KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber saya sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua situs yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang pemuda dan permasalahannya dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering
digambarkan dengan masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh dengan
kegembiraan dan tantangan (Kartini Kartono, 1992). Masa remaja adalah masa peralihan dari
anak menuju dewasa (Hurlock, 1993), karena pada fase ini remaja secara fisik telah
mengalami perkembangan sebagaimana layaknya orang dewasa. Dan perkembangan fisik ini
selanjutnya mengarahkan remaja kepada pembentukan dan pencarian identitas dirinya
(Santrock, 1995).Perkembangan fisik membuat remaja merasa dirinya telah dewasa dan harus
mendapat peran yang sama sebagaimana orang dewasa dalam membuat keputusan,
menentukan kegiatan, menentukan tempat sekolah dan lain sebagainya. Sementara di sisi lain
perkembangan fisik yang telah matang pada remaja tersebut tidak diikuti dengan kematangan
emosi, kognitif dan ranah psikologis yang lain. Sehingga para orang dewasa masih
menganggap mereka sebagai anak-anak yang membutuhkan pengasuhan bukan dukungan,
yang membutuhkan perlindungan bukan bimbingan dan membutuhkan sosialisasi bukan
pengarahan.
Kekaburan peran ini menjadikan masa remaja menjadi masa yang penuh dengan
goncangan, masa peralihan dan masa pencarian identitas (Hurlock, 1993; Darajad, 1970;
Bisri, 1995; Monks, 2002). Hal ini juga identik dengan kata ’pemberontakan’. Dalam
masalah psikologi hal itu disebut masa storm and stresskarena banyaknya goncangan-
goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari masa sebelumnya (Kartini
Kartono, 1992).Dalam menjalani tahap perkembangan ini, remaja harus melaksanakan tugas-
tugas perkembangannya. Tugas perkembangan remaja dapat terhambat apabila goncangan
dan perubahan ini tidak dihadapi dengan baik. Walaupun remaja sudah mulai mempersiapkan
dirinya untuk mandiri, namun tetap diperlukan bimbingan dan pengarahan agar tugas
perkembangannya dapat dilaksanakan.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita temukan masalah-masalah yang dapat
menghambat tugas perkembangan remaja. Diantaranya berupa masalah fisik, sosial, moral,
ekonomi, dan kognitif. Contohnya: pelajar yang terlibat dalam tawuran atau remaja yang
membolos sekolah untuk bermain dengan temannya. Semua masalah ini harus dicarikan
solusi dan diperlukan bimbingan bagi remaja.Remaja adalah masa peralihan diri anak menuju
dewasa, pada masa ini terjadi berbagai macam perubahan yang cukup bermakna baik secara
fisik, biologis, mental dan emosional serta psikososial. Kesemuanya ini dapat mempengaruhi
kehidupan pribadi, lingkungan keluarga maupun masyarakat. Ketidak siapan remaja dalam
menghadapi perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai perilaku menyimpang seperti :
kenakalan remaja, penyalahgunaan obat terlarang, penyaki menular seksual (PMS) dan HIV /
AIDS, kehamialn yang tidak diinginkan, Aborsi dan sebagainya.
Untuk mendukung agar remaja berperilaku reproduksi secara sehat dan bertanggung
jawab maka mereka perlu di beri pengetahuan dan informasi tentang kesehatan reproduksi.
Informasi tersebut dimaksud untuk mengimbangi informasi global yang dapat mengancam
terwujudnya generasi muda yang sehat, mandiri dan berkualitas.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat
nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan
sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa
remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah
pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono,
2006: 52).Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79)
menguraikan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan
tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh
payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting,
menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan
tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan
berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan
menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya,
tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir
perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu
dada.Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan
kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya
pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama
dan kedua pada remaja (Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94)
2. Transisi Kognitif
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja.Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional
formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan
dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga
lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang
lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun
berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan
yang terpikirkan.Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Jean Piaget mengemukakan bahwa pada masa
remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan
lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk
berpikir abstrak. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan
periode terakhir dan tertinggi. Jean Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai
tahap operasi formal (Papalia & Olds, 2001).
