Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah istilah untuk anak yang sering menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk bekerja serta menjadikan jalanan sebagai tempat untuk
tidur. Anak jalanan memiliki ciri berpenampilan kumal dan luntang lantung di
jalanan karena tidak diurus dengan baik oleh orang tua (UNICEF, 2001). Anak
jalanan adalah anak yang berada pada rentang usia 5 sampai 21 tahun dan sering
menghabiskan waktunya untuk beraktivitas/bekerja di jalanan seperti bermain,
menjual manisan, mengamen dan lain lain. Selain itu, pekerjaan yang dilakukan
anak jalanan pun kerap mengganggu masyarakat (Hasanah & Putri, 2018).
Menurut Konvensi Hak Anak memaparkan bahwa pengertian anak jalanan
adalah anak yang berada dalam suatu kelompok tertentu yang berada dalam
kesulitan hidup. Kesulitan hidup mereka bisa berupa terbatasnya ekonomi, tidak
mendapatkan pendidikan, kesehatan dan lain lain sehingga harus diberikan
penanganan (Rahmaveda, 2017). Undang Undang No.35 Tahun 2014 pun
memberikan pengertian tentang anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi
kebutuhannya secara wajar baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Rasyid &
Jelita, 2019). Adanya beberapa pengertian tersebut memberikan penjelasan yang
sama bahwa anak jalanan adalah anak yang berada pada usia yang masih sangat
muda dengan hidup tak terurus, kesulitan dari segi ekonomi dan lebih banyak
menghabiskan waktunya di jalanan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup.
2. Masalah Anak Jalanan
Astri (2014) mengemukakan kebutuhan anak jalanan yang masih belum terpenuhi
yaitu:
a. Kesehatan
Aktivitas anak jalanan yang sering kali dilakukan di jalan dengan polusi, cuaca,
dan kondisi lingkungan yang kotor sangat beresiko. Anak jalanan yang
berkekurangan secara ekonomi tidak akan lagi mempedulikan masalah kesehatan
namun akan lebih memedulikan bagaimana cara untuk mencari biaya makan.
Anak jalanan yang selalu beraktivitas, bekerja atau bahkan tidur di luar rumah
sangat beresiko bagi kesehatannya.
Anak jalanan sangat rentan terkena penyakit seperti diare, infeksi kulit,
gangguan saluran pernafasan bahkan anak jalanan yang beraktivitas di jalanan dan
terlepas dari pantauan orang tua sangat rentan terjangkit penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS) sampai HIV AIDS karena pergaulan bebas yang dilakukan dengan
lawan jenis. Anak jalanan yang tidak mendapat perhatian keluarga akan sangat
berbeda dengan anak jalanan yang memiliki keluarga, Perbedaan antara anak
jalanan yang mempunyai keluarga dengan yang tidak dapat dillihat dari pakaian
yang dikenakan. Anak jalanan yang memiliki keluarga akan berpakaian relatif
bersih sedangkan anak jalanan yang tidak memiliki keluarga akan cenderung
berpakaian kumal karena tidak ada yang mengurus.
b. Pemenuhan pengembangan mental, sosial dan spiritual
Anak jalanan yang masih punya keluarga biasanya mendapat dukungan dari
orang tua untuk bekerja di jalanan. Namun, disamping itu untuk pemenuhan
kebutuhan kadang anak diberi tekanan dan tindakan kekerasan. Anak jalanan
sengaja dipaksa bekerja di jalanan dan jika tak mendapat hasil yang banyak anak
akan diberi hukuman berupa kekerasan seperti dikurung dan dipukul oleh orang
tua. Tentu hal ini akan berdampak pada perkembangan mental anak.
c. Tidak mendapat hak sipil
Nasib anak jalanan sangatlah miris banyak hak-hak yang seharusnya dimiliki
tapi dihilangkan begitu saja. Salah satu masalahnya adalah memperoleh hak sipil.
