Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MARAKNYA KASUS BULLYING DI INDONESIA

Nama : Reno Ivanardra Farrel


Kelas : XI MIPA 3
No. : 27
Absen

SMA NEGERI 3 PEMALANG


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Makalah Karya Ilmiah yang berjudul “ Maraknya
Kasus Perundungan di Indonesia “ tepat pada waktunya. Dalam proses penyusunan laporan
ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan yang baik dari berbagai pihak.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Sri Budiastuti, S.Pd. yang telah memberikan dukungan moral dan materi pada kami. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan serta pihak lain yang
mendukung penulis dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak
kekurangan, dan banyak kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan laporan ini. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bukan
hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.

Pemalang, 22 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Definisi Bullying...................................................................................................................3
B. Jenis-Jenis Tindakan Bullying.............................................................................................4
C. Peran-Peran Dalam Tindakan Bullying..............................................................................5
D. Faktor Penyebab Bullying...................................................................................................5
E. Dampak Bullying Terhadap Korban...................................................................................6
F. Cara Mengatasi Tindakan Bullying....................................................................................7
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
A. Kesimpulan..........................................................................................................................9
B. Saran....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa. Di mana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik
dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan
berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase
dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-
tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja
dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam
menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin
tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan
sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat.
Semua pengetahuan yang baru diketahuinya diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai
dengan kepribadian masing-masing. Di sinilah peran lingkungan sekitar sangat
diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja. Setiap remaja sebenarnya
memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan
mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun
potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh
faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.
Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat
individual, kontekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan
psikosial dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi
dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan
faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor
risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu.

Faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan


respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang
datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko
dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan
mental kemudian hari. Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya
masalah di kalangan remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di
media. Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang tampak ke permukaan
hanya bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan
berkesinambungan dari akar persoalannya.

1
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan
peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini
secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (Child Abuse) yang
dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih rendah atau lebih lemah
untuk mendapatkan keuntungan dan kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi
berulang kali. Bahkan bullying terjadi berulang kali, dan dilakukan secara sistematis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari bullying?
2. Apa jenis-jenis perbuatan bullying?
3. Apa saja peran yang terdapat di dalam tindakan bullying?
4. Apa Saja Faktor yang Menyebabkan Perilaku Bullying?
5. Bagaimana Dampak Bullying Terhadap Korban
6. Bagaimana Cara Mengatasi Tindakan Bullying?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tindakan bullying dan jenis-jenis
perbuatan yang termasuk dalam tindakan ini,
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tindakan bullying serta dampak yang
diakibatkan dari tindakan tersebut,
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya mengatasi bullying.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bullying
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying
berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang
lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat
untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan,
perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi. Dari definisi di atas, ada seorang
mengemukakan pendapat yaitu,

Barbara Coloroso (2003: 44): “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang


dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti
melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang
direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di hadapan
seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung
dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak”.

Barbara Coloroso meragukan pengertian di atas bahwa bullying hanya sekedar


keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa “keinginan untuk
menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti seseorang” merupakan dua hal yang
jelas berbeda. Oleh karena itu beberapa ahli psikologi menambahkan bahwa bullying
merupakan sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan
untuk menyakiti orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan


serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang dilakukan dalam
posisi kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan
mereka sendiri. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku
yang kasar. Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari
ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil
keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan
mengejek nama, korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.

3
B. Jenis-Jenis Tindakan Bullying
Barbara Coloroso (2006: 47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam empat jenis,
yaitu sebagai berikut :
1. Bullying Secara Verbal
Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan,
pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror,
surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk
yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam
bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying
bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat
menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
2. Bullying Secara Fisik
Perilaku yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar,
mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan
barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang
paling tampak dan mudah untuk di identifikasi, namun kejadian bullying secara fisik
tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur melakukan
bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling bermasalah dan
cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal lebih lanjut.
3. Bullying Secara Relasional
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis
melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup
sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan
nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam
bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying
secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, karena saat itu
terjadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika
remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman
sebaya.
4. Cyberbullying
Cyberbullying merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya
melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting
room, email, SMS, dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban
dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang
sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya
dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik
terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan
anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya
sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan
pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:
51).

