrasi pada setiap aspeknya, yaitu aspek intelektual,
fisik, social, emosi, moral dan kepribadiannya.
Masa perkembangan anak-anak adalah masa yang penting untuk masa-masa
perkembangan berikutnya. Keberhasilan maupun kegagalan dalam perkembangan
masa anak-anak cukup berarti untuk masa selanjutnya. Perkembangan anak meliputi
perkembangan kognitif atau intelektual, perkembangan social, perkembangan emosi
dan perkembangan fisiknya. Secara tidak langsung pertumbuhan dan perkembangan
anak akan memepengaruhi cara pandang terhadap dirinya dan lingkungannya yang
berdampak pada penyesuaian dirinya dan orang lain.
Pendidikan adalah faktor penting dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas
suatu sistem pendidikan dapat memengaruhi kualitas suatu bangsa di masa depan.
Ketika suatu bangsa mengalami keterpurukan dan diperparah dengan kualitas SDM
yang rendah biasanya sering dikaitkan dengan lemahnya peran pendidikan dalam
membantuk manusia yang unggul.

B. Pandangan Para Ahli tentang Karakteristik Perkembangan Peserta Didik Usia


Dini
1. Perkembangan Fisik-Motorik
Bayi mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat pada
enam bulan pertama kehidupannya. Pola pertumbuhan bayi mengikuti hukum
cephalocaudal, yaitu urutan pertumbuhan yang dimulai dari kepala ke organ tubuh
lainnya berangsur-angsur ke bawah (kepala ke kaki) dan proximodistal, yaitu urutan
pertumbuhan yang dimulai dari tengah tubuh lalu bergerak menuju kaki dan tangan
(dari pusat ke tepi). 95% dari semua bayi lahir panjangnya antara 18 hingga 22 inci
dan beratnya antara 5,5 hingga 10 pon. Bayi juga terlahir dengan potensi otak dan
sistem syaraf yang berisi hampir 100 milyar sel. Namun, keterkaitan antar sel syaraf
tersebut masih lemah.
Pada masa ini, bayi menghabiskan waktunya untuk aktifitas makan, tidur, dan
menangis. Bayi tidur ± 16 jam per hari. Pola tidur bayi dapat dibedakan dalam 2
kategori yaitu non-rapid-eye-movement (NREM) dan rapid-eye-movement (REM).
Dement (1965 dalam Peterson 1996; 118) menyebutkan bahwa pola tidur REM
membantu bayi dalam mengembangkan kemampuannya karena pada saat ini bayi
mendapatkan stimulasi mental.
Pada awal kehidupannya, bayi memiliki reflek dasar yang secara genetis
merupakan mekanisme pertahanan hidupnya (Santrock, 1995; 143). Reflek mengatur
gerakan bayi yang baru lahir dan bersifat otomatis serta berada di luar kendali bayi.
Bayi juga terlahir dengan fungsi panca indera yang telah berkembang
sebagaimana dikemukakan oleh Peterson ( 1996 : 122) „ … but research has
established that the sensori processes of vision, hearing, touch, taste and smell are all
functional from birth.” Bahkan fungsi pendengaran telah berkembang dengan baik
pada masa janin. Namun suatu stimuli harus lebih nyaring untuk didengarkan oleh
bayi yang baru lahir dibandingkan stimuli yang harus didengar oleh orang dewasa.
Dalam hal penglihatan, kemampuan bayi masih sangat lemah. Bayi hanya mampu
melihat obyek dalam radius 20 cm dari wajahnya, dan bayi memperlihatkan
ketertarikan lebih pada wajah seseorang. Bayi yang baru lahir juga dapat
membedakan bau yang ditunjukkan dengan ekspresi di wajah mereka. Fungsi panca
indera semakin berkembang sejalan dengan pertambahan usia bayi.
Pada saat lahir, kemampuan motorik bayi masih sangat rendah. Bayi tidak
memiliki koordinasi dada atau lengan yang baik. Tetapi pada usia 3 bulan bayi telah
dapat mengangkat kepalanya dari posisi tengkurap. Bayi mengikuti pola pertumbuhan
dan perkembangan yang berurutan, tetapi memiliki irama dan ritme perkembangan
yang berbeda-beda. Perkembangan kemampuan motorik ini sangat dipengaruhi oleh
factor hereditas yang menentukan kecepatan kematangan organ tubuh dan stimulasi
yang diberikan oleh lingkungannya.
Saat ini banyak peneliti perkembangan anak yang percaya bahwa bayi telah
mengembangkan kemampuan persepsi intermodal pada usia 4 bulan. Persepsi
intermodal adalah kemampuan untuk mengaitkan dan mengintegrasikan informasi
atas dua atau lebih pengalaman sensoris. Rata-rata pertumbuhan bayi melambat pada
tahun kedua kehidupannya.
Memasuki tahun kedua, tingkat pertumbuhan bayi mulai lambat. Rata-rata
anak-anak pada masa ini mengalami pertumbuhan tinggi badan sebesar 2,5 inci dan
bertambah berat 5 hingga 7 pon setahun. Pertumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh
etnis/genetis dan faktor gizi.
Pada usia 3 tahun, pertumbuhan otak anak telah mencapai 3/4 otak orang
dewasa, dan pada usia 5 tahun telah mencapai 9/10 otak orang dewasa. Pada masa ini,
otak dan kepala tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya.
“Pertambahan ukuran otak disebabkan adanya pertambahan jumlah dan ukuran urat
syaraf yang berujung di dalam dan diantara daerah-daerah otak (Santrock,
1995;224).” Pertambahan ini juga disebabkan oleh pertambahan mylination, yaitu
suatu proses dimana sel-sel urat syaraf ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-
sel lemak. Proses ini berdampak meningkatkan kecepatan informasi dalam sistem
syaraf.
Anak pada usia ini memiliki keterampilan motorik kasar dan keterampilan
motorik halus yang berkembang sangat pesat. Anak usia 3 tahun senang melakukan
gerakan-gerakan fisik seperti melompat, berlari kesana-kemari dan berjingkrak-
jingkrak demi kegiatan itu sendiri.
”Pada usia ini, anak memiliki tingkat aktifitas tertinggi dari seluruh masa
hidup manusia. Karena tingkat aktifitas dan perkembangan otot besar mereka, anak-
anak prasekolah perlu berolah raga setiap hari (Santrock, 1995; 225).” Pada masa ini
anak juga mengembangkan keterampilan motorik halus. Keterampilan ini semakin
dikuasasi oleh anak pada usia 4-5 tahun.