Anak jalanan yang tak memiliki akta kelahiran akan sangat sulit diberikan
perlindungan ketika pelanggaran HAM yang terjadi. Anak jalanan seperti raga
yang tak dianggap yang ada namun tidak tercatat sebagai penduduk negara. Anak
jalanan yang tidak tercatat sebagai penduduk negara akan kesulitan untuk
mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan lain lain. Anak jalanan pun akan
sulit berkembang karena dengan tidak dilegalkannya anak jalanan menjadi
penduduk sama saja seperti memarginalkan dan akan berdampak pada
perkembangannya karena tidak dilibatkan dalam proses pembangunan negara.
d. Hak mendapat pendidikan
Anak jalanan pada saat ini realitanya tak mendapat pendidikan yang layak
karena berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah karena pihak sekolah tak mau
menerima anak jalanan menjadi siswa dengan alasan dapat memberikan pengaruh
yang buruh kepada siswa yang lain. Anak jalanan pun sering tidak menghadiri
proses pembelajaran dan justru lebih tertarik untuk bekerja dijalanan. Hal tersebut
terjadi karena anak jalanan menganggap di sekolah terlalu banyak aturan dan
membosankan. Biaya sekolah yang kian mahal pun semakin mempersulit anak
untuk mengenyam pendidikan dengan pendapatan orang tua juga kurang.
3. Karakteristik Anak Jalanan
Menurut Hidayat (2017) anak jalanan dikelompokkan menjadi :
a. Children on the street
Anak jalanan yang berada pada kategori ini adalah anak jalanan yang
beraktivitas dijalanan untuk memenuhi ekonomi. Children on the street masih
bersama dengan keluarganya sehingga sebagian dari anak jalanan yang berada
pada kategori ini masih bersekolah. Namun anak jalanan dikategori ini hanya
bekerja dijalanan untuk membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi.
b. Children of the street
Anak jalanan yang berada pada kategori ini adalah anak jalanan yang hampir
atau menghabiskan seluruh waktunya di jalanan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sampai interaksinya. Anak yang hidup dijalan hampir atau bahkan tidak
lagi berhubungan dengan keluarganya. Anak jalanan yang berada pada kategori
ini hanya bertemu keluarganya 3 bulan sekali atau 1 tahun sekali dan selebihnya
lebih banyak digunakan untuk menghabiskan waktu dijalanan.
c. Children from families of the street
Anak yang berada pada kategori ini adalah anak jalanan yang bekerja dijalan
bersama dengan orang tuanya. Anak jalanan bersama orang tuanya menggunakan
jalanan sebagai tempat untuk tinggal maupun mencari nafkah untuk kebutuhan
sehari hari. Hubungan antara anak jalanan dan keluarganya kemungkinan sangat
kuat.
4. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
Sabaruddin dkk (2018) mengemukakan anak putus sekolah dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu faktor eksternal dan internal yaitu:
a. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu yang meliputi :
1. Lingkungan Keluarga
Faktor dari dalam keluarga hingga membuat anak putus sekolah dipengaruhi
oleh kurangnya motivasi orang tua kepada anaknya untuk bersekolah. Kurangnya
perhatian dari orang tua membuat anak memutuskan untuk berhenti sekolah.
Selain itu karena sikap orang tua terlalu mengekang anak, memarahi atau bahkan
diberikan pekerjaan rumah terlalu banyak pun dapat membuat anak merasa jenuh.
Faktor dari dalam keluarga pun juga dipengaruhi kurang pengetahuan orang tua
dalam hal mendidik anak. Banyak orang tua yang beranggapan dengan menitip
anak belajar disekolah itu sudah tercukupi. Namun, anak tetap butuh untuk diberi
perhatian dirumah seperti memberi motivasi dengan menemani belajar dan segala
macam.
2. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah sebagai tempat belajar sekunder bagi bagi anak setelah
dirumah menjadi tempat yang penting. Namun tidak menutup kemungkinan
interaksi anak dan guru di sekolah tidak berlangsung dengan nyaman. Hubungan
dengan teman yang tak baik atau sering di bully pun menjadi faktor hingga
membuat anak memilih untuk berhenti sekolah saja.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan tempat bagi anak untuk berinteraksi secara
langsung. Anak dalam suatu masyarakat akan berinteraksi satu sama lain
kemudian disitulah anak sangat rentan terpengaruhi dampak negatif pergaulan
ketika lepas pantauan orang tua. Lingkungan yang tak sehat bagi anak seperti
minum menuman keras, memakai narkoba dan lainnya. Ketika sudah terpengaruhi
untuk mencoba narkoba lambat laun anak akan ketagihan dan akhirnya akan lebih
tertarik dan memilih untuk bergaul dengan lingkungan negatif yang baru dikenal
itu.