4
C. Peran-Peran Dalam Tindakan Bullying
Menurut Salmivalli, dkk (dalam Trismani & Wardani, 2016) dalam tindakan
perundungan atau bullying terdapat peran-peran yang mengisi tindakan tersebut,
setidaknya terdapat 5 (lima) peran di dalamnya. Kelima peran tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Peran pertama adalah bully. Peran ini dimainkan oleh seorang siswa yang
bertindak sebagai pemimpin dari sekelompok siswa yang aktif melakukan
tindakan perundungan atau bullying.
2. Peran kedua adalah asisten bully. Peran ini dilakukan oleh seorang atau
beberapa siswa yang ikut secara aktif dalam tindakan bullying atau
perundungan. Namun, peran ini memiliki ketergantungan kepada peran bully
atau pemimpin mereka.
3. Selain terdapat peran yang secara aktif melakukan tindakan perundungan,
terdapat juga siswa yang terlibat dalam perundungan namun tidak secara
langsung atau aktif. Mereka berada di lokasi terjadinya tindakan perundungan
atau bullying. Mereka hanya menyaksikan, menjadikan apa yang mereka lihat
sebagai hiburan mereka serta memberitahu kejadian tersebut kepada yang
lainnya di saat kejadian perundungan sedang berlangsung.
4. Sekeras dan sekejam apa pun perilaku perundungan tidak sedikit yang mau
membela korban perundungan. Siswa yang melakukan peran ini disebut
sebagai defender. Namun, karena aksinya inilah ia juga terkena aksi bullying
dari para pelaku.
5. Yang terakhir adalah outsider. Siswa yang mengetahui akan terjadinya
perilaku bullying di sekolah namun bersikap acuh tak acuh atau tidak
memedulikannya disebut sebagai outsider.

D. Faktor Penyebab Bullying


Bullying dapat terjadi di mana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri,
sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi karena
interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan lingkungan di
mana bullying tersebut terjadi. Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio,
(2005) alasan seseorang melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi
bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu
diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah
karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan
(menurut korban laki-laki), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun korban
juga memersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena penampilan yang
mencolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.

Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena saat ini remaja di
Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari sekolah akibat kurikulum

5
yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit bagi remaja untuk
menyalurkan bakat non akademisnya penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan
menyiksa. Budaya feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah
satu penyebab bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah
harus menurut sama yang atas.
1. Faktor Keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan
mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa
hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri
yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan
lebih dulu menyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh
anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang
mengancam.
2. Faktor Sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan
pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada
siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
3. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah
kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak
melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa
mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.

E. Dampak Bullying Terhadap Korban


Bullying dilakukan pelaku tanpa memikirkan kondisi korbannya. Banyak
terjadi kasus bolos sekolah bahkan sampai bunuh diri akibat menerima pembullyan di
sekolah. Adapun dampak-dampak negatif yang disebabkan oleh bullying yaitu :
1. Takut atau malas berangkat ke sekolah. Korban yang mengalami tindakan bullying
atau perundungan akan memiliki ingatan yang tidak enak seperti pelecehan melalui
kata-kata, rasa sakit yang dirasakan di sekujur tubuh jika mengalami bullying
secara fisik. Hal ini membuat para korban tidak ingin mengalami hal yang serupa.
Dari sini muncullah rasa malas dan takut untuk pergi ke tempat di mana korban
mengalami perundungan, sekolah.
2. Prestasi akademik menurun. Tindakan bullying tidak hanya memberi dampak
terhadap fisik korban. Tindakan tersebut juga memberi dampak kepada
psikologis korban, seperti rasa takut. Rasa takut yang berlebih akan membebani
pikiran korban dan dapat memecah fokus korban yang sebelumnya fokus kepada
materi pelajaran sekarang lebih memikirkan rasa takut yang dihadapinya
3. Merasa tidak dihargai di lingkungan sekitar. Perilaku semena-mena yang diterima
6
korban perundungan, menyadari tidak ada seorang pun yang menolongnya untuk
keluar dari situasi perundungan serta ejekan dan tertawaan yang dilontarkan
kepadanya membuat dirinya merasa tidak dihargai.
4. Menurunnya kemampuan sosial emosional. Kemampuan ini dikembangkan pada
anak-anak yang duduk di bangku TK atau PAUD. Tujuan dari mengembangkan
kemampuan ini untuk membentuk potensi anak, memudahkan anak dalam
beradaptasi dengan lingkungannya, serta menerima situasi dan kondisi lingkungan
tempat ia tinggal.
5. Sulit memahami dirinya sendiri, memiliki rasa khawatir yang berlebihan.
Menerima berbagai perilaku yang tidak seharusnya atau mendengar ucapan-
ucapan atau kata-kata buruk yang merujuk kepada korban, membuat diri korban
merasa bahwa apa yang dikatakan oleh pelaku itu benar sehingga nantinya korban
tidak dapat memahami dan mengenal dirinya sendiri sebagaimana mestinya.
6. Ikut melakukan kekerasan untuk melakukan balas dendam atau pelampiasan.
Sebagai contoh, pria yang pernah dibully oleh wanita bisa menjadi seorang
misoginis. Contoh lainnya adalah ketika seseorang mengalami tindakan bullying
yang cukup parah dan tidak lagi mampu menahannya, orang yang menjadi korban
tersebut akan melampiaskan rasa takut, emosi, khawatirnya kepada orang lain
dengan melakukan hal yang sama seperti yang dialaminya.
7. Menjadi pengguna obat-obatan terlarang. Rasa takut dan khawatir yang
berlebihan serta tidak adanya seseorang yang dapat menjadi tempat untuk berkeluh
kesah atau yang membuat dirinya tetap tenang, bertahan dan kuat untuk melawan
tindakan perundungan membuat korban melarikan dirinya dengan menggunakan
obat-obatan terlarang untuk menenangkan dirinya.
8. Mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur
nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri

F. Cara Mengatasi Tindakan Bullying


Tindakan bullying kalau dibiarkan begitu saja nantinya akan terus berlanjut dan
tidak ada selesainya. Maka dari itu, apabila terjadi sebuah tindakan bullying harus
secepatnya diatasi. Hal ini berlaku untuk semua bentuk bullying baik yang dilakukan di
sekolah yaitu tempat paling rawan kasus bullying ataupun di dunia kerja. Cara untuk
mengatasi tindakan bullying antara lain:
1. Tetap tenang, diketahui kebanyakan kasus bully diawali dengan keinginan
memancing reaksi seperti takut, marah, sedih, dan yang lain - lain. Itu
sebabnya, seseorang sebaiknya tidak memberikan reaksi apapun dan tetap
tenang saja ketika dihadapi oleh provokasi pelaku. Hal ini dilakukan untuk
mencegah pelaku bullying merasa puas dengan reaksi yang dari korban atas
aksi yang mereka lakukan.
2. Mencari bantuan orang lain, bantuan dari orang terpercaya seperti guru,
atasan, ataupun pihak yang berwenang pastinya akan membuahkan hasil. Bisa
berupa ketenangan hati sampai bantuan berupa pelaporan, sehingga pelaku
bisa ditindak dengan tegas. Perlu diingat bahwa dalam cara yang satu ini peran
7
guru, atasan, ataupun pihak yang berwenang itu besar. Penanganan yang
responsif merupakan tindakan yang ideal dalam kasus bullying dan aksi
tersebut juga dapat mencerminkan kepedulian mereka dalam menangani kasus
tersebut.
3. Mengidentifikasi dan melaporkan lebih lanjut, hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menunjukkan kepada pelaku bahwa tindakan mereka itu tidak
sepantasnya. Dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran bahwa
tindakan bullying ini tidak seharusnya dilakukan dan kemauan untuk
menghentikannya.
4. Pendidikan karakter, apabila tindakan bullying sudah terjadi, yang dilakukan
setelahnya atau penanggulangannya juga penting untuk memastikan tindakan
bullying tidak terjadi lagi di lingkungan tersebut. Dengan adanya pendidikan
karakter, pengendalian sosial menjadi diperkuat, penerapannya dapat dilihat
ketika pendidik atau atasan menertibkan peserta didik atau bawahan yang
berpotensi atau menunjukkan indikasi menjadi pelaku bullying. Tentunya aksi
ini juga diikuti dengan pengawasan dan penanganannya.
5. Mengembangkan budaya damai, setelah terjadinya kasus bullying tidak jarang
ditemukan kasus di mana korban memendam rasa dendam terhadap si pelaku.
Maka dari itu, budaya meminta dan memberi maaf sangat penting. Memang
tidak bisa dipaksakan, aksi meminta maaf oleh pelaku pun harus bersifat tulus
dan bukan karena keharusan, namun dengan lingkungan yang damai, dorongan
untuk berdamai yang datang dari lingkungan sekitar. Tentunya akan
memberikan pengaruh baik ke pelaku, dan secara tidak langsung mendorongnya
untuk meminta maaf dan berdamai dengan si korban

