Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN

Dosen Pembimbing : Drs.ELIZON NAINGGOLAN,M.Pd

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2:
SUHENDRA (7222441006)
GIA CINTA SARIA MANIK (7223341008)
ELISABETH FITRYANY MANIK (7223341009)
PITRI AULIA U USMAN LUBIS (7221141009)

PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
segala aktivitas yang kita laksanakan dijalan kebenaran akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, maupun pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Bapak Elizon Nainggolan yang telah
memberikan arahan serta motivasi sehingga pembuatan makalah Filsafat Pendidikan” dapat
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan, tentu halnya
yang kami susun ini tidak mungkin luput dari kekurangan karena kesempurnaan hanya milik
Tuhan semata. Oleh karena itu, kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan hal-hal
yang mengganjal dihati mengenai makalah ini. Dan kami juga berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
A.Latar Belakang.........................................................................................................................
B.Rumusan Masalah....................................................................................................................
C.Tujuan......................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A.Pengertian Tinjauan Kekerasan Dari Berbagai
Landasan......................................................
B. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Dunia
Pendidikan...............................................
C.Tanggapan..............................................................................................................................
D.Solusi......................................................................................................................................
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................................
A.Kesimpulan.............................................................................................................................
..
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seorang guru sebagai pendidik adalah seorang yang telah berjasa besar bagi masyarakat
dan bangsa.Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat,maju atau mundurnya tingkat
kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada pendidikan dan
pengajaran yang diberikan oleh guru-guru terhadap muridnya.Makin tinggi pendidikan
guru,makin baik pula mutu pendidikan dan pengajaran yang diterima murid dan makin tinggi
pula derajat masyarakat.Oleh sebab itu guru harus berkeyakinan bahwa ia dapat menjalankan
tugas itu berusaha menjalankan tugas kewajiban sebaik-baiknya sehingga dengan demikian
masyarakat menginsafi sungguh-sungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru.
Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia,baik ditinjau dari sudut masayarakat
dan negara maupun ditinjau dari sudut keagamaan.Tugas seorang guru tidak hanya
mendidik.maka untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat
manjalankan tugas tersebut.Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat,yang ada dalam
Undang-Undang no. 12 tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan pengajaran di
sekolah untuk seluruh Indonesia.
Namun tidak semua guru menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik,
beberapa oknum guru senantiasa Melakukan kekerasan terhadap siswa baik kekerasan fisik
maupun psikisnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa kekerasan sering terjadi dalam dunia pendidikan?
2. Bagaimana dampak kekerasan pada siswa?
3. Bagaimana cara mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan?

C. TUJUAN
1. Mengidentifikasi penyebab terjadinya kekerasan pada siswa oleh guru.
2. Menguraikan dampak kekerasan guru terhadap siswa.
3. Mencari solusi yang yang tepat untuk mengatasi masalah kekerasan yang terjadi pada
siswa.
BAB II PEMBAHASAN

A.TINJAUAN KEKERASAN DARI BERBAGAI LANDASAN


Kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau
merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk
eksploitasi fisik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan
menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan
dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying. Pada kenyataannya, praktik bullying
ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas,
maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang
melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa
dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah.
Menurut Blask (1951) kekerasan, violence, adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak
adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang
tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan
fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum,
sehingga bertentangan dengan hukum. Menurut Webster, kekerasan adalah rough or
injurious physical force, action, or treatment, or an unjust or unwarranted exertion of force or
power, as against rights, laws, etc. (Webster). Maraknya tayangan-tayangan kekerasan dalam
dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya ataupun oleh siswa
terhadap temannya, seharusnya mampu membuka atau menggugah hati kita sebagai seorang
pendidik, bahwa tidak tertutup kemungkinan praktik bullying tersebut terjadi pula di
lingkungan sekolah kita masing-masing.
Kekerasan sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan.
Berikut ini paparan mengenai kekerasan bila ditinjau dari landasan pendidikan di indonesia:
1.Tinjauan dari landasan Hukum Pendidikan
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan:
*Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, “fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
*Tinjauan dari Landasan Psikologi Pendidikan
Dampak yang timbul dari efek kekerasan adalah siswa menjadi pendiam atau penyendiri,
minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak
konsentrasi dalam belajar, dan dalam beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan
bunuh diri. Kekerasan yang dilakukan oleh guru sangat bertentangan dengan pendapat
Freedman (Pidarta, 2007:220) yang menyatakan bahwa guru harus mampu membangkitkan
kesan pertama yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya. Sikap dan perilaku
guru sangat penting artinya bagi kemauan dan semangat belajar anak-anak. Jadi, hukuman
yang dilakukan oleh guru akan menjadi kesan negatif yang berdampak negatif pula dalam
proses belajar anak.
*Tinjauan dari Landasan Sosial Budaya
Pada landasan sosial budaya, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan hubungan
antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok serta mengembangkan nilai-nilai
budaya Indonesia. Namun, hal tersebut hanya menjadi wacana saat kekerasan terjadi dalam
pendidikan. Siswa tidak dapat mengembangkan hubungan yang baik antarindividu, individu
dan kelompok dan antarkelompok ketika “budaya senioritas” masih melekat di sekolah. Di
sisi lain, terkikisnya budaya bangsa yang dikenal dunia dengan sopan santunnya akibat
maraknya tindak kekerasan khususnya dalam dunia pendidikan.
*Tinjauan dari Landasan Filsafat Pendidikan
Begitu banyak kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan hal yang menyedihkan bagi
dunia pendidikan.Kekerasan seharusnya tidak terjadi di negara kita yang berfalsafah
pancasila,apalagi terjadi dalam dunia pendidikan,bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai denga sila ke dua pancasila.segala bentuk
kekerasan tentunya melanggar nilai-nilai kemanusiaan khususnya hak asasi manusia.dan
pelanggaran hak asasi manusia akan mendapatkan konsekuensi hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku di negara kita.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Penyebab kekerasan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan
makna kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera karena
hukuman fisik. Seharusnya guru memperlakukan murid sebagai subyek, yang memiliki
individual differences (Eko Indarwanto,2004). Selain itu kekerasan oleh guru pada siswa
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kurangnya pengetahuan guru bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa
atau merubah perilaku,
b. Persepsi guru yang parsial dalam menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan
sebatas menangani, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan itu,
c. Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam mengelola masalah guru lebih sensitive dan
reaktif,
d. Adanya tekanan kerja guru: target yang harus dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum,
materi, prestasi yang harus dicapai siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,
e. Pola yang dianut guru adalah mengedepankan factor kepatuhan dan ketaatan pada siswa,
mengajar satu arah (dari guru ke murid),
f. Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung
mengabaikan kemampuan efektif, sehingga guru dalam mengajar suasananya kering,
stressful, tidak menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi,
g. Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak
stabil, seperti berpikir pendek, emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-
rencana yang sulit diwujudkan.

C.TANGGAPAN :
Kasus di atas memperlihatkan adanya kontroversi bahkan kontradiksi antara ‘kenyataan
dan harapan’, antara konsep filosofis di dalam dunia pendidikan dengan realitas yang terjadi.
Meskipun ini sifatnya lebih kasuistik (terjadi di SMP antara seorang Guru dengan seorang
siswanya) artinya tidak mewakili seluruh perilaku antara Guru dan siswa di semua tempat,
tetapi hal ini merupakan kejadian yang memprihatinkan. Guru dan siswa adalah ‘partner’
yang perlu saling menghormati kedudukan masing-masing. Hal ini tidaklah mudah, karena
membutuhkan ‘kesadaran’ bersama. Dalam tingkat kesadaran yang tinggi, akan menimbulkan
sikap saling menghormati. Permasalahannya adalah pada aspek pendekatan Guru dan aspek
tanggapan siswa. Jika masing-masing pihak tidak pada kerangka pendekatan dan tanggapan
yang sesuai, maka yang muncul adalah ketidak-idealan perilaku yang mengakibatkan konflik,
bahkan sikap negatif. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kisah kasuistik di atas yakni
siswa berkata-kata atau berekspresi kasar dan jorok dan Guru memberikan hukuman. Jika
kasus ini dibiarkan atau tidak menemukan solusi yang tepat maka dapat berimbas pada
system ‘partner’ antara Guru dan siswa dan lebih jauh akan mempengaruhi wajah dunia
pendidikan selanjutnya. Untuk itulah konsep filosofis pendidikan hendaknya dipahami
dengan cermat dan diaplikasikan dengan bijaksana oleh mereka yang mencintai dunia
pendidikan dengan tujuan yang mulia itu.