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan
ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat
segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang
tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Keating (Kimmel,1990) berpendapat ada 5 karakteristik cara berfikir yang membedakan
dengan stadium sebelumnya yaitu:
1. Mampu berfikir tentang kemungkinan kemungkinan baik yang telah terjadi maupun
kemungkinan yang akan terjadi.
2. Berfikir dengan hipotesis.
3. Befikir jauh ke depan, membuat rencana kedepan, dan merencanakan strategis yang
tepat.
4. Metakognisi, adalah suatu proses berfikir tetntang berfikir, mereka mampu mengukur
kemampuan diri, pengetahuan, tujuan, serta langkah langkah untuk mancapainya,
dangan kata lian meraka mampu merancanakan, membuat suatu keputusan dan
mengambil strategi atau alternatif pemecahan masalah.
5. Berfikir tanpa batas dan bersifat abstrak, misalnya tentang politik, agama atau
keyakinan, moral hubungan antar manusia.
3. Transisi Sosial
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-
kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat
terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan
berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis
maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty dkk, (2008: 139).
Kasus I
Seorang remaja putri menenggak obat serangga karena tidak bisa melanjutkan sekolah
ke SMP. Remaja 15 tahun itu meninggal pada Rabu (10/4/2013) dini hari, setelah dirawat
intensif selama 12 jam di RSUD Polewali Mandar, Sulawesi Barat.Rina putus sekolah sejak
setahun lalu karena orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Dia beberapa kali
memprotes dan mengamuk karena tidak disekolahkan ke sekolah menengah seperti tiga
kakaknya yang kini duduk di bangku SMP dan SMA.Orangtua Rina, Hande dan Nasir,
merasa tak bisa berbuat banyak untuk memenuhi permintaan Rina. Warga Tondrolima,
Kecamatan Matakali, itu hanya berusaha sebisa mungkin menenangkan Rina ketika putri
mereka itu mengamuk.
Pada Selasa (9/4/2013), Rina kembali mengamuk dan memprotes orangtuanya yang menurut
dia tidak adil karena tidak menyekolahkan dia. Seperti sebelum-sebelumnya, Rina
mengancam minum racun serangga. Kedua orangtua Rina tidak menghiraukan ancaman itu.
Hande malah pergi ke kebun dan meninggalkan Rina yang masih mengamuk.Kali ini Rina
membuktikan ancamannya minum racun serangga jika orangtuanya tidak mendaftarkan dia
ke sekolah seperti teman-teman SD-nya. Rina ditemukan dalam keadaan lemas oleh
keluarganya. Mereka langsung melarikannya ke rumah sakit. Namun, setelah 12 jam dirawat,
dia mengembuskan napas terakhirnya pada dini hari tadi.
Menurut keluarganya, Rina mengaku sering merasa malu dan minder karena semua
temannya bisa mengenyam pendidikan di sekolah umum. Dia pernah didaftarkan di SMP
terbuka. Namun, Rina merasa malu karena SMP terbuka itu tidak seperti sekolah
umum.Hande dan Nasir, yang menjadi petani kelapa sawit, mengaku tidak mampu
membiayai pendidikan semua anaknya. Mereka memutuskan Rina tidak melanjutkan
pendidikan agar kakak-kakaknya bisa menamatkan pendidikan.
Hande tidak menyangka putri keempat dari tujuh bersaudara itu nekat mengakhiri
hidup. “Saya bingung dan tidak bisa berbuat banyak. Sebagai orangtua, tentu kami ingin
semua anak kami bisa sukses dan berpendidikan. Tapi, karena kondisi ekonomi yang tidak
memungkinkan, ya jadinya seperti ini,” ujar Hande, yang mengaku merasa sangat
bersalah.Jenazah Rina kini sudah dibawa pulang ke rumah keluarga di Dusun Tondrolima,
Kecamatan Matakali, Polewali Mandar. Rencananya dia akan dimakamkan siang ini.
Kasus II
Kesal kepada orang tuanya, membuat Angie (15), remaja putri asal kecamatan
Cluring Banyuwangi ini kabur dari rumah. Orang tuanya pun kelimpungan. Kasus ini bahkan
berimbas pada orang lain.Informasi menyebutkan, ngie menghilang dari rumah orang tuanya
Sabtu (28/1/12) sekitar pukul 14.00 WIB. Karena khawatir hal buruk menimpa anaknya, hal
itu dilaporkan pihak keluarga ke Polsek Cluring.
Kini, orang tua Angie dapat bernafas lega lagi. Karena putrinya tersebut berhasil
ditemukan oleh polisi. Angie didapati bersama Untung (21), teman laki-lakinya di depan
RSUD Genteng, Selasa (31/1/12).“Sekitar pukul 12.00 WIB tadi, Angie kita dapati bersama
temannya berinisial UT,” jelas Kasi Humas Polsek Cluring, Aiptu Eko Laksono,
kepada detiksurabaya.com, di kantornya. Selanjutnya baik Angie maupun Untung, langsung
diamankan ke Polsek Cluring.
2.5 ANALISIS MASALAH
Kasus I dan II merupakan salah satu contoh masalah yang menghambat
perkembangan kognitif pada remaja. Pada kedua kasus ini, remaja tidak dapat memilih
alternatif penyelesaian masalah sekolah dan keluarganya secara tepat. Remaja seharusnya
menyelesaikan masalah dengan memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa masalahnya
dengan mengembangkan penyelesaian memulai berbagai hipotesis yang mungkin ada.
Namun dalam keadaan ini, remaja tidak menggunakan kemampuan kognitifnya tersebut
dalam menyelesaikan masalah.
Ketidaktepatan pengambilan alternatif penyelesaian pada kasus I dan II menyebabkan
akibat yang sangat buruk. Pada kasus I, akibat yang ditimbulkan yaitu hilangnya nyawa
remaja. Sedangkan akibat yang ditimbulkan pada kasus II adalah hilangnya rasa hormat dan
menghargai orangtua pada diri remaja. Untuk menghindari akibat negatif ini maka harus ada
solusi yang tepat atas masalah seperti kasus I dan II. Berikut ini analisis dari kedua kasus di
atas:
Faktor Penyebab
Kedua kasus tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab atau faktor yang mempengaruhi,
yaitu:
1. Kurang tepatnya pola asuh orang tua.
Pola asuh orang tua yang cenderung memperlakukan remaja sebagai anak-anak,
sehingga remaja tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai
dengan usia dan mentalnya. Orang tua terlalu memanjakan remaja, sehingga apabila
keinginannya ada yang tidak terpenuhi, maka remaja tersebut akan marah. Perealisasian rasa
marah ini berkaitan erat dengan emosional dan kognitif remaja. Apabila remaja lebih memilih
emosinya daripada kognitifnya untuk menyelesaikan masalahnya, maka alternatif yang
buruklah yang akan diambilnya.
2. Kurangnya pengalaman yang dimiliki remaja
Pengalaman sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif remaja. Semakin
banyaknya pengalaman yang pernah dialami remaja, maka semakin baik pula kemampuan
kognitifnya. Dan sebaliknya sedikitnya pengalaman remaja akan menyebabkan kemampuan
kognitif remaja lebih rendah. Hal itu karena, remaja memilih alternatif penyelesaian
masalahnya berdasarkan kumpulan pengalaman-pengalaman. Oleh karena itu, remaja yang
memiliki sedikit pengalaman akan mempunyai sedikit alternatif untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Mereka lebih mengutamakan kemampuan operasional konkret
daripada operasional formal. Yaitu mereka menyelesiakan masalah tanpa adanya bahan yang
kongkrit.
3. Kurangnya peran sekolah dalam membentuk kepribadian remaja
Sekolah merupakan rumah kedua setelah rumah orang tua. Dimana remaja diajarkan
ilmu, norma, dan nilai-nilai. Rendahnya kemampuan kognitif remaja dapat disebabkan oleh
sekolah yang kurang merangsang perkembangan kognitif remaja. Remaja kurang
mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain itu, remaja juga kurang mendapat kesempatan
untuk mengemukakan pendapat dan opnininya. Kurangnya kebutuhan terhadap faktor inilah
yang dapat menghambat perkembangan kognitif remaja.
2.6 Solusi Penyelesaian Kasus
Solusi yang dapat diterapkan untuk menyelsaikan kasus I dan II di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Melatih kemandirian remaja
Remaja harus membiasakan diri bersikap mandiri. Orang tua juga tidak boleh
memperlakukan remaja seperti anak-anak.Pada tahap perkembangan ini, orang tua tidak lagi
sebagai pemberi asuhan dan perlindungan. Namun, orang tua berperan untuk mendukung,
membimbing, dan memberikan pengarahan. Sehingga kognitif remaja dapat berkembang
dengan baik.
2. Membekali remaja dengan pengalaman-pengalaman
Kognitif remaja juga dapat berkembang dengan memperbanyak pengalaman.
Pengalaman dapat didapat dengan cara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan
mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar. Semakin banyak pengalaman remaja, maka
semakin baik kemampuan remaja dalam menyelesaikan masalah.
3. Melakukan metode pembelajaran yang mengaktifkan remaja untuk memecahkan
masalah.
Pembelajaran seperti ini dapat diajarkan di sekolah, yaitu dengan menggunkan
metode pengajaran berbasis problem solving. Guru memberikan beberapa contoh
permasalahan kepada siswa. Kemudian masalah tersebut harus dianalisis dan diselesaikan
oleh siswanya. Dengan dibiasakannya pembelajaran sperti ini, maka kemampuan kognitif
remaja dapat meningkat.
4. Banyak membaca buku
Buku adalah sumber informasi. Dengan membiasakan remaja membaca buku, maka
pengetahuan yang didapat remaja akan semakin banyak. Dari sinilah remaja dapat belajar
cara-cara untuk meningkatkan kemampaun kognitifnya.
5. Belajar berorganisasi
Melalui organisasi, remaja akan belajar mengenai manajemen kondisi dan masalah.
Selain itu, remaja juga dapat belajar bekerja sama dengan sesama anggota organisasi. Ini
adalah cara yang efektif untuk merangsang kemampuan kognitif karena manajemen
organisasi sangat berkaitan dengan manajemen diri.
6. Berkonsultasi atas masalah yang dihadapi
Adakalanya seorang remaja berada dalam kondisi tidak bisa mengambil keputusan
atas masalah yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, maka remaja harus mengkonsultasikan
permasalahan tersebut kepada orang yang dipercayainya, seperti orang tua, teman, atau guru.
Dengan berkonsultasi, remaja dapat merasakan beban yang dtanggungnya berkurang. Selain
itu, remaja juga bisa memperoleh saran-saran dan alternatif penyelesaian masalah.
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada tahap ini, remaja
mempunyai banyak tugas perkembangan yang harus dilaksanakannya. Namun, terkadang ada
beberapa masalah yang dapat menghambat tugas perkembangan tersebut. Salah satu masalah
itu adalah masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif remaja.
Pada tahap ini, perkembangan kognitif remaja berada dalam tahapan operasional
formal. Yaitu remaja dapa berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia. Namun, sebagian remaja masih tertinggal pada
tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi.
Contohnya yaitu, remaja yang tidak tepat dalam mengambil alternatif penyelesaian masalah.
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
1. Kurang tepatnya pola asuh orang tua.
2. Kurangnya pengalaman yang dimiliki remaja.
3. Kurangnya peran sekolah dalam membentuk kepribadian remaja.
Adapun solusi atas masalah di atas, yaitu diantaranya:
1. Melatih kemandirian remaja.
2. Membekali remaja dengan pengalaman-pengalaman.
3. Melakukan metode pembelajaran yang mengaktifkan remaja untuk memecahkan masalah.
4. Banyak membaca buku.
5. Belajar berorganisasi.
6. Berkonsultasi atas masalah yang dihadapi kepada orang yang ahli dan dapat di percaya.