Disusun oleh :
Kelompok 9 ( Kelas B )
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa atas segala limpahan rahmat Hidayah Taufik
dan Hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam memahami materi perkembangan dan perilaku seksual pada remaja.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan serta pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke
depannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan karena pengalaman kami yang masih sangat
kurang. Oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….……….ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….…………12
3.2 Saran…………………………………………………….…………….……….…12
DAFTAR PUSAKA……………………………………………….…………………………13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Remaja adalah masa antara anak-anak dan orang dewasa. Kata remaja
(adolescence) berasal dari perkataan latin yaitu adolescere yang bermakna sedang
tumbuh menuju kematangan (to grow into maturity). Setiap tahap perkembangan
akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu
ketrampilan untuk mengatasinya (Santrock, 2009). Manakala Haditono, Monk, dan
Knoer (1994) berpendapat bahwa pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua
tugas utama, yaitu; mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua
dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Remaja adalah masa antara anak-anak dan orang dewasa. Kata remaja
(adolescence) berasal dari perkataan latin yaitu adolescere yang bermakna sedang
tumbuh menuju kematangan (to grow into maturity). Setiap tahap perkembangan
akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu
ketrampilan untuk mengatasinya (Santrock, 2009). Manakala Haditono, Monk, dan
Knoer (1994) berpendapat bahwa pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua
tugas utama, yaitu; mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua
dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi.
2
mengalami perubahan yang membutuhkan kedua kemampuan, yaitu kebebasan
dan ketergantungan secara bersama-sama. Hubungan-hubungan sosial adalah
merupakan suatu hubungan yang saling tergantung, sebagai contoh dalam
perkawinan yang tradisional, suami tergantung pada istri dalam hal mengurus
rumah tagga dan sebaliknya istri tergantung pada suami untuk mencari penghasilan
keluarga dan perlindungan dari bahaya. Ketergantungan (interdependence)
komitmen - komitmen dan ikatan pribadi merupakan ciri kondisi kehidupan
manusia. Remaja secara terus menerus meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar dari
ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari kebebasan atau
kemandiriannya.
- Pembentukan Identitas Diri
Proses pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan
kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan yang akan
datang dari kehidupan individu dan hal ini akan membentuk kerangka berpikir
untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai
bidang kehidupan (Rice, 2012). Sumber-sumber yang dapat mempengaruhi
pembentukan identitas diri adalah lingkungan sosial, dimana remaja tumbuh dan
berkembang seperti keluarga dan tetangga yang merupakan lingkungan masa kecil,
juga kelompok-kelompok yang terbentuk ketika mereka memasuki masa remaja,
misalnya kelompok agama atau kelompok yang mendasarkan pada kesamaan
minat tertentu. Kelompok-kelompok itu disebut sebagai reference group dan
melalui kelompok tersebut remaja dapat memperoleh nilai-nilai dan peran yang
dapat menjadi acuan bagi dirinya. Kelompok tersebut dapat membantu remaja
untuk mengetahui dirinya dalam perbandingannya dengan orang lain sehingga
mereka dapat membandingkan dirinya dengan kelompoknya, nilai-nilai yang ada
pada dirinya dengan nilainilai dalam kelompok yang selanjutnya akan berpengaruh
kepada pertimbanganpertimbangan apakah dia akan menerima atau menolak nilai-
nilai yang ada dalam kelompok tersebut.
Selain reference group, dalam proses perkembangan identitas diri, sering
dijumpai bahwa remaja mempunyai significant other yaitu seorang yang sangat
berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olahraga atau bintang film atau
siapapun yang dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola) karena
mempunyai nilai-nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup
3
besar bagi perkembangan identitas diri, karena pada saat ini remaja sedang giat-
giatnya mencari model. Tokoh ideal tersebut dijadikan model atau contoh dalam
proses identifikasi. Remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan
nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut ke dalam dirinya. Sehingga remaja
sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun perilakunya
dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka.
Berdasarkan pada teori Erikson, terdapat empat keadaan atau status yang
berbedabeda dalam pembentukan identitas. Dia berpendapat bahwa perkembangan
identitas itu terjadi selain dari mencari aktif (eksplorasi) yang oleh Erikson disebut
sebagai krisis identitas, juga tergantung dari adanya commitments terhadap
sejumlah pilihan-pilihan seperti sistem nilai atau rencana hari depan. Dalam proses
perkembangan identitas maka seseorang dapat berada dalam status yan berbeda-
beda yaitu; diffussion status, foreclosure status, moratorium status, dan identity
achievement.
