Anda di halaman 1dari 27

Makalah Psikologi

Masa Perkembangan Remaja

Disusun oleh :

Kelompok 9

1. Rosdinayyah
2. Irma Susan Paramitha
3. Yulika Prastika Yunus
4. Asmin Nur Aeni
5. Ika Jayanti Nurliany
6. Yusmaindah Jayadi
7. Asrina
8. Dhuha Itsnanisa Adi
9. Alfirah Alimuddin
10. Sulfadli Anggunawan

Ilmu gizi fakultas kesehatan masyarakat


Universitas hasanuddin
Makassar
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-
Nyalah maka makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai
”Psikologi Remaja”. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mengalami beberapa
kesulitan, terutama disebabkan luasnya bidang permasalahan tentang ” Psikologi
Remaja” ini. Namun, berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan, walaupun masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan.
Kami sangat menyadari, bahwa sebagai seorang mahasiswa dengan
pengetahuan serta kemampuan yang masih terbatas dalam menulis makalah yang
masih belum seberapa ini dan mengingat bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran serta masukan yang positif, agar makalah ini menjadi lebih baik dan
berdaya guna di masa yang akan datang.
Kami berharap, semoga makalah ini benar-benar dapat memberikan gambaran
dalam paparan dan memberikan tambahan wawasan serta bermanfaat bagi pembaca,
masyarakat, bangsa, dan negara. Amin.

Makassar, Maret 2009

Kelompok 9
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………. i

Daftar Isi …………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN …………..................……………………………….. 1


A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian Remaja .................................................................................... 3
B. Aspek-aspek Perkembangan Remaja ........................................................ 4
C. Ciri-ciri Remaja ........................................................................................ 7
D. Tugas Perkembangan Remaja .................................................................. 10

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12


A. Kesimpulan .............................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, bukan
masa transisi yang selama ini digaungkan. Karena mereka dicap tengah mengalami
kegamangan, akibatnya, sebagian remaja yang sewaktu kanak-kanak telah dididik
dengan baik oleh orangtuanya merasa perlu mencari identitas baru, identitas yang
berbeda dari yang mereka miliki sebelumnya. Apa akibatnya ? Ada remaja kita yang
terjebak dalam arus coba-coba. beberapa remaja putri mencoba berbagai dandanan,
make up dan aksesoris yang menyeret mereka pada perilaku konsumtif dan
kecenderungan tabarruj, sementara yang putra mulai membolos sekolah dan merokok.
Beberapa mencandu narkoba dan bergaul terlalu bebas.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa. Banyak orang yang mengatakan bahwa masa ini merupakan masa-masa yang
sangat menyenangkan. Sebab di masa inilah, seseorang meninggalkan masa kanak-
kanaknya, yang tadinya hidupnya serba tergantung dengan orang tua. Namun, ketika
telah memasuki masa remaja, perlahan-lahan mulai meninggalkan ketergantungannya
dan mengenal lingkungan yang lebih kompleks.
Linkungan pergaulan yang kompleks ditambah dengan kondisi jiwa yang
masih labil membuat masa ini pun terus mengalami perkembangan yang dikenal
dengan istilah perkembangan masa remaja. Setiap tahap perkembangan manusia
biasanya dibarengi dengan berbagai tuntutan psikologis yang harus dipenuhi,
demikian pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar psikologi setuju bahwa jika
berbagai tuntutan psikologis yang muncul pada tahap perkembangan manusia tidak
berhasil dipenuhi, maka akan muncul dampak yang secara signifikan dapat
menghambat kematangan psikologisnya di tahap-tahap lebih lanjut.
Oleh karena hal-hal tersebut, kami merasa perlu untuk membahas lebih jauh
lagi bagaimana perkembangan masa remaja itu, agar dapat mengantisipasi dan
menemukan solusi bagaimana cara yang tepat untuk menyikapi perkembangan masa
remaja tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan remaja?
2. Apa saja aspek perkembangan pada masa remaja?
3. Bagaimana ciri-ciri masa remaja?
4. Apa saja tugas perkembangan remaja?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari remaja.
2. Mengetahui aspek perkembangan pada masa remaja.
3. Mengetahui ciri-ciri masa remaja.
4. Mengetahui tugas perkembangan remaja.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini antara lain kita dapat menambah sedikit
pengetahuan tentang apa sebenarnya itu remaja, bagaimana aspek perkembangannya,
ciri-ciri dari remaja itu sendiri, juga apa-apa saja tugas perkembangan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow
atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja,
seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa.
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau
awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia
antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi
masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17
tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena
pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih
mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa
antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990)
berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan
juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka,
dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan
masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah
dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses
pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan
bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk
fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir
secara abstrak.
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada
rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya
pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir
secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi
pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan
Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif,
dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

B. Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja


Perkembangan Fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan
pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh
ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot,
dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih
dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang
dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya
semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif.
Perubahan Puberitas
Puberitas adalah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual
terjadi dengan pesat terutama pada awal amasa remaja. Kematangan seksual
merupakan suatu rangkaian dari perubahan-peubahan yang terjadi pada masa remaja,
yang ditandai dengan perbahan ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder.
Perubahan Puberitas
Ciri-ciri orimer menunjuk pada organ tubuh yang secara langsung
berhubungan dengan reproduksi. Ciri-ciri seks pimer berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Bagi laki-laki ciri-ciri seks primer ditandai dengan pertumbuhan
yangcepat dari batang kemaluan. Perubahan-parubahan pada ciri-ciri seks primer
pada pria sangat dipengaruhi oleh hormon, terutama hormon perangsang
reproduksioleh kelenjar bawah otak. Hormon perangsanh ini merangsang testis,
sehinnga testis menghasilkan hormon testoren dan androgen serta spermatozoa.
Sementara untuk perempuan, perubahan ciri-ciri ses primer ditandai dengan
munculnya periode menstruasi yaitu menstrusai yang pertama kali dialmi leh seorang
gadis. Munculnya menstruasi pada seorang gadis ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan indung telur (ovarium). Ovarim terletak dironnga perut bagian bawah
ang berfungsi memproduksi sel-sel telur dan hormon-hormon estrogen dan dan lain-
lain. Selanjutnya, ketika percepatan pertumbuhan mencapi puncaknya maka ovarium,
vagina, uterus, labia, dan klitoris berkembang dengan pesat.
Perubahan Ciri-Ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekundar adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung
berhubungan dengann proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda ang
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Tanda-tanda yang terlihat pada laki-
laki adalah tumbuh kumis dan jangkut, bahu, jakun, dada melebar, suara berat dan
lain-lain sementara untuk perempuan terliha payudara dan pinggul membesar, suara
menjadi halus, tumbuh bulu disekitar ketiak dan kemaluan.

Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan
Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi
yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.
Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting
dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang
remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja
mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar,
memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001)
mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi
dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas
untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut
tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal.
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu
berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual,
serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal
remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu
menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan
seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir
secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa
rencana atau suatu bayangan. Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya,
termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu,
dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan.
Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan
seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola
berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk
mencapai suatu tujuan di masa depan.
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum
sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir
egosentrisme . Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan
melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”. Elkind (dalam Beyth-Marom et al.,
1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir
egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri
mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita
rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal
fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki
karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut
pandang orang lain dan fakta sebenarnya.
Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak
terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri
[self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis
terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak
mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja
pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat
mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir
bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa
hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability
yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang
membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan
perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya
dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak
realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya
tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik
remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan
atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka
juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa
dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan
melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable
menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
Perkembangan Kognitif
Remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh
dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai pncaknya. Hal ini karena
selama periode remaja ini proses pertmbuhan otak mencapai kesempurnaan.Sistem
saraf yang berfungsi memperoleh informasi berkembang dengan cepat. Pada masa ini
juga terjadi rerorganisasi lingkaran saraf prontal lobe. Prontal lobe berfungsi dalam
aktifitas kognitif tingkat tinggi, seperti aktifitas merumuskan perencanaan strategis
atau mengambil keputusan.
Perkembangan prontal lobe sangat berpengaruh pada terhada kemampuan
kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang
memberinya suatu tingkat keseimbangan mental dan kesadaran sosial yag baru dan
jika kemampuan kognitif remaja mencapai kematangan maka anak remaja mulai
memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat,
orang tua mereka bahkan terhadap kekurangan diri mereka.
Perkembangan Kognitif Menurut Teori Piaget
Ditinjau dari teori perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah
mencapai tahap pemikiran operasional formal yakni suatu tahap perkembangan
kognitif yang dimulaimpada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut
sampai remaja mencapi masa tenang atau dewasa. Pada masa ini, anak sudah mampu
memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin akan terjadi (absrak).
Dalam suatu eksperimen yang dilakukan Piaget dan Inhelder (1958) kepada
anak-anak dan remaja disimpulkan bahwa pada perkembangan kognitif pada masa
formal operasional mencapai tingkatan tertinggi pada keseimbangan dalam
hubungannya dengan lngkungan sementara untuk usia remaja mereka akan mmasuki
dunianya dengan segala macam kemungkinan dan kebebasan untuk memikirkan
sendiri.
Berdasar teori dan eksperimen dari Piaget tersebut, Keating, membedakan
gaya pemikiran formal operasional dari gaya pemikiran konkrit operasional dalam
tiga hal penting yaitu :
1. Penekanan pada kemungkinan versus kenyataan
2. Penggunaan penalaran ilmiah
3. Kecakapan dalam menggunakan ide-ide
Branch Model menunjukan bahwa kemampuan menggunakan pemikiran
formal operasional timbul lebih secara grandual daripada secara orisinal. Pengalaman
personal dalam berbagai aspek kehidupan, secara umum mungkin menentukan
aplikasi dari pemikiran formal operasional tersebut. Oleh karena itu, remaja mungkin
mampu menggunakan pemikiran formal operasional dalam satu mata pelajaran tetapi
yidak untuk mata pelajaran lain.
Perkembangan Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan
hasil dari perbuatan itu disebut keputusan. Ini berarti dengan melihat bagaimana
seorang remaja mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui perkembangan
pemikirannya.Remaja adalah masa dimana terjadi peningkatan pengambilan
keputusan.
Dalam hal pengambilan keputusan, remaja yang lebih tua ternyata lebih
kompenten daripada remaja yang lebih muda sekaligus lebih kopenten dibandingkan
anak-anak. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih cenderung
menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai pespektif mengantisipasi
akibat dari keputusan-keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-
sumber. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan remaja yang lebih tua, remaja
yang lebih muda memiliki kemampuan yang kurang dalam keterampilan pengambilan
kepuusan.
Meskipun demikian, keterampilan pengambilan keputusan oleh remaja ang
lebih tua seringkali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk mengambil keputusan
tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan dibuat dalam kehidupan sehari-
hari, dimana luasnya pengalaman sering memainkan peran yang sangat penting.
Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Berbeda halnya dengan masa anak-anak, hubungan teman sebaya remaja lebih
didasarkan pada hubungan persahabatan. Menurut Bloos (1962), pembentukan
hubungan persahabatan remaja erat kaitannya dengan perubahan-perubahan aspek-
aspek pengendalian psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri
dan munculnya phallic complicts. Erikson (1968) memandang tren perkembangan ini
dari perspektif normative-life-crisis, dimana teman memberikan feedback dan
informasi yang konstruktif tentang self definition dan penerimaan komitmen.
Secara lebih rinci, Kelly dan Hansen (1987) menyebutkan 6 fungsi positif dari
teman sebaya, yaitu:
1. Mengontrol implus-implus agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya,
remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan
cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresif langsung.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen.
Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja
untuk mengambil peran dan tanggungjawab baru mereka. Dorongan yang
diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan
berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.
3. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan
dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan
dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaan-
perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah.
4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis
kelamin. Sikap-sikap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin
terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. Remaja belajar
mengenai tingkah laku dan sikap-sikap yang mereka asosiasikan dengan
menjadi laki-laki dan perempuan muda.
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa
mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang
salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan
atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimiliki oleh
teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
6. Meningkatkan harga diri (self-esteein). Menjadi orang yang disukai oleh
sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau
senang tentang dirinya.
Perkembangan Proaktivitas
Proaktivitas adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Steven R. Covey
mengenai manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab atas hidupnya
sendiri. Adapun makna pertama yang terkandung dalam kebebasan memilih
diantaranya:
1. Self-awareness, yaitu kemampuan untuk melihat, memikirkan, merenungkan,
dan menilai diri sendiri.
2. Imagination, yaitu kemampuan untuk membayangkan sesuatu yang
melampaui realitas empiris, yang memungkinkan manusia untuk menciptakan
sesuatu dalam pikirannya yang tidak dibatasi oleh dunia nyata.
3. Conscience, yaitu kesadaran batin yang mendalam tentang benar-salah, baik-
buruk, yang diharapkan-tidak diharapkan, sebagai prinsip yang mengatur
prilaku manusia sehingga ia dapat menyelaraskan pikiran, perasaan, dan
tindakannya.
4. Independent will, yaitu kemampuan untuk bertindak berdasarkan kesadaran
dirinya dan bebas dari segala pengaruh lain.
Makna kedua yang terkandung dalam proaktivitas adalah bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif. Mengambil inisiatif bukan
berarti mendesak, menjengkelkan, atau agresif, melainkan cermat, penuh
kesadaran, dan sensitive terhadap segala sesuatu yang barada di sekitarnya.
Makna ketiga yang terkandung dalam pengertian proaktivitas adalah
tanggungjawab. Artinya, manusia memiliki kesadaran penuh bahwa peristiwa-
peristiwa kehidupan yang dialaminya merupakan hasil dari perilakunya sendiri,
yang dilakukan atas dasar keputusan yang diambil secara sadar.

Perkembangan Kognisi Sosial


Menurut Dacey & Kenney (1997), yang dimaksud dengan kognisi social
kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu dalam hubungan interpersonal,
yang berkembang sejalan dengan usia dan pemahaman, serta berguna untuk
memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan
mereka. Sementara itu Santrock (1998) menjelaskan pengertian kognisi social sebagai
berikut:
“Social cognition refers to individuals conceptualize dan reason about their
social world-the people they watch and interact with, relation ship those people, the
groups in which they participate, and how they reason about themselves and others.”
Pada masa remaja muncul keterampilan-ketarampilan kognitif baru. Menurut
sejumlah ahli psikologi perkembangan, keterampilan-keterampilan kognitif baru yang
muncul pada masa remaja ini mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan kognisi
social mereka. Perubahan-perubahan dalam kognisi sosial ini merupakan salah satu
ciri penting dari perkembangan remaja. Hal ini dapat dimengerti, sebab salama masa
remaja kemampuan untuk berpikir abstrak ini kemudian menyatu dengan pengalaman
sosial, sehingga pada gilirannya menghasilkan suatu perubahan besra dalam cara-cara
remaja memahami diri mereka sendiri dan orang lain.
Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial
remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh psikolog David Elkind dengan
egosentrisme yakni kecenderungan remaja untuk menerima dunia (dan dirinya
sendiri) dari prespektifnya mereka sendiri. Dalam hal ini, remaja mulai
mengembangkan suatu gaya pemikiran egosentrisme, di mana mereka lebih
memikirkan tentang dirinya dari atas. Remaja mulai berpikir dan menginterpretasikan
kepribadian dengan cara sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli teori kepribadian
berpikir dan menginterpretasikan kepribadian, dan memantau dunia sosial mereka
dengan cara-cara unik.
Menurut David Elkind (1976), egosentrisme remaja dapat dikelompokkan
dalam dua bentuk pemikiran sosial-penonton khayalan dan dongeng pribadi.
Penonton khayalan (imaginary audience) berarti keyakinan remaja orang lain
memperhatikan dirinya sebagaimana ia memperhatikan dirinya sendiri. Perilaku
menarik perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan
keinginan untuk tampil di atas panggung, diperhatikan dan terlihat. Meraka
menganggap semua mata terpaku pada penampilannya, ia menganggap dirinya sebagi
seorang aktor dan semua orang lain adalah penonton. Dongeng pribadi (the personal
fable) ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang
remaja. Perasaan unik pribadi remaja menjadikan mereka merasa bahwa tidak
seorang pun dapat memahami bagaimana isi hati mereka yang sesungguhnya. Sebagai
bagian dari upaya mempertahankan perasaan unik pribadi, remaja sering mengarang
cerita tentang dirinya sendiri yang penuh fantasi, yang menceburkan diri mereka ke
dalam suatu dunia yang jauh terpencil dari realitas. Dongeng-dongeng pribadi ini
sering ditemui dalam buku harian remaja.
Perkembangan Penalaran Moral.
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai
pedoman menenmukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang
harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa
transisi. Mekipun moral erat kaitannya dengan hubungan ienterpersonal,namun sejak
lama ia telah menjadi wilayah pembahasan dalam filsafat. Oleh sebab itu, Lawrence
Kohlberg menempatkan moral sebagai fenomena kognitif dalam kajian psikologi.
Apa yang disebut dengan moral menurut Kohlberg adalah bagian dari penalaran
(reasoning). Sehingga ia pun menamakannya dengan penalaran moral (moral
reasoning). Penalaran atau pertimbangan tersebut berkenaan dengan keleluasaan
wawasan mengenai relasi antara diri dan orang lain, hak dan kewajiban. Relasi diri
dengan orang lain ini didasarkan atas prinsip equality, artinya orang lain sama
derajatnya dengan diri. Jadi, antara diri dan diri orang lain dapat dipertukarkan. Ini
disebut prinsip reciprocity. Moralitas pada hakikatnya adalah penyelesaian konflik
antara diri dan diri orang lain, antara hak dan kewajiban (Setiono, 1994).
Dengan demikian orang yang bertindak sesuai dengan moral ialah orang yang
mendasarkan tindakannya atas penilaian baik-buruknya sesuatu. Karena lebih bersifat
penalaran, maka pertimbangan moral menurut Kohlberg sejalan dengan
perkembangan nalar sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi
tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan Piaget tersebut,
makin tinggi pula tingkatan moralnya. Dengan penekanannya pada penalaran ini,
berarti Kohlberg ingin melihat struktut proses kognitif yang mendasari jawaban atau
pun perbuatan-perbuatan moral.
Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg, tingkat
penalaran moral remaja berada pada tahap konvensional. Hal ini adalah karena
dibandingkan dengan anak-anak, tingkat moralitas remaja sudaj lebih matang.
Mereka sudah mulai mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran,
keadilan,kesopanan, kedisiplinan, dan sebagainya. Walaupun anak remaja tidak selalu
mengikuti prinsip-prinsip moralitas mereka sendiri, namun riset menyatakan bahwa
prinsip-prinsip tersebut menggambarkan keyakinan yang sebenarnya dari pemikiran
konvensional.
Beberapa penelitian tentangpenalaran moral remaja yang mengacu pada teori
penalaran moral Kohlbergm menunjukkan bahwa pada umumnya remaja berada
dalam tingakatan konvensional. Peneliti Kusdwiratri Setiono (1982) misalnya,
menunjukkan bahwa dari 180 mahasiswa Universitas Padjadjaran peserta KKN yang
diukur penalaran moralnya berdasarkan Moral Judgment Interview (MJI); 1 % tahap
2, 56 % tahap 2 dan 43 % tahap 4. Peneliti Budi Susilo (1986) dengan menggunakan
alat ukur yang sama terhadap tingkat penalaran moral dari 71 mahasiswa yang aktif
dan tidak aktif dalam kegiatan Lembaga Sosial Masyarakat, 39 % dari mahasiswa
yang aktif tingkat penalarannya mencapai tahap 4, sedangkan mahasiswa yang tidak
aktif hanya 8 % yang mempunyai tahap 1 (Setiono, 1994).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tahap penalaran moral remaja
Indonesia pada umumnya berkisar antara tahap 3 dan tahap 4, bahkan lebih banyak
yang baru mencapai tahap 3. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan penalaran
moral remaja Indonesia secara umu belum optimal. Hal ini terbukti dengan masih
banyaknya ditemui remaja yang mengalami dekadensi moral. Untuk itu, agaknya
perlu melakukan program intervensi untuk meningkatkan tahap penalaran moral di
kalangan remaja. Mengacu pada teori perkembangan penalaran moral Kohlberg,
idealnya penalaran moral remaja sudah mencapai tahap 5, yakni telah memiliki
prinsip moral sendiri yang bisa sama atau berbeda dengan sistem moral masyarakat.
Remaja yang mencapai tahap 5 perkembangan penalaran moralnya tidak mudah
terbawa arus mengikuti apa yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat.
Penacapaian penalaran moral tahap 5 ini sangat penting bagi remaja, sebab ia akan
menduduki posisi kunci dalam masyarakat dimasa mendatang.
Perkembangan Pemahaman tentang Agama
Sepeti halnya moral, agama juga merupakan fenomena kognitif. Oleh sebab
itu, beberapa ahli psikologi (seperti; Seifert & Hoffnung) menempatkan pembahasan
tentang agama dalam kelompok bidang perkembangan kognitif.
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullota (1983), agama memberikan
sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan
tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan
penjelasan mengapa dan utuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan
perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi
dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama
remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal
anak-anak, ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik, tiuhan
dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka
mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih madalam tentang Tuhan dan
eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama
oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami
kemajuan dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang
kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh
perkembangan kognitif terhadap perkembangan perkembangan agama selama masa
remaja ini, Seifert & Hoffnung menulis:
During adolesence, cognitive development affect both specific religious
beliefs and overall religious orientatioan. In general, specific beliefs become more
sophisticated or compleks tahn they were during chilhood. The concept of religious
denomination, for example, evolves from relatively to more accurate and abstract
notions (Seiferts & Hoffnung, 1994).
Dalan suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan
pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan
Piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pad tahap
3, yaitu formal operational thought, di mana remaja memperlihatkan pemahaman
agama yang lebih abstrak adan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan
perkembangan yang sama pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991
(dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia 17 atau 18 tahun
maka makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan,
konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Dewasa ini salah satu teori tentang perkembangan agama yang terkenal adalah
theory of faith dari James Fowler. Dalam teori ini Fowler mengusulkan 6 tahap
perkembangan agama yang dihubungkan dengan teori-teori perkembangan Erikson,
Piaget, dan Kohlberg (lihat tabel 7.3).
TABEL 7.3
Tahap Perkembangan Agama Menurut Teori Fowler
Tahap Usia Karateristik
Tahap 1 Awal masa - Gambaran intuitif dari kebaikan dan
Intuitive-projective faith anak-anak kejahatan.
- Fantasi dan kenyataan adalah sama.

Tahap 2 Akhir masa - Pemikiran lebih logis dan konkrit.


Mythical-literal faith anak-anak - Kisah-kisah agama diinterpretasikan
secara harfiah; tuhan digambarkan
seperti orang tua.

Tahap 3 Awal masa - Pemikiran lebih abstrak.


Synthetic-conventional remaja - Menyesuaikan diri dengan
faith keyakinan agama orang lain.
-
Tahap 4 Akhir masa - Untuk pertama kali individu mempu
inividuative-reflective remaja dan memikul tanggung jawab penuh
faith awal dewasa terhadap keyakinan agama mereka.
- Menjelajahi kedalaman pengamalan
nilai-nilai dan keyakinan agama
seseorang.

Tahap 5 Pertengahan - Lebih terbuka terhadap pandangan-


Conjuctive faith masa dewasa pandangan yang paradoks dan
bertentangan.
- Berasal dari kesadaran akan
keterbatasan dan pembatasan
seseorang.

Tahap 6 Akhir masa - Sistem kepercayaan transdental


Universalizing untuk dewasa mencapai perasaan
ketuhanan.
- Peristiwa–peristiwa konflik tidak
selamanya dipandang sebagai
paradoks.

Berdasarkan tahap-tahap perkembangan agama Fowler tersebut,


perkembangan agama remaja berda dalam dua tahap, yaitu tahap 3 untuk remaja awal
dan tahap 4 untuk remaja akhir. Dalam tahap 3 atau tahap Synthetic-Coventional
Faith, remaja mulai mengembangkan pemikiran formal operasional dan mulai
mengintegrasikan nilai-nilai agama yang telah mereka pelajari ke dalam suatu sistem
kepercayaan yang lebih rasional. Akan tetapi, meskipun tahap Synthetic Conventional
Faith lebih abstrak dari dua tahap sebelumnya, sebagian besar remaja awal masih
menyesuaikan diri dengan dengan kepercayaan agama orang lain dan belum mampu
menganalisis ideologi-ideologi agama lain.
Sementara itu, perkembangan agama remaja akhir berda pada tahap 4 atau
tahap Individuating – Reflecxive Faith. Pada tahap ini, individu untuk pertama
kalinya mampu mengambil tanggung jawab penuh terhadap kepercayaan agama
mereka. Mereka mulai menyatakan bahwa mereka dapat memilih jalan kehidupan
mereka sendiri dan mereka harus berusaha keras untuk mengikuti suatu jalan
kehidupan tertentu. Fowler percaya bahwa pemikiran formal operasional dan
tantangan intelektual sering mengambil tempat penting dalam perkembangan agama
tahap individuating – reflexive faith di perguruan tinggi.
Perkembangan Kepribadian dan Sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara
individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan
perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas
diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang
yang unik dengan peran yang penting dalam hidup.
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman
sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak
melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan
bermain dengan teman . Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman
sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui
cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang
memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam
berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan
keputusan seorang remaja tentang perilakunya, mengemukakan bahwa kelompok
teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan
sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber
informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau
film apa yang bagus, dan sebagainya.

C. Ciri-ciri Masa Remaja


Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi
perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan
yang terjadi selama masa remaja:
 Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan
hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi
kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam
kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan
tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi
bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan
akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
 Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik
perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun
perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
 Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi
berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan
lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
 Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
 Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang
terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut
akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan
kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Sedangkan ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya
hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan
pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang
membuat banyak orang tua menjadi takut.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu
dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,
kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan
dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

D. Tugas Perkembangan Remaja


Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991)
antara lain :
1. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa
dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan.
2. Memperoleh peranan sosial.
3. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif.
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri.
6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.
7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.
8. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup.
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa
tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang
merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya.
Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja
dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran
yang bernilai di masyarakat.
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan
siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau
gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian
mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
Sedangkan, Menurut Mappiare (1982) tugas-tugas perkembangan remaja:
a. Menerima keadaan fisiknya.
b. Menjalin hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik sesama atau lawan
jenis.
c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang dewasa
lainnya.
d. Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomis.
e. Memilih dan mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan.
f. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dan konsep-konsep intelektual
yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang terpuji.
g. Menginginkan dan dapat berperilaku yang diperbolehkan oleh masyarakat.
h. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
i. Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia, yang
diperoleh dari ilmu pengetahuan yang memadai.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Kata ”remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow
atau to grow maturity.
2. Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja antara lain perkembangan
fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan kepribadian dan sosial.
3. Ciri-ciri masa remaja antara lain peningkatan emosional yang terjadi secara
cepat, perubahan yang cepat secara fisik, perubahan dalam hal yang menarik
bagi dirinya, perubahan nilai, dan bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi.
4. Tugas-tugas perkembangan remaja antara lain memperluas hubungan,
memperoleh peranan sosial, menerima kebutuhannya, memperoleh kebebasan,
mencapai kepastian, memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan,
mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga, dan membentuk sistem
nilai, moralitas dan falsafah hidup.

B. Saran
Dihimbaukan kepada para pembaca agar mencari referensi lain yang lebih
efisien karena makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Al Ilmi, G., 2004. Psikologi Remaja. (Online).(www. seniormentoring.blogspot.com,


diakses tanggal 10 Maret 2009 pukul 21.16 WITA ).

Anonim. 2009. Psikologi Remaja. ( Online ). ( www. eko13.wordpress.com, diakses


tanggal 10 Maret 2009 pukul 21.12 WITA ).

Fitri. 2008. Blog Dunia Psikologi. ( Online ). ( www. duniapsikologi.dagdigdug.com,


diakses tanggal 10 Maret 2009 pukul 21.19 WITA ).

Anda mungkin juga menyukai