Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi


Perkembangan

Dosen Pembimbing: Neni Sholihat.,M.Psi, Psikolog

Disusun oleh :

Syifa Haidar Rahmani (P20624519034)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas “Makalah
Pertumbuhan dan Perkembangan Psikologi Remaja” ini tepat pada waktunya. Tak
lupa sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita nanti-nanti syafaatnya di akhir masa.
Amin ya robbal’alamin.
Semoga Allah SWT selalu membalas segala kebaikan mereka dan selalu
memberikan berkah-Nya. Kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa
penyusunan dari makalah ini masih belum sempurna dan pastinya ada
kekurangan, kesempurnaan hanya ada pada Allah semata.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi
kebaikan makalah ini kedepannya. Akhir kata, kami seluruh penyusun berharap
agar makalah ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya bagi
para pembaca dan di lingkungan akademis. Amin ya robbal’alamin.

Tasikmalaya, Maret 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................
B. Tujuan..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

A. Masa Remaja ..............................................................................


B. Karakteristik Remaja ..................................................................
C. Perubahan Pada Remaja .............................................................
D. Kebutuhan Remaja......................................................................
E. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja........................
F. Mencari Identitas Diri Pada Remaja...........................................
G. Anak Gadis Pada Masa Remaja..................................................
H. Masalah Yang Dialami Oleh Gadis Remaja
Pada Masa Pubertas.....................................................................
I. Study Kasus Psikologi Perkembangan Remaja...........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode yang dijalani dalam
rentang kehidupan manusia. Pada masa ini, remaja mengalami suatu
periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut
Papalia, Olds dan Feldman (2009), masa remaja merupakan masa
peralihan yang berlangsung sejak usia sekitar 10 atau 11 tahun sampai
masa akhir atau usia dua puluhan awal yang melibatkan perubahan besar
dalam aspek fisik, kognitif dan sosial yang saling berkaitan. Remaja juga
mengalami perkembangan pada aspek emosi yang ditunjukkan melalui
perilaku remaja (Santrock, 2007).
Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari
masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan (Pardede, 2008). Pada masa tersebut remaja
ingin mencari identitas dirinya dan lepas dari ketergantungan dengan
orang tuanya, menuju pribadi yang mandiri (Gunarsa, 2006). Proses
pemantapan identitas diri ini tidak selalu berjalan mulus, tetapi sering
bergejolak. Oleh karena itu, banyak ahli menamakan periode ini sebagai
masa-masa storm and stress (Irwanto, 2002). Suatu masa di mana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Dengan demikian remaja mudah terkena pengaruh dari
lingkungan (Gunarsa, 2006).
Pada perkembangan psikososial, Erikson (dalam Papalia, 2009)
mengatakan bahwa remaja dalam masa pencarian identitas, remaja
membentuk identitas mereka dengan menggabungkan identifikasi dari
lingkungan seperti lingkungan keluarga, sekolah dan tempat tinggal.
Identitas yang terbentuk saat remaja menyelesaikan tiga persoalan besar
seperti pilihan pekerjaan, pemilihan nilai-nilai untuk diterapkan dalam
hidup dan perkembangan identitas sosial mereka.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Masa Remaja
b. Untuk Mengetahui Karakteristik Remaja
c. Untuk Mengetahui Perubahan Pada Remaja
d. Untuk Mengetahui Kebutuhan Remaja
e. Untuk Mengetahui Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa
Remaja
f. Untuk Mengetahui Mencari Identitas Diri Pada Remaja
g. Untuk Mengetahui Anak Gadis Pada Masa Remaja
h. Untuk Mengetahui Masalah Yang Dialami Oleh Gadis Remaja
Pada Masa Pubertas
i. Untuk Mengetahui Study Kasus Psikologi Perkembangan Remaja
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal
dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan”. Menurut Mappiare (1982) masa ini berlangsung
antara umum 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai
perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah
perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehinggaa mencapai
bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya
kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan
mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula
remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam
rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut :
1. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-
anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik
dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah
penerimaaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya
konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir
yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun
individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (selfdirected).
Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah
laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-
keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin
dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-
peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha
memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of
personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan
diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri dari tahap ini.

B. Karakteristik Remaja
1. Masa remaja sebagai periode peralihan dari kanakkanak ke dewasa.
2. Masa remaja sebagai periode perubahan (terjadi peningkatan emosi).
3. Masa remaja sebagai usia bermasalah, cenderung tidak rapi, tidak
hati-hati.
4. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan (merasa
banyak masalah).
5. Masa remaja cenderung memaksakan seperti yang ia inginkan (tidak
realistis).
6. 6.Masa remaja sebagai ambang masa dewasa (mencari hingga
menemukan identitas diri sendiri).

C. Perubahan Pada Remaja


Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam
kedua aspek yang bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis,
sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa
remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam
interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada
perilaku remaja.
1. Perubahan Fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih
cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa remaja. Untuk
mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja dewasa
membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak.
a. Perkembangan fungsi organ seksual
Fungsi organ seksual mengalami perkembangan yang
kadangkadang menimbulkan masalah yang menjadi penyebab
timbulnya perkelahian, bunuh diri, dan sebaginya.
b. Cara berpikir kausalitas
Cara berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab dan
akibat, remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga dia akan
melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggap
sebagai anak kecil.
c. Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih lebih karena hal ini hubungannya
dengan keadaan hornonal. Emosi remaja lebih mendiminasi dan
menguasai diri mereka dari pada pikiran yang realistis.
d. Mulai tertarik pada lawan jenis
Kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan
jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua
kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan menimbulkan
masalah.
e. Menarik perhatian lingkungan
Pada masa ini, remaja mulai mencari perhatian dari
lingkungannya berusaha mendapatkan status dan peras seperti
kegiatan remaja di kampung-kampung yang diberi peranan,
misalnya mengumpulkan dana atau sumbangan kampung.
f. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomerduakan
sedangkan di kelompoknya dinomersatukan.
2. Perubahan Emosionalitas
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah
perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari
perubahan fisik dan hormonal, dan juga pengaruh lingkungan yang
terkait dengan perubahan badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan
perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan
perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru
menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah
dirasakan sebelumnya.
Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahan-
perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam
fluktuasi emosinya. Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh
sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman
sebaya, media massa, dan minat pada seks lain, remaja menjadi lebih
terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan
pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
3. Perubahan Kognitif
Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan
emosional tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga
sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan
berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir
yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan
kognitifnya.
Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini,
remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang
ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang
hipotesis dan abstrak dari realitas. Misalnya aturan-aturan dari orang
tua, status remaja dalam kelompok sebayanya, dan aturan-aturan yang
diberlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai hal-hal yang tak
mungkin berubah.
Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan
individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan kontrafaktual,
yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu
untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. Imajinasi
ini bisa terkait pada kondisi masyarakat, diri sendiri, aturan-aturan
orang tua, atau apa yang akan dia lakukan dalam hidupnya.
Singkatnya, segala sesuatu menjadi fokus dari kemampuan berpikir
hipotesis, kontrafaktual, dan imajinatif remaja.
4. Implikasi Psikososial
Semua perubahan yang terjadi dalam waku yang singkat itu
membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah
dirinya sendiri. Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja
semuanya tengah mengalami perubahan, dan komponenkomponen
fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan
besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua objek
untuk dipikirkan dengan cara yang hipotesis, berbeda dan baru, dan
dengan perubahan dirinya yang radikal, sepantasnyalah bagi individu
untuk memfokuskan pada dirinya sendiri dan mencoba mengerti apa
yang sedang terjadi.
Masyarakat, melalui orang tua atau guru, bertanya kepada remaja
untuk memilih satu peran. Dalam masyarakat kita ketika anak
memasuki SMA, anak harus sudah memilih jurusan pendidikan yang
akan ditempuh yang akhirnya akan menentukan perannya nanti. Jadi
ketika berumur sekitar 15 atau 16 tahun seseorang sudah mulai
menempatkan dirinya pada satu jalur yang akan membawa akibat pada
apa yang akan dilakukannya pada tahun-tahun selanjutnya.
Masalahnya terjadi tepat pada saat ketika remaja berada dalam
posisi yang sangat tidak siap untuk mengambil keputusan yang
berakibat jangka panjang, mereka malah diminta untuk
melakukannya. Karenanya banyak remaja berada dalam dilema.
Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan tentang peran sosial yang
akan mereka jalankan. Perasaan tertentu yang berada dalam situasi
krisis bisa muncul, krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat
tentang siapa sebenarnya dirinya.
Ini adalah pertanyaan tentang definisi diri, tentang identifikasi
diri. Erikson menamai dilemaini sebagai krisis identitas. Menurut John
Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode
remaja, yaitu :
a. Perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis,
kognitif, dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal.
b. Konteks dari Remaja, yaitu perubahan yang fundamental remaja
bersifat universal namun akibatnya pada individu sangat
bervariasi (Bronfenbrenner, 1979). Hal ini terjadi karena dampak
psikologis dari perubahan yang terjadi pada diri remaja di bentuk
dari lingkungan.
c. Perkembangan Psikososial, terdapat 5 kasus dari psikososial yaitu
: Identity (mengemukakan dan mengerti siapa diri sebagai
individu), autonomy (menetapkan rasa yang nyaman dalam
ketidaktergantungan), intimacy (membentuk relasi yang tertutup
dan dekat dengan orang lain), sexuality (mengekspresikan
perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik
dengan orang lain), dan achievement (mendapatkan keberhasilan
dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat).

D. Kebutuhan Remaja
Kebutuhan fisik, sosial, dan emosional pada masa remaja antara
lain:
1. Kebutuhan akan kasih sayang
Kebutuhan kasih sayang yang meliputi menerima kasih sayang dari
keluarga atau orang lain.
2. Kebutuhan ikut serta dan kebutuhan kelompok
Menyatakan afeksi kepada kelompok, turut memikul tanggungjawab
kelompok, serta menyertakan kesediaan dan kesetiaan pada kelompok.
3. Kebutuhan berdiri sendiri
Remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungannya bahwa ia
mampu melaksanakan tugas-tugas seperti yang dilakukan oleh orang-
orang dewasa.
4. Kebutuhan kemampuan psikofisis
Kebutuhan untuk mendapatkan simpatik dan pengakuan dari pihak
lain.
5. Pembagian perkembangan masa remaja
Tahap kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja melewati tahapan berikut:
1) Masa remaja awal atau dini usia 11-13 tahun
2) Masa remaja pertengahan usia 14-16 tahun
3) Masa remaja lanjut usia 17-20 tahun
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing
individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tertentu tetapi tidak
mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan
secara kesinambungan.
6. Tugas perkembangan remaja
a. Perkembangan aspek-aspek biologi
b. Menerima peran dewasa berdasarkan pengaruh kebijakan
masyarakat sendiri
c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang
orang dewasa lainnya
d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri
e. Realisasi satu indentitas sendiridan dapat mengadakan partisipasi
dalam kebudayaan pemuda sendiri.
7. Perkembangan emosi
Emosi menjadi sulit untuk didefinisikan oleh karena sifatnya yang
tidak tetap. Emosi jenis yang satu sering kali menunjukkan perubahan
fisiologis yang sama dengan emosi jenis lain. Seperti takut dan
terkejut tampil dalam perubahan. Fisiologis dan ekspresi yang hampir
sama. Demikian juga dengan perasaan sedih dan gembira yang
mendalam (sama-sama menangis). Tiga pasang emosi pada remaja
yaitu:
a. Lust – unlust (senang tak senang)
b. Spannung-losung (tegak tak tegak)
c. Cerengan-beruhigung (semangat- tenang)
Seorang yang melihat binatang buas, misalnya keadaan emosinya
adalah unlust, spannung dan erregung. Sedangkan, seorang mahasiswa
yang lulus ujian emosinya lust, losung, dan beruhigung.
8. Perkembangan sosial
Sudah diketahui bahwa gejolak emosi remaja dan masalah remaja
lainnya pada umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik
peran sosial. Disatu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang
dewasa, dipihak lainnya ia masih harus terus mangikuti kemauan
orang tua rasa ketergangguan pada orang tua di kalangan anak-anak
Indonesia lebih besar lagi, karena memang dikehendaki demikian oleh
orang tua.
Konfik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan
kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi
latihan-latihan agar anak dapat mendiri sendiri mungkin. Dengan
kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan
berkembang lebih mantap. Oleh karena itu, ia tahu dengan tepat saat-
saat yang berbahaya, ia harus kembali berkonsultasi dengan orang
tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu darinya sendiri.
9. Perkembangan moral
Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja.
Sebagian orang berpendapat bahwa moral bisa mengendalikan tingkah
laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-
hal yyang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau
pandangan masyarakat. Di sisi lain tidak adanya moral seringkali
dituding sebagai penyebab faktor kenakalan remaja.
10. Perubahan fisiologis masa remaja
Wanita dan pria memiliki perasaan yang hampir sama, yaitu
sering merasa gelisah, resah, ada konflik bathin dengan orang tua,
minat meluas, tidak menetap, pergaulan, mulai berkelompok tetapi
sering muncul perasaan asing, mulai mengenal lawan jenis atau
pacaran, sudah tidak stabilnya prestasi atau pelajaran sekolah.
11. Masalah fisiologi pada remaja
Perubahan fisik pada masa puber mempengaruhi semua bagian
tubuh baik ekternal, maupun internal sehingga turut mempengaruhi
keadaan fisik dan sikologis remaja. Meskipun akibatnya bersifat
sementara, namun menimbulkan perubahan dalam pola perilaku.

E. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja


Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanakkanakan serta berusaha untuk
mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun
tugastugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (1991) adalah
berusaha :
1. Mampu menerima keadaan fisiknya.
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
4. Mencapai kemandirian emosional.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orangtua.
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa.
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya. Kematangan pencapaian fase kognitif akan
sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan
melaksanakan tugas-tugas tersebut, diperlukan kemampuan kreatif remaja.
Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya.

F. Mencari Identitas Diri Pada Remaja


Pada masa ini remaja membutuhkan teman yang dapat memahami
dan menolongnya, teman yang dapat turut serta merasakan suka dukanya.
Disini mulailah tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari
sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi, dipuja-puja.
Proses terbentuknya pendirian hidup atau citacita ini dapat dipandang
sebagai penemuan nilai-nilai hidup di dalam eksplorasi si remaja. Menurut
Sumardi Suryabrata, proses tersebut melewati 3 langkah yaitu:
1. Karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang
dianggap bernilai, pantas dihargai dan dipuja.
2. Objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi
yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai.
3. Si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya,
nilai sebagai hal yang abstrak.
Tugas penting yang dihadapi para remaja ialah mengembangkan
persepsi identitas diri untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan
“siapakah saya ?” dan “kemanakah saya akan pergi ?”. Mencari identitas
diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan
serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku
dirinya dan orang lain. Hal ini mencakup juga perasaan harga diri dan
kompetensi diri. Persepsi identitas para remaja berkembang secara
perlahan-lahan melalui berbagai identifikasi masa kanakkanak.
Nilai dan standar moral anak-anak sebagian besar merupakan
nilai dan standar orang tua mereka perasaan harga diri terutama berasal
dari pandangan orang tua terhadap mereka. Pada waktu para remaja
beralih ke dunia sekolah menengah yang lebih luas, nilai-nilai kelompok
sebaya menjadi bertambah penting, seperti juga halnya kata-kata pujian
dari guru, dan orang dewasa lainnya. Para remaja mencoba
mengsintesiskan nilai dan kata pujian tersebut dalam suatu gambaran yang
konsisten. Sepanjang orang tua, guru, dan teman sebaya memproyeksikan
nilainilai yang konsisten, pencarian identitas menjadi lebih mudah.
Satu cara pendekatan terhadap masalah identitas ialah dengan
mencoba berbagai peran dan cara berperilaku. Banyak ahli percaya
sebaiknya merupakan masa bereksperimen peran pada waktu mana anak
muda dapat bereksplorasi dengan ideologi dan minat yang berbeda. Para
ahli itu khawatir akan adanya kompetensi akademis dan tekanan karier
yang merenggut kesempatan para remaja untuk bereksplorasi. Akibatnya,
sebagian remaja putus sekolah sementara waktu untuk memikirkan apa
yang mereka ingin perbuat dalam hidupnya dan untuk bereksperimen
dengan berbagai identitas.
Pencarian identitas dapat dipecahkan dengan berbagai cara.
Beberapa anak muda, setelah suatu kurun waktu bereksperimen dan
pencarian jiwa, mengikatkan diri mereka pada suatu tujuan hidup dan
bertindak terus ke arah itu. Identitas pribadi seseorang, sekali terbentuk,
tidak selalu statis. Orang dapat memperoleh minat, ide, dan keterampilan
baru selama masa dewasa yang mungkin mengubah persepsi mereka
mengenai diri mereka.
Dalam masa remaja mengalami krisis identitas. Selama
perkembangan mengalami kegoncangan karena perubahan dalam dirinya
maupun dari luar dirinya, yaitu sikap orang tua, guru, cara mengajar dan
masih banyak lagi serta melepaskan diri dari orang tua dan bergabung
dengan teman sebaya. Apa yang diperoleh dan dianut menjadi goyah
karena berkenalan dengan nilai-nilai baru.
Menurut Erikson (1968), seorang remaja bukan sekedar
mempertayakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks apa atau
dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan
kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain
mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami
mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat
kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi
hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang akan
mengakhiri masa itu.

G. Anak Gadis Pada Masa Remaja


Adolesense berasal dari istilah latin, yang berarti masa muda yang
terjadi antara 17-30 tahun. Sehingga disimpulkan bahwa, proses
perkembangan psikis remaja dimulai antara 11-22 tahun. Anak gadis pada
masa adolesense adalah anak gadis masa transisi atau peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya
perubahan aspek fisik, psikis, dan psikologi. Secara kronologis yang
tergolong remaja ini berkisar antara 11/12-21 tahun. Untuk menjadi orang
dewasa, mengutip pendapat Erikson, remaja akan melalui masa krisis,
remaja berusaha untuk mencari identitas diri.
Cinta diri merupakan suatu sumber pergeseran atau benturan
sebanyak komponen yang ada pada manusia, cinta diri menciptakan
tuntutan hasrat dan kebutuhan serta kebebasan yang meluas pada manusia.
Ada dua kepentingan hidup ialah kepentingan pribadi dan kepentingan
umum. Berkorban demi kepentingan umum menjadi tidak berarti, sebab
naluri cinta dirinya tidak membiarkan kehilangan kesempurnaan
sedikitpun dari dirinya. Berdasarkan cinta diri setiap manusia selalu
mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.