4. Lingkungan Ekonomi
Banyak dari anak jalanan yang putus sekolah sekolah karena kendala ekonomi.
Orang tua tak mampu membiayai anak pendidikan karena rendahnya pendapatan.
Biaya pendidikan yang kian mahal pun semakin menyulitkan orangtua untuk
menyekolahkan anak sehingga anak yang mulai merasa tidak diberi fasilitas oleh
orangtua untuk memenuhi alat yang dipakai belajar, secara perlahan akan
membuat anak kehilangan gairah untuk melanjutkan sekolah.
Berhubungan dengan faktor ekonomi, ternyata anak memilih bekerja menjadi
anak jalanan karena adanya dorongan dari orang tua. Awalnya orang tua tidak
setuju untuk mengijinkan anaknya bekerja di jalanan tetapi mereka terpaksa
karena pendapatan yang sangat minim. Hal ini di diketahui berdasarkan penelitian
dimana sebanyak 63 persen orang tua mendukung dan sebanyak 13 persen tidak
mendukung anaknya untuk bekerja di jalanan. Presentasi pendapat ibu-anak
jalanan pun banyak memberikan penolakan mereka dengan peraturan pemerintah
terkait penerbitan anak jalanan. Pemerintah sudah mengadakan penyuluhan usaha
bersama melalui LSM namun tak banyak yang ikut karena alasan usaha bersama
menurut mereka tidak dapat membantu perekonomiannya (Wihyanti, 2019).
b. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu:
1. Minat (kemauan)
Adanya minat akan membuat anak tertarik untuk melakukan sesuatu. Anak
yang tidak memiliki minat bersekolah maka tidak akan tertarik pula untuk tekun
dan rajin belajar disekolah. Kurangnya minat anak untuk bersekolah bisa
dipengaruhi oleh ketidaknyaman dengan proses belajar, tidak menyukai mata
pelajaran tertentu atau berawal dari sikap awal yang malas untuk sekolah selalu
ditumbuhkan oleh keluarga.
2. Kepercayaan Diri
Anak memerlukan rasa percaya diri tentang kemampuannya untuk melakukan
sesuatu. Kepercayaan diri yang kurang pada anak dalam menghadapi
kesulitan/hambatan dalam kehidupan sekolah dapat mempengaruhi prestasinya.
Rasa tidak percaya diri pada anak secara perlahan akan membuat anak kehilangan
gairah untuk melanjutkan sekolah.
5. Perkembangan Perilaku Sosial Anak Jalanan
Menurut Puruhita, Suyahmo, dan Atmaja (2016), perilaku sosial anak jalanan
dapat dilihat melalui beberapa hal sebagai berikut :
a. Sopan Santun
Perilaku anak jalanan yang berhubungan dengan sopan santun meliputi tentang
bagaimana penggunaan kata kata kotor, perilaku pada orang tua, teman sebaya,
lawan jenis, dan pengguna jalanan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Puruhita, dkk (2016) anak jalanan terbiasa menggunakan kata kata kotor itu
terjadi karena terbiasa walaupun anak jalanan hanya melayangkan kata kata kotor
tersebut pada teman sebayanya. Perilaku anak jalanan itu pun dapat memberikan
dampak negatif bagi perkembangan psikologisnya serta bagi orang lain yang
mendengar.
b. Pergaulan
Perilaku sosial anak jalanan dalam pergaulan terbagi menjadi 2 kategori.
Kategori pertama anak jalanan yang melakukan perilaku menyimpang seperti
mengonsumsi narkoba dan lain lain. kategori kedua anak jalanan yang
mempengaruhi orang lain. Hal tersebut terjadi karena lingkungan pergaulan
sangat berpengaruh pada anak jalanan. Dampak negatif perilaku anak jalanan
adalah ketika sudah mengonsumsi alkohol. Anak jalanan yang berada dibawah
pengaruh alkohol dapat menganggu ketertiban masyarakat serta bagi kesehatan
fisik anak jalanan itu sendiri.
c. Interaksi dengan Lawan Jenis
Perilaku anak jalanan dalam berinteraksi dengan lawan jenis memilki dampak
positif dan dampak negatif tersendiri. Dampak positifnya adalah dengan interaksi
anak jalanan dengan lawan jenis dapat menambah koneksi pertemanannya
sedangkan dampak negatifnya adalah kadangkala interaksi anak jalanan dengan
lawan jenis yang terlalu bebas dapat membuat anak jalanan terjerumus kedalam
seks bebas. Problematika seks bebas yang terjadi pada anak jalanan merupakan
hal yang patut menjadi perhatian.
Berdasarkan penelitian tersebut ternyata sistem sosial mempengaruhi perilaku
individu dan sistem sosial mempengaruhi perilaku anak jalanan. Hal ditunjukkan
dengan anak jalanan yang terpengaruh oleh lingkungannya serta sejalan dengan
teori Habitus Arena dari Pierre Bourdieu yang mengatakan bahwa suatu praktik
sosial dipengaruhi oleh habitus dan arena dimana habitus adalah kebiasaan yang
secara tidak sengaja dilakukan oleh individu dan arena adalah tempat
dilakukannya kebiasaan tersebut. Penelitian ini membuktikan bahwa perilaku
sosial anak jalanan dibentuk oleh habitus dan arena. Menurut Pierre Bourdieu,
habitus dan arena itu membentuk suatu realitas sosial. Implementasi pernyataan
Pierre Bourdieu dibuktikan dengan perilaku anak jalanan yang suka berbicara
kotor dengan teman sebaya. Hal tersebut terjadi karena anak secara tidak sadar
terpengaruh oleh lingkungan.
6. Pendidikan dan Kewirausahaan
Permasalahan utama yang dihadapi anak jalanan sebenarnya berada pada
pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut meliputi ekonomi,
pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman, dan
pakaian. Anak jalanan juga merupakan generasi penerus bangsa sehingga anak
jalanan juga mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan untuk meraih masa
depan yang cerah (Rahadi & Sedyastuti, 2014).
Kegiatan pendidikan seperti membaca dan menghitung dapat memenuhi
kebutuhan dasar anak jalanan dalam menjalani kehidupan sehari hari karena
keterampilan membaca dan menulis yang sangat minim akan menimbulkan resiko
yang sangat besar bagi mereka untuk menjadi korban kejahatan. Ternyata untuk
kemampuan membaca/literasi sekitar dua pertiga penduduk indonesia yang paling
banyak adalah perempuan. Literasi yang kurang akan membuat perempuan sulit
untuk mendapatkan pekerjaan dan perempuan yang buta aksara pun akan sangat
rentan terhadap kekerasan, dikucilkan dan sebagainya. Hal tersebut bisa terjadi
karena memang dengan belajar membaca, menulis, maupun menghitung mereka
akan lebih mudah menyerap informasi yang berasal dari luar (Wihyanti, 2019).
Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup membuat anak jalanan harus tetap
mencari nafkah di jalanan. Hal ini didukung melalui teori aksi dimana setiap
manusia itu bertindak atas keinginan atau kesadaran diri sendiri. Manusia hanya
bertindak sebagai subjek untuk mencapai tujuan tertentu (Fahrihah & Saidah,
2014). Selain pendidikan, fokus utama untuk penanganan masalah anak jalanan
sendiri adalah melalui berwirausaha untuk meningkatkan kualitas hidup (Rahadi
& Sedyastuti, 2014). Pemberdayaan secara harfiah memilki arti membuat individu
berdaya (Sakman, 2016).
Pendidikan dan kewirausahaan dapat dirangkaikan bersama untuk dijadikan
solusi masalah ini. Hidayat (2017) mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang
orang yang dapat menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya. Hal
tersebut berarti bahwa semua orang dapat berwirausaha asalkan mau belajar. Oleh
karena itu berwirausaha adalah semangat, maupun kemampuan untuk memberi
tanggapan positif pada setiap peluang untuk kepentingan pribadi maupun orang
lain.

Anda mungkin juga menyukai