Kematangan seksual yang terlalu cepat atau lambat juga dapat mempengaruhi
kehidupan psikososialnya, yaitu status mereka di dalam kelompok sebayanya
(Rice, 2011; Rice, 2012). Anak perempuan yang lebih dahulu mengalami
kematangan seksual akan merasa bahwa dirinya terlalu besar bila berada
dikelompok teman sekelasnya, sementara teman-teman perempuan lainnya masih
dapat merasakan kebersamaan dengan kelompok baik laki-laki ataupun
4
perempuan, karena umumnya laki-laki lebih lambat mengalami kematangan
seksual. Bagi anak laki-laki yang mengalami keterlambatan dalam kematangan
seksualnya, bentuk tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan teman sekelasnya
dan hal ini sangat tidak menguntungkan baginya, terutama dalam olah raga.
Sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya, oleh
karena itu mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proposional
tersebut. Pada pertengahan masa remaja, mereka mulai memperhatikan apakah
tubuhnya terlalu gemuk atau kurus dan bagaimana menjaga bentuk tubuh yang
ideal, oleh karena itu sebagian remaja ada yang berusaha melakukan diet dan
sebagian lagi senam dan olahraga secara teratur. Pada umumnya remaja perempuan
mengkhawatirkan bila dirinya terlalu gemuk ataupun terlalu tinggi, sedangkan
remaja laki-laki bila terlalu kurus ataupun pendek. Disamping itu mereka, baik
laki-laki maupun perempuan mengawatirkan tentang kulitnya, yaitu tumbuhnya
jerawat maupun adanya bintik-bintik hitam.
Perilaku seksual remaja adalah, pada banyak kasus, dipengaruhi oleh norma-
norma budaya dan adat istiadat, orientasi seksual mereka, dan isu-isu kontrol
sosial, seperti hukum umur dewasa. Perkembangan fisik, kognitif, sosioemosional
remaja pastinya berkaitan dengan sikap da perilaku seksual remaja. Rasa ingin tahu
dan fantasi seksual menyebabkan remaja ingin mempraktekan apa yang orang
dewasa lakukan .Teman sebaya (peer group) juga memainkan peranan yang sangat
kuat terhadap sikap dan perilaku seksual remaja. Zastrow dan Kirt-Ashman (2012)
berpendapat bahwa secara psikologis pada fase remaja ada dua aspek penting yang
dipersiapkan, antara lain:
5
- Orientasi seksual. Pada masa ini remaja diharapkan sudah menemukan
orientasi seksualitasnya atau arah ketertarikan seksualnya (heteroseksualitas atau
homoseksualitas). Norma umum yang berlaku lebih menyukai jika seseorang
menyukai orientasi seksualitas ke arah heteroseksualitas. Namun, tidak dipungkiri
ada remaja yang memilih orientasi seksualitas homoseksualitas. Orientasi ini
dipengaruhi oleh penghayatan terhadap jenis kelamin. Faktor individu (fisik atau
psikologis), keluarga dan lingkungan ikut mendorong dan berperan dalam
menguatkan identitas ini.
- Peran seks. Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran
serta kemampuan tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Laki-laki akan dekat
dengan sifat-sifat sebagaimana laki-laki, demikian pula perempuan akan dekat
dengan sifat-sifat sebagaimana perempuan. Peran seks ini sangat penting pada
tahap pembentukan identitas diri, apakah seseorang itu berhasil mengidentifikasi
dirinya atau justru melakukan transfer pada identitas yang lain (transsexual)
Identitas seksual merupakan proses yang telah terbentuk pada masa kanank-
kanak. Remaja yang telah mengalami proses pembentukan identitas seksual akan
menegnali orientasi seksualnya hingga dapatmengembangkan dan mengenali
dirinya sendiri. Kemudian akan menentukan orientasi seksualnya, Marliana (2013).
Berdasarkan hasil wawancara yang ada pada salah satu jurnal, bahwa remaja laki-
laki memyadari bahwa dirinya bergender laki-laki dan remaja perempuan
bergender perempuan. Adapun beberapa penyimpangan yang ada pada remaja laki-
laki tetapi berperilaku seperti perempuan. Fenomena lain yang ditemukan ialah
rasa tidak percaya diri pada remaja Ketika berada pada lingkungan sekitarnya dan
terpengaruh oleh yang lain yang menurutnya lebih cantik dari dirinya .
6
2.2.2 Waktu Perilaku Seksual Remaja
Waktu inisiasi seksual seks. Apa yang menjadi ciri aktivitas seksual orang
dewasa yang baru muncul (18 hingga 25 tahun bervariasi menurut negara serta
berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik sosial ekonomi lainnya. (Eaton &
lainnya, 2008). Dalam satu studi lintas budaya, di antara Wanita, proporsi yang
melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 17 tahun berkisar antara 72
persen di Mali hingga 47 persen di Amerika Serikat dan 45 persen di Tanzania
(Singh & lainnya, 2000). Persentase laki-laki yang melakukan hubungan seksual
pertama mereka pada usia 17 tahun berkisar antara 76 persen di Jamaika hingga 64
persen di Amerika Serikat dan 63 persen di Brazil. Di Amerika Serikat, pria, remaja
Afrika-Amerika, dan remaja dalam kota dilaporkan paling aktif secara seksual,
sedangkan remaja Asia-Amerika cenderung tidak aktif secara seksual
(Feldman,Turner,& Araujo, 1999). Sebuah survey nasional mengungkapkan
bahwa 63 persen siswa kelas 12 AS (64 persen laki-laki, 62 persen perempuan)
melaporkan bahwa mereka telah mengalami hubungan seksual dibandingkan
dengan 34 persen siswa kelas 9 (39 persen laki-laki, 29 persen perempuan)
(MMWR,2006). Pada usia 20, 77 pemuda AS telah melakukan hubungan seksual
(Dworkin & Santelli,2007). Sebuah studi nasional baru-baru ini menunjukkan
bahwa 35 persen siswa sekolah menegah AS saat ini aktif secara seksual (Eaton &
others, 2008). Studi nasional lain baru-baru ini tentang perilaku seksual remaja dari
tahin1991 hingga 2007 mengungkapkan bahwa pengalaman seksual dan memiliki
banyak pasangan seksual pada masa remaja menurun dari akhir 1990-an hingga
akhir tahun awal 2000-an, dan kemudian meningkat baru-baru ini (Santelli &
others, 2009). Telah terjadi peningkatan dramatis dalam seks oral selama masa
remaja (Brewster & Harker Tilman, 2008). Dalam surveri nasional, 55 persen anak
laki-laki AS berusia 15 hingga 19 tahun dan 54 persen anak perempuan dengan
rentang usia yang sama mengatakan bahwa mereka telah melakukan seks oral
(Pusat Statistik Kesehatan Nasional, 2002). Dalam suervei tersebut, lebih dari 20
persen remaja yang belum melakukan hubungan seksual pernah melakukan oral
seks.
7
2.2.3 Bentuk Perilaku Seksual Remaja
Menurut Masland (2004) dan Mu’tadin (2002), bentuk tingkah laku seks
bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai
intercourse. Tahap perilaku seks ini meliputi:
8
seksual pada masa remaja antara lain faktor kontekstual seperti status sosial
ekonomi (SES), serta faktor keluarga/pengasuhan, teman sebaya, dan prestasi
akademik (Dupere & others, 2008; House & lainnya, 2010). Persentase remaja
muda yang aktif secara seksual lebih tinggi di daerah berpenghasilan rendah di
pusat kota (Silver & Bauman, 2006). Lebih lanjut, memiliki saudara kandung yang
lebih tua yang aktif secara seksual atau saudara perempuan remaja yang
hamil/mengasuh anak menempatkan remaja pada peningkatan risiko kehamilan
remaja (Miller, Benson, & Galbraith, 2001). Sebuah tinjauan penelitian baru-baru
ini menemukan bahwa hubungan seksual yang dimulai lebih awal dikaitkan dengan
tingkat pemantauan orang tua yang lebih rendah (Zimmer-Gembeck & Helfand,
2008). Dalam studi lain, komunikasi ibu tentang seks (sejauh ibu berbicara dengan
remaja mereka tentang melakukan hubungan seksual dan hal-hal negatif yang
dapat terjadi jika dia membuat seseorang hamil / dia hamil, misalnya) dikaitkan
dengan perilaku seksual yang kurang berisiko oleh remaja Latin (Trejos Castillo &
Vazonyi, 2009). Juga, sebuah penelitian terbaru dari siswa sekolah menengah
mengungkapkan bahwa prestasi akademik yang lebih baik merupakan faktor
pelindung dalam menjaga anak laki-laki dan perempuan dari terlibat dalam inisiasi
awal hubungan seksual (Laflin, Wang, & Barry, 2008).
Pendidikan seks merupakan bidang studi yang penting karena dapat dijadikan
sebagai salah satu cara untuk membentuk kepribadian para remaja. Menurut Freud
alam Uyoh, masa remaja adalah suatu masa pencarian hidup seksual yang memiliki
bentuk Definitif karena adanya perpaduan hidup seksual yang banyak bentuknya.
Masa remaja adalah masa yang rentan terhadap pengaruh dari luar baik itu yang
positif maupun negatif. Para remaja kebanyakan memperoleh informasi tentang
seks dan seksualitas dari berbagai sumber, seperti teman, media massa (cetak dan
elektronik), dan buku yang membahas mengenai hal tersebut (Faturrahman, 2010).
Pendidikan seksual adalah cara yang dapat menolong para remaja untuk
menghadapi masalah hidup khususnya yang bersumber pada dorongan seksual.
Pendidikan seksual menerangkan untuk melakukan segala hal yang berhubungan
dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Anak perlu diberikan
pengetahuan mengenai adanya infeksi menular seksual (IMS), di mana penyakit
9
ini dapat ditularkan melalui hubungan seks serta seks oral-genital dan anal-genital.
Diantara IMS yang paling umum adalah adanya infeksi bakteri (seperti gonore,
Sifilis dan klamidia).
Seksualitas tidak hanya berbicara seputar hubungan intim pria dan wanita, tetapi
juga mengenai Kesehatan serta perkembangan emosi. Menurut Wimpie, terdapat
beberapa faktor lain yang mempengaruhi fenomena remaja yang menjajakan seks,
selain karena tidak adanya Pendidikan seks yang benar, minimnya perhatian dari
orang tua juga merupakan faktor utama hal ini dapat terjadi.
2.4 Peran Orang tua dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seks Remaja
10
Seperti bagaimana yang kita ketahui bahwa kasus kekerasan terhadap anak yang
paling sering dialami adalah kekerasan seksual, apalagi pada anak perempuan.
Kekerasan seksual ini berupa pemerkosaan, persetubuhan maupun pencabulan.
Sehingga orang tua itu diharapkan agar dapat menggali lebih banyak lagi informasi
mengenai Pendidikan seks bagi remaja melalui media massa (cetak dan elektronik),
dan buku yang membahas mengenai hal tersebut. Orang tua juga diharapkan untuk
lebih bersikap positif terhadap Pendidikan seks agar dapat memberikan Pendidikan
seks pada remaja sesuai dengan porsi umur mereka.
Selain orang tua lingkungan juga berperan aktif dalam pemberian Pendidikan
seks pada remaja. Pemerintah (BPPKB) dapat memberikan fasilitas Pendidikan
dan Kesehatan mengenai Pendidikan seks antara orang tua dan remaja seperti BKR
dan PIK-P. BKR dan PIK-P adalah bentuk kegiatan di mana orang tua
mendapatkan informasi tentang bagaimana cara untuk meningkatkan bimbingan
dan pembinaan tumbuh kembang pada anak remaja. BPPKB diharapkan untuk
memberikan Penyuluhan kepada orang tua mengenai pentingnya membangun
komunikasi mengenai Pendidikan seks kepada anak melalui Bina Keluarga
Remaja. Atau pemerintah juga dapat memberikan poster, buku dll kepada orang
tua agar mereka dapat lebih memahami pentingnya Pendidikan seks pada remaja.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja ialah jembatan antara anak yang aseksual dengan dewasa yang
seksual sehingga masa remaja merupakan masa dimana awal munculya perilaku
seksualitas. Tugas perkembangan seksualitas remaja menurut Zastrow dan Kirt-
Ashman (2012) adalah remaja harus menentukan orientasi seksual dan peran seks
mereka dan Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan perilaku seksual remaja
muncul, salah satu faktor penyebab utama ialah perilaku berpacaran pada kalangan
remaja. Bila perilaku seksual remaja tidak ditangani dengan tepat, perilaku tersebut
akan berdampak negatif bagi kesehatan reproduksi remaja, seperti: kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD), aborsi, tertular penyakit menular seksual dan HIV/AIDS,
hingga terjadi kematian.
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. 2012. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 13 Jilid
1. Jakarta: Erlangga.
Wardhani, D. T. (2012). Perkembangan dan Seksualitas Remaja. Sosio Informa, 17(03), 184–
191.
Faswita, W & Suarni, L. (2018). Hubungan Pendidikan Seks Dengan Perilaku Seksual Pada
Remaja Putri di SMA Negeri 4 Binjai Tahun 2017. Jurnal Jumantik, 3(2): 28-45.
Hasanah, L. (2020). gambaran identitas seksual pada remaja di smk bondowoso (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Jember).
13