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bullying berdampak buruk pada proses perkembangan masa muda korban
untuk menerima kondisi fisik korban. Ketika menjadi korban bullying, remaja
membenci diri mereka sendiri, menutup diri dari orang lain, dan memiliki rasa takut
untuk bersosialisasi. Dalam hal penyakit fisik yang sehingga membuat remaja
merasakan kesedihan, kemarahan, dan merasa harga dirinya rendah. Hal ini membuat
korban ragu untuk menerima kondisi fisiknya yang tidak sesuai dengan keinginannya
dan selalu takut untuk berkenalan dengan orang baru. Dalam beberapa kasus seorang
remaja yang menjadi korban bullying mengalami depresi. Akibat dari remaja yang
memiliki depresi adanya pemikiran untuk menyakiti diri sendiri bahkan melakukan
bunuh diri. Perilaku bullying merupakan faktor risiko yang sangat besar dalam
berkembangnya depresi sehingga memicu munculnya gangguan psikologis.

B. Saran
Bagi para remaja yang mengetahui bahwa mereka dikelilingi oleh tindakan
bullying, kami berharap dapat mencegah dan menghentikan perilaku tersebut. Ada
berbagai cara untuk menghentikan tindakan bullying, salah satu caranya adalah dengan
melaporkan tindakan tersebut pada pihak sekolah atau orang tua. Untuk memahami
bahwa tindakan mereka tidak hanya berdampak pada korban tetapi juga berdampak pada
dirinya sendiri. Perilaku bullying dalam bentuk apapun hanya akan memberikan dampak
yang buruk.
Kemudian, sebagai orang tua juga diharapkan lebih dapat diperhatikan perilaku
pada remaja, karena semua perilaku mereka dapat dipersepsikan oleh remaja. Orang
tua harus bersikap lebih serius lagi dalam menanggapi masalah bullying dan lebih
sensitif lagi memperhatikan apakah anaknya termasuk ke dalam korban bullying atau
pelaku bullying, serta dapat mengajarkan hal positif pada anaknya. Untuk membantu
anak- anak menjadi lebih sadar tentang sikap yang pantas dilakukan dan tidak pantas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Asie, Tumon. M. B. 2014. Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada Remaja. Surabaya :
Universitas Surabaya.

Rahmawati, S. W. 2016. Peran Iklim Sekolah terhadap Perundungan. Jakarta : Universitas


Tama Jagakarsa.
Trismani, R. P.2016. Perilaku Bullying dan Dampak pada Korban. Jakarta : Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

10
1

Anda mungkin juga menyukai