Anda di halaman 1dari 26

1

A. DEFINISI
Di bawah ini merupakan berbagai definisi Skizofrenia:
1. Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan
kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan
(kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan menggangu
kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)
2. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan
menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat
diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
3. Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam
otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri
hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari
hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan
panca indera) (Arif, 2