2. Perkembangan Kecerdasan/Intelektual
Kecerdasan berhubungan dengan memori/daya ingat, kreativitas, dan hasil test
IQ yang diperoleh seseorang, atau merupakan kemampuan menjelaskan seseorang.
Menurut Piaget kecerdasan atau intelligence adalah unsur biologis tertentu yang
beradaptasi. Dijelaskan bahwa pencapaian biologis tersebut memungkinkan manusia
untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya pada tahapan psikologis
tertentu; sebagaimana dinyatakan oleh Piaget: ”intelligence is one kind of biological
achievement, which allows the individual to interact effectively with the environment
at a psychological level” (Ginsburg and Opper, 1979).
Perkembangan domain kognitif, yaitu pematangan proses-proses dan produk-
produk pikiran manusia yang menuntun untuk “mengetahui” adalah suatu proses
komplek yang berdampak signifikan dan kontinyu terhadap semua domain
perkembangan lainnya. Pada saat yang sama, perkembangan dan kompetensi yang
meningkat dalam domain lain mempengaruhi perkembangan kualitatif kapasitas
kognitif.
Karena perkembangan intelektual memiliki bentuk yang berputar, menjanjikan
arah-arah baru pada pendidikan masa kanak-kanak awal yang mendukung integrasi
beragam domain pembelajaran melalui pembelajaran pengalaman memiliki potensi
besar.
Beberapa kontribusi tokoh-tokoh yang menyumbangkan pemikirannya dalam
perkembangan intelektual anak;
Intelejensi Gardner
Kemungkinan bahwa kekuatan dan hasil dalam koneksi otak sangat
dipengaruhi oleh kecenderungan alami telah dianggap sebagai perspektif teori
intelejensi oleh Howard Gardner (1993a, 1997), seorang Psikolog Universitas
Harvard. Walaupun lebih cenderung menganggap intelejensi sebagai kapabilitas
manusia atau bakat daripada sejumlah fenomena tetap didalam kepala, Gardner
melihat neurobiologi menghasilkan “mekanisme pemprosesan informasi inti” yang
berhubungan dengan intelejensi tertentu. Gardner mendefinisikan intelejensi sebagai
“kemampuan untuk memecahkan masalah atau produk-produk fashion yang
merupakan konsekuensi dalam latar budaya atau komunitas tertentu.” (1994,581).
Ia menawarkan sedikitnya tujuh atau lebih kecerdasan yang meliputi Variasi
yang besar melihat manusia di dalamnya dan kultur, kecerdasan ilmu bahasa,
kecerdasan berbakat musik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan mengenai
ruang, kecerdasan bodily-kinesthetic, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan hubungan
antar pribadi, dan kemungkinan suatu kecerdasan penyelidikan alam. Ia mengutip
bukti untuk teori nya dari studi orang banyak tentang uraian dalam mental spesifik
yang berfungsi para orang brain-damaged dan profil yang intelektual tentang populasi
khusus (e.g. keajaiban dan sarjana) siapa yang mempertunjukkan pengembangan luar
biasa di dalam satu area tetapi hanya minimal atau kemampuan yang berkurang area
lain. Berada di pusat teori nya bahwa manusia yang dengan mekanisme inti tertentu
yang dilengkapi dengan kekuatan seorang anak dan kebutuhan dan anak-anak
menguasai isi yang lebih menantang, ketrampilan, dan konsep.
Teoritis Jean Piaget Dan Lev Vygotsky
Piaget melihat kematangan kognitif sebagai suatu rangkaian progresif dari
tahap-tahap yang didefnisikan secara struktural. Pandangannya bahwa kematangan
berkembang dari usaha motivasi diri manusia sangat sesuai dengan temuan-temuan
neurobiologi terbaru dan teori-teori lain mengenai kognisi. Dalam mengembangkan
konsep atau skema yang berguna, anak-anak mengulangi tindakan tertentu. Tindakan
ini mengakibatkan mereka memperoleh informasi baru yang membutuhkan
akomodasi pemfungsian.
Piaget melihat rangkaian teori progresif sebagai langkah-langkah dari
penggambaran perspektif ini telah digambarkan menarik kritik yang terbesar oleh
mereka yang membubarkan gagasan itu untuk pergeseran kualitatif spesifik dalam
hati pada waktu tertentu di dalam rentang kehidupan, Yang mana pandangan tersebut
menjadi meningkatkan usaha manusia menjadi organisma penuh dan motivasi untuk
menyesuaikan dan bisa dipertimbangkan pengalaman sehari-hari sesuai dengan
neurobiological penemuan sekarang dan teori sekarang tentang pengamatan.
Di dalam mengembangkan konsep bermanfaat atau berencana, anak-anak
secara penuh mengulangi arti tindakan tertentu secra berulang-ulang {e.g.,meneteskan
suatu obyek dari kursi yang tinggi, bersajak kata-kata atau bunyi yang serasi, tertentu,
mengamati bagaimana saraf tak sadar seseorang, gambar atau scribbling,
mendengarkan suatu cerita, mengendarai suatu trike, menyelesaikan teka-teki, atau
penulisan jurnal sehari-hari). Ini mengakibatkan mereka ” bertemu secara kebetulan”
informasi baru yang manapun akan berasimilasi atau menghasilkan suatu kebutuhan
dalam kaitan dengan fungsi sekarang. Kapan pengetahuan manusia secara teori
berasimilasi experiential, mereka melakukannya tanpa merasakan kebutuhan manapun
untuk menyesuaikan cara mereka memikirkan peristiwa atau situasi tertentu .
Bagaimanapun, ada waktu lain ketika mereka menjadi ” disequiltbrated,” atau
membuang gagasan secara teori; ini menyebabkan mereka sudah mulai berpesan
tentang situasi atau peristiwa yang tidak lagi sesuai dengan kenyamanan cara berpikir
lama mereka tentang hal itu.

