Anda di halaman 1dari 5

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM MEMBERI PELAYANAN TERHADAP ANAK

JALANAN
Muthia Azahra1, Salma Yumna2, Sekar Puspita Sari3, Mutiara Nabila4, Diandra Firdha
Azizah5
muthiaazahray@gmail.com, salmaayumna09@gmail.com, sekarps2702@icloud.com,
mutiaranab@icloud.com, diandrafirdha62@gmail.com.

Abstrak
Permasalahan anak jalanan merupakan masalah yang sering terjadi di kota kota besar seperti
Surabaya, Jakarta dan Bandung. Permasalahan yang muncul biasanya dirasakan anak tersebut
dimana pada hakekatnya anak harus mendapatkan hak hidup layak namun mereka harus
merasakan kerasnya hidup dijalan. Menurut UU No. 23 Tahun 2002 perlindungan anak sudah
diatur, dan pendidikan anak telah diprogramkan oleh pemerintah melalui wajib belajar 9 tahun,
tetapi banyak orangtua baik secara sengaja maupun tanpa sadar, telah menjadikan anak-anak
mereka sebagai pekerja dan sebagai anak jalanan. Melalui PKSA, diharapkan dapat
meminimalisasi menjamurnya anak jalanan.
Kata Kunci : Anak Jalanan, Pekerja Sosial, Hak

PENDAHULUAN
Fenomena anak jalanan menjadi salah satu permasalahan sosial yang cukup kompleks bagi kota-
kota besar di Indonesia. Apabila dicermati dengan baik, ternyata anak jalanan sangat mudah
ditemukan pada kota-kota besar. Mulai dari perempatan lampu merah,stasiun kereta api,terminal,
pasar, pertokoan, bahkan mall, menjadi tempat-tempat anak jalanan melakukan aktivitasnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka biasanya memang dikoordinir oleh kelompok yang rapi
dan profesional, yang saat ini sering disebut sebagai mafia anak jalanan. Setiap anggota
kelompok tersebut memiliki tugasnya masing-masing. Ada yang melakukan mapping di setiap
perempatan jalan, ada yang mengatur antarjemput, dan lain-lain. Di sini, terjadi eksploitasi
terhadap anak dan menjadikan mereka sebagai ladang bisnis. Sangat memprihatinkan, hal ini
terjadi justru atas persetujuan orang tua mereka sendiri, yang juga tak jarang berperan sebagai
bagian dari mafia anak jalanan.
Menjadi anak jalanan bukan pilihan hidup yang diinginkan oleh setiap orang dan bukan pula
pilihan yang menyenangkan, terutama terkait dengan keamanannya. Anak jalanan sering
dianggap sebagai masalah bagi banyak pihak, yang disebut sebagai ‘sampah masyarakat’. Telah
banyak peraturan dibuat untuk mengatasi fenomena ini, namun belum ada yang membuahkan
hasil. Jumlah anak jalanan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah banyak dan sebagian
besar hidup dalam dunia kriminal. Harus ada jalan keluar atau solusi untuk bisa mengurangi
intensitas mereka di jalan, misalnya pihak pemerintah setempat bekerjasama dengan pihak
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau komunitas–komunitas yang menangani anak
jalanan, misalnya diberikan pembinaan dengan tujuan akhir bahwasanya anak tersebut bisa
meninggalkan jalanan, atau diberikan pendidikan formal atau non formal bagi si anak tersebut
atau rumah singgah untuk minimalisir anak tersebut tidak turun ke jalan lagi.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Jalanan
Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk

1
mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya
tinggi.
Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen Sosial (2001:
30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan
untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka
berkisar dari 6 tahun sampai 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam
dalam satu hari. Pada dasarnya anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan demi mencari
nafkah, baik dengan kerelaan hati maupun dengan paksaan orang tuanya.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang
sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-tempat umum lainnya baik untuk
mencari nafkah maupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah, ada beberapa anak yang rela
melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan kesadaran sendiri, namun banyak pula
anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan (mengemis, mengamen, menjadi penyemir sepatu,
dan lain-lain) oleh orang-orang di sekitar mereka, entah itu orang tua atau pihak keluarga lain,
dengan alasan ekonomi keluarga yang rendah. Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6 –
18 tahun, berada di jalanan lebih dari 4 jam dalam satu hari, melakukan kegiatan atau berkeliaran
di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi.

B. Penyebab Munculnya Anak Jalanan


Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan, yaitu:
1. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan
jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan
terhadap anak menjadi berkurang.
2. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah
dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota
keluarga yang besar.
3. Terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan
bekerja di jalanan.
4. Orang tua memperkerjakan anak sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang
seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.
Kehidupan rumah tangga asal anak-anak tersebut merupakan salah satu faktor pendorong
penting. Banyak anak jalanan berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan,
baik itu perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua baik karena
meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini kadang semakin diperparah
oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak. Keadaan rumah tangga yang
demikian sangat potensial untuk mendorong anak lari meninggalkan rumah.
Faktor lain yang semakin menjadi alasan anak untuk lari adalah faktor ekonomi rumah tangga.
Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, semakin banyak keluarga miskin yang
semakin terpinggirkan. Situasi itu memaksa setiap anggota keluarga untuk paling tidak bisa
menghidupi diri sendiri. Dalam keadaan seperti ini, sangatlah mudah bagi anak untuk terjerumus
ke jalan.
Tidak adanya perlindungan orang dewasa ataupun perlindungan hukum terhadap anak-anak ini,
menjadikan anak-anak tersebut rentan terhadap kekerasan yang berasal dari sesama anak-anak itu
sendiri, atau dari orang-orang yang lebih dewasa yang menyalahgunakan mereka , ataupun dari
aparat. Bentuk kekerasan bermacam-macam mulai dari dikompas (dimintai uang), dipukuli,
diperkosa, ataupun dirazia dan dijebloskan ke penjara. Namun, anak-anak itu sendiri juga

2
berpotensi menjadi pelaku kekerasan atau tindak kriminal seperti mengompas teman-teman lain
yang lebih lemah, pencurian kecil-kecilan, dan perdagangan obat-obat terlarang.

C. KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK JALANAN


Kesejahteraan sosial menurut definisi Undang Undang no 11 tahun 2009 adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negaranya. Dalam pedoman
pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial (2010), kesejahteraan sosial anak adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial anak agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Demi mencapai kesejahteraan anak, maka anak harus mendapatkan hak-haknya. Hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara agar anak terlindung dari kekerasan dan
penyalahgunaan. Hak anak bertujuan untuk memastikan bahwaa setiap anak memiliki
kesempatan untuk mencapai pontensi mereka secara penuh.
Hak dasar seorang anak adalah mendapatkan kesempatan untuk hidup, mendapatkan kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi, dan mendapatkan
perlindungan. Hak-hak dasar itu semua tidak didapatkan oleh para anak jalanan.
Guna meningkatkan kesejahteraan anak jalanan, kita harus memperhatikan agar semua hak- hak
mereka terpenuhi. Berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989, ada 10 hak yang harus
diberikan untuk anak kita. Berikut di antaranya:
1. Hak untuk bermain
Anak jalanan tidak mendapatkan haknya untuk bermain sebab mereka menghabiskan waktunya
untuk bekerja mencari nafkah. Tempat bermain anak jalanan adalah di jalanan. Jalan adalah
tempat untuk bermain, mencari nafkah, dan menghabiskan waktu untuk istirahat. Pemerintah
telah menyediakan program bagi anak jalanan berupa rumah singgah atau LKSA (Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak). Rumah singgah atau LKSA ini dapat menjadi tempat bermain yang
dapat mendidik anak-anak jalanan dari segi pendidikan maupun moral serta agama.
2. Hak untuk mendapatkan pendidikan
Anak jalanan berhak untuk mendapatkan pendidikan. Banyak anak jalanan yang putus sekolah
karena harus bekerja mencari uang. Pendidikan merupakan hal yang penting demi
keberlangsungan masa depan anak termasuk masa depan anak jalanan. Meskipun sudah adanya
bantuan pemerintah dalam bidang pendidikan yaitu BOS (Bantuan Operasional Sekolah) banyak
anak jalanan yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya dan lebih memilih mencari nafkah
untuk dirinya dan keluarganya. Pemeritah melalui PKSA (Program Keseajahteraan Sosial Anak)
melakukan peningkatan aksesbilitas terhadap pelayanan sosial dasar yang meliputi:
pengembangan jaringan kerja, pemberian life skill, pelaksanaan pendidikan formal dan
nonformal, rujukan ke pendidikan (formal, non formal, maupun in formal), penyediaan peralatan
dan perlengkapan sekolah, monitoring dan evaluasi peserta didik, dan layanan remedial
(pendidikan formal yang sesuaii dengan standar pelayanan minimal pendidikan nasional).
Dengan adanya program ini diharapkan pemerintah dapat membantu anak jalanan untuk
mendapatkan pelayanan dan fasilitas pendidikan lebih baik lagi. Sehingga membuat masa depan
anak jalanan menjadi lebih baik.
3. Hak untuk mendapatkan perlindungan
Anak jalanan sangat memerlukan hak mendapatkan perlindungan. Banyak resiko yang berbahaya
yang akan mengancam anak jalanan. Anak jalanan beresiko mendapatkan tindak kekerasan yang
dapat berdapat negatif bagi dirinya. Meskipun perlindungan anak telah diatur oleh undang-
undang tetapi tindak kekerasan masih saja sering terjadi kepada anak jalanan. Pemerintah dalam
PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak) melalui LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial

3
Anak) atau rumah singgah akan melakukan perlindungan serta advokasi bagi anak jalanan yang
menjadi korban tindak kekerasan.
Selain rumah singgah pemerintah pun membuat Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) di
setiap RT/RW/komunitas untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan pada anak. Setiap Satgas
dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan dalam perlindungan anak. Satgas ini diharapkan
bisa mencegah anak yang rentan menjadi korban, mendukung anak yang bermasalah, dan
melindungi anak yang menjadi korban dengan membuka konsultasi, bimbingan, pendampingan,
dan pembinaan.
4. Hak untuk mendapatkan nama (identitas)
Anak jalanan berhak memiliki identitas (seperti nama dan akte kelahiran), berhak mengetahui dan
diasuh oleh orangtuanya. Sebab anak jalanan turun ke jalan salah satunya adalah karena dibuang
oleh orangtuanya, berarti banyak anak jalanan yang sudah dirampas haknya oleh orangtuanya
sendiri. Pemerintah dalam PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak) memberikan bantuan
sosial atau subsidi hak dasar dengan membantu pembuatan akte kelahiraan serta peningkatan
tanggung jawab orang tua atau keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak. Apabila
pengembalian anak kepada orang tua tidak memungkinkan maka anak jalanan dapat singgah di
LKSA atau rumah singgah tersebut.
5. Hak untuk mendapatkan status kebangsaan
Anak jalanan juga memiliki hak untuk mendapatkan status kebangsaan. Semua anak jalanan yang
ada di Indonesia memiliki status kewarganegaraan warga negara Indonesia.
6. Hak untuk mendapatkan makanan
Banyak anak jalanan yang tidak dapat mendapatkan makanan. Setiap hari mereka harus bekerja
keluar keringat terleabih dulu untuk mendapatkan makanan. Maka pemerintah melalui PKSA
(Program Kesejahteraan Sosial Anak) memberikan pelayanan peningkatan nutrisi atau gizi
keluarga melalui pemahaman pola makan sehat, pengenalan keanekaragaman makanan sehat,
perencanaan menu makan sehat keluarga, dan pemberian makanan tambahan.
7. Hak untuk mendapatkan akses kesehatan
Anak jalanan sulit untuk mendapatkan akes pada pelayanan kesehatan karena mereka berasal dari
keluarga dengan ekonomi yang sangat bawah. Maka pemerintah melalui Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) memberikan akses pelayanan kesehatan dasar melalui pemahaman pola
hidup sehat dan pemberian SKTM atau Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Gakin.
8. Hak untuk mendapatkan rekreasi
Hak untuk mendapatkan rekreasi anak jalanan tidak terpenuhi. Waktu mereka habis digunakan
untuk mencari nafkah di jalan. Pemerintah pun tidak menfasilitasi anak jalanan untuk memenuhi
hak mendapatkan rekreasi.
9. Hak untuk mendapatkan kesamaan (non diskriminasi)
Anak jalanan sama dengan anak yang lainnya memiliki hak yang sama pula. Maka pemerintah
membuat PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak) dan menyediakan LKSA (Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak) untuk dapat memenuhi kebutuhan anak jalanan.
10. Hak untuk memiliki peran dalam pembangunan
Anak jalanan pun memiliki hak untuk meamiliki peran dalam pembangunan. Dengan adanya
PKSA dan LKSA, anak jalanan dapat di latih secara soft skills maupun secara pengatahuannya
sehingga mereka juga dapat mempengaruhi proses pembangunan kini dan nanti.
Rumah singgah sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka
serta wadah bagi para anak jalanan membela hak-haknya. Rumah singgah merupakan proses

4
informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma
di masyarakat.

D. PERAN PEKERJA SOSIAL


1. Peran Sebagai Perantara (broker roles)
Peran sebagai perantara,pekerja sosial bertindak di antara klien atau penerima pelayanan dengan
sistem sumber (bantuan materi dan non materi tentang pelayanan) yang ada di
bandan/lembaga/pabti sosial. Selain sebagai perantara, pekerja sosial juga berupaya membentuk
jaringan kerja dengan organisasi pelayanan sosial untuk mengontrol kualitas pelayanan sosial
tersebut. Peran sebagai broker muncul akibat banyaknya orang yang tidak mampu menjangkau
sistem pelayanan sosial yang biasamya memiliki aturan penggunaannya yang kompleks dan
kurang responsive terhadap klien atau penerima pelayanan.
2. Peran Sebagai Pemungkin (enabler role) Peran sebagai pemungkin adalah peran yang paling
sering digunakan dalam profesi pekerjaan sosial, karena peran ini diilhami oleh konsep
pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima
pelayanan untuk menolong dirinya sendiri. Peran sebagai pemungkin adalah tanggung jawab
untuk menolong klien agar mampu menghadapi tekanan situasi (proses perubahan). Oleh sebqab
itu, klien atau penerima pelayanan melakukan sesuatu dengan kemampuan yang dimilikinya dan
bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungannya. Sedangkan
pekerja sosial hanya berperan membantu untuk menentukan kekuatan dan unsure yang ada di
dalam diri klien sendiri termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan atau mencapai
tujuan yang dikehendaki klien.
3. Peran Sebagai Mediator (mediator role) Peran sebagai penghubung akan menggunakan teknik-
teknik tertentu yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada. Pekerja sosial bertindak untuk
mencari kesepakatan, meningkatkan rekonsiliasi berbagai pernbedaan untuk mencapai
kesepakatan yang memuaskan dan untuk berintervensi pada bagian-bagian yang sedang konflik,
termasuk didalamnya membicarakan segara persolan dengan cara kompromi dan persuasif.
4. Peran Sebagai Pendidik (educator role) Peran pekerja sosial sebagai pendidik dapat memberikan
informasi kepada anak jalanan dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan. Sehingga pada
pelaksanaannya pendidik dituntuk untuk berpengetahuan luas. Senlain itu, pekerja sosial juga
harus menjadi komunikator yang baik sehingga informasi yang disampaikan dapat mudah
diterima dengan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA
Rusyidi, Binahayati. Tundzirawati, Nurliana Cipta Apsari “Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Anak Jalanan”. Diakses pada tanggal 01 Januari 2023

Putri, Fadilah, Soni A. Nulhaqim, & Eva Nuriyah Hidayat “PERAN PEKERJA SOSIAL
DALAM PENANGANAN ANAK JALANAN”. Diakses pada 01 Januari 2023
https://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13259/6099

Anda mungkin juga menyukai