H. Masalah Yang Dialami Oleh Gadis Remaja Pada Masa Pubertas


1. Day Dreaming
Perilaku sebagai ciri pubertas ditunjukkan dalam sikap perasaan
keinginan dan perbuatan-perbuatan. Sikap pubertas yang paling
menonjol antara lain adalah sikap tidak tenang dan tidak menentu, hal
yang dahulu menarik sekarang tidak lagi; adanya penantangan
terhadap orang lain seakan-akan ingin mengatasi kesenangan orang
lain, penentangan terutama tertuju pada orang dewasa atau orang yang
lebih berkuasa; adanya sikap negatifyaitu kurang berhati-hati, gemar
membicarakan orang lain, cepat tersinggung, mudah curiga dan
sebagainya.
Pubertas yang sangat menonjol antara lain adalah rasa sedih yaitu
ingin menangis dan marah meskipun penyebabnya “remeh” memusuhi
jenis kelamin lain adanya rasa bosan terhadap permainan yang pernah
disenanginya. Perihal perasaan lain yang nampak adalah keinginannya
untuk menyendiri dan senang melamun tentang dirinya. Perbuatan
yang sering nampak antara lain terlihat enggan bekerja, nampak selalu
lelah kadang-kadang perilakunya “tidak sopan”.
Seperangkat ciri dan gejala si puber di atas merupakan sinyal-
sinyal peringatan bagi pendidik dan pembimbingnya bahwa bagi anak
didiknya akan datang masa remaja dengan melihat sinyal-sinyal
dimaksud, para pendidik dan pembimbing akan “mempersiapkan diri”
menghadapi keremajaan pada remaja dengan berbagai tantangannya,
membutuhkan sikap dasar tertentu yaitu, pengertian, penerimaan, dan
pemahaman serta bersiap dengan teknik-teknik untuk menghadapi
keunikan remaja.
Salah satu day dreaming remaja yaitu fantasi seks merupakan
kegiatan membayangkan adegan seksual tanpa batas dengan sebuah
tujuan mencapai kesenangan. Kegiatan ini bukan hanya milik lelaki
tapi juga perempuan dapat melakukannya. Menurut seorang konsultan
dr. seks Victoria Zdrok dalam penelitian menyebutkan fantasi seks
terbukti terkait dengan tingginya libido yang ditandai dengan
tingginya dorongan seks dan frekuaensi orgasme.
2. Rasa Malu Berlebihan
Rasa malu berlebihan akan menghambat kehidupan sosial
seeseorang yang sekaligus bisa berdampak terhadap kemajuan dan
kesuksesan dalam hidup dan kehidupan seseorang. Rasa malu juga
merupakan kombinasi dari kegugupan sosial dan pengkondisian
sosial, rasa malu, dan rendah diri memiliki keterkaitan dan apabila
ditelusuri banyak orang yang merasa malu dan disebabkan karena dia
memang merendahkan diri.
Rasa malu juga dapat digambarkan semacam perasaan tidak
nyaman sementara orang yang menderita rendah diri apabila orang
tersebutkurang berharga dibandingkan orang lain.
3. Antagonism Sosial
Pada usia 14-15 tahun sampai 17-18 tahun, percepatan
pertumbuhan fisik sangat menonjol dan kematanga fungsi layaknya
orang dewasa akan timbul. Gejolak emosional, sebagai penyertaan
perkembangan fisik sering terjadi begitu ekstrim sehingga
menyulitkan remaja sendiri maupun lingkungannya.
Konflik dengan orang tua, teman sebaya, umumnya akan
berkembang yang sering ditandai oleh satu sisi kebutuhan untuk
mandiri, sedangkan di sisi lain ketergantungan baik moral maupun
materil masih sangat besar terutama pada orang tua. Dan pada
kenyataan nya remaja merasa belum yakin akan kebutuhan ekonomi
sehingga remaja sering dihadapkan pada situasi frustasi.
4. Antagonism Sex
Antagonism seks dapat diartikan sebagai suatu perasaan tidak
senang atau menentang suatu yang berhubungan dengan seks, yang
diaplikasikan dalam sikap dan perilaku. Seorang yang mengalami
hambatan seksual tidak dapat merasakan ataupun membedakan, antara
jender yang ada pada dirinya. Faktor-faktor terjadinya antagonism
seks:
a. Meskipun dia seorang laki-laki atau perempuan tidak normal yang
sering disebut dengan gay atau lesbi, maka dia tidakakan
menikmati fantasi seksual yang normal dan dia akan gagal
menikmati fantasi seksual pada dirinya.
b. Memiliki hambatan nafsu seks dengan lawan jenis
c. Trauma pemerkosaan atau melihat kejadian penyiksaan yang
berhubungan dengan seks
d. Mendengar cerita-cerita tentang seks yang tidak jelas, dan yang
ada hanya informasi yang salah tentang seks (ketidaktahuan
tentang seks)
e. Hubungan keluarga dan lingkungan yang buruk, beberapa orang
tua mengajarkan anak gadisnya mempercayai, seks adalah sesuatu
yang buruk, kegiatan yang memalukan seseorang berbuat
sekehendak hatinya, seks tidak pernah dibicarakan terbuka dalam
keluarga
f. Kesehatan yang buruk mengalami penyakit fisik dan mental
namun ini kemungkinanan sangat kecil.
5. Emosional
Kemurungan, merajuk, ledakan amarah, dan kecenderungan
untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri
bagian awal masa puber. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah,
dan cepat marah sering terjadi selama masa pra-haid dan awal periode
haid, dengan semakin matangnya keadaan fisik anak, ketegangan
lambat laun berkurang dan anak sudah mulai mampu mengendalikan
emosinya.
6. Kurang Percaya Diri
Kurang percaya diri atau rendah diri adalah persaan yang
menganggap diri terlalu rendah pada diri sendiri, orang yang rendah
diri berarti menganggap diri sendiri tidak mempunyai kemampuan.
Secara pisikolog kurang percaya diri disebabkan oleh:
a. Overprotected anak yang selalu dikekang, kurang diberi
kebebasan untuk mengaktualisasi diri, merasa independen atau
menerima keputusan sikapnya sendiri, mereka merasa takut untuk
berbuat salah akibatnya banyak hal yang membuat mereka ragu
untuk melakukan sesuatu bahkan membuat si remaja menjadi
tidak mau untuk melakukannya.
b. Terlalu dibiarkan. Tampaknya akan membuat anak melakukan
banyak hal dan menjadikannya pede namun hal ini bisa
sebaliknya, kebebasan yang didapatkan tanpa kadang secara fisik
mereka tidak cantik, tapi bisa juga pintar dan memiliki kelebihan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mengatasi kurang percaya diri
yaitu:
a. Menciptakan diri defines positif
b. Membuat kesimpulan yang positif tentang diri sendiri, belajar
melihat bagian-bagian positif dalam diri menghentikn opini
negatif dalam diri
c. Memperjuangkan keinginan yang positif
d. Memiliki model teladan yang positif
7. Sikap Tidak Tenang
Sikap tidak tenang adalah suatu keadaan ketidakseimbangan
emosi, yang manifestasinya kepada tingkah laku, yaitu gelisah,
banyak tingkah, mudah berubah-ubah. Kebiasaan remaja ketika
mengalami hal ini adalah tidak bisa duduk atau berdiri dengan tenang
dalam waktu yang lama, hal ini disebabkan oleh tidak adanya kontrol
emosi sehingga fisikpun merasakan agresivitas mentalnya.
8. Merasa Bosan
Merasa bosan adalah perasaan yang jenuh atau mengalami hal-hal
yang sama berulang-ulang. Anak pada saat memasuki puberitas akan
merasa jenuh dengan rutinitas yang dijalani sehari-hari terusmenerus
dengan kegiatan yang sama. Hal ini disebabkan oleh perubahan fisik
dan piskis yang semakin hari semakin berkembang sehingga
perubahan fisik yang tidak seimbang mempengaruhi piskis anak
tersebut.
9. Keinginan Untuk Menyendiri
Anak pada masa perkembangan terkadang membutuhkan space
(tempat) untuk menyendir, tidak berteman, dan mengasingkan diri dari
kelompoknya ketika dia bermasalah dengan dirinya sendiri atau
bermasalah dengan teman sebayanya. Anak pada masa puberitas
cenderung mengasingkan diri, mana kala merasa ada hal yang kurang
cocok dengan dirinya (minder).
10. Keseganan Untuk Bekerja
Keseganan untuk bekerja adalah tidak mau, tidak sudi, dan rasa
malas untuk melakukan suatu pekerjaan. Ketika masa peralihan dari
masa kanak-kanak menuju masa remaja, pada masa remaja sudah
mulai diberi tanggung jawab untuk bekerja maka situasi seperti ini
akan menjadi masalah, karena sebelumnya tidak terbiasa dengan
pekerjaan serius.
11. Kepadaa Orang Tua Diharapkan Dapat
a. Berkomunikasi untuk mengarahkan remaja bahwa mereka sudah
mulai belajar diberi tanggungjawab
b. Memberi kesempatan kepada remaja untuk aktualisasi diri
c. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk bertanggung jawab
dengan apa yang dilakukan
d. Konsisten dengan menerapkan disiplin.

I. Study Kasus Psikologi Perkembangan Remaja


1. Tinjauan Kasus
Kurangnya rasa percaya diri seorang siswa, dilakukan di SMK
PGRI 3 Kediri, Kota Kediri. Jasmine sering melakukan tindakan-
tindakan yang tidak seperti siswa pada umumnya, seperti: sering diam,
sering menghela napas panjang, prestasi menurun dan terlihat
ketakutan.
Sejak kecil Jasmine mudah tersinggung, jika melakukan
kesalahan dan mendapat teguran dari orang tua maupun kakaknya dia
langsung lari mengurung diri di kamarnya. Kemudian untuk pekerjaan
lain dia tidak berani mencoba kalau tidak disuruh. Jasmine sering
curiga terhadap teman-temannya yang tertawa dan bicara didekatnya,
mungkin mereka membicarakan dan menjelek-jelekkan diri nya.
Akibatnya, dia malas bergabung dengan teman-temannya yang sedang
mengobrol dan bersendau-gurau.
Jasmine mudah putus asa, kegagalan yang dialaminya merupakan
musibah yang sangat besar. Kegagalan mencari jati dirinya, kegagalan
mencapai peringkat satu merupakan hal yang memalukan.
Kegagalannya selalu membayangi dirinya, sehingga dia malas
melakukan suatu hal atau malas berusaha agar ia tidak gagal lagi.
Dia malas mendengarkan keterangan guru, menurutnya yang
menyebabkan tidak dapat mencapai peringkat satu adalah guru-
gurunya. Pada pelajaran olah raga dia jarang ikut, karena kalau terlalu
lelah mudah sakit. Untuk pelajaran yang lain dia mengikuti dengan
baik, meskipun dengan meletakkan kepala di bangku atau dengan
melamun atau sambil menulis artinya dia tidak pernah bolos sekolah.
Jasmine tidak pernah merasa puas dengan apa yang pernah diraihnya
2. Pembahasan
a. Percaya Diri
Percaya diri adalah suatu keyakinan pada diri sendiri bahwa
dirinya mempunyai kemampuan atau potensi. Faktor dari dalam
diri individu (diri sendiri) sangat penting, karena sangat
dibutuhkan untuk mencapai tujuan hidup. Kepercayaan pada diri
sendiri dapat diamati melalui sikap percaya diri yang meliputi
keberanian, hubungan sosial, tanggung jawab dan harga diri.
Pada hakikatnya manusia mempunyai rasa percaya diri,
namun rasa percaya diri itu berbeda antara orang yang satu
dengan yang lain. Ada yang memiliki rasa percaya diri kurang
dan ada yang memiliki lebih, sehingga keduanya menampakkan
perbedaan tingkah laku. Jika seseorang mempunyai rasa percaya
diri kurang, ia akan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan
orang pada umumnya seperti tidak bisa berbuat banyak, selalu
ragu dalam menjalankan tugas, tidak berani berbicara banyak jika
tidak mendapat dukungan dan lain sebagainya kekurangan-
kekurangan yang dirasakan. Seseorang yang mempunyai rasa
percaya diri lebih, ia merasa yakin dengan kemampuannya sendiri
sehingga dapat dilihat tingginya keberanian, hubungan sosial,
tanggung jawab serta harga dirinya.
b. Minder atau Rendah Diri
Minder atau rendah diri adalah perasaan diri tidak mampu
dan menganggap orang lain lebih baik dari dirinya. Orang yang
merasa minder cenderung bersikap egosentris, memposisikan diri
sebagai korban, merasa tidak puas terhadap dirinya, mengasihani
diri sendiri, mudah menyerah dan menganggap dirinya tidak
mempunyai kemampuan yang berarti.
Adler (dalam Hambali dan Jaenudin 2013:101) menyatakan
“Inferioritas berarti merasa lemah dan tidak terampil dalam
menghadapi tugastugas yang harus diselesaikan”. Di dunia
pendidikan, tidak sedikit siswi yang mengalami perasaan rendah
diri di sekolah sehingga mengakibatkan tidak mampu bersaing
dengan temantemannya dalam belajar, seperti merasa diri paling
bodoh, paling miskin, paling jelek dan lain sebagainya.
Kartono (2014:119) menyatakan “Perasaan rendah diri
(inferior) dapat melemahkan fungsi berfikir, intelektual, dan
kemauan anak. Semakin kuat perasaan inferior anak dan semakin
tidak terkontrol, dampaknya semakin menghambat dan
melumpuhkan kehidupan jiwani anak : melumpuhkan pula daya
adaptasi anak dalam masyarakat ramai. Sebagai akibat jauhnya,
anak melakukan reaksi yang “over”, misalnya over compesantie,
overacting, menjadi eksplosif, dan gemar berkelahi serta
melakukan kekerasan”.
Rasa rendah diri siswi dalam bergaul ini akan menjadi
penghambat siswi untuk dapat mengembangkan potensi diri,
mengembangkan keterampilan dan meningkatkan keterampilan
yang dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya. Sesuai dengan
pendapat Yusuf (dalam Nurihsan 2016:57) menyatakan bahwa:
Ketika individu memiliki perasaan inferior, maka mereka akan
melakukan kompensasi sebagai usaha untuk mengatasi inferiority
feeling yang dimilikinya.
Kompensasi yang biasa dilakukan adalah membuat alasan,
bersikap agresif, dan menarik diri. Selain itu pada umumnya akan
menimbulkan suatu sikap dan perilaku peka (merasa tidak
senang) terhadap kritikan orang lain, sangat senang terhadap
pujian atau penghargaan, senang mengkritik atau mencela orang
lain, kurang senang berkompetisi, cenderung menyendiri, pemalu
dan penakut.
c. Faktor Penyebab Rasa Tidak Percaya Diri
Dalam penggalian data ditemukan beberapa faktor-faktor
yang menyebabkan Jasmine memiliki sikap dan tindakan yang
tidak seperti siswa lainnya. Perilaku Jasmine yang tidak mandiri
dibentuk dari pola asuh dan pendidikan keluarganya yang selalu
melayani dan menyediakan kebutuhan Jasmine sehingga dia tidak
memiliki keberanian atau melaksanakan sesuatu.
Perlakuan keluarganya mempengaruhi perkembangan
Jasmine, mereka tidak menyadari bahwa tindakannya tidak
menjadikan lebih baik malah sebaliknya menjadikan dia
kehilangan rasa percaya diri. Untuk keberhasilan seseorang baik
itu dalam hal berprestasi, bersosialisasi atau pergaulan senantiasa
memerlukan rasa percaya diri.
Penyebab kurang percaya diri pada Jasmine:
1) sikap orang tua. Pola asuh keluarga yang otoriter
menyebabkan anak merasa tertekan. Orang tua Jasmine
menuntut dia berhasil dalam segala hal, sehingga apabila
Jasmine mengalami kegagalan hal ini membuatnya merasa
bersalah, putus asa dan krisis percaya diri. Jasmine
menganggap di dalam keluarga tidak ada kebebasan
bertindak dan berpikir, tekanan mempengaruhi
perkembangannya. Selain itu, ketidakharmonisan dalam
keluarga Jasmine, membuat dia tidak bisa berbuat apa-apa,
sehingga dimanapun berada merasa rendah diri;
2) hubungan sosial dengan lingkungan. Dalam lingkup keluarga,
Jasmine selalu diperlakukan seperti anak kecil. Hal ini yang
membuat dia tertekan dan tidak dapat mengeluarkan
pendapatnya, namun disisi lain dia selalu dimanjakan dan
dilayani selama dia mengikuti kehendak ibunya, karena orang
tuanya mempunyai harapan yang berlebihan. Di sekolah,
Jasmine sulit bersosialisasi terhadap guru, teman-temannya
karena dia menganggap tidak ada pihak yang mengerti akan
dirinya.
d. Penatalaksanaan Kasus
Penanganan terhadap Jasmine dilakukan oleh pihak keluarga
dan pihak sekolah. Dilibatkannya keluarga dalam penanganan ini,
karena Jasmine lebih banyak di rumah daripada di sekolah. Selain
itu pihak keluargalah yang sangat berperan dalam membentuk
rasa percaya diri anak. Dengan melibatkan keluarga, diharapkan
penanganan terhadap Jasmine mencapai hasil yang maksimal.
Upaya penanganan juga melibatkan teman-temannya dan
sebagian guru-guru mata pelajaran dan wali kelas maupun guru
bimbingan konseling.
Dalam rangka penanganan Jasmine dalam upaya merubah
rasa percaya diri negatif menjadi rasa percaya diri yang positif
tidak lepas dari peranan guru bimbingan dan konseling. Dalam
hal ini guru bimbingan dan konseling menggunakan konseling
eklektik dengan tahapan sebagai berikut:
1) tahap eksplorasi masalah, guru bimbingan konseling
menciptakan hubungan yang baik dengan Jasmine,
membangun kepercayaan, mendengarkan apa yang menjadi
perhatian, menggali pengalaman Jasmine pada perilaku yang
lebih dalam dan merespon perasaan serta arti dari apa yang
dibicarakan Jasmine.
2) tahap perumusan masalah, guru bimbingan konseling
bersama Jasmine merumuskan masalah, kemudian sepakat
dengan rumusan masalah berikut: Jasmine memiliki sikap
dan tindakan yang tidak seperti siswa pada umumnya karena
dia memiliki rasa percaya diri yang kurang. Oleh karena itu
rasa percaya diri negatif harus dirubah menjadi rasa percaya
diri yang positif agar Jasmine bersikap dan bertindak seperti
siswa pada umumnya.
3) tahap identifikasi alternatif, guru bimbingan konseling
menawarkan beberapa strategi konseling yang tepat dan
realistis serta sangat mungkin dilakukan sedangkan Jasmine
bisa memilih beberapa strategi yang ditawarkan tersebut,
antara lain: strategi modeling sosial, strategi bermain peran,
strategi pengubahan kognitif dan strategi restrukturasi
kognitif.
4) tahap perencanaan. Beberapa alternatif strategi konseling
yang ditawarkan guru bimbingan konseling yang telah dipilih
Jasmine adalah: strategi bermain peran, strategi pengubahan
kognitif dan strategi restrukturasi kognitif.
5) tahap tindakan atau komitmen, guru bimbingan konseling
mendorong Jasmine untuk berkemauan melaksanakan
rencana-rencana diatas. Usaha Jasmine untuk melaksanakan
rencana ini sangat penting bagi keberhasilan konseling,
karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak
berarti.
6) tahap penilaian dan umpan balik. Guru bimbingan konseling
serta Jasmine mengadakan penilaian tentang hasil yang
dicapai. Pada kenyataannya proses konseling telah banyak
menampakkan hasil, yaitu dengan adanya banyak perubahan
tingkah laku Jasmine sudah tidak sering malu dan sering
takut. Percaya dirinya sudah baik terlihat dari komunikasi
dengan guru-guru dan teman-temannya sudah sempurna.
Terbukti, raut mukanya tampak lebih cerah dibanding
sebelumnya. Oleh karena itu proses konseling sangat perlu
dipertahankan.
e. Kesimpulan
Ketidak-harmonisan keluarga membawa dampak negatif
terhadap tingkat perkembangan rasa percaya diri anak, karena
anak sebagai korban pelampiasan orang tua ketika terjadi
perselisihan di rumah. Perilaku yang muncul pada diri anak yakni
menyebabkan anak menjadi takut, tidak berani bicara dan
melakukan kegiatan. Hal ini menyebabkan anak tidak mempunyai
kemampuan untuk mempercayai dirinya sendiri karena merasa
mempunyai kekurangan dibandingkan dengan teman-teman
lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari
masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan. Pada masa tersebut remaja ingin mencari
identitas dirinya dan lepas dari ketergantungan dengan orang tuanya,
menuju pribadi yang mandiri.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja amat berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya. Kematangan pencapaian fase kognitif akan
sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan
melaksanakan tugas-tugas tersebut, diperlukan kemampuan kreatif remaja.
Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi
penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga perlu ditambahkan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kepada pembaca makalah ini agar dapat
memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Ajhuri,F,K, 2019, 'Psikologi Perkembangan Pendeketan Sepanjang Rentang

Kehidupan' Cetakan Pertama, Penebar Media Pustaka, Yogyakarta. Hal.

122-131.

Yusnidar, Suriati, I, 2020, Buku Ajar 'Psikologi Kebidanan' Cetakan Pertama,

LPPI UM Palopo, Palopo Hal. 28 dan 48 - 57

Anda mungkin juga menyukai