Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU BULLYING

TERHADAP KESEHATAN MENTAL DAN TINGKAT KEPERCAYAAN

DIRI REMAJA

Oleh:
Nama: I Kadek Sila Artana
NIM:20211120003

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS NGURAH RAI

2021
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar belakang .....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
1.3 signifikansi dan Keunikan Penulisan...................................................................2
1.4 Tujuan..................................................................................................................3
1.5 Manfaat................................................................................................................3
1.5.1 Teoritis..........................................................................................................3
1.5.2 Praktis............................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................4

2.1 Tinjauan Pustaka..................................................................................................4


2.1.1 Perilaku Bullying...........................................................................................4
2.1.1.2 Dampak bullying.....................................................................................5
2.1.2 Kesehatan Mental..........................................................................................7
2.1.2.1 Definisi Kesehatan Mental.....................................................................7
2.1.3 Kepercayaan Diri.........................................................................................10
2.1.3.1 Pengertian Kepercayaan Diri................................................................10
2.1.4. Remaja........................................................................................................11
2.1.4.1. Pengertian Remaja...............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................14

i
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masa modern seperti sekarang masih banyak ditemukan perilaku bullying.

Bahkan semakin meningkat sehubung dengan menyebarnya kasus penghinaan di

sertai dengan ejekan di media sosial maupun di lingkungan masyarakat, khususnya

di kalangan remaja. Perilaku bullying dari waktu kewaktu terus menghantui manusia,

mulai dari usia remaja hingga dewasa. Bullying adalah pengalaman yang bisa

dialami oleh siapa saja, perilaku bullying sering ditemukan di sekolah maupun di

lingkungan masyarakat. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal.

Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti, mengejek, mengancam, mencela,

memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu orang atau lebih kepada korban.

Bullying dapat dilihat ketika seseorang atau sekelompok orang berulang kali

mencoba untuk menyakiti seseorang yang lemah, seperti, memukul, menendang atau

dengan menggunakan nama panggilan yang kurang baik, mengejek, menghina, serta,

menggoda atau pelecehan seksual, menyebarkan rumor atau mencoba untuk

membuat orang lain menolak seseorang. Selain dapat melemahkan mental, prilaku

bullying juga dapat menurunkan kepercayaan diri korbannya. Kepercayaan diri

seseorang sangatlah penting untuk kehidupan orang tersebut di masa depan, terutama
2

untuk menghadapi dunia kerja, kepemimpinan, kerjasama dan interaksi akan sangat

diperlukan.

Berdasarkan dari pemaparan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk

meneliti dan menelaah lebih lanjut mengenai “Hubungan Antara perilaku bullying

terhadap kesehatn mental dan tingkat kepercayaan diri remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah

dalam penulisan ini adalah bagaimana hubungan antara perilaku bullying terhadap

kesehatan mental dan tingkat kepercayaan diri remaja.

1.3 Signifikansi dan Keunikan Penulisan

Signifikansi dan keunikan dari penulisan ini terletak pada fenomena

banyaknya remaja yang terkena tindakan bullying yang dilakukan teman atau orang

di sekitarnya, sehingga, kehidupan seorang tidak berjalan normal sebagaimana

remaja seharusnya. Penulisan ini mengambil sampel remaja, yang merupakan masa

transisi dimana, remaja harus mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa. Remaja juga harus menyelesaikan salah satu tugas penting dalam masa

perkembangan, yaitu memperoleh kemandirian dan kemampuan menghadapi

kehidupan yang sebenarnya setelah dewasa. Namun dampak bullying yang dihadapi,

dapat menyebabkan remaja tersebut akan mengalami kesulitan terkait kepercayaan

diri dan interaksi dengan banyak orang.


3

1.4 Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih banyak tentang bentuk,


dampak, cara penanganan dan pengaruh bullying terhadap tingkat kepercayaan diri
dan kesehatan remaja yaitu:

1.5 Manfaat

Adapun manfaat yang di harapkan dari penulisan ini adalah sebagai


berikut:
1.5.1 Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi peneliti dan pengembangan ilmu kesejahteraan sosial, terutama

untuk mengetahui dan mempelajari serta mengembangkan pengetahuan tentang

resiliensi remaja korban bullying.

1.5.2 Praktis

Secara praktis kegunaan penulisan ini diharapkan dapat memberikan

masukan dan rekomendasi sebagai bentuk pemecahan masalah-masalah yang

berkaitan dengan resiliensi remaja korban bullying.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Perilaku Bullying

2.1.1.1 Pengertian Perilaku bullying


Kata bullying berasal dari bahasa inggris yaitu, dari kata bullying yang

berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya

diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) istilah bullying merupakan padanan kata dari

perundungan. Perundungan berasal dari kata rundung yang memiliki arti

mengganggu, mengusik terus-menerus, menyusahkan. Perundungan berarti

proses, cara, perbuatan merundung yang dapat diartikan sebagai seseorang

yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang-

orang yang lebih lemah dari pelaku perundungan.

Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak

dan remaja di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Perilaku bullying

dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung

seperti, mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang

dilakukan oleh satu atau lebih kepada korban atau anak yang lain. Bullying juga

berupa perilaku tidak langsung, misalnya, dengan mengisolasi atau dengan

sengaja menjauhkan seseorang yang dianggap berbeda. Bullying langsung

maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik
5

ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus

membentuk pola kekerasan pada remaja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bullying adalah

suatu perilaku atau tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok secara

berulang-ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja, baik secara fisik, verbal,

ataupun psikologis yang bertujuan untuk menyakiti orang lain, merendahkan

korban sehingga, menimbulkan trauma dan hilangnya rasa percaya diri.

Bullying tidak hanya dalam bentuk memukul, tetapi menggertak atau

mengancam juga termasuk kedalam katagori bullying, dan pelaku bullying

tidak hanya teman sebaya akan tetapi orang tua juga bisa menjadi pelaku

bullying tindakan tersebut dilakukan oleh anak yang lebih kuat terhadap anak

yang lebih lemah.

2.1.1.2 Dampak bullying

Teman sebaya merupakan dunia yang tidak terpisahkan dan penting

bagi anak namun, di sisi lain anak dapat mengalami setres dan sensitif dalam

pergaulannya dengan teman sebaya. Hal tersebut muncul akibat dari perkataan

negatif teman sebaya terhadap kondisi fisiknya. Soedomo Hadi (2008)

mengemukakan bahwa pergaulan dengan teman sebaya, anak dapat menjadi

mudah tersinggung oleh kekurangan-kekurangan “bawaan”. Korban bullying

cenderung merasa takut, cemas, dan memiliki self esteem yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak yang tidak menjadi korban bullying. Menurut


6

Duncan dalam aluedse juga menyatakan bila dibandingkan dengan anak yang

tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem yang

rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk, tingginya tingkat

depresi, kecemasan, ketidakmampuan, hipersensitivitas, merasa tidak aman,

panik dan gugup di sekolah, konsentrasi terganggu, penolakan oleh rekan atau

teman. Menurut Coloroso (2006), mengemukakan bahaya dari menimpa

korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu,

korban akan merasa depresi dan marah-marah terhadap dirinya sendiri,

terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap

orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolong korban.

Perilaku tersebut kemudian mulai mempengaruhi prestasi akademik

korban. Beberapa dampak bullying yaitu;

1. Dampak Bagi Pelaku


Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso mengungkapkan

bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat

mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang

dari perspektif lain, tidak memiliki empati, menganggap bahwa dirinya

kuat dan disukai sehingga, dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya

di masa yang akan datang. Ketika melakukan bullying, pelaku akan

beranggapan bahwa memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan


7

terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan

terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak.

2. Dampak bagi korban dan siswa lain yang menyaksikan bullying

Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut maka, para siswa lain

yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku

yang diterima secara sosial. Pada kondisi ini, beberapa siswa mungkin

akan bergabung dengan pelaku bullying karena takut menjadi sasaran

berikutnya dan beberapa lainnya mungkin akan diam tanpa melakukan

apapun dan yang paling parah adalah merasa tidak perlu

menghentikannya.

Kesimpulan dari dampak bullying, dampak negatif adalah

terganggunya kesehatan fisik, menurunnya kesejahteraan psikologis

(yang tidak terlihat namun, bejangka panjang) seperti, rasa cemas

berlebihan, selalu merasa takut, depresi, sehingga, memiliki keinginan

untuk bunuh diri, kesulitan menyesuaikan diri di lingkungan sosial.

Dampak positif adalah dari setiap perkataan atau ejekan yang dilakukan

dari pelaku dapat dijadikan sebuah motivasi untuk melakukan intropeksi

diri dan termotivasi supaya tidak direndahkan lagi.


8

2.1.2 Kesehatan Mental

2.1.2.1 Definisi Kesehatan Mental

Mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kultur dimana,

seseorang tersebut tinggal. Hal yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu,

bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain, dan

demikian pula sebaliknya Sias (2006).

Menurut Pieper & Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaan

dimana, seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri,

memiliki estimasi yang realistis terhadap diri sendiri dan dapat menerima

kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam

hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya serta, memiliki

kebahagiaan dalam hidupnya.

Notosoedirjo & Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara

dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) sebagai berikut:

a) Karena tidak mengalami gangguan mental

b) Tidak jatuh sakit akibat stessor

b) Sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya

c) Tumbuh dan berkembang secara positif.

Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental. Orang yang sehat

mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit

dan gangguan jiwa. Vaillaint (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005), mengatakan
9

bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as the presence of successful

adjustmet or the absence of psychopatology” yang berarti sebagai adanya

penyesuaian yang berhasil tanpa adanya psikopatologi. Pengertian ini bersifat

dikotomis, bahwa orang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya. Sehat

jika tidak terdapat sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada gangguan psikis

maka,diklasifikasikan sebagai orang sakit. Sehat dan sakit mental itu bersifat

nominal yang dapat dibedakan kelompok- kelompok Notosudirjo & Latipun,

(2005) merumuskan pengertiaan kesehatan mental secara lebih komprehensif dan

melihat kesehatan mental secara ”positif”.

Mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus

tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab,

menemukan penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi biaya sendiri atau oleh

masyarakat) dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan

dalam budayanya. Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for

Mental Health) merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai kondisi yang

memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual

dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain. Masyarakat

yang sehat secara mental adalah masyarakat yang membolehkan anggota

masyarakatnya berkembang sesuai kemampuannya.

Konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia menyatakan bahwa, kesehatan

mental tidak cukup dalam pandangan individual tetapi juga mendapatkan


10

dukungan dari masyarakat untuk berkembang secara optimal. Berdasarkan

pemaparan tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental adalah

kesesuaian diri dengan lingkungan serta, tumbuh dan berkembang secara positif

serta, matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab dan memelihara aturan

sosial di dalam lingkungan.

2.1.3 Kepercayaan Diri

2.1.3.1 Pengertian Kepercayaan Diri

Setiap anak memiliki kepercayaan diri alami yang dibawa sejak lahir,

tetapi ada juga yang tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki sehingga,

rasa kepercayaan diri yang dimiliki tidak berkembang secara maksimal. Hal itu

dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek yaitu, berasal dari diri anak itu sendiri dan

juga dari lingkungan sekitar anak tersebut. Kepercayaan diri adalah suatu aspek

kepribadian yang penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut

yang sangat berharga pada diri seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa

adanya kepercayaan diri akan menimbulkan banyak masalah pada diri seseorang.

Kepercayaan diri sangat diperlukan, baik oleh seorang anak maupun orang tua,

secara individu maupun kelompok

Kamus psikologi menyebutkan bahwa, percaya diri adalah kepercayaan

akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuannya yang

dimiliki, serta dapat memanfaatkan secara tepat. Percaya diri berasal dari bahasa

inggris yakni, self confidence yang artinya percaya pada kemampuan, kekuatan
11

dan penilaian diri sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian tantangan diri

sendiri adalah berupa penilaian yang positif. Penilaian positif inilah yang nanti

akan menimbulkan sebuah motivasi dalam diri individu untuk lebih menghargai

diri sendiri. Adler (2009) menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling

penting adalah kebutuhan akan rasa percaya diri dan rasa superioritas. Rasa

percaya diri juga dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri

yang dimiliki setiap orang dalam kehidupan serta, bagaimana orang tersebut

memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep dirinya.

2.1.4. Remaja

2.1.4.1. Pengertian Remaja

Istilah “remaja” dalam bahasa inggris dikenal dengan puberty yang

berarti masa remaja/pubertas. Puberty sering diartikan sebagai masa tercapainya

kematangan seksual ditinjau dari aspek biologis. Di negara-negara barat, istilah

remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa latin

“adolescere” (kata bendanya adolescintia artinya remaja), yang berarti tumbuh

menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Masa remaja

adalah masa terdapat perubahan atau transisi dari anak-anak dan dewasa yang

diawali pada usia 12 tahun dan akan berakhir pada usia awal 22 tahun. Pada usia

remaja itulah fenomena seputar gaya hidup mudah dan cepat berkembang serta,

banyak diikuti oleh remaja perempuan.Usia remaja merupakan masa transisi

yang menjadikan remaja mudah mengikuti dan terbawa arus perubahan. Masa
12

remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa

kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan

biologis dan psikologis. Secara biologis ditandai dengan tumbuh dan

berkembangnya seks primer dan seks sekunder sedangkan, secara psikologis

ditandai dengan sikap dan perasaan, keinginan dan emosi yang labil atau tidak

menentu. Pada masa remaja, perubahan akhlak sering terjadi, baik itu perubahan

akhlak kearah baik maupun kearah yang tidak baik. Remaja adalah masa

peralihan antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan

anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum

memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Masa remaja ini,

anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisik maupun

perkembangan psikis anak. Remaja bukanlah anak-anak baik bentuk badan

ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah

matang. Hal serupa diungkapkan oleh Santrock (1973) bahwa remaja diartikan

sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia

remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Masa remaja awal, 12 -15 tahun

b. Masa remaja pertengahan, 15 – 18 tahun


13

c. Masa remaja akhir, 18 – 21 tahun

Konsep adolesen adalah fase perkembangan antara masa anak-anak dan

masa remaja. Hingga akhir abad ke-18, konsep Adolesen belum digunakan

untuk menunjukkan suatu periode tertentu dari kehidupan manusia. Sejak abad

ke-19 muncul konsep Adolesen sebagai suatu periode kehidupan tertentu yang

berbeda dari masa anak-anak dan masa dewasa. Terlepas dari kesulitan untuk

merumuskan definisi dan menentukan batas akhir masa remaja namun, saat ini

istilah “adolesen” atau remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan

suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang

ditandai oleh perubahan perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif

dan social.
14

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. M .Pd.I. (2010). Pendidikan & Psikologi Perkembangan,

Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Burhan Bungin. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Desmita. 2009. Pikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Imam Gunawan. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek,

Jakarta: Bumi Aksara.

Adilla, Nissa. 2009. Pengaruh Kontrol Sosial Terhadap Perilaku Bullying

Pelajar di Sekolah Menengah Pertama.Jurnal Krimonologi

Indonesia, 5(1), 56-66

Amalia, Dina. (2010). Hubungan Persepsi Tentang Bullying Dengan Intensi

Melakukan Bullying Siswa SMA Negeri 82 Jakarta. Skiripsi


15

(diterbitkan).Jakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah

Creswell, J. W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai