Anda di halaman 1dari 4

Analisis Faktor Penyebab Anak Jalanan Di Kota Medan

Ajeng Asri Audi, Meisya Amalia, Tania Evelyn

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan


Alam,Universitas Negeri Medan, Medan 20232, Indonesia
-

Abstract: Street children are isolated, marginal and alienated children from
loving care because most of them of relatively early ages have had to endure
harsh, even hostile, urban environments. As for the purpose of this study, it is
to know the underlying factors in the existence of street children. As for the
interviews from street children in the terrain there are some jobs to do as
merchants and beggars, and they are done on their own and some because of
social factor

Kata kunci: Anak Jalanan, Pengamen, Tatanan Hidup

Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal dan teralienasi


dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini
sudah harus bertahan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat
tidak bersahabat. Di kota-kota besar di Indonesia, akan sangat mudah
menemukan anak-anak jalanan di hampir setiap sudut kota. Begitu pula dengan
di Medan, sangat mudah menemukan anak-anak jalanan baik di jalanan, bus
kota sampai di pasar-pasar tradisional. Himpitan ekonomi membuat mereka
tidak punya pilihan dan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara
sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum. Terkadang
mereka terpaksa melakukan segala cara untuk memperoleh makanan dan
keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Mereka sering dicap sebagai
pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga razia atau
penggarukan sudah biasa mereka alami.
Di kota besar seperti Medan yang serba gemerlap dan keras, anak
jalanan tidak hanya rawan berperilaku patologis seperti merokok,
minumminuman keras atau berkelahi, tetapi juga tak jarang terjerumus dalam
tindakan kriminal. Seperti sering dilaporkan di berbagai media massa, bahwa
sebagian anak jalanan terkadang tertangkap basah melakukan tindakan
pencurian atau perampasan barang milik orang lain, apakah itu assesoris mobil
atau handphone. Mereka tidak hanya melakukan tindakan pencopetan atau
pencurian kecil-kecilan, terkadang terjadi anak-anak berkonflik dengan hukum
karena melakukan tindakan kriminal yang tergolong berat, seperti perampokan
atau pembunuhan. Dari perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
para anak jalanan, terlihat bahwa kehidupan yang mereka jalani di jalanan
merupakan kehidupan yang bebas. Mereka bisa melakukan tindakan kekerasan
bahkan sampai pada tindakan kriminal tanpa ada larangan atau kontrol dari
orang dewasa.
Hal ini tentu saja berbeda jika anak-anak ada dibawah perlindungan
orang dewasa misalnya berada di tempat penampungan atau rumah singgah,
rumah singgah adalah suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara
anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.Dengan salah
satu tujuan rumah singgah yaitu membentuk kembali sikap dan perilaku anak
yang se
suai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat akan membantu anak-
anak jalanan yang terbiasa hidup bebas dan tanpa aturan untuk bisa
mempelajari nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga
masalah-masalah yang sering ditimbulkan oleh para anak jalanan dapat
dihindari.
Usia anak-anak yang hidup di jalanan pun bervariasi, mulai dari usia
anak-anak sampai dewasa. Bagi anak jalanan yang sudah memasuki usia
remaja, ia akan memasuki tahap perkembangan baru sesuai dengan tahap
perkembangan Erickson yaitu tahapan identitas vs kebingungan peran. Mereka
menghadapi konflik dan tuntutan sosial baru yang merupakan tugas utama
remaja, yaitu: membangun pemahaman baru mengenai identitas ego – sebuah
perasaan tentang siapa dirinya dan apa tempatnya di tatanan social yang lebih
besar. Pada tahap ini mereka mulai mencari tentang makna hidup dan
bagaimana kehidupan mereka selanjutnya. Bagi remaja yang berhasil melalui
tahap perkembangan ini maka ia akan mempunyai pandangan yang lebih positif
tentang dirinya dan kemampuan dirinya. Begitu pula dengan anak-anak jalanan.
Ketika mereka mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan mereka
dengan keluar dari kehidupan jalanan dan berhasil akan mempengaruhi konsep
dirinya sendiri yang lebih positif.
Kondisi ideal bagi anak dan remaja adalah bersekolah dan hidup
bersama dibawah perlindungan orangtuanya. Pada kenyataannya, anak jalanan
tidak mendapatkan pendidikan dan kasih sayang yang merupakan hak dari
setiap anak. Sejak usia dini, anak-anak tersebut terpaksa hidup dijalanan yang
keras dan terkadang menjadi korban child abuse orang dewasa di lingkungan
sekitarnya. Seorang anak jalanan yang terbiasa hidup dalam suasana keras
dengan tekanan kebutuhan ekonomi yang mesti dicukupi sendiri, akan rawan
terjerumus dalam ulah yang menyimpang dari norma umum masyarakat.
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang diinginkan
oleh siapa pun, melainkan keterpaksaan yang harus diterima mereka karena
adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena
yang menuntut perhatian semua pihak. Secara psikologis mereka adalah anak-
anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional
yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan
dunia jalanan yang keras dan cenderung negatif bagi pembentukan
kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial.
Dimana labilitas emosi dan mental mereka ditunjang dengan penampilan yang
kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap
anak jalanan yang diidentikkan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka
mencuri, sampah bagi masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu
stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alineatif
mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung
sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa
mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.

METODOLOGI
1. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dikota medan disekitaran lampu merah
terdekat yang terdapat anak jalanan. Adapun metode yang dipakai pada
penelitian ini adalah berupa wawancara kepada sejumlah anak yang ada
dijalanan. Guna wawancara pada analisis ini, yaitu untuk mengetahui jawaban
anak mengenai kehidupan sosial anak yang ada dijalanan kota medan.
2. Jenis dan Sumber data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data yang bersifat
kualitatif brupa data primer, dimana Data primer adalah data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat baik, dilakukan melalui wawancara,
obeservasi dan alat lainnya (Subagyo, 2004 :87). Data ini diperoleh dari hasil
observasi dan wawancara dengan anak-anak jalanan yang ada di sekitaran kota
medan

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab
tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang
gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah
kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman
sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang
diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di
kota.
Ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap
timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (struktural dan
pribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (faktor intern dan ekstern),
faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan
faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000:11)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan
berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena:

1. Kekerasan dalam keluarga


2. Dorongan keluarga
3. Ingin bebas
4. Ingin memiliki uang sendiri pegaruh teman

Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab


munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di samping
karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan didapatkan hasil
bahwa anak jalanan yang kami temui yaitu anak perempuan dan laki laki
dengan usia berkisar antara 8 tahun sampai dengan 15 tahun. Terdapat beberapa
macam pekerjaan yang dilakukkan oleh anak jalanan yaitu salah satunya
berjualan dan mengamen. Adapun tingkat pendidikan anak jalanan tersebut
yaitu masih bersekolah dibangku Sekolah Dasar (SD) kelas 3 sampai dengan
kelas 3 Sekolah Menengan Pertama (SMP).
Pada umumnya alasan mereka bekerja yaitu tidak berdasarkan keinginan
mereka sendiri melainkan ingin membantu orang tua, kakek dan nenek serta
ingin mendapatkan uang untuk jajan, ada pula yang bekerja untuk mencukupi
kebutuhan sehari hari serta membayar uang sekolah.
Maka dari itu, untuk mengurangi adanya anak jalanan pemerintah kota
khususnya kota Medan seharusnya lebih tegas dan lebih memperhatikan
kehidupan anak-anak jalanan diantaranya dengan program-program bantuan
masyarakat kurang mampu, program pelatihan dan keterampilan, , penertiban
anak jalanan secara rutin dan berkala, dan mendirikan rumah singgah atau LSM
untuk anak jalanan sehingga tidak ada lagi anak-anak yang berkeliaran di
jalanan dan kepada orang tua anak jalanan agar dapat memberikan perhatian
yang lebih

terhadap anak-anaknya dan melarang anak-anaknya untuk bekerja di jalanan


dan diarahkan agar dapat belajar dengan baik dan terus bersekolah agar
nantinya dapat memperbaiki ekonomi keluarga dan mengangkat kehidupan
keluarga dari kesusahan dan yang lebih penting lagi agar tercapainya cita-cita
anak tersebut.

KESIMPULAN

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk


bekerja atau tinggal di jalanan dan di tempat-tempat umum seperti perempatan
lampu merah, terminal, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Di Kota Medan
sendiri khususnya pada perlintasan lampu merah terdapat empat model anak
jalanan yaitu: pengamen, pengemis, pedagang koran, pedagang mainan,
kemoceng mobil, dan pedagang makan-minuman kecil. Adapun dari hasil
wawancara pekerjaan yang dilakukan yaitu berjualan makanan berupa
gorengan, kue bakpau dan lainnya serta mengamen, dan hal tersebut bukan dari
kemauan mereka sendiri

REFERENSI

Kushartati, S. (2004). Pemberdayaan Anak Jalanan. Humanitas: Jurnal


PsikologiIndonesia, 1(2), 24530
Purwoko, T. (2013). Analisis faktor-faktor penyebab keberadaan anak jalanan
dikota Balikpapan. Jurnal Sosiologi, 1(4), 13-25
Yenti, Z., Huda, S., & Piadi, A. (2008). Anak jalanan disimpang lampu merah
telanaipura kota jambi (analisis terhadap dampak eksploitasi anak).
kontekstualita: jurnal penelitian sosial keagamaan, 23(2), 37138
Ahira, Anne. Memfasilitasi Pendidikan bagi Anak Jalanan, (online),
(http://anneahira.com)
Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan, (online),
(http://anjal.blogdrive.com)
Syaifudin. Ketidakberfungsian Lembaga Pemerintah terhadap Masalah Putus
Sekolah, (online), (http://edukasi.kompasiana.com)

Anda mungkin juga menyukai