Menurut Piaget, ada empat tahap operasi mental yang digunakan anak-anak
untuk memahami peristiwa dan fenomena, dan ini saling dibangun secara epigenetis.
Ringkasan Hamacheck kemampuan intelektual dasar yang berhubungan dengan setiap
tahap ini. Usia yang berhubungan dengan tahap-tahap ini adalah perkiraan, dan anak-
anak terus-menerus bergerak menuju perolehan proses-proses level tinggi sementara
masih memperlihatkan bukti batasan-batasan karakteristik yang diidentifikasikan
dengan tahap-tahap tertentu. Pendidik awal masa kanak-kanak bekerjasama dengan
anak-anak sangat bermanfaat dalam pemahaman dan menghormati gaya karakteristik
berpikir di dalam langkah-langkah tertentu sedemikian sehingga aktivitas dan
tingkatan teori pengalaman tidak melebihi kemampuan anak untuk memperolehnya.
Ikhtisar tentang Langkah-Langkah Intelektual Piaget‟S
Langkah Umur Karakteristik Dasar
1. Sensorimotor 2 Tahun
Bayi belajar bahwa mereka adalah berbeda dari object lainnya dan belajar
melalui manipulasi dan pikiran sehat mereka. Ada suatu keinginan kuat dan
kebutuhan untuk rangsangan.
2. Berpikir Preoperational 2-7
a. Tahap Preoperational 2-4 Hal utama periode egosentris sepanjang anak-anak
adalah tidak mampu untuk melihat berbagai hal dari segi pandangan mereka
yang cenderung untuk menggolongkan jalan yang sangat sederhana (e.g., jika
seorang bapak adalah seorang laki-laki, kemudian semua orang harus menjadi
ayah).
b. Tahap intuitif Anak-Anak pelan-pelan mulai berpikir dalam kaitan dengan
kelas, menangani konsep nomor;jumlah, dan melihat hubungan sederhana.
Anak-Anak adalah ” intuitif”; itu berarti, mereka adalah mampu bagaimana
membuat penggolongan walaupun mereka tidak benar-benar memahami
mengapa atau bagaimana. Mereka kembangkan suatu kesadaran yang
berangsur angsurmerupakan kekekalan massa, berat/beban, dan volume ( e.g.,
mereka dapat lihat bahwa jumlah boleh tetap sama sekalipun mentransfer ke
suatu kontainer ukuran berbeda).
3. Wujudkan pikiran operasional 4-7 Anak-Anak berkembang dalam kemampuan
dengan sadar menggunakan dan memahami operasi logis seperti reversibilas
dalam perhitungan, penggolongan ( menarik object ke dalam hirarki kelas), dan
mengorganisir object ke dalam suatu rangkaian yang ditetapkan, seperti
meningkatkan ukuran atau berat.
4. Pikiran operasional formal 11- 15 Anak muda lebih lanjut mengembangkan
kemampuan untuk memahami konsep abstrak (e.g., kemampuan ke seriation
tentang ” ideal,” memahami cause-effect hubungan, memikirkan masa depan dan
mengembangkan hipotesis..
Oleh karena itu, mereka tidak secara otomatis mengetahui apa yang mulai
diketahui anak-anak yang lebih besar dimana angka, masa, jarak, volume, dan area
tetap konstan walaupun bentuknya berubah. Anak-anak dalam tahap konkret dapat
menjadi lebih reflektif mengenai operasi tersebut dan itu adalah yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu tindakan.
Lev Vygotskys konsep zone proximal pengembangan (ZPD) adalah di sini
penting dalam kaitan dengan pembelajaran optimal anak-anak. Vygotsky yakin bahwa
pengembangan seharusnya tidak dipandang sebagai suatu sifat yang dinamis dan
secara kontinum adalah prilaku, tingkat kematangan yang berubah atau zona yang
dibatasi oleh prilaku-prilaku yang tampaknya sedang berkembang dalam waktu
dekat.konstan tetapi dinamis dan secara konstan mengubah rangkaian perilaku, derajat
tingkat waktu menjadi matang, atau zone yang terbatas oleh perilaku yang nampak
dekat dengan mengembangkan di masa mendatang.
Ia uraikan dua tingkatan yang membentuk parameter pengembangan pada
manapun waktu tertentu (I) yang tingkat lebih rendah capaian menunjuk ketika
capaian mandiri ( yaitu, apa yang anak ketahui dan dapat segera mereka lakukan tanpa
bantuan seseorang yang lebih banyak mengetahui seperti orang dewasa, suatu
panutan, suatu mitra khayal, atau anak-anak lebih tua tingkatan pengembangan lebih
tinggi) dan (2) suatu yang tingkatnya lebih tinggi seperti secara maksimal dibantu
pencapaiannya, yang mana anak dapat mencapai dengan dukungan (yaitu.tanda kunci
rahasia, isyarat, pernyataan, demonstrasi, penjelasan, aktivitas praktek secara rinci
tersusun, dll.).
Bantuan eksternal macam ini (Wood, 1989; Wood, Brumner& Ross, 1976;
Wood& Middleton, 1975), pada awalnya diperkenalkan di Bab 4 Kamu akan
mengingat bahwa orang dewasa menyediakan dukungan sosial yang mengijinkan
anak itu untuk bergerak maju dan melanjutkan membangun kemampuan baru.
Keterlibatan orang dewasa kemudian adalah dikurangi seperti anak berkembang
dalam kemampuannya untuk menangani ketrampilan atau masalah dengan bebas.
Pada waktu ini, tugasnya jauh lebih menantang (yaitu suatu ZPD baru) diperkenalkan
( Gardner et al., 1996).
Sesudah itu, dengan bantuan dan praktek, tingkatan yang dibantu menjadi
bagian dari capaian anak mandiri, dan mengedepankan waktu menjadi suatu
kematangan. Pendidik efektif mengetahui bahwa konsep ZPD ini pengajarannya harus
diarahkan untuk anak tingkat lebih tinggi ZPD tetapi bahwa ada yang membatasi pada
banyak orang tentang seorang anak dapat ditantang secara teori tertentu dimanapun
waktunya. Kapan ketrampilan atau konsep diperkenalkan terlalu jauh di atas suatu
ZPD anak, anak-anak akan ” ke luar,‟ mulai mengabaikannya , tidak untuk
menggunakan, atau menggunakan salah dan tidak sesuai ( Leong& Bodrova, 1995).
Di sini sangat kritis, juga, adalah Vygotsky‟s yakin “semua fungsi mental
lebih tinggi adalah hubungan sosial internalized” (yaitu., anak-anak secara terus
menerus bisa mempertimbangkan dan ditarik menuju pembelajaran yang lebih banyak
tentang konsep, ketrampilan, dan memproses oleh karena interaksi mereka dengan
orang yang lain. Mereka belajar apa yang menarik dari pelajaran itu atau apa yang
mereka rasa ketika adanya penghargaan untuk belajar.. Piaget meminta dengan tegas
bahwa semua pengetahuan, mencakup kemampuan untuk memberi alasan secara
logika, dibangun ketika undang-undang anak-anak dan orang-orang dan mencoba
untuk bisa dipertimbangkan pengalaman mereka Zahorik (1997,30) mengakui teori ini
mempertahankan appeal-that pengetahuan kuat diakibatkan oleh ketidakseimbangan,
muncul dari pengetahuan utama dan tumbuh melalui pengalaman dan umpan balik.
Ini adalah terpenuhi ketika anak-anak memperoleh komponen dasar dari suatu
pengetahuan pokok.

3. Perkembangan Bahasa
Kemampuan anak dalam berbicara diawali dengan kemampuan bayi
memproduksi vocal yang dilakukan pada saat bayi menagis. Bayi mampu
membedakan suara manusia dari suara-suara obyek lainnya pada usia 2 minggu.
Kemampuan bahasa bayi semakin berkembang dan pada usia 4 bulan, bayi telah
mulai „mengoceh‟. ”Permulaan mengoceh ditentukan khususnya oleh kematangan
biologis, bukan oleh penguatan (reinforcement), pendengaran, atau interaksi
pengasuh-bayi. Bahkan bayi yang tuli pun mengoceh sekali waktu. (Santrock, 1995;
184).”
Pengalaman bahasa bayi diawali dengan motherese yaitu cara ibu atau orang
dewasa sering berbicara pada bayi dengan kalimat-kalimat sederhana. 4 strategi lain
yang biasa digunakan oleh orang dewasa dalam mengajarkan bahasa pada bayi adalah
menyusun ulang (recasting), menggemakan (echoing), memperluas (expanding), dan
memberi nama (labelling). Kemampuan anak untuk memahami bahasa terutama mulai
terlihat sejak bayi berusia 12 – 14 bulan sebagaimana dikemukakan oleh Oviat
(Peterson, 1996 : 183) yang menyatakan “by 12 – 14 months of age, a major shift was
observed in the quality of language comprehension such that infants appeared more
flexible and categorical in their use of words.”
Bagi sebagian besar anak, pemahaman akan simbolisasi kata-kata mulai
berkembang pada tahun kedua. Pada awal pemahaman, anak cenderung menggunakan
satu kata untuk mewakili beberapa konsep yang hampir sama (overextension).
Penggunaan bahasa oleh anak diawali dengan menyebutkan satu kata untuk mewakili
seluruh ide anak, dan berlanjut dengan penyebutan dua kata. Pada awal kemampuan
berbahasa, anak cenderung menggunakan kata negatif ‟no‟. Perbendaharaan kata anak
meningkat secara cepat sekali sejak kata pertama diucapkan, yang mencapai rata-rata
200 hingga 275 kata pada usia 2 tahun. Pada usia 3 tahun, anak-anak meningkatkan
kemampuan berbicara tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik.

4. Perkembangan Emosi Anak


Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa (a stird up state) yang menyertai atau muncul
sebelum/sesudah terjadinya perilaku. Gejala-gejala seperti takut, cemas, marah,
dongkol, iri, cemburu, senang, kasih sayang, simpati, dan sebagainya merupakan
beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri seseorang. Aspek
emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu:
rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable, perubahan-perubahan
fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola
sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Yang mungkin dapat diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik dan
guru) adalah variabel pertama dan ketiga (the stimulus-response variables), sedangkan
variabel kedua tidak mungkin karena merupakan proses fisiologis yang terjadi pada
organisme secara mekanis.
Selanjutnya ada dua dimensi emosional yang sangat penting diketahui para
pendidik, terutama para guru, ialah: (1) senang tidak senang (pleasent-unpleasent)
atau suka tidak suka (like-dislike), dan (2) intensitas dalam term kuat-lemah (strength-
weakness) atau halus kasarnya atau dalam-dangkalnya emosi tersebut. Hal-hal itu
penting karena dapat memberikan motivasi pengarahan dan integritas perilaku
seseorang, di samping mungkin pula akan merupakan hambatan-hambatan yang
bersifat fatal (ingat bentuk¬bentuk perilaku yang frustrasi).
Bridges (Loree, 1970 : 82) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi
emosional pada anak-anak sebagai berikut.
a. Pada saat dilahirkan setiap bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap
rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur).
b. Dalam periode 3 bulan pertama ketidaksenangan dan kegembiraan mulai
didefinisikan (melalui penularan) dari emosi orang tuannya.
c. Dalam masa 3-6 bulan pertama ketidaksenangan itu berdiferensiasi kedalam
kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
d. Sedangkan pada masa 9 -12 bulan pertama kegembiraan berdiferensiasi ke
dalam kegairahan dan kasih sayang.
e. Pada usia 18 bulan pertama kecemburuan mulai didiferensiasikan dari
ketidaksenangan tadi.
f. Pada usia 2 tahun, kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan.
g. Mulai usia 5 tahun, ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas
dan kecewa; sedangkan kesenangari berdiferensiasi ke dalam harapan dan
kasih sayang.
Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya dimensi-dimensi tersebut di-
reinforce¬ment secara conditioning melalui proses belajar. Oleh karena itu, tidak
mengherankan kalau terdapat siswa-siswa yang membenci atau menyenangi guru atau
bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru untuk menyelenggarakan
conditioning dan reinforcement aspek-aspek emosional tersebut.

5. Perkembangan Sosial Anak


Pada masa awal hidup manusia, yang disebut dengan anak usia dini, akan
mengembangkan rasa kepercayaan pada lingkungan. Dengan memberikan perawatan
dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan perhatian yang konsisten anak akan
merasa mendapatkan keamanan dan kenyamanan sosial sebagai modal dalam
mengembangkan kepercayaan pada lingkungan. Anak yang merasa percaya pada
lingkungan akan dapat mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang
lain.
Ketika mulai tergabung dalam kelompok bermain dan taman kanak-kanak,
anak usia pra-sekolah akan belajar mengembangkan interaksi sosialnya dengan lebih
luas. Tidak hanya dengan anggota keluarga yang lain tetapi juga terhadap guru, teman
sebaya beserta anggota keluarga teman tersebut.
Untuk sukses dalam beradaptasi dengan lingkup pergaulan yang makin meluas
tersebut tentu saja keterampilan anak harus dilatih. Sesuai dengan tugas
perkembangan anak, maka kegiatan bermain merupakan sarana yang paling tepat
untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.
Sebagai dasar pembelajaran dan mengembangkan sosial anak, seorang
pendidik atau orang tua harus mengetahui karakter dasar perkembangan sosial anak,
agar pembelajaran dan umpan balik yang diberikan pada anak sesuai dengan tahapan
perkembangan anak. Berikut beberapa teori perkembangan sosial anak :

Tahapan Perkembangan Psikososial menurut Erikson

NO TAHAPAN UMUR ELEMEN UNTUK HASIL POSITIF


PERKEMBANGAN
1 Trust vs Misturst Masa BayiBayi membutuhkan gizi dan perawatan
0-1 tahunserta kasih sayang, tanggung jawab
orangtua dan konsistensi pengasuhan dari
orangtua.
2 Autonomy vs Shame & Masa Kontrol yang lebih baik terhadap diri
Doubt Baduta sendiri dalam lingkungannya, mulai belajar
1-2tahun makan, kontrol pembuangan, berpakaian.
Orangtua meyakinkan bahwa anak bisa,
dan menghindari terlalu bersikap
melindungi.
3 Initative vs Guilt Masa Menjalankan aktivitas diri, belajar
Prasekolah menerima tanpa rasa salah jika tidak dapat
3-5 tahun mencapainya, imajinasi, bermain peran
seperti orang dewasa. Belajar inisiatif
bukan hanya meniru, terbentuknya nurani
dan identitas seksual.
4 Industry vs Inferiority Masa Menemukan kesenangan dan produktif,
Sekolah 6- bertetangga, menjalin hubungan dengan
12 tahun teman sebaya, interaksi di sekolah. Belajar
kepercayaan diri dengan meningkatkan
keterampilan.
Loree (Nurihsan, 2007 : 164) dengan mensitir pendapat English & English
(1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana
individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan
sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya);
belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di
dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial (Nurihsan, 2007:166), dengan demikian dapat diartikan
sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk
menjadi makhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhler mengidentifikasikan
perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku-engkau atau hubungan
subjek-objek. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama sebagai berikut:
a. Masa kanak-kanak awal (0;0 – 3;0) : subjektif
b. Masa krisis I (3;0 – 4;0) : trotz alter (anak -degil)
c. Masa kanak-kanak akhir (4;0 – 6;0) : subjektif menuju objektif
d. Masa anak sekolah (6;0 – 12;0) : objektif
e. Masa krisis II (12;13) : pre-puber (anak tanggng)
f. Remaja awal (13;0 – 16;0) : subjektif menuju objektif
g. Masa remaja akhir (16;0 – 18;0) : objektif.
Bronson (Nurihsan, 2007 : 165) mengidentifikasikan berdasarkan hasil studi
longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan
sosial pada anak, ialah: (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan (3)
passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah
satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
Pola pertama anak cenderung menarik diri secara tegas dari lingkungannya,
mereka senang menyendiri dan cenderung introvert yaitu berorientasi ke dalam
dirinya. Pola kedua anak cenderung merespons kehidupan yang ada di lingkungannya
secara aktif. Adapun pola ketiga anak cenderung pasif, kurang merespons terhadap
kehidupan yang terjadi di lingkungan yang ada di sekitarnya.
Ciri-ciri tingkah laku sosial :
1) Periode Bayi
1-6 bulan: anak sudah mampu membedakan dan mengikuti suara,
membedakan objek dan benda, memperlihatkan tingkah laku, mulai bereaksi
dengan suara yang ramah
6 – 12 bulan: memegang benda, mengikuti suara-suara, bisa bermain,
mengenal larangan
13 – 18 bulan: memperlihatkan minat kepada orang dewasa
2 tahun: bermain bersama sebagai alat untuk hubungan sosial
2) Periode pra sekolah
a. Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah
b. Mulai belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah
c. Hubungan dengan orang dewasa
d. Hubungan dengan teman sebaya
e. Mulai bermain bersama, memilih teman untuk bermain

6. Perkembangan Kepribadian dan Kesadaran Beragama


Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap
perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi
pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Freud menyatakan
kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu:
1. Tahap oral
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya.
Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Objek sosial
terdekat adalah ibu, terutama saat menyusu.
2. Tahap anal (1-3 tahun)
Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama saat buang air besar.
Inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak termasuk toilet
training. Pada masa ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab
atas beberapa kegiatan tertentu.
3. Tahap palus: 3-6 tahun
Anak mulai tertarik dengan perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Pada
anak laki-laki kedekatan dengan ibunya menimbulkan perasaan sayang yang disebut
Oedipus Complex. Sedangkan pada anak perempuan disebut Electra Complex.
Sigmund Freud memberikan ungkapan “child is father of man” artinya anak
adalah ayah dari manusia. Maksudnya adalah masa anak berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang. Melihat ungkapan Freud di atas,
menunjukkan bahwa perkembangan kepribadian anak sejak masa kecil akan
berpengaruh ketika anak tersebut dewasa. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
anak secara tidak langsung akan tertanam pada diri seorang anak. Untuk itu sebagai
orang tua dan pendidik wajib mengerti karakteristik-karakteristik anak usia dini,
supaya segala bentuk perkembangan anak dapat terpantau dengan baik. Berikut ini
adalah beberapa karakteristik anak usia dini menurut beberapa pendapat.
1) Unik, yaitu sifat anak itu berbeda satu sama lainnya. Anak memiliki bawaan,
minat kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-masing.
2) Egosentris, yaitu anak lebih cendrung melihat dan memahami sesuatu dari
sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Bagi anak sesuatu itu penting
sepanjang hal tersebut terkait dengan dirinya.
3) Aktif dan energik, yaitu anak lazimnya senang melakukan aktivitas. Selama
terjaga dalam tidur, anak seolah-olah tidak pernah lelah, tidak pernah bosan,
dan tidak pernah berhenti dari aktivitas. Terlebih lagi kalau anak dihadapkan
pada suatu kegiatan yang baru dan menantang.
4) Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Yaitu, anak
cendrung memperhatikan , membicarakan, dan mempertanyakan berbagai hal
yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama terhadap hal-hal baru.
5) Eksploratif dan berjiwa petualang, yaitu anak terdorong oleh rasa ingin tahu
yang kuat dan senang menjelajah, mencoba dan mempeajari hal-hal yang baru.
6) Spontan, yaitu prilaku yang ditampilkan anak umumnya relative asli dan tidak
ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan
pikirannya.
7) Senang dan kaya dalam fantasi, yaitu anak senang dengan hal-hal yang
imajinatif. Anak tidak hanya senang dengan cerita-cerita khayal yang
disampaikan oleh orang lain, tetapi ia sendiri juga senang bercerita kepada
orang lain.
8) Masih mudah frustasi, yaitu anak masih mudah kecewa bila menghadapi
sesuatu yang tidak memuaskan. Ia mudah menangis dan marah bila
keinginannya tidak terpenuhi.
9) Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, yaitu anak belum
memiliki pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan dengan hal-hal
yang dapat membahayakan dirinya.
10) Daya perhatian yang pendek, yaitu anak lazimnya memiliki daya perhatian
yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsic menarik dan
menyenangkan.
11) Bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, yaitu anak
senang melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan
tingkah laku pada dirinya sendiri.
12) Semakin menunjukkan minat terhadap teman, yaitu anak mulai menunjukkan
untuk bekerjasama dan berhubungan dengan teman-temannya. Hal ini
beriringan dengan bertambahnya usia dan perkembangan yang dimiliki oleh
anak.
Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil terbukti sebagai salah
satu cara ampuh untuk membentuk karakter anak. Dengan ajaran agama
anak menjadi tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta apa
akibatnya kelak jika kita melanggar ajaran agama. Perkembangan spiritual sangat
bergantung pada lingkungan keluarga; yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
terutama keturunan (orang tua), pembiasaan dan lingkungan, serta makanan yang
dimakannya. Oleh karena itu, sebagai guru dan orang tua kita harus melakukan
pembiasaan dan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak.

C. Masalah Perkembangan Karakteristik Peserta Didik Usia Dini


1. Masalah Perkembangan Fisik-Motorik
Permasalahan Kesehatan adalah permasalahan yang sangat berpengaruh besar
terhadap aspek perkembangan lainnya, ketika kesehatan anak bermasalah maka
perkembangan anak akan tehambat. Perkembangan aspek fisik terkait dengan
keutuhan dan kemampuan fungsi panca indera anak, kemampuan melakukan gerakan-
gerakan sesuai perkembangan usianya serta kemampuan mengontrol pembuangan.
Anak yang mengalami hambatan dalam hal-hal tersebut dapat dikatakan mengalami
masalah secara fisik. Lebih lanjut permasalahan-permasalahan fisik tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan Fungsi Pancaindera
1) Masalah Penglihatan
Merupakan keterampilan untuk mampu melihat persamaan dan perbedaan
bentuk benda. Warna sebagai dasar untuk mengembangan kognitif. Masalah
penglihatan yang bisa terjadi pada anak usia dini adalah sulitnya mengelompokkan
benda berdasarkan warna, bentuk dan ukurannya.
Selain itu, mereka juga sulit mengamati benda secara jelas. Permasalahan yang
ditimbulkan dari gangguan penglihatan juga bisa menyebabkan gangguan ingatan
tersebut antara lain :
• Tidak mampu menyebutkan benda tanpa ada bendanya.
• Tidak mampu menguraikan benda dari beberapa aspek bentuk, warna, fungsi dan
lain-lain.
• Tidak mampu mencari bagian yang hilang dari suatu bentuk.
• Tidak mampu mengurutkakn kembali satu seri gambar yang diacak.
• Tidak mampu melihat apa yang ditulis oleh guru dipapan tulis.
2) Masalah Pendengaran
Merupakan keterampilan untuk mampu mendengar perbedaan dan persamaan
suara. Gangguan suara pada anak usia dini bukan berarti anak-anak mengalami tuli
tetapi, anak tidak mampu menyebutkan suara yang ada disekelilingnya. Seperti suara
alam, bisikkan arah suara dan lain-lain. Anak menjadi tidak peka terhadap suara yang
ada disekitarnya. Kemudian tidak mampu menirukan berbagai suara tertentu, tidak
mampu menyanyikan lagu sederhana, tidak mampu menceritakan kembali sebuah
kejadian, tidak mampu mengulangi kembali urutan cerita, dan tidak mampu
mendengarkan persamaan-persamaan dalam kata-kata yang bersajak, dan lain-lain.
Sebagian besar orangtua menganggap permasalahan pendengaran anak
merupakan hal sepele, sehingga yang awalnya hanya ganguan kecil menjadi gangguan
yang sulit disembuhkan. Hal tersebut bisa diminimalisir jika orangtua sedini mungkin
sering melatih anak mendengarkan berbagai suara baik mendengarkan kaset lagu
ataupun orang tuanya sendiri yang bernyanyi saat bermain pada anaknya, orang tua
harus memberikan stimulasi-stimulasi sejak dini misalnya seperti, sering mengajak
bicara anak sehingga terjadi kontak mata pada anak, sering memanggil namanya
untuk melatih kepekaan pendengarannya.
3) Masalah Penciuman
Anak usia dini sering menderita sinus dan mimisan yang menyebabkan
ketidak pekaan terhadap penciuman mereka hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuh
anak yang sangat lemah.
b. Cacat Tubuh
Cacat tubuh yang dialami anak usia dini merupakan faktor bawaan yang sudah
dialami sejak ia lahir. Cacat tubuh yang terjadi antara lain, tidak memiliki jari yang
sempurna, tuli, anggota tubuh yang tidak sempurna, namun ada juga anak yang
terlahir dalam keadaan normal akan tetapi ketika berusia 8 bulan ia mengalami panas
yang sangat tinggi dan sejak itu anak tersebut mengalami kecacatan selamanya.
Dalam hal ini, orang tua sebaiknya menerima anak apa adanya, mensyukuri apa yang
diberikan tuhan, menghargai anak akan tetapi pada kenyataannya banyak orang tua
yang malu dan tidak mau mengakui sebagai anaknya hal itu terjadi karena kurangnya
pendidikan dan pemahaman orang tua yang berasumsi bahwa anak adalah amanah
yang harus kita jaga maka dari itu perlu sekali penyuluhan-penyuluhan, seminar atau
pun parenting untuk meningkatkan pemahaman orang tua tentang hakikat anak.
c. Kegemukan/Obesitas
Anak yang mengalami obesitas menjadi sangat terbatas ruang gerak yang ia
miliki.karena ia harus menopang berat beban pada tubuhnya.Biasanya hal ini
disebabkan karena gizi yang berlebihan. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua
memperhatikan asupan makanan dengan kadar yang sesuai dan tidak berlebihan dan
sering mengajaknya berolahraga.
d. Gangguan Gerak Peniruan
Anak yang mengalami gangguan gerak peniruan adalah anak yang tidak bisa
menirukan gerakan-gerakkan yang dicontohkan oleh gurunya, ia akan merasa cemas
ketika gurunya memerintahkan untuk menirukan gerakkannya. Anggota tubuh anak
akan kaku saat melakukan gerakkan sederhana. Permasalahan yang sering terjadi pada
anak usia dini adalah anak masih kesulitan dalam menggerakkan bagian tubuh
tertentu, seperti berguling, menangkap, melempar, berlari dan senam.
Permasalahan motorik anak terdiri dari motorik kasar dan motorik halus.
Motorik kasar merupakan keterampilan menggerakkan bagian tubuh secara harmonis
dan sangat berperan untuk mencapai keseimbangan yang menunjang motorik halus.
Selain itu, belum sempurnanya koordinasi dalam mengontrol motorik kasar. Ketika
ditugaskan berjalan tanpa menyentuh temannya. Kemampuan motorik lainnya yang
harus dikuasai anak usia dini adalah kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik
halus merupakan keterampilan yang menyatu antara motorik halus dengan panca
indera. Kesiapan mengkoordinasikan keseluruhan ini diperlukan untuk kesiapan
menulis, membaca, dan lain-lain. Permasalahan yang sering terjadi adalah anak-anak
masih sulit menjiplak membentuk lingkaran, segitiga dan persegi serta masih sulit
menggenggam pensil. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua menstimulasi sejak dini
dengan mengarahkan anak untuk meremas-remas kertas dan sebagainya.
e. Kidal
Kidal seringkali dikategorikan sebagai ketidakmampuan anak dalam
menggunakan tangan kanan, tetapi kidal juga muncul karena kebiasaan anak dalam
menggunakan tangan kirinya. Beberapa faktor penyebab kidal pada anak diantaranya
karena hemisphere kanan dalam otak lebih unggul daripada kiri bisa juga disebabkan
karena pembiasaan yang salah, namun bisa saja tidak terjadi apabila sejak dini kita
arahkan. Pada umumnya anak yang mengalami kidal akan memiliki suatu kelebihan
yang tak dimiliki oleh anak lainnya.
f. Hiperaktif
Hiperaktif sebagai salah satu bagian dari attention deficit disorder (ADD)
dikategorikan pada gangguan yang memiliki ciri-ciri keaktifan yang berlebihan. Anak
hiperaktif biasanya mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian pada jangka
waktu tertentu, jangka waktu perhatiannya sangat pendek, mudah terganggu
perhatian, pikirannya tidak tenang dan tidak bisa mengontrol diri, banyak bicara serta
tindakkannya tidak bertujuan, tidak berkonsentrasi terhadap suatu objek tertentu.
ADD biasanya muncul pada anak sebelum usia 7 tahun. Lama gangguan sedikitnya 6
bulan. ADD terjadi karena terjadi kerusakan otak minimal atau otak tidak dapat
berfungsi penuh, melainkan hanya sebagian saja. Penyebab lainnya karena lingkungan
yang tercemar racun, bahan tambahan pada makanan, sinar X atau radiasi lainnya,
minuman alkohol keturunan dan lingkungan.
g. Ngompol (Enuresis) dan Buang air besar di sembarang tempat (Encopresis)
Ngompol dianggap gangguan jika anak sudah berusia lebih dari 3 tahun.
Biasanya terjadi pada malam hari (Nocturnal), tetapi tidak menutup kemungkinan
terjadai pada siang hari. Faktor penyebab ngompol dan buang air besar di sembarang
tempat adalah penggunan diapers, ketika anak dibiasakan mengunakan diapers dan
tidak dibiasakan toilet trainee maka anak akan merasa aman untuk melakukan buang
air dimana pun ia berada, namun ketika usia anak bertambah dan mencoba untuk
melepaskan pampers ia akan terbiasa untuk buang air dimana pun ia berada karena
pembiasaan penggunaan diapers itu sendiri.
h. Gangguan Kesehatan/Penyakit
Gangguan kesehatan yang dimaksud disini adalah penyakit yang sering terjadi
misalnya, batuk, pilek, demam, diare, radang, cacar, campak, dan lain-lain. Penyakit -
penyakit tersebut disebabkan oleh kuman dan bekteri yang dipengaruhi dari makanan
dan kebersihan lingkungan sekitar.
i. Kekurangan Gizi
Kekurangn gizi adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktifitas berfikir dan
semua hal yang berhubungan dengan kehidupan yang dapat menghambat
perkembangan anak. Anak yang kekurangan gizi sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan
fungsi otak dan perilaku. Maka dari itu, anak usia dini membutuhkan asupan makanan
dengan gizi seimbang. Salah satu faktor kekurangan gizi pada anak usia dini adalah
perekonomian keluarga yang tidak mencukupi untuk memenuhi gizi sang anak.
Padahal menu makanan dengan gizi seimbang tak harus mahal. Misalnya daging
sebagai protein bisa diganti dengan telur atau tahu dan tempe, brokoli sebagai sayur
bisa diganti dengan bayam, dan masih banyak susu yang dijual dengan harga
terjangkau. Namun pada kenyataannya di kota besar seperti Jakarta banyak orang
yang mampu bahkan orang kaya tetapi anak-anak dari mereka mengalami kekurangan
gizi karena kurangnya perhatian orang tua yang terlalu sibuk akan pekerjaannya
masing-masing, sehingga anak mereka terlantar. Mereka hanya memberikan makanan
instan (cepat saji) untuk anak-ankanya.
2. Masalah Perkembangan Kecerdasan/Intelektual
a) Gangguan Konsentrasi
 Disleksia
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis
yang umumnya terjadi pada anak, yang ditandai dengan kesulitan belajar
membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal
atau diatas rata-rata. Ada tiga aspek kognitif penderita dysleksia yaitu,
pendengaran, penglihatan dan perhatian. Disleksia dapat mempengaruhi
perkembangan bahasa seseorang. Penderita disleksia secara fisik tidak terlihat
sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan
seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi
juga dalam berbagai macam urutan termasuk dari atas kebawah dan dari kiri
ke kanan serta sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke otak.
Hal ini yang sebenarnya dianggap penderita dysleksia tidak konsentrasi dalam
beberapa hal. Dalam mengatasi disleksia biasanya dilakukan terapi Binaural
Beats Dysleksia.
 Dyscalculia
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami
matematika (termasuk tentang simbol-simbol dan bentuk matematika),
diskalkulia bisa terjadi akibat dari cidera otak. Anak yang mengalami
dyscalculia akan kesulitan dalam menghafal bentuk angka dan bangun
geometri sederhana seperti (lingkaran, persegi dan segitiga), ia juga kesulitan
dalam menghitung bilangan sederhana misalnya (1+2) dan memecahkan
masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dyscalculia dapat terdeteksi
pada usia dini dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan memahami cara bermatematika yang diajarkan
kepada anak-anak dan tentunya dilakukan sambil bermain dan menyenangkan.
b) Inteligency (baik tinggi maupun rendah)
Pada umumnya anak usia dini ada yang memiliki tingkat intelegensi yang
tinngi dan ada juga yang rendah, biasanya anak yang memiliki inteligensi tinggi ia
selalu cepat dalam mengerjakan tugas-tugasnya, memiliki daya tangkap dan daya
ingatan yang sangat bagus dan ia pun sering mengganggu teman-temannya ketika
ia telah selesai mengerjakan tugasnya. Begitu juga sebaliknya anak yang memiliki
intelegensi yang rendah ia akan lama untuk mengingat dan menangkap suatu
pelajaran dan informasi yang diterimanya. Hal tersebut sangat berpengaruh pada
asupan nutrisi yang diberikan sang ibu sejak dalam rahim, karena pada saat itulah
pembentukkan otak akan berkembang sejak dalam kandungan.

