Anda di halaman 1dari 26

Skizofrenia Paranoid

Melda Erivhani 102012081


Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: melda.erivhani@gmail.com

Pendahuluan
Dimasa ini dengan tuntutan kehidupan yang semakin hari semakin meningkat
mengakibatkan tingkat gangguan psikotik pada manusia di seluruh dunia juga meningkat. Hal
ini bisa terjadi karena mereka tidak mampu mencari pemecahan dari masalah tersebut
ataupun masalah demi masalah yang bertubi-tubi menimpa mereka memberikan suatu stress
ataupun depresi berat. Dalam menyembuhkan penderita seperti ini dibutuhkan keterlibatan
semua pihak. Tidak hanya dibutuhkan dokter ataupun psikiater tapi dibutuhkan juga
keterlibatan keluarga, kerabat, ataupun temen-temen dekat. Yang menjadi masalah disini
adalah banyaknya penyalahtafsiran akan gangguan ini sehingga banyak juga terjadi
diskriminasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan baik dari masyarakat
maupun keluarga pasien sendiri. Salah satu gangguan psikotik yang sering adalah skizofrenia
paranoid. Di sini kita akan membahas lebih jauh mengenai gangguan ini dengan harapan
masyarakat bisa lebih mengerti apa arti dari gangguan ini, apa penyebab serta bagaimana cara
mengatasinya.

Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai
dengan terdapatnva perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang
terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau
primer) spesifk, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya
kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif autisme, dan
ambivalensi, Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi. Berdasarkan
DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6
bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi,
pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala
negatif.1

Epidemiologi
Di New York State Psychiatric Insitute, sekitar 20% pasien didiagnosis sebagai
skizofrenik pada tahun 1930-an. Angka tersebut meningkat di sepanjang tahun 1940-an dan
pada tahun 1952 memuncak hingga mencapai angka 80 persen. Secara kontras, konsep
skizofrenia yang umum di Eropa tetap lebih sempit. Persentase pasien yang didiagnosis
sebagai skizofrenik di Rumah Sakit Maudsley di London, relatif konstan, yaitu 20 %, dalam
kurun waktu 40 tahun.1
Penyebab meningkatnya frekuensi diagnosis skizofrenia di Amerika Serikat dapat
diketahui dengan mudah. Beberapa figur penting di dunia psikiatri AS lebih memperluas
konsep skizofrenia Bleuler yang pada dasarnya sudah luas. Contohnya, pada tahun 1933,
Kasanin menggambarkan sembilan pasien yang didiagnosis menderita demensia prekoks.
Pada mereka gangguan tersebut timbul secara mendadak dan penyembuhannya relatif cepat.
Mengamati bahwa gangguan yang mereka alami dapat dikatakan sebagai kombinasi
skizofrenik dan simtom-simtom afektif, Kasanin mengajukan istilah psikosis skizoafektif
untuk menggambarkan berbagai gangguan yang dialami para pasien tersebut. Diagnosis
tersebut kemudian menjadi bagian konsep skizofrenia di AS dan dicantumkan dalam DSM-I
(1952) dan DSM-II (1968).2

Etiologi
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu:1
1. Diatesis-Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan yang
secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat menyebabkan berkembangnya
gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor tersebut saling berpengaruh secara dinamis.1
2. Faktor Biologis
Faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di bagian kortikal otak, dan
berkaitan dengan gejala positif dan skizofrenia. Penelitian terbaru juga menunjukkan
pentingnya neurotransmiter lain termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan GABA.
Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT-Scan ternyata
ditemukan perubahan anatorni otak seperti pelebaran lateral rentrikel, atropi koteks atau
atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis skizofrenia.1
3. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara rneyakinkan. Resiko masyarakat umum 1%.
pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 12% apabila salah satu
orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir,
anak dan kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk
kembar dizigot sebesar 12%.1
4. Faktor Psikososial
Teori perkembangan
Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya perhatian yang
hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam
menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan

menarik diri dan hubungan sosial pada penderita skizofrenia.2


Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mungkin
memiliki rnasalah emosional yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk

dan penderita skizofrenia akan berkembang karena mempelajari model yang

buruk selama anak-anak.2


Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam menimbulkan
skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dan keluarga yang
disfungsional.2

Tipe-tipe Skizofrenia
Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostic tersebut, skizofrenia di dalam DSM-IV
dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtype, yaitu:1,2,3
1) Skizofrenia Paranoid
Tipe skizofrenia yang mernenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang menonjol
secara berulang-ulang.
b. Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini: Pembicaraan yang
tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik atau afek yang
datar atau tidak sesuai.3
2) Skizofrenia Terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang mernenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Di bawah ini semuanya menonjol:
Pembicaraan yang tidak terorganisasi.
Perilaku yang tidak terorganisasi.
Afek yang datar atau tidak sesuai.
b. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.

3) Skizofrenia Katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-kurangnya
dua hal berikut ini:3
a. Irnobilitas motorik. seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk fleksibilitas
lilin) atau stupor.
b. Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulus eksternal).
c. Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya
motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur yang kaku
dan menentang semua usaha untuk rnenggerakkannya) atau niutisin.

d. Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh posturing


(mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara disengaja), gerakan
stereotipik yang berulang-ulang, mannerism yang menonjol, atau bermuka
menyeringai secara menonjol.
e. Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).
4) Skizofrenia Tidak Tergolongkan
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe
paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.3
5) Skizofrenia Residual1,2,3
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi, dan
perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol.
b. Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya gejala negatif atau dua atau
lebih gejala yang terdapat dalam kriteria A, walaupun ditemukan dalam bentuk
yang lemah (misalnya; keyakinan yang aneh, pengelarnan persepsi yang tidak
lazim)

Manifestasi Klinis Skizofrenia


Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya campuran
dan dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negatif). Secara urnum, karakteristik
gejala skizofrenia (kritenia A), dapat digolongkan dalarn tiga kelompok:1,4
a. gejala positif
b. gejala negatif
c. gejala lainnya
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada. namun
pada pasien Skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh, antara
lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, perubahan perilaku, peningkatan
pembicaraan, asosiasi longgar dan katatonia.1
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu. seperti
perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri,
ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan sosial serta kurangnya motivasi
untuk beraktivitas.1
Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi. antara lain perilaku yang aneh
(misalnya katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang,

menampilkan pose tubuh yang aneh atau waxy flexibility, yaitu orang lain dapat memutar
atau membentuk posisi tertentu dan anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam
waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi pembicaraan adalah
masalah dalam mengorganisasikan ide dan pembicaraan, sehingga orang lain mengerti
(dikenal dengan gangguan berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi. dan
sebagainya.4

Penegakan Diagnosis
Anamnesis
A. Identitas Pasien1
Identitas yang perlu kita gali adalah : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan. Bila mendapatkan informasinya dari
keluarganya atau tetangganya harus orang yang benar-benar dekat dan mengerti akan
kehidupan pasien tersebut.
B. Keluhan Utama
Bisa berupa sebab datang ke rumah sakit dan dari gangguan jiwa ringan dan gangguan
jiwa berat. Pada gangguan jiwa ringan pasien mengerti kondisinya baik sehingga
biasanya ia akan datang sendiri ke dokter dan menceritakan keluhannya, tetapi bila
penderita dengan gangguan jiwa yang berat ia merasa bahwa dirinya sakit sehingga
keluarganya atau pihak lain yang membawanya ke dokter.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Dalam riwayat perjalanan penyakit, harus digali juga onset penyakitnya, apakah
termasuk akut ( <1bulan ), subakut ( antara 1-6 bulan ), atau kronis ( >6 bulan).
D. Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat ini terdiri dari riwayat penyakit gangguan jiwa sebelumnya. atau riwayat
penyakit medis umum yang pernah diderita sebelumnya, harus kita gali sedalam
mungkin mengenai informasinya .
E. Riwayat Keluarga1
Harus kita gali tentang riwayat penyakit yang ada di dalam keluarga terutama tentang

adanya riwayat gangguan jiwa pada keluarganya yang harus kita gali adalah :
apakah keluarga memberikan dukungan sosial bagi pasien atau tidak.
hubungan dengan keluarganya ( antara pasien dengan orang tuanya , saudaranya dan

anggota keluarga lainnya ).


dengan siapa pasien mempunyai hubungan jiwa yang paling dekat dalam keluarganya.
pola asuh keluarganya (orang tua).
tingkat sosial ekonomi keluarga.
6

F. Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi pasien bisa kita pakai untuk memahami perjalanan hidup pasien sejak
dalam kandungan hingga sekarang.
riwayat pranatal dan perinatal (saat kehamilan)
riwayat usia 0-3 tahun (masa kanak- kanak awal)
riwayat usia 3-11 tahun (masa kanak petengahan)
riwayat kanak akhir (pubertas)
riwayat saat dewasa: disini terbagi lagi menjadi :
a. riwayat pekerjaan
b. riwayat pernikahan
c. riwayat riwayat milliter
d. riwayat pendidikan
G. aktivitas keagamaan
Perlu kita cari informasi tentang aktivitas keagamaan dalam keluarga, latar belakang
keagamaan orang tuanya, apakah orang tuanya termasuk keras atau permisif terhadap
aktivitas keagamaan anaknya.
H. Aktivitas sosial
Bagaimana pasien selama ini berhubungan dengan lingkungan sosialnya, bagaimana
sikap pasien dengan teman-temannya, teman sesame jenis dan lawan jenisnya, apakah
orang yang suka mengisolasi diri atau antisosial. Jika ada harus kita

cari tahu

mengapa, apakah ada rasa kecemasan, takut atau tertekan kejiwaannya.2


I. Situasi kehidupan sosial pasien sekarang
Apakah tinggal dengan orang tuanya atau bersama orang lain, apakah hidup di panti
rehabilitasi atau asrama, atau rumah keluarga sendiri .
J. Riwayat hukum
Apakah pasien pernah berurusan dengan hal hukum, jika ada apa sebabnya?
K. Riwayat perkembangan Seksual
Perlu juga kita tanyakan darimana pasien mendapatkan informasi tentang masalah
seksualnya dan bagaimana sikapnya terhadap perkembangan seksualnya. apakah ada
masalah-masalah yang muncul terhadap perkembangan seksualnya, apakah ada
kekerasan seksual yang pernah dialami atau hal yang lain.2
L. Fantasi , Impian dan Nilai-nilai
Kita tanyakan menganai fantasi, impian, dan nilai-nilai yang dianut pasien, data- data
ini juga bermanfaat untuk membantu kita memahami pasien dan memudahkan dalam
penegakkan diagnosis serta penatalaksanaannya.1,2,3
Status Mental
A. Deskripsi Umum
Kita dapat memperhatikan penampilan, kesadaran, perilaku dan aktivitas psikomotor,
pembicaraan, sikap terhadap pemeriksa.1
7

B. Mood dan Afek


Kita dapat menilai afek, keserasian dan empati.
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
Di sini kita menilai taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasannya, daya
konsentrasi, orientasi waktu, tempat dan orang, daya ingat berupa jangka panjang,
jangka pendek dan segera, serta pikiran abstrak.
D. Gangguan Persepsi
Di sini kita menilai halusinasi, ilusi, depersonalisasi, dan derelisasi.
E. Proses Berpikir
Kita dapat menilai arus pikiran pasien bagaimana produktivitas, kontimuitas, dan
hendaya bahasa. Kemudian isi pikiran berupa preokupasi dan gangguan pikiran
F. Pengendalian Impuls
G. Daya Nilai
Berupa norma sosial, uji daya nilai, dan daya nilai realita.
H. Tilikan (Insight)
I. Taraf dapat dipercaya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang kita lakukan bertujuan untuk mengetahui penyebab dari
gangguan psikiatri tersebut serta untuk menyingkirkan differential diagnosis.1,2
1. General: Mood, tingkat perkembangan, ras dan jenis kelamin. Tulis jika kondisi
pasien distres atau dalam posisi yang tidak biasa misal duduk dengan bersandar ke
depan (posisi yang umum terlihat pada pasien PPOK eksaserbasi akut atau
pericarditis). Catat jika pasien tampak lebih tua atau muda dari umur sebenarnya.
2. Tanda Vital: Suhu (oral, rektal, axilla atau telinga), nadi, respirasi, tekanan darah
(mencakup lengan kanan, lengan kiri, berbaring, duduk, berdiri), berat badan, tinggi
badan dan BMI. Selalu mencakup tekanan darah dan denyut jantung posisi supine dan
setelah pasien berdiri selama 1 menit jika terjadi penurunan volume darah (perdarahan
gastrointestinal, pankreatitis, diare atau muntah) atau jika dicurigai insufisiensi
autonomik terutama pada pasien yang dilaporkan pusing atau sinkop.
3. Kulit: Ruam, erupsi, skar, tato, tahi lalat, pola rambut.
4. Nodi lymphatika: Lokasi (kepala dan leher, supraclavicula, epitrochlear, axilla,
inguinal, ukuran, nyeri tekan, motilitas, konsistensi.
5. Kepala: bentuk dan ukuran, nyeri tekan, trauma, bruit. Pasien pediatrik: ubun-ubun,
sutura.
6. Mata: Konjungtiva, sklera, kelopak, posisi mata pada orbit, ukuran, bentuk, reaksi
pupil, gerakah otot extraocular mata, visus, medan penglihatan, fundus (warna,
ukuran, margin, cuppong, pulsasi vena mata, perdarahan, eksudat, rasio A V, takik).2
8

7. Telinga: Tes pendengaran, nyeri tekan, discharge, kanal eksternal, membran timpani
(intak, tumpul atau berkilau, bulging, motilitas, cairan atau darah, injeksi).
8. Hidung: Simetris, palpasi diatas sinus frontalis, maxilla dan ethmoid, inspeksi
sumbatan, lesi, eksudat, inflamasi. Pasien pediatrik: bunyi sengau (nasal flaring),
mendengkur (grunting)
9. Tenggorokan: Bibir, gigi, gusi, lidah, pharing (lesi, eritema, eksudat, ukuran tonsil,
kripta).
10. Leher: Gerakan (Range of Motion), nyeri tekan, tekanan vena jugularis, nodi
limfatika, pemeriksaan thyroid, lokasi laring, bruit carotid, HJR. Catat tekanan vena
jugulasi dalam centimeter diatas atau di bawah sudut sternum, misal 1 cm di atas
sudut sternum dari pada tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis.1
11. Thorax: Simetri gerakan respirasi, retraksi intercostal, palpasi nyeri tekan, fremitus
dan pelebaran dinding dada, perkusi (mencakup pergerakan diafragma diantara
pernapasan inspitasi tidal dan penuh, suara nafas, suara nafas tambahan (rale, ronki,
whezing, krepitasi). Jika indikasi: vokal fremitus, whispered pectoriloquy, egophony
(ditemukan dengan konsolidasi).
12. Jantung: detak, inspeksi dan palpasi precordium pada titik dengan impulse maksimal,
impulse apical dan thrill, auskultasi apex, LLSB dan pada kanan dan kiri SIC 2
dengan diafragma dan apex dan LLSB dengan bell. Juga pada apex dengan bell pada
pasien dengan posisi decubitis lateral kiri dan pada SIC ketiga dan keempat dengan
diafragma pada posisi pasien duduk, disandarkan kedepan dan ekhalasi penuh.2,3
13. Payudara: Inspeksi discharge pada putting,inversi, eksoriasi dan fissura dan skin
dimpling atau pendataran kontur, palpasi massa, nyeri tekan, ginekomastia pada lakilaki.
14. Abdomen: Bentuk (scaphoid, flat, distensi, obesitas), pemeriksaan skar, auskultasi
suara usus dan bruit,perkusi timpani dan massa, ukuran hepar (dari garis
midclavikular), nyeri tekan sudut costo vertebral, palpasi nyeri tekan (jika ada, check
rebound tenderness), ascites, hepatomegali, splenomegal, guarding, adenopathy
inguinal.3
15. Genitalia pria: inspeksi lesi penis, pembengkakan scrotum, testis (ukuran, nyeri tekan,
massa, varicocel) dan hernia, transluminasi massa testikular.
16. Rektum: Inspeksi dan palpasi hemoroid, fissura, skin tags, tonus sphinter, massa,
terdapatnya feses atau tidak, pemeriksaan feses untuk perdarahan tersembunya. Pada
pria ukuran prostat dari ukuran kecil (1+) dan sangat besar (4+), nodul, nyeri tekan.
17. Muskuloskeletal: Amputasi, deformitas, pembengkakan sendi dan range of motion,
palpasi pembengkakan sendi, nyeri tekan dan kehangatan.1

18. Pembuluh darah vaskular: Pola rambut, perubahan warna pada kulit, varicositis,
sianonis, clubbing, palpasi pada pulsasi pada radial, ulnar, brachial, femoral, poplitea,
posterior tibia, dorsalis pedis, pulsasi simultan radial, calf tenderness, Homans sign,
edema, auskultasi bruit femoral.
19. Neurologis: Terdapat 12 nervus kranial, fungsinya sebagai berikut:1
1 Olfactorius penciuman.
2 Optikus Visus, medan penglihatan dan fundus, respon pupil afferent.
3,4,6 Oculamotorius, trochlear, abducen respon pupil efferent, ptosis,

pergerakan mata volitional, pergerakan mata pursuit.


5 Trigeminal refleks kornea (afferent), sensasi facial, tes otot masseter dan

temporalis dengan cara pasien menggigit.


7 Fasialis - menaikan alis, menutup mata, menunjukan gigi, senyum atau

bersiul, refleks kornea (efferent).


8 Akustikus - mendengar, diperiksa dengan cara detak jam, gosokan jari, tes
Weber Rinne. Jika terdapat gangguan pendengaran tulis pada riwayat atau

pada pemeriksaan.
9, 10 glosopharingeal dan vagus refleks gag. berbicara. Palatum bergerak

keatas pada garis tengah.


11 Accesorius spinal, mengangkat bahu, dorong kepala melawan tekanan.
12 Hypoglosus gerakan lidah. Tes kekuatannya dengan menekan lidah
pasien dengan mukosa bucal pada tiap sisi saat anda menekankan jari pada

pipi pasien. Observasi jika ada fasikulasi.


20. Motorik: Periksa kekuatan pada ekstremitas atas dan bawah, bagian proksimal dan
distal (Derajat kekuatan: 5: gerakan aktif kuat dalam melawan tahanan yang kuat, 4,
gerakan aktif dalam melawan tahanan, 3 gerakan aktif melawan gravitasi, 2 gerakan
aktif tanpa melawan gravitasi, sedikit gerakan, 0 tidak ada gerakan sama sekali).1,2
21. Cerebellum: Tes Romberg, tes tunjuk hidung.
22. Sensorik: Nyeri (tajam) atau suhu ekstremitas atas dan bawah distal dan proksimal,
getaran menggunakan garputala frekuensi 128 atah 256 Hz atau sensasi posisi pada
ekstremitas atas dan bawah bagian distal dan streognosis atau graphesthesia.
Identifikasi menggunakan dermatol dan diagram inervasi kutaneus.3

23. Reflek: Brachioradialis dan biceps C5-6, triseps C7-8, abdominal (atas T8-10, bawah
T10-12), quadricep (lutut) L3-5, ankle S1-2 (4+ hiperaktif dengan klonus, 3+ aktif
dibanding yang umum, 2+ normal, 1+ terjadi penurunan atau kurang dari normal, 0
10

tidak ada). Periksa juga refleks patologis seperti Babinsku, Hofman, snout dan yang
lainnya. Pasien pediatrik: refleks moro, refleks menghisap.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, rontgen dan pemeriksaan lainnya.3

Kriteria Diagnostik Skizofrenia


Menurut Kaplan & Sadock, terdapat beberapa kriteria diagnostik skizofrenia di dalam
DSM-IV antara lain:1
a. Karakteristik gejala1
Terdapat dua (atau lebih) dan kriteria di bawah ini, masing-masing ditemukan
secara signifikan selama periode satu bulan (atau kurang bila berhasil ditangani):1
1) Delusi (waham)
2) Halusinasi
3) Pernbicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering menyimpang atau
tidak berhubungan).
4) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya perilaku katatonik yang
jelas.
5) Gejala negatif yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi (tidak adanya
kemauan).
Catatan: Hanya diperlukan satu gejala dan kriteria A, jika delusi yang muncul bersifat
kacau (bizzare) atau halusinasi terdiri dan beberapa suara yang terus menerus
mengornentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling
berbincang antara satu dengan yang Iainnya.1,2
b. Disfungsi sosial atau pekerjaan
Untuk kurun waktu yang signifikan sejak rnunculnya onset gangguan,
ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama; seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, adanya kegagalan
untuk mencapai beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau
pekerjaan yang diharapkan).1
c. Durasi
Adanya tanda-tanda

gangguan

yang

terus-menerus

menetap

selama

sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus termasuk sekurangnya
satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani) yang memenuhi kriteria A
(yaitu fase aktif gejala) dan mungkin termasuk pula periode gejala prodromal atau
residual. Selama periode prodrornal atau residual ini, tanda-tanda dan gangguan
11

mungkin hanya dimanifestasikan oleh gejala negatif atau dua atau Iebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lemah.1,3
d. Di luar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood1
Gangguan-gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena:
1) Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran yang terjadi
secara bersamaan yang terjadi bersama dengan gejala fase aktif.
2) Jika episode mood terjadi selarna gejala fase aktif maka durasi totalnya akan
relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau
residualnya.
e. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umurn
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fsiologis langsung dan suatu zat
(penyalah gunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis urnum.
f. Hubungan dengan perkembangan pervasive1
Jika ada riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasive
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika muncul delusi atau
halusinasi secara menonjol untuk sekurang kurangnya selama satu bulan (atau
kurangjika berhasil ditangani).
Klasifikasi perjalanan gangguan jangka panjang (klasiflkasi ini hanya dapat
diterapkan setelah sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih, sejak onset awal dan munculnya
gejala fase aktif):1
a) Episodik dengan gejala residual interepisode (episode ini dinyatakan dengan
munculnya kembali gejala psikotik yang menonjol); khususnya dengan gejala negatif
yang menonjol.
b) Episodik tanpa gejala residual interepisodik.
c) Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di seluruh periode
observasi): dengan gejala negatif yang menonjol.
d) Episode tunggal dalam remisi parsial; khususnya: dengan gejala negatif yang
menonjol.
e) Episode tunggal dalarn remisi penuh.
f) Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik).

Skizofrenia Paranoid
Perjalanan penyakit pada skizofrenia tipe paranoid agak konstan. Jarang terjadi
hendaya dalam kemampuan fungsi sehari-hari apabila isi waham tidak disentuh. Biasanya

12

fungsi intelektual dan pekerjaan dapat dipertahankan walaupun gangguan tersebut bersifat
kronik. Fungsi sosial dan kehidupan perkawinannya pada umumnya cukup terganggu.4
Pada skizofrenia paranoid gambaran utama yang menonjol adalah:1

Waham kejar atau waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa (excited birth),
urusan penyelamat bangsa, dunia dan agama, seperti misalnya kenabian atau mesias,

perubahan tubuh atau halusinasi yang mengandung isi kerajaan/kebesaran.


Sebagai tambahan, waham cemburu dapat pula ditemukan.

Gambaran penyertanya meliputi:1-4

Kecemasan tak berfokus.


Kemarahan.
Suka bertengkar/berdebat.
Melakukan kekerasan.
Kadang ditemukan kebingungan tentang identitas jenis atau ketakutan bahwa dirinya
diduga oleh orang lain sebagai orang-orang homoseksual.
Onset tipe ini cenderung timbul dalam usia yang lebih lanjut dibandingkan dengan

tipe lainnya, dan ciri-cirinya lebih stabil dalam jangka panjang. Apabila seseorang penderita
skizofrenia tipe paranoid mempunyai keluarga yang menderita skizofrenia biasanya anggota
keluarganya menderita skizofrenia tipe paranoid.
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid
a.
b.
c.
d.

Waham kejar.
Waham besar.
Waham cemburu.
Halusinasi yang berisi kejaran atau kebesaran.
Diagnosis skizofrenia paranoid diberikan kepada sejumlah besar pasien yang akhir-

akhir ini dirawat di rumah sakit jiwa. Kunci diagnosis ini adalah adanya waham. Waham
kejaran adalah yang paling umum, namun pasien dapat mengalami waham kebesaran, di
mana mereka memiliki rasa yang berlebihan mengenai pentingnya, kekuasaan, pengetahuan,
atau identitas diri mereka. Beberapa pasien terjangkit waham cemburu, suatu keyakinan yang
tidak herdasar bahwa pasangan seksual mereka tidak setia. Waham lain yang disebutkan
terdahulu, seperti merasa dikejar atau dimata-matai, juga dapat terlihat jelas.5

13

Halusinasi pendengaran yang jelas dan nyata dapat rnenyertai waham. Para pasien
yang menderita skizofrenia paranoid sering kali mengalami ideas of reference; mereka
memasukkan berbagai peristiwa yang tidak penting ke dalam kerangka waham dan
mengalihkan kepentingan pribadi mereka ke dalam aktivitas tidak berarti yang dilakukan
orang lain. Contohnya, mereka mengira bahwa potongan percakapan yang tidak sengaja
mereka dengar adalah percakapan tentang diri mereka, bahwa sering munculnya orang yang
sama di suatu jalan yang biasa mereka lalui berarti mereka sedang diawasi, dan bahwa apa
yang mereka lihat di televisi atau baca di majalah dengan satu atau lain cara merujuk pada
mereka. Para individu yang mengalami skizofrenia paranoid selalu cemas, argumentatif,
marah dan kadang kasar. Secara emosional mereka responsive, meskipun mereka kaku,
formal, dan intens kepada oranglain. Mereka juga lebih sadar dan verbal dibanding para
pasien skizofrenia tipe lain. Bahasa yang mereka gunakan meskipun penuh rujukan pada
delusi, tidak mengalamai disorganisasi. Bila ada pasien skizofrenia yang mengalami masalah
hukum, biasanya mereka dari kelompok yang menderita subtipe paranoid.5

Penanganan Biologis
1. Terapi Kejut dan Psychosurgery.5,6
Pertemuan umum para pasien di rumah rumah sakii jiwa di awal abad ke-20,
ditambah minimnya staf profesional, menciptakan suatu iklim yang memungkinkan atau
mungkin bahkan didorong secara halus, eksperimentasi berbagai intervensi biologis yang
radikal. Di awal tahun 1930-an praktik menimbulkan koma dengan memberikan insulin
dalam dosis tinggi diperkenalkan. oleh Sakel (1938), yang mengklaim bahwa 3/4 dari para
pasien skizofrenia yang ditanganinya menunjukan perbaikan signifikan. Berbagai temuan
terkemudian oleh para peneliti lain kurang mendukung hal itu, dan terapi koma-insulin yang
berisiko serius terhadap kesehatan, termasuk koma yang tidak dapat disadarkan dan kematian
secara bertahap ditinggalkan.5,6
2. Perawatan di rumah sakit
Pada umumnya pasien dengan gangguan delusional dapat diobati dengan rawat jalan,
tetapi ada alasan tertentu dimana diperlukan perawatan di rumah sakit , yaitu : Pertama
diperlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap menunjukkan kondisi medis
14

nonpsikiatris yang menyebabkan gangguan delusional. Kedua jika pasien tidak mampu
mengendalikan impulsnya, sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Ketiga
jika perilaku pasien tentang waham telah mempengaruhi fungsi kehidupannya, sehingga
kemampuannya untuk dapat berfungsi dalam keluarga dan masyarakat berkurang. Dengan
demikian memerlukan intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial atau
pekerjaan.5
Jika dokter yakin bahwa pasien akan baik jika diobati di rumah sakit, harus
diusahakan untuk membujuk pasien supaya menerima perawatan di rumah sakit, jika hal
tersebut gagal, komitmen hukum mungkin diindikasikan. Seringkali, jika dokter meyakinkan
pasien bahwa perawatan di rumah sakit adalah diperlukan, pasien secara sukarela masuk ke
rumah sakit untuk rnenghindari komitmen hukum.6
3. Farmakoterapi
Dalam keadaan gawat darurat, pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu obat
antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara adekuat
dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat
antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional
kemungkinan menolak medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian
obat ke dalam sistem wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah
perawatan di rumah sakit, malahan harus menggunakan beberapa hari untuk dapat membina
hubungan yang baik dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada
pasien, sehingga pasien kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong.6
Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman terbaik dalam memilih suatu
obat. Biasanya obat diberikan dalam dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan.
Jika respon gagal dalam masa percobaan selama 6 minggu, dapat dicoba antipsikotik dari
golongan lain. Adakalanya pasien dengan gangguan psikotik menolak pemberian medikasi
ini, karena mereka memasukkan hal ini ke dalam sistem wahamnya, misalnya pasien curiga
ada racun di dalam obat yang diberikan. Dalam hal ini perlu kebijaksanaan dokter untuk
menjelaskan kepada pasien secara perlahan-lahan, bahwa sama sekali tidak ada niat untuk
berbuat jahat pada dirinya.6
Beberapa dokter menyatakan bahwa pimozide (oral) atau serotonin-dopamin
antagonis mungkin efektif dalam mengatasi gangguan delusional terutama pada pasien
15

dengan waham somatik. Penyebab kegagalan tersering adalah ketidakpatuhan. Jika pasien
tidak merespon terhadap pengobatan antipsikotik, obat harus dihentikan. Dapat digunakan
anti depresan atau anti konvulsan. Percobaan dengan obat-obat tersebut dipertimbangkan jika
pasien memiliki ciri suatu gangguan afektif.6
Hasil dari pengobatan dengan serotonin-dopamin antagonis (contoh : clozapin
[Clozaril], olanzapine [Zyprexa], dan risperidone) berhubungan dengan pengobatan
sebelumnya. Pada beberapa kasus berespon baik terhadap SSRI (selective serotonin reuptake
inhibitors), terutama pada kasus-kasus gangguan morfologi tubuh.6

Penanganan Psikologis
1. Psikoterapi
Elemen terpenting dari suatu psikoterapi adalah menjalin hubungan yang baik antar
pasien dengan ahli terapinya. Terapi individual tampaknya lebih efektif daripada terapi
kelompok. Terapi suportif berorientasi tilikan, kognitif dan perilaku seringkali efektif. Ahli
terapi tidak boleh setuju atau menantang waham pasien, walaupun ahli terapi harus
menanyakan waham untuk menegakkan diagnosis. Dokter dapat menstimulasi motivasi untuk
mendapatkan bantuan dengan menekankan kemauannya untuk membantu pasien mengatasi
kecemasan dan iritabilitasnya, tanpa menyatakan bahwa waham yang diobati. Ahli terapi
tidak boleh secara aktif mendukung gagasan bahwa waham adalah kenyataan.4,5
Kejujuran ahli terapi sangat penting. Ahli terapi harus tepat waktu dan terjadwal,
tujuannya adalah agar tercipta suatu hubungan yang kuat dengan pasien dan pasien dapat
percaya sepenuhnya pada ahli terapinya. Kepuasan yang berlebihan malahan dapat
meningkatkan permusuhan dan kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua
kebutuhan dapat dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan dengan
tidak memperpanjang periode perjanjian yang telah ditentukan, dengan tidak memberikan
perjanjian ekstra kecuali mutlak diperlukan, dan tidak toleran terhadap bayaran.5
Ahli terapi tidak boleh membuat tanda-tanda yang meremehkan waham atau gagasan
pasien, tetapi dapat secara simpatik menyatakan pada pasien bahwa keasyikan mereka dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupannya yang
konstruktif. Jika pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, ahli terapi dapat meningkatkan
tes realitas dengan meminta pasien memperjelas masalah mereka.4

16

2. Terapi keluarga
Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di
dalam rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat berpihak pada musuh, klinisi harus
berusaha mendapatkan keluarga sebagai sekutu di dalam proses pengobatan. Sebagai
akibatnya, baik pasien dan anggota keluarganya perlu mengerti bahwa konfidensialitas
dokter-pasien akan dijaga oleh ahli terapi dan dengan demikian membantu pasien.5
Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter psikiatrik untuk berespon
terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan
kegagalan yang dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu kepuasan
penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.5
3. Pelatihan Keterampilan Sosial
Pelatihan keterampilan sosial dirancang untuk mengajari para penderita skizofrenia
bagaimana dapat berhasil dalam berbagai situasi inlerpersonal yang sangat beragamantara
lain membahas pengobatan mereka dengan psikiater, memesan makanan di restoran, mengisi
formulir lamaran kerja dan belajar melakukan wawancara kerja (kadang disebut rehabilitasi
pekerjaan), mengatakan tidak terhadap tawaran membeli obat di pinggir jalan, belajar tentang
seks yang aman, membaca jadwal perjalanan bisberbagai perilaku yang bagi sebagian
besar di antara kita dilakukan begitu saja dan hampir tidak pernah kita pikirkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi para penderita skizofrenia, keterampilan kehidupan tersebut
bukan hal yang dapat dilakukan begitu saja; para individu semacam itu harus berusaha keras
untuk menguasainya atau kembali menguasainya. Dengan melakukan hal-hal tersebut
memungkinkan orang yang bersangkutan mengambil bagian lebih besar dalam hal-hal positif
yang terdapat di luar tembok-tembok institusi mental sehingga meningkatkan kualitas hidup
mereka.6
4. Terapi Kognitif-Behavior.
Kita beralih ke beberapa pendekatan kognitif-behavior dalam penanganan skizofrenia.
Sebelumnya diasumsikan bahwa tidak ada gunanya mencoba mengubah berbagai distorsi
kognitif, termasuk delusi, pada para pasien skizofrenik. Meskipun demikian, suatu literatur
klinis dan eksperimental yang sedang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa berbagai
keyakinan maladaptif pada beberapa pasien kenyataannya dapat diubah dengan berbagai
intervensi kognitif-behavior.2
17

5. Terapi personal (Personal Therapy).


Terapi personal adalah suatu pendekatan kognitif behavior berspektrum luas terhadap
multiplisitas masalah yang dialami pasien skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit.
Terapi individualistik ini dilakukan secara satu per satu maupun dalam kelompok kecil (loka
karya). Satu elemen utama dalam pendekatan ini, berdasarkan temuan dalam penelitian EE
bahwa penurunan jumlah reaksi emosi para anggota keluarga menurunkan tingkat
kekambuhan setelah keluar dari rumah adalah mengajari pasien bagaimana mengenali afek
yang tidak sesuai. jika diabaikan, afek yang tidak sesuai dapat semakin berkembang dan
menyebabkan berbagai distorsi kognitif dan perilaku sosial yang tidak sesuai.5,6
Para pasien juga diajari untuk memerhatikan tanda-tanda kekambuhan meskipun
kecil, seperti penarikan diri dari kehidupan sosial atau intimidasi yang tidak pantas kepada
orang lain, dan mereka mempelajari berbagai keterampilan untuk mengurangi masalahmasalah tersebut. Perilaku semacam itu, jika tidak terdeteksi, sangat mungkin akan
menghambat upaya pasien untuk hidup sesuai aturan sosial konvensional, termasuk bekerja
dan membangun serta mempertahankan hubungan sosial. Terapi tersebut juga mencakup
terapi perilaku rasional emotif untuk membantu pasien mencegah berbagai frustrasi dan
tantangan yang tidak terhindarkan dalam kehidupan menjadi suatu bencana dan dengan
demikian membantu mereka menurunkan kadar stres.4
Selain itu, pasien juga sering diajari teknik-teknik relaksasi otot sebagai suatu alat
bantu untuk belajar mendeteksi kecemasan atau kemarahan yang berkembang secara perlahan
kemudian menerapkan keterampilan relaksasi untuk mengendalikan berbagai emosi tersebut
secara lebih baik. Asumsi yang berlaku adalah ketidakteraturan emosional merupakan bagian
dari berbagai diathesis biologis dalam skizofrenia dan suatu faktor yang harus diterima dan
dihadapi pasien dalam hidupnya dan bukan dihilangkan (atau disembuhkan) seluruhnya.
Namun, juga terdapat fokus kuat untuk mengajarkan keterampilan sosial spesifik serta
mendorong pasien untuk tetap meneruskan pengobatan mereka dalam roda pemeliharaan,
yaitu dengan dosis yang umumnya lebih rendah dari dosis yang diperlukan dalam fase
penyakit yang akut dan paling parah.5
Terapi individual Hogarty juga mencakup berbagai elemen non-behavior, terutama
penerimaan yang hangat dan empatik atas gangguan emosional dan kognitif pasien bersama
dengan ekspektasi yang realistik, namun optimistik bahwa hidup dapat menjadi lebih baik.
Secara umum, para pasien diajari bahwa mereka memiliki kerentanan emosional terhadap
18

stres, bahwa pikiran mereka tidak selalu sejernih yang seharusnya, bahwa mereka harus tetap
meneruskan pengobatan, dan bahwa mereka dapat mempelajari berbagai macam
keterampilan agar dapat menjalani hidup secara maksimal. Ini bukan penanganan jangka
pendek penanganan ini dapat berlangsung selama 3 tahun dengan sesi terapi setiap satu atau
dua minggu sekali.6
Perlu dicatat bahwa fokus terapi ini sebagian besar terletak pada pasien, tidak pada
keluarga. Sementara itu, fokus dalam berbagai studi keluarga adalah mengurangi tingginya
EE dalam keluarga pasien yang merupakan suatu perubahan lingkungan dari sudut pandang
pasien tujuan terapi pribadi adalah mengajarkan keterampilan coping internal kepada pasien,
berbagai cara baru dalam berpikir tentang dan mengendalikan berbagai reaksi afektif
terhadap tantangan apa pun yang terdapat di lingkungannya.6
Terakhir, hal penting dalam terapi ini adalah apa yang disebut Hogarty dkk. sebagai
"manajemen kritisisme dan penyelesaian konflik". Istilah tersebut merujuk pada cara
menghadapi umpan balik negatif dan orang lain dan cara menyelesaikan berbagai konflik
interpersonal yang merupakan bagian tak terhindarkan dalam berhubungan dengan orang
lain. Mengajari pasien keterampilan penyelesaian masalah social, cara mengatasi berbagai
tantangan yang tidak terhindarkan yang dihadapi oleh setiap orang dalam berhubungan
dengan orang lain merupakan bagian dari elemen terapi ini (D'Zurilla & Goldfried, 1971).
Berbagai menunjukkan bahwa bentuk intervensi ini dapat membantu banyak pasien
skizofrenik tetap hidup di luar rumah sakit dan berfungsi dengan lebih baik, dengan hasil
yang paling positif dicapai oleh mereka yang dapat hidup bersama keluarga mereka sendiri.5,6
6. Terapi Reatribusi (Reatribution Therapy).
Melalui diskusi kolaboratif (dan dalam konteks berbagai modal intervensi lain,
termasuk pemberian obat-obatan antipsikotik), beberapa pasien dibantu untuk memberikan
suatu makna nonpsikotik terhadap berbagai simptom paranoid sehingga mengurangi
intensitas dan karakteristiknya yang berbahaya, sama dengan yang dilakukan dalam terapi
kognitif Beck untuk depresi dan pendekatan Barlow terhadap gangguan panik. Dengan
peringatan bahwa pendekatan yang cukup intelektual ini mungkin hanya tepat bagi minoritas
pasien skizofrenia, berikut ini.4,5,6
Namun, penting juga meminta si pasien mempertanyakan sistem delusionalnya.
Maka, dalam sesi pertama terapis meminta pasien untuk mengulurkan tangan kanannya,
19

mengepalkan lengan dengan kuat dan melengkungkan pergelangan tangannya ke bawah


sehingga kepalan tangannya menekuk ke arah dalam lengannya. Tujuannya adalah
menimbulkan rasa legang di bagian depan lengannya hal itulah yang terjadi dan si pasien
mengamati bahwa perasaan tersebut mirip dengan titik-titik tekanan yang dirasakannya.
Pelatihan

relaksasi

ekstensif

membuat

klien

mulai

dapat

mengendalikan

kecemasannya dalam berbagai situasi di rumah sakit dan pada saat yang sama mengurangi
intensitas titik-titik tekanan. Seiring ia mampu mengendalikan perasaannya, secara bertahap
ia mampu menganggap titik-tilik tekanan tersebut sebagai suatu "sensasi" dan secara umum
pembicaraannya mulai terlepas dari nada paranoid yang terdahulu.5
Pelatihan relaksasi tampaknya memungkinkan pasien menguji hipotesis non-paranoid
tentang titiktitik tekanan yang dirasakannya dan menemukan kebenaran hipotesis tersebut
sehingga menghapuskan keyakinan terhadap sensasi-sensasi tersebut yang telah berperan
dalam paranoid yang dideritanya.5

Perjalanan Gangguan dan Prognosis Skizofrenia


Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun,
secara urnum melewati tiga fase utama, yaitu:4,5,6
a. Fase prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan. sebelurn fase aktif gejala gangguan dan tidak disebabkan oleh gangguan
afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala
dan kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat
terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang
individu mulai menarik diri secara sosial dan lingkungannya (Prabowo, 2007).
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama beberapa rninggu
hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kriteria untuk
menegakkan diagnosis skizofrenia muncul, Individu dengan fase prodromal singkat,
perkembangan gejala gangguannya Iebih jelas terlihat daripada individu yang
rnengalarni fase prodromal panjang.5
b. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara
jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada
20

kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai
akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin
besar antara individu dengan Iingkungan sosialnya.5
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala
dan kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak
disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan
gangguannva. Beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari
lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua
kemungkinan, yaitu prognosis positif apabila didukung oleh beberapa aspek berikut,
seperti: onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya
kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang sosial,
pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara singkat, munculnya gejala
gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan adanya sistem pendukung
yang baik.1
Sedangkan prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa
keadaan seperti berikut: onset gangguan lebih awal, faktor pencetus tidak jelas,
riwavat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi
cukup lama, adanya perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri, statusnya
lajang, bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang
mengidap skizofrenia, munculnya gejala negative, sering kambuh secara berulang,
dan tidak adanya sistem pendukung yang baik. Menurut Sirait, skizofrenia merupakan
gangguan yang bersifat kronis, berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan
tidak berfungsi selarna bertahun-tahun. Beberapa penelitian menemukan lebih dari
periode waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan pertama kali dirurnah sakit, hanya
10 sampai 20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk.
Seorang caregiver maupun anggota keluarga lainnya berperan penting selama pasien
berada pada fase aktif maupun fase residual. Hal ini disebabkan karena setelah pasien
selesai dengan perawatan di rurnah sakit, terapi akan tetap dilanjutkan di lingkungan
rurnah, oleh karena ini, kesuksesan pengobatan serta kekambuhan pasien akan
ditentukan oleh caregiver selain faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi
kesuksesan pengobatan tersebut.4

Diagnosis Banding
21

Gangguan Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal
dari pemikiran orang tersebut yang sudah kehilangan kontrol.5
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat.


Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian.
Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain.
Perpisahan dengan orang yang dicintainya.
Kegagalan yang sering dialami.
Keturunan, paling sering pada kembar satu telur.
Sering menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat, misalnya menyalahkan
orang lain.

Terdapat beberapa jenis waham antara lain:5


1. Waham Agama yaitu keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan.
2. Waham Kebesaran yaitu keyakinan klien yang berlebihan tentang kebesaran dirinya
atau kekuasaan.
3. Waham Somatik yaitu klien yakin bahwa bagian tubuhnya tergannggu, terserang
penyakit atau didalam tubuhnya terdapat binatang.
4. Waham Curiga yitu klien yakin bahwa ada orang atau kelompok orang yang sedang
mengancam dirinya.
5. Waham Nihilistik yaitu klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi di dunia atau
sudah meninggal dunia.
6. Waham Sisip pikir yaitu klien yakin bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan/dimasukan kedalam pikirannya.
7. Waham Siar pikir yaitu klien yakin bahwa orang lain megetahui isi pikiranya, padahal
dia tidak pernah menyatakan pikiranya kepada orang tersebut.
8. Waham Kontrol pikir yaitu klien yakin bahwa pikiranya dikontrol oleh kekuatan dari
luar.
Gejala Klinis
1. Kognitif
Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
Individu sangat percaya pada keyakinannya.
Sulit berfikir realita.
Tidak mampu mengambil keputusan.

22

2. Afektif
Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
Afek tumpul.
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
Hipersensitif.
Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal.
Depresif.
Ragu-ragu.
Mengancam secara verbal.
Aktifitas tidak tepat.
Streotif.
Impulsive.
Curiga.
4. Fisik
Hygene kurang.
Muka pucat.
Sering menguap.
Berat badan menurun.
Nafsu makan berkurang dan sulit tidur.

Psikotik Akut
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/aneh.

Gangguan psikotik singkat/akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan

yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis dan dapat
kembali ke tingkat fungsional premorbid.6
Manifestasi Klinis
Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu:6
1.
2.
3.
4.

Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya.


Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal.
Kebingungan atau disorientasi.
Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan
berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa
serta marah-marah atau memukul tanpa alasan.
Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurang-kurangnya satu gejala

psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukan
keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah mengamati
bahwa gejala afektif, konfusi dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering

23

ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala
karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau
perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan daya ingat untuk
peristiwa yang belum lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang
mengarahkan diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap,
walaupun hasilnya mungkin negatif.6
Pemeriksaan status mental biasanya hadir dengan agitasi psikotik parah yang mungkin
terkait dengan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal, tidak teratur
berbicara, berteriak atau kebisuan, suasana hati labil atau depresi, bunuh diri, membunuh
pikiran atau perilaku, kegelisahan, halusinasi, delusi, disorientasi, perhatian terganggu,
konsentrasi terganggu, gangguan memori, dan wawasan miskin.6
Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat diagnosis
mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya gejala psikotik mungkin
jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu gangguan mood sebelumnya, dan
riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari
wawancara klinis saja. Disamping itu, klinis mungkin tidak mampu memperoleh informasi
yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus.6
Contoh yang paling jelas dari stressor pencetus adalah peristiwa kehidupan yang
besar yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang.
Peristiwa tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang
berat. Beberapa klinis berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus dipertimbangkan
didalam hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun pandangan tersebut memiliki alasan,
tetapi mungkin memperluas definisi stressor pencetus dengan memasukkan peristiwa yang
tidak berhubungan dengan episode psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stressor mungkin
merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stress sedang, bukannya peristiwa tunggal
yang menimbulakan stress dengan jelas. Tetapi penjumlahan derajat stress yang disebabkan
oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis yang hampir tidak
mungkin.6

24

Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik yang ditandai dengan distorsi proses
pikir, persepsi, emosi dan perilaku. Gangguan ini mempunyai 2 gejala khas yaitu gejala
positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa peningkatan atau distorsi dari fungsi yang
normal sedangkan gejala negatif berupa pengurangan atau kehilangan dari fungsi normal.
Kita dapat melakukan 2 penanganan dalam skizofrenia yaitu penanganan biologis dan
penanganan psikologis atau psikososial. Penanganan biologis antara lain terapi kejut dan
psychosurgery, perawatan di rumah sakit, dan farmakoterapi. Sedangkan penanganan
psikologis berupa psikoterapi, terapi keluarga, pelatihan keterampilan sosial, terapi kognitifbehavior, terapi personal, serta terapi reatribusi. Dalam proses penyembuhannya diperlukan
keterlibatan semua pihak tidak hanya pihak dokter, suster ataupun psikiater tapi dibutuhkan
juga keterlibatan anggota keluarga, kerabat ataupun temen dekat pasien.

25

Daftar Pustaka
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC.2010.h.1-37.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika.
2003.h.407-13.
3. Davidson, Gerald C. Psikologi abnormal. Edisi ke-9. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. 2006.h.134-47.
4. Nolen, Susan, Hoeksoma. Abnormal Psychology. Ed.4 th. Philadelphia: McGraw-Hill
Higher Education. 2006.p.1019-1087.
5. Semiun Y. Kesehatan mental. Edisi ke-3. Yogyakarta: Kanisius. 2006. h. 20-87.
6. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2003.h. 22-45.

26

Anda mungkin juga menyukai