Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR ARSITEKTUR

GRAHA PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

DISUSUN OLEH:

DOFA RENI

DBB116008

KEMENTERIAN RISET TEKNO LOGI DAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

FAKULTAS TEKNIK

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah anugrah serta amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga.
Anak juga merupakan generasi penerus bangsa dimana harus diperhatikan secara baik dan
benar. Setiap anak memiliki hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi sebagai
mana terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28A hingga 28J, Konverensi
PBB tentang Hak-Hak Anak pasal 16 dan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23
Tahun 2002 Bab III pasal 4 sampai pasal 19 mengenai Hak Anak. Kemajuan suatu negara
sangat tergantung pada generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Anak yang tidak
mendapat perlindungan dan kebutuhan sesuai haknya, maka akan cenderung memuculkan
masalah sosial bagi anak itu sendiri maupun kemajuan negaranya.
Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menimbulkan begitu
banyak masalah sosial. Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi, yaitu permasalahan
anak jalanan yang masih sangat memprihatinkan. Keberadaan anak jalanan ini dipandang
sebagai salah satu masalah yang menghambat pembangunan. Anak jalanan sering kali
dijadikan indikator kemiskinan dan nilai-nilai sosial. Menurut Departemen Sosial RI
(2005: 5), anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri,
berusia dibawah 16 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan,
penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus serta mobilitasnya tinggi.
Anak jalanan muncul dengan berbagai faktor permasalahan, diantaranya yaitu faktor
ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, tindak kekerasan baik fisik, psikis maupun
kekerasan sosial, kebanyakan orangtua tidak dapat memberikan kebutuhan dasar mereka,
serta tidak memiliki keluarga.

Berdasarkan hasil Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak jalanan
pada diagram jumlah anak jalanan di Indonesia dari tahun 2002-2015 menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019-2021 dan
Pusdatim Kementrian sosial RI mencatat Jumlah Anak di Indonesia dengan berbagai
persoalan dan permaslaha semakin meningkat. Pada tahun 2019-2021 mengalami indeks
peningkataan secara massif tercatat sebanyak 8.320. Saat ini jumlah anak jalanan di
Indonesia mencapai 300.000. Anak jalanan tersebar di berbagai kota besar di Indonesia
salah satunya yaitu di kota Medan. Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di
Indonesai setelah DKI Jakarta dan Surabaya yang sama-sama memiliki permasalahan
anak jalanan. Data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak jalanan yang ada di kota Medan mencapai 1.473
jiwa dan pada tahun 2015 berjumlah 1.526 jiwa. Hal ini menunjukkan jumlah anak
jalanan di Kota Medan mengalami peningkatan. Tahun 2016 Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Medan memperkirakan terdapat 1.527 orang anak jalanan, dan hanya 45 anak
lainnya yang berhasil ditertibkan. Jika Jumlah anak jalanan dan kualitas hidup anak
dibawah standar, maka masa depan Negara berada pada titik bahaya bahkan mungkin
terjadi lost generation (generasi yang hilang).

Pemerintah kota Medan memiliki banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta
yang sudah memberikan perhatian dengan melaksanakan berbagai program sosialisasi
dan perlindungan anak. Lembaga-lembaga tersebut memberi perhatian terhadap anak
jalanan dengan cara mengusahakan berbagai kebijakan dan menjalankan berbagai
program pelayanan sosial dalam rangka melindungi hak-hak dasar anak jalanan. Beberapa
nama lembaga yang menangani anak jalanan berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa
Politik dan Perlindungan Masyarakat, Pemerintah Kota Medan yaitu sebagai berikut:
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Yayasan KKSP, LSM KOPA Medan,
PKMB HANUBA, PKPA Medan, UNICEF Medan, LPKA, dan beberapa Panti Asuhan.
Program yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yaitu penertiban dengan razia rutin
yang kemudian di tertibkan sementara ke panti asuhan milik Pemerintah Sumatera Utara,
bantuan dana serta memberikan pemahaman/wawasan melalui seminar. Sedangkan
program yang dilakukan oleh lembaga swasta yaitu sebagai berikut: berfokus pada
perlindungan hak anak dalam situasi sulit, bantuan dana dalam situasi mendadak,
memberikan pelatihan keterampilan, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Beberapa
lembaga seperti LPKA, anak jalanan harus menyiapkan data dan persyaratan yang cukup
lengkap untuk bisa mendapat pelayanan. Beberapa lembaga lain seperti Yayasan KKSP,
LSM KOPA masih sangat terbatas dalam sarana yang tersedia untuk menampung anak
jalanan di Kota Medan. Kepala dinas sosial dan tenaga kerja kota medan, Armansyah
Lubis menjelaskan: “Anak jalanan ditertibkan rutin dan dikembalikan kepada
orangtuanya, kemudian untuk program sosialisasi dan keterampilan dilaksanakan dua kali
dalam setahun” dalam wawancara oleh Sari Adelina Hulu dalam skripsinya yang berjudul
“Model Pelayanan Sosial Bagi Anak Jalanan di Kota Medan” 2017. Program sosialisasi
yang dilaksanakan sebagai bukti perhatian dan pertolongan yang diharapkan bukan
sekedar menghapus anak-anak dari jalanan, melainkan membantu mengembangkan
kemampuan mereka sehingga bebas dan mampu untuk mengatur masalah dan mengambil
keputusan secara mandiri atau dengan kata lain meningkatkan kualitas hidup anak
jalanan.
Model pertolongan yang diterapkan yaitu pemberdayaan bagi anak jalanan. Konsep
pemberdayaan yang dikemukakan oleh Hogan (2000) yaitu melihat proses individu
sebagai proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari
pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa
saja. Dilihat dari fenomena dan permasalahan anak jalanan, pemberdayaan anak jalanan
ini memerlukan sebuah wadah yang didesain sebagai perantara untuk anak jalanan
dengan pihak-pihak yang membantunya. Sebuah tempat dimana berlangsungnya proses
informal yang memberikan suasana resosialisasi anak jalanan terhadap nilai dan norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Tempat yang dimaksud adalah sebuah graha yang
merupakan bangunan tempat tinggal yang baru bagi mereka, agar mereka tidak merasa
asing atau takut jika berada di tempat tersebut (Poerwadaminta, W.J.S. Kamus Umum
Bahasa Indonesia, 1976). Sebuah tempat atau ruang yang bias mereka anggap sebagai
rumah kedua. Tempat di mana anak jalanan bisa mengembangkan potensi mereka untuk
dalam waktu dekat bisa menghasilkan uang untuk kehidupan sehari-hari, mendapatkan
berbagai bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan keterampilan, serta bisa memakai
berbagai fasilitas dasar yang bias mempermudah kehidupan mereka sehari hari yang
kemudian bias belajar mempersiapkan masa depan yang lebih matang bagi mereka.

Prilaku anak jalanan dibentuk oleh lingkungan sekitarnya tanpa ada pengawasan dari
orangtua, oleh karena itu kebanyakan anak jalanan memiliki prilaku buruk serta tindakan
kriminal. Diluar dari sikap tidak terpuji, anak jalanan juga memiliki banyak potensi yang
telah terlatih dari kehidupan liarnya. Berbagai potensi yang dimiliki anak jalanan dapat
dimanfaatkan dalam upaya memandirikan mereka. Marnio Pudjono (Buletin JPS,
2007) menjelaskan sejumlah sikap-sikap yang terkait dengan keperibadian yang
berkembang ditengah anak jalanan yang dapat dijadikan sebagai faktor positif
pemberdayaan anak jalanan. Beberapa sikap tersebut adalah rasa solidaritas yang
tinggi, adanya basis pemahaman agama, ekonomi dan lain sebagainya. Sikap
solidaritas dan ekonomi dapat dikembangkan membangun usaha bersama yang
mempunyai nilai ekonomi. Sementara sikap relgius dapat digunakan untuk pembinaan
moral

Anak jalanan di kota Medan memiliki berbagai permasalahan sehingga mereka


membutuhkan dukungan dalam bentuk pelayanan dan fasilitas untuk mengembangkan
potensi diri. Dukungan yang tidak membuat mereka merasa “tidak bebas”. Oleh karena
itu, graha pemberdayaan anak jalanan di kota Medan sebagai wadah yang memberi
pelayanan dan perhatian terhadap keberadaan anak-anak jalanan, mengambil bagian
secara aktif dan terpadu sehingga anak jalanan khususnya di Kota Medan dibentuk
menjadi anak yang berkualitas di berbagai bidang. Perancangan graha pemberdayaan
anak jalanan di kota Medan ini menggunakan pendekatan Arsitektur prilaku dengan
tujuan akhir dari graha pemberdayaan ini adalah dapat mewadahi segala bentuk aktivitas
dari proses pengembangan keterampilan anak jalanan dan dapat mempengaruhi cara
berpikir dan merubah sedikit demi sedikit sikap ”kebebasan” ketika anak jalanan tersebut
berada di jalanan agar diterima kembali dengan baik oleh masyarakat. Menciptakan ruang
atau “rumah” yang aman dan nyaman bagi anak jalanan tersebut dalam mempersiapkan
pola hidupnya yang baru.
1.2 Identifikasi Masalah
Hidup dan berada di jalanan bukan tempat yang layak untuk tumbuh kembang
seoarang anak secara optimal karena resiko dan ancaman kekerasan sering dialami oleh
anak jalanan. Sehingga resiko tinggal atau hidup di jalanan akan melekat pada diri anak.
Selain itu, anak menjadi tidak mempunyai keterampilan di bidang lain, tidak memiliki
identitas diri yang jelas, internalisasi prilaku, trauma serta reproduksi kekerasan
(Handayani, 1999). Fenomena meningkatnya anak-anak jalanan di Indonesia khususnya
di Kota Medan merupakan persoalan sosial yang sangat kompleks.
Kota Medan telah memiliki beberapa Lembaga dan organisasi yang melayani anak
jalanan. Pelayanan yang diberikan yaitu memberikan sosialisasi dan pelatihan
keterampilan rutin sekali atau duakali dalam setahun. Kepala dinas sosial dan tenaga kerja
kota medan, Pak Armansyah mengatakan “Sejauh ini program yang diberi sudah cukup
baik. Kendala terbesar dalam penanganan anak jalanan saat ini adalah tidak tersedianya
panti milik kota Medan sendiri. Sampai sekarang masih belum adanya realisasi dari pihak
pemerintah untuk pengadaan panti ini” dalam wawancara oleh Sari Adelina Hulu dalam
skripsinya yang berjudul “Model Pelayanan Sosial Bagi Anak Jalanan di Kota Medan”
2017. Wadah untuk pemberdayaan anak jalanan masih belum ada, hanya ada rumah
singgah untuk penertiban dan tempat pendataan jumlah anak jalanan setiap harinya. Anak
jalanan yang ditertibkan selama kurang lebih tiga hari akan di jemput oleh orangtuanya.
Kenyataannya di lapangan banyak orangtua banyak belum menjelaskan dengan baik
keberadaan Lembaga atau organisasi tersebut, oleh sebab itu para anak jalanan tersebut
mengenggap bahwa pihak penertiban sebagai ancaman bagi dirinya. kemudian anak
jalanan dalam waktu dekat akan kembali ke jalanan dengan kegiatan seperti biasanya. Hal
tersebut terjadi karena berbagai faktor seperti faktor ekonomi atau paksaan dari orang tua
dan beberapa memang sudah menjadi kebiasaan bagi anak jalanan tersebut.
Pemberdayaan anak jalanan memiliki konsep yang didalamnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup anak jalanan. Dengan berbagai kegiatan pelatihan dan
Pendidikan di dalamnya. Kegiatan tersebut sekurangnya rutin dilaksanakan untuk
membentuk atau memulihkan karakter mereka menjadi lebih baik. Kegiatan
pemberdayaan tidak cukup hanya dilakukan dalam dua tahun sekali saja melainkan setiap
hari selama anak jalanan tersebut mau dibina dan mengembangkan potensi mereka..
Dalam mewujudkan binaan dimana arsitektur selalu dihubungkan dengan manusia,
masyarakat dan lingkungan sekitar karena arsitektur menjawab permasalahan ruang,
begitu juga ruang dapat mewadahi kebutuhan pemberdayaan anak jalanan di Kota Medan.
Graha pemberdayaan anak jalanan di Kota Medan merupakan suatu wadah yang
dirancang sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak yang akan membentu
mereka. Sebuah wadah atau ruang yang mampu menjadi rumah bagi anak jalanan tanpa
ada perasaan takut atau di tahan, tempat dimana mereka bisa mendapat hak-hak sebagai
anak dengan perasaan aman dan sejahtera. Graha pemberdayaan anak jalanan di Kota
Medan ini dirancang dengan menggunakan pendekatan arsitektur prilaku. Arsitektur
perilaku adalah arsitektur yang dalam penerapannya selalu menyertakan pertimbangan-
pertimbangan perilaku dalam perancangan kaitan perilaku dengan desain arsitektur
(sebagai lingkungan fisik) yaitu bahwa desain arsitektur dapat menjadi fasilitator
terjadinya perilaku atau sebaliknya sebagai penghalang terjadinya perilaku (JB. Watson,
1878-1958). Dari pengertian tersebut diharapkan rancangan graha pemberdayaan anak
jalanan di Kota Medan tersebut mampu menjadi rumah kedua bagi mereka untuk dapat
mengembangkan potensi diri serta merubah pola tatanan hidup anak jalanan kea rah yang
lebih berkualitas.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perancangan Graha Pemberadayaan anak jalanan di Kota Medan dengan


pendekatan arsitektur prilaku?
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Adapun topik batasan yang akan dikerjakan adalah dibatasi oleh hal-hal yang
menyangkut ilmu arsitektur atau hal lain yang mampu mendukung untuk memecahkan
masalah dalam penulisan di antara adalah:
1. Pembahasan mengenai perancangan graha pemberdayaan anak jalanan di Kota Medan
2. Menentukan konteks dalam desain yang harus dipenuhi
3. Menentukan kebutuhan bangunan yang harus didesain.
4. Luasan setiap ruangan yang diperlukan.
1.4 Tujuan dan Sasaran
1.4.1 Tujuan
Untuk mengetahui perancangan Graha Pemberadayaan anak jalanan di Kota Medan
secara arsitektural
1.4.2 Sasaran
1. Mempelajari bangunan melalui literatur.
2. Kajian fleksibilitas ruang.
3. Melakukan studi banding pada objek sejenis.
4. Membuat analisis preseden.
5. Mengetahui kebutuhan ruang
1.5 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur/ Data Sekunder


Mencari data penunjang berupa literatur-literatur bersumber dari buku, ebook,
artikel, dan jurnal sebagai referensi kajian teori yang berkaitan dengan graha
pemberdayaan anak jalanan

2. Studi Banding/ Data Primer


Mencari dan membuat sebuah objek studi banding yang berkaitan dan sesuai
dengan fungsi bangunan.

3. Analisis
Analisis dilakukan dengan melihat hasil studi banding, observasi, dan juga studi
literature yang mengacu pada perancangan graha pemberdayaan anak jalanan
4. Kesimpulan
Adalah hasil akhir yang menyimpulkan rancangan penerapan desain pada graha
pemberdayaan anak jalanan di Kota Medan.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang pengertian judul objek maupun pendekatan konsep, serta gambaran
umum yang berkaitan dengan desain.
BAB III STUDI BANDING DAN RENCANA LOKASI
Berisikan tentang deskripsi hasil studi banding dengan objek desain.
BAB IV ANALISA DAN PROGRAM
Berisi pembahasan mengenai proses analisa dan program perancangan
BAB V LAPORAN PERANCANGAN
Berisikan tentang hasil penyelesaian permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai