DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13
Nadya Silfa Falahunnisa (06091282227044)
Meka Dwi Admaja (06091282227064)
MATA KULIAH :
Perkembangan Peserta Didik
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Drs. Zainal Arifin, M.,Si.
Elvira Destiansari, S.Pd., M.Pd.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Perilaku menyimpang” ini.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar dalam pembuatannya.
Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan. Tak lupa, kami juga berterima kasih kepada Bapak Dr.
Drs. Zainal Arifin, M.Si dan Ibu Elvira Destiansari, S.Pd., M.Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Di dalam penulisan makalah ini,
kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami juga mohon maaf bila terjadi
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Harapan kami semoga makalah ini
dapat membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacanya.
Tim Penyusun
Kelompok 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja seringkali dianggap sebagai kelompok yang “aneh”, karena dalam
kehidupannya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan nilai yang dianut oleh orang
dewasa terutama orang tuanya. Dilihat dari demensi usia dan perkembangannya,
nampak bahwa kelompok ini tergolong pada kelompok “tradisional” (masa peralihan)
dalam pengertian remaja merupakan decade yang bersifat sementara yaitu rentang
waktu antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada
setiap periode transisi selalu ada gejolak dan badai yang menyertai perubahan. Dan
masa transisi ini pulalah yang mengakibatkan remaja sering mengalami gejolak
dalam mencari identitasnya, meskipun gejolak pada setiap remaja memiliki kuantitas
dan kualitas yang berbeda.
Perkembangan kepribadian seseorang termasuk remaja merupakan hasil hubungan
dan pengaruh timbal balik secara terus menerus antara pribadi dengan lingkungannya,
lingkungan sosial bagi kelompok remaja merupakan sumber inspirasi yang dapat
memberikan kekuatan dan kekuatan fisik maupun kesehatan mental yang dapat
merupakan upaya mencegah timbulnya gangguan perkembangan kepribadian.
Sebaliknya lingkungan sosial yang tidak sehat, dapat pula menimbulkan gangguan
dalam kesejahteraan mentalnya. Pendidik diharapkan dapat mengatasi berbagai
kesulitan remaja sehingga perkembangan kepribadiannya dapat berlangsung dengan
baik.
Kegagalan remaja dalam melakukan tugas perkembangannya termasuk dalam
menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya sering menimbulkan konflik-konflik
internal maupun konflik yang terjadi antar individu dan kelompok yang mengarah pada
munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan remaja. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya perilaku menyimpang atau kenakalan yang sering muncul pada
kelompok remaja sebenarnya merupakan kompensasi dari segala kekurangan dan
kegagalan yang dialaminya.
Kenakalan remaja tidak pernah berlangsung dalam isolasi sosial dan tidak berproses
pada ruangan vakum tetapi selalu langsung dalam kontak antar personal dan dalam
konteks sosio kultural, karena itu perilaku menyimpang dapat bersifat organisme
fisiologis atau dapat pula psikis interpersonal, antar personal dan kultural.
Memperhatikan permasalahan yang mungkin timbul dalam kehidupan masa remaja,
pemahaman dan pemecahannya harus dilakukan secara interdisipliner dan
antarlembaga. Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan
merupakan salah satu jalanyang paling strategis, karena bagi sebagian besar remaja
bersekolah dengan para pendidik, khususnya para gurulah, mereka itu paling banyak
mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
1.3 Tujuan
Dengan disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari tulisan
ini, diantaranya :
1. Mengetahui karakteristik remaja.
2. Mengetahui berbagai permasalahan yang timbul pada masa remaja.
3. Mengetahui bentuk penyimpangan remaja.
4. Mengetahui implikasi isu dan permasalahan remaja tersebut dalam
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Berasal dari kata latin, adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah tersebut mempunyai arti yang lebih luas lagi mencakup kematangan
mental, emosional dan fisik. (Hurlock, 1992). Masa-masa ini sebenarnya tidak
mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga
golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak-anak. Menurut Sri
Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa
dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. (Zakiah Darajat, 1990).
Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, remaja adalah masa dimana
seseorang yang masih berusia antara 12 tahun sampai dengan 22 tahun dimana
pada masa ini dapat dikatakan bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari
jati diri atau mencari identita s dari dirinya karena masih dalam masa
perubahan menuju dewasa.
(Fagan, 2006) berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental
dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu
mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami
penurunan pada kondisi psikis, fisiologis dan sosial. Beberapa permasalahan
remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada diri remaja.
Sarwono (1994) factor yang mempengaruhi perilaku remaja dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Penyimpangan bersifat amoral dan asosial yang tidak diatur dalam UU (tidak
termasuk pelanggaran hukum), misalnya: membolos, kabur dari rumah, pakaian
tidak senonoh, dll.
b. Penyimpangan yang bersifat melanggar hukum penyelesaian sesuai UU dan
hukum kenakalan remaja, misalnya: pembunuhan, judi, memperkosa, dll.
a. Delikuensi Individual
Delikuensi Individual merupakan perilaku menyimpang yang berupa tingkah
laku kriminal yang merupakan gejala personal dengan ciri khas “jahat“ yang
disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku
psikopat, neourotis, dan antisosial. Penyimpangan perilaku ini dapat
diperhebat dengan stimuli sosial yang buruk, teman bergaul yang tidak tepat dan
kodisi kultural yang kurang menguntungkan. Perilaku menyimpang pada tipe ini
seringkali bersifat simptomatik karena muncul dengan disertai banyaknya
konflik-konflik intra psikis yang bersifat kronis dan disintegrasi pribadi.
b. Delinkuensi Situasional
Bentuk penyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya dilakukan oleh anak-
anak dalam klasifikasi normal yang dapat dipegaruhi oleh berbagai kekuatan
situasional baik situasi yang berupa stimuli sosial maupun kekuatan tekanan
lingkungan teman sebaya yang semuanya memberikan pengaruh yang “menekan
dan memaksa“ pada pembentukan perilaku menyimpang. Penyimpangan perilaku
dalam bentuk ini seringkali muncul sebagai akibat transformasi kondisi
psikologis dan reaksi terhadap pengaruh eksternal yang bersifat memaksa.
Dalam kehidupa remaja situasi sosial eksternal yang menekan, terutama dari
kelompok sebaya dapat dengan mudah mengalahkan unsure internal yang
berupa pikiran sehat, peraaan dan hati nurani sehingga memunculkan tingkah
laku delinkuen situasional.
c. Delinkuensi Sistematik
Perbuatan menyimpang dan kriminal pada anak-anak remaja dapat berkembang
menjadi perilaku menyimpang yang disestematisir, dalam bentuk suatu organisasi
kelompok sebaya yang berperilaku seragam dalam penyimpangan. Kumpulan
tingkah laku yang menyimpang yang disestematisir dalam pengaturan status,
norma dan peranan tertentu kan memunculkan sikap moral yang salah dan
justru muncul rasa kebanggaan terhadap perbedaan-perbedaan dengan norma umum
yang berlaku. Semua perilaku menyimpang yang seragam dilakukan oleh anggota
kelompok ini kemudian dirasionalisir dan dilakukan pembenaran sendiri oleh
seluruh anggota kelompok, sehingga perilaku menyimpang yang dilakukan
menjadi terorganisir dan sistematis sifatnya. Dorongan berperilaku menyimpang
pada kelompok remaja terutama muncul pada saat kelompok remaja ini dalam
kondisi tidak sadar atau setengah sadar, karena berbagai sebab dan berada dalam
situasi yang tidak terawasi oleh kontrol diri dan kontrol sosial. Lama kelamaan
perilaku menyimpang ini diulang dan diulang kembali, dan kemudian dirasakan
enak dan menyenangkan yang kemudian diprofesionalisasikan yang pada
akhirnya kemudian digunakan untuk menegakkan gengsi diri secara tidak wajar.
d. Delinkuensi Komulatif
Pada hakekatnya bentuk delikuensi ini merupakan produk dari konflik budaya yang
merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang kontroversial dalam iklim
yang penuh konflik.
Perilaku menyimpang tipe ini memiliki ciri utama, yaitu:
1. Mengandung banyak dimensi ketegangan syaraf, kegelisahan batin, dan
keresahan hati pada remaja, yang kemudian disalurkan dan
dikompensasikan secara negatif pada tindak kejahatan dan agresif tak
terkendali.
2. Merupakan pemberontakan kelompok remaja terhadap kekuasaan dan
kewibawaan orang dewasa yang dirasa berlebihan. Untuk dapat
menemukan identitas diri lewat perilaku yang melanggar norma sosial dan
hukum.
3. Diketemukan adanya banyak penyimpangan seksual yang disebabkan oleh
penundaan usia perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis tercapai dan
tidak disertai oleh kontrol diri yang kuat, hal ini bisa terjadi karena sulitnya
lapangan pekerjaan ataupun sebab-sebab yang lain.
4. Banyak diketemukan munculnya tindak ekstrem radikal yang dilakukan
oleh kelompok remaja, yang mengganggu dan merugikan kehidupan
masyarakat, yaitu cara untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara kekerasan, penculikan, penyadaran dan sebagainya.
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilihat dari dimensi
penyebabnya, maka secara fisik wujud dari perilaku menyimpang dapat
berupa perilaku sebagai berikut :
1. Main kebut-kebutan di jalan perhitungan bahwa hal tersebut mengganggu
keamanan, keselamatan dan membahayakan jiwa diri sendiri maupun orang
lain.
2. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan dan perilaku-perilaku lain yang
mengacaukan lingkungan sekitar.
3. kelebihan energy dan dorongan primitive yang tak terkendali, serta upaya
mengisi waktu luang tanpa bimbingan orang dewasa.
4. Perkelahian antar individu, antar gang, antar kelompok, antar sekolah
ataupun antar suku, yang kesemuanya menunjukan akibat negatif.
5. Membolos sekolah dan bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi di
tempat terpencil sambil melakukan berbagai eksperimen perilaku sosial.
6. Perilaku kriminalitas, yang berupa perbuatan mengancam, intimidasi
memeras, merampas dan sebagainya.
7. Berpestapora sambil mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan seks bebas
yang mengganggu ligkungan.
8. Perkosaan dan agresifitas sosial atau pembunuhann karena motif seksual
atau didorong oleh reaksi-reaksi konpensatoris dan peranan inferior yang
menuntut pengakuan diri.
9. Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitannya dengan tindak
kejahatan.
10. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruhan yang
mengakibatkan ekses kriminalitas.
11. Perbuatan anti sosial dan asosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada
anak-anak remaja simptomatik, neourotik dan gangguan jiwa lain.
12. Penyimpangan-penyimpangan perilaku lain yang disebabkan oleh kerusakan
pada karakter anak yang menuntut kompensasi disebabkan oleh organ-organ
yang inferior.
1. Kepada para guru bidang studi tertentu seperti bahasa asing, matematika,
seni suara, dan olahraga, tampaknya dituntut pemahaman yang mendalam dan
perlakuan layanan perndidikan dan bimbingan kebijaksanaan sehingga siswa-
siswa remaja yang biasanya mengalami kesulitan dan kelemahan tertentu
dalam bidang-bidang studi yang sensitif tersebut tidak menjurus kepada
situasi-situasi frustasi yang mengandung lahirnya reaksi-reaksi mekanisme
pertahanan diri atau defence mechanism atau sikap-sikap dan tindakan-
tindakan yang negatif destruktif, baik terhadap bidang studinya maupun
gurunya;
2. Penggunaan strategi belajar-mengajar yang tepat (individualize atau small
group based instruction) untuk membantu siswa-siswa yang tepat (the
accelerated students), dan yang lambat (the slow leaners) misalnya
menggunakan sistem belajar modul;
3. Penjurusan atau pemilihan dan penentuan program studi seyogyanya
memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau
informasi secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar intelektual
(iq), bakat khusus (aptitudes), di samping aspirasi atau keinginan
orangtuanya dan siswa yang bersangkutan.
1. Sudah barang tentu jalan yang paling strategis untuk ini ialah apabila para
pendidik terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-
pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola
para remajanya;
2. Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar
menimbang, memilih dan mengambil keputusan atau tindakan yang tepat
akan sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya.
BAB III
KESIMPULAN