3. Masalah Perkembangan Bahasa


Berbahasa merupakan keterampilan dalam mendengar, berbicara, membaca
dan menulis. Dalam hal keterampilan yang diutamakan adalah mendengar dan
berbicara. Masalah berbahasa yang dialami anak usia dini berawal dari
ketidakmampuan mendengar dan memahami bahasa lisan yang diucapkan orang-
orang sekelilingnya. Anak yang bermasalah dalam perkembangan bahasanya pada
umumnya anak tersebut mengalami beberapa gangguan, misalnya :
a. Speech delay
Keterlambatan bicara adalah salah satu gangguan perkembangan yang
paling sering ditemukan pada anak.deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini
harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini
mulai dari orang tua, keluarga, dan dokter. Pada anak normal tanpa gangguan
bicara dan bahasa juga perlu stimulasi kemampuan bicara dan bahsa sejak lahir,
bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi
dini diharapkan kemampuan anak dalam berbahsa, khususnya berbicara akan
berjalan optimal. Speech delay bisa disebabkan karena pemberian makan dengan
tekstur yang tidak sesuai. Penanganan keterlambatan berbicara dilakukan dengan
pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya anak yang
mengalami speech delay ia juga bermasalah pada gangguan pendengarannya.
b. Gagap (stuttering)
Anak yang menderita gagap tidak dapat berkomunikasi secara wajar.
Wajar disini mengandung pengertian normal, jelas dan tidak tersendat-sendat.
Gejala yang sering diperhatikan dengan gagap adalah sering mengulang atau
memperpanjang suara suku kata atau kata-kata dan sering terjadi keraguan dan
penghentian bicara sehingga mengganggu arus irama bicara. Penyebab gagap
biasanya terjadi karena anak sering dibentak, dimarahi dan sering membiasakan
anak menjawab pertayaan dengan potongan-potongan kata.
c. Cadel
Anak yang menderita cadel tidak dapat menyebut huruf tertentu dengan
jelas misalnya “R” “L “S” dan lain-lain. Penyebab cadel biasanya terjadi karena
orang disekitarnya telah membiasakan berbicara yang tidak sesuai dengan kata
sebenarnya, contoh : sayang jadi “tayang” atau makan jadi “mamam”.
4. Masalah Perkembangan Emosi
a) Penakut
Ketakutan biasanya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya
cerita seram dan menakutkan.takut pada gelap karena membayangkan hal-hal
yang seram,peniruan dari orang dewasa misalnya takut pada ulat, dan kesalahan
mendidik orang tua.dan ada juga ketakutan – ketakutan lainnya yang dialami
anak, misalnya takut pada orang tua, rasa takut kepada orang tua karena orang tua
yang sering membentak, memarahi dan menghukum, dan sering juga terjadi takut
ditinggal ibu dan pengantar hal ini terjadi karena anak tidak dibiasakan
bersosialisasi dengan lingkungan.
b) Kecemasan
Kecemasan merupakan keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang
meliputi interprestasi subyektif dan rangsangan fisiologis, misalnya bernafas lebih
cepat, jantung berdebar-debar dan berkeringat dingin. Pada umumnya kecemasan
pada anak usia dini secara bertahap akan berkurang seiring bertambahnya usia
anak.
c) Rendah Diri/Minder
Rendah diri dapat di artikan sebagai perasaan yang menjadikan dirinya
kurang mampu di banding temanya atau anak yang lain. Rendah diri juga di sebut
dengan ketidak percayaan pada diri sendiri, perasaan ini merupakan masalah yang
berbahaya dalam dirinya karena dapat membuat kehidupanya seolah-olah hina dan
sengsara dan tak ada gunanya.
Ciri ciri anak rendah diri biasanya memiliki perasaan susah berbicara
dalam mengungkapkan sesuatu, menutup diri dari teman sebayanya, mudah ragu
atau takut, dan merasa tidak dapat melakukan sesuatu untuk hidupnya.
Kebanyakan penyebab anak rendah diri adalah orang tua yang keliru dalam
pengasuhanya, meskipun juga ada faktor lain misalnya cacat tubuh yang di alami
anak tersebut atau rendahnya IQ dan memiliki keterlambatan dalam belajar.
d) Pemalu
Pemalu dapat diartikan tidak enak hati, rendah diri, dan sebagianya dan
segan melakukan sesuatu karena agak takut dan kurang senang, sementara pemalu
berarti orang yang mudah merasa malu. Tentunya hal ini dapat menjadikan
hambatan dalam menyelesaikan tugas tugasnya dan dalam berinteraksi dengan
teman sebayanya.
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan anak adalah seluruh perubahan yang terjadi pada anak yang
meliputi perubahan fisik, perkembagan kognitif, emosi, dan perkembangan
psikososial. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Santrock (1995; 20) yang
menyatakan bahwa perkembangan merupakan pola gerakan atau perubahan yang
dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan dimana
perkembangan tersebut merupakan proses biologis, kognitif dan sosioemosional.
Perkembangan merupakan proses biologis karena meliputi perubahan pada sifat fisik
individu. Perkembangan juga merupakan proses kognitif karena meliputi perubahan
pada pemikiran, intelegensi, dan bahasa individu. Selain itu, menurut Santrock
perkembangan juga merupakan proses sosioemosional karena meliputi perubahan
pada relasi individu dengan orang lain, perubahan pada emosi, dan perubahan pada
kepribadian. Perkembangan pada berbagai dimensi saling terkait erat satu dengan
lainnya. Perkembangan pada satu dimensi akan berepengaruh dan dipengaruhi oleh
perkembangan pada berbagai dimensi lainnya.

B. SARAN
Perlu adanya pengembangan yang lebih optimal terhadap pendidikan anak
usia dini, baik yang dilakukan oleh pemerintah, keluarga maupun masyarakat. Masa
prasekolah yang disebut dengan masa keemasan perkembangan intelektual seharusnya
dijadikan dasar bagi upaya meningkatkan kemajuan pendidikan di Indonesia.
Sosialisasi tentang pentingnya pendidikan anak usia dini harus terus
dilakukan, karena berdasarkan data yang ada angka partisipasi kasar masyarakat
terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat rendah.
Kualifikasi pendidik anak usia dini harus terus ditingkatkan baik kualifikasi
akademisnya maupun dalam bentuk pelatihan dan penataran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ajim, N. (2017). Perkembangan Fisik Anak Usia Dini. Dipetik Maret 30, 2020, dari Mikirbae:
https://www.mikirbae.com/2017/04/perkembangan-fisik-anak-usia-dini.html

Deskamudina. (2013, April). Perkembangan Kepribadian Anak Usia Dini. Dipetik April 1, 2020, dari
blogspot: http://deskamudina.blogspot.com/2013/04/perkembangan-kepribadian-anak-
usia-dini.html

Dhermawan, A. (2017, November). MAKALAH PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI.
Dipetik April 1, 2020, dari blogspot: https://agroedupolitan.blogspot.com/2017/11/makalah-
perkembangan-sosial-emosional.html

Fatah, A. (2017, April 28). Perkembangan Anak Usia Dini. Dipetik Maret 30, 2020, dari SIAP:
http://20301633.siap-sekolah.com/2017/04/28/perkembangan-anak-usia-
dini/#.XpxSqPkzbIV

Izza, N. (2016, Desember 4). Masalah Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Dipetik Maret 30, 2020,
dari kompasiana:
https://www.kompasiana.com/nikmatul/584394606c7e61881dc9b092/masalah-
perkembangan-emosi-anak-usia-dini

Khairi, H. (2018). KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DARI 0-6 TAHUN. Jurnal Warna,
18-19.

Mulyana, A. T. (2015, Februari 6). PERMASALAHAN ANAK USIA DINI. Dipetik Maret 30, 2020, dari
wordpress: https://allohmahabesar88.wordpress.com/2015/02/06/permasalahan-anak-
usia-dini/

Anda mungkin juga menyukai