TINJAUAN DARI FILSAFAT ONTOLOGIS


Pada hakekatnya bahwa pendidikan adalah untuk menanamkan nilai-nilai yang benar
kepada para siswa sehingga terjadi perubahan pola perilaku yang baik, yang normatif, yang
sesuai dengan ‘keyakinan akan sesuatu’ yang terbaik. Oleh karena ini proses internalisasi
nilai-nilai tersebut membutuhkan sosialisasi yang benar, sistematis dan berkelanjutan.
Tujuannya adalah agar semua pihak, terlebih siswa dapat mewarisi nilai-nilai tersebut dan
menerapkan dengan benar yang pada gilirannya nanti akan meneruskan pada generasi
berikutnya dengan perilaku-perilaku yang lebih baik.
Kenyataannya, ditemukan kasus dimana siswa berperilaku tidak baik, tidak benar, tidak
normatif yakni menulis kata-kata kotor dalam buku sakunya. Terlepas ini adalah ‘sebuah
ekspresi’ siswa tetapi jelas ini merupakan ‘ekspresi’ yang tidak normatif, tidak sesuai dengan
hakekat pendidikan dalam pandangan filsafat ontologis bahwa pada hakekatnya pendidikan
adalah untuk menanamkan ‘nilai-nilai’ yang baik. Bukan yang buruk. Siswa harus menjadi
insan yang benar, sesuai dengan nilai-nilai yang benar dan normative baik dari segi konsep
maupun perilakunya.
Hakekat Guru adalah pendidik, artinya guru adalah insan dan sekaligus profesi yang
mulia. Guru harus telah terinernalisasi nilai-nilai yang baik benar dan normatif. Pandangan,
sikap maupun perilakunya harus menjadi teladan bagi siswanya. Demikian pula dalam
menangani masalah-masalah kesiswaan haruslah tetap berorientasi pada tindakan yang
edukatif-normatif. Kenyataannya banyak di antara mereka yang kurang bersikap ‘mendidik’
tetapi lebih berorientasi pada ‘mengajar’ dalam arti cukup dengan transfer knowledge. Oleh
karena itu yang terjadi adalah banyak Guru yang pintar mengajar tetapi kurang berwibawa
dalam hal sosialisasi bahkan internalisasi nilai-nilai.
Hakekat Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sejak dini
orang tua hendaknya mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai yang benar dan normatif
dengan pendekatan yang informal dan penuh kasih sayang, tanpa kekerasan baik kekerasan
kata-kata maupun fisik. Dengan demikian anak telah dibekali nilai-nilai yang baik sejak dini.
Setelah anak-anak masuk dalam dunia pendidikan formal, peran orang tua justru harus
ditingkatkan sebagai partner anak-anaknya dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan
sang anak dan secara khusus terhadap masalah pendidikannya. Kenyataanya justru banyak
orang tua yang ‘cuek’ terhadap hal di atas dan bahkan hanya ‘pasrah bongkokan’ terhadap
pendidikan anak-anaknya. Hal ini tentu tidak benar.

TINJAUAN DARI FILSAFAT EPISTIMOLOGIS


Mendidik siswa pada dasarnya adalah mendewasakan mereka secara normatif. Hal ini
tentu membutuhkan tehnik-tehnik, metode-metode, strategi, cara-cara pendekatan yang baik
dan benar. Pendekatan yang dilakukan sejauh mungkin menggunakan pendekatan yang
edukatif, halus, lemah lembut. Artinya tanpa kekerasan karena kekerasan akan menimbulkan
bahkan mewariskan sikap-sikap kera berikutnya dan ini tidak tepat untuk dunia pendidikan
yang mulia ini. Ketepatan memilih pendekatan dalam mendidik adalah ‘seni’ yang tertinggi
dalam dunia pendidikan.
Kenyataannya, dalam kasus di atas terjadi proses ‘pemukulan’ terhadap siswa. Hal ini
jelas ‘kurang mendidik’ apa pun alasannya, walaupun Guru BP tersebut tersinggung.
Akibatnya orang tua banyak yang protes karena mungkin mereka tidak pernah melakukan hal
seperti itu kepada anaknya...apa pun alasannya.

DITINJAU DARI FILSAFAT AKSIOLOGIS


Inti dari penyelengaraan sekolah atau pendidikan adalah untuk menciptakan kualitas
pendidikan. Oleh karena itu Guru, Siswa, Karyawan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
Orang Tua / Wali siswa atau seluruh ‘stakeholder’ haruslah berkualitas juga. Artinya mereka
memiliki komitmen yang tingi bagi tercapainya tujuan dan proses penyelenggaraan
pendidikan secara berkesinambungan dan dalam filosofi pendidikan seumur hidup.
Kenyataannya. Misalnya ada oknum Guru yang orientasinya hanya bekerja mencari
kebutuhan hidup saja. Seharusnya Guru tidak semata-mata berorientasi kerja mencari nafkah,
tetapi harus terinternalisasi sikap ‘mengabdi’ secara positif dan berorientasi untuk mendidik
dan mendewasakan anak sesuai dengan nilai, norma dan tujuan pendidikan. Jika
kenyataannya Sekolah lebih berwatak industri. Guru bermental buruh! Maka akhirnya semua
Guru, baik Guru Negeri maupun swasta banyak yang tidak layak bahkan mengerikan.

D.SOLUSI
Karena sekolah dan guru yang kurang tegas maka murid jadi bebas sehingga tidak
mengindahkan norma-norma dan peraturan yang ada. Misalnya murid akan berpenampilan
seenaknya sendiri seperti preman atau spg, bebas bolos sekolah tanpa hukuman yang berat,
bebas melakukan kenakalan di luar batas kewajaran, meremehkan guru, dan lain sebagainya.
Oleh karena itulah maka diperlukan peran pemerintah untuk membuat delapan standar
pendidikan yang baik yang dapat membuat murid takut dalam artian yang baik. Guru
seharusnya boleh menghukum siswa yang nakal dan tidak disiplin dengan sedikit kekerasan
dan hukuman fisik agar para siswa-siswi takut dan terpacu untuk belajar, patuh, taat, hormat,
disiplin, bertanggung jawab, tahu aturan, dan lain sebagainya.
Beberapa solusi yang diberikan untuk mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah
diantaranyan adalah sebagai berikut:
1)Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah.
2)Mendorong/mengembangkan humaniasi pendidikan;
Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus,
Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik dan psikis.
3)Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak.
4)Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan,
pengalaman baru untuk mengembangkan kreativitas mereka.
5)Konseling,Bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga
mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk
menemukan jalan keluar yang terbaik.
6) Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan
di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik.
Selain solusi di atas aliran filsafat progresivisme dapat dijadikan solusi untuk menyikapi
kasus di atas.
Aliran progresivieme merupakan aliran filsafat pendidikan modern yang menghendaki
adanya perubahan pelaksanaan pendidikan menjadi lebih maju.Aliran progresivisme ini
mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak dan menjadikan
pendidik hanya sebatas sebagai fasilitaor, pembimbing, dan pengarah bagi peserta didik.
Adapun tujuan dari aliran progresivisme dalam pendidikan ialah ingin merubah praktik
pendidikan yang selama ini terkesan otiriter menjadi demokratis dan lebih menghargai
potensi dan kemampuan anak, serta mendorong untuk dilaksanakannya pembelajaran yang
lebih banyak melibatkan peserta didik. Dengan menerapkan aliran progresivisme dalam
pendidikan, harapannya dapat membahwa perubahan dan kemajuan pendidikan di Indonesia
menjadi lebih berkualitas, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Indonesia.

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam
pendidikan antara lain,landasan hukum, psikologi,sosial budaya dan filsafat. Hal ini dapat
dicegah apabila guru melaksanakan prinsip pendidikan tanpa kekerasan. Diharapkan dengan
penegakan disiplin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya
dengan marah-marah atau memukul.Diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan
tindakan kekerasan dengan temannya Pendidikan dengan kekerasan hanya akan melahirkan
traumatis-traumatis yang berujung pada pembalasan dendam, dan kita semua pasti tidak
menghendaki hal demikian terus berlanjut tanpa berkeputusan yang akan melahirkan
generasi-generasi penuh kekerasan. pendidik dituntut untuk memahami jiwa peserta didik.
Yang perlu dicatat adalah bahwa tugas dan kewajiban mereka bukan hanya sebagai
penyampai dan pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga sekaligus
counsellor (pembimbing) dan suri teladan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://mmpfkipuksw33.weebly.com/sri-makmuri-942015014/jika-murid-salah-
bolehkah-guru-menghukum-murid
Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 5 No. 1 Januari 2017 | 17
https://www.researchgate.net/publication/
342666244_ALIRAN_PROGRESIVISME_DALAM_PENDIDIKAN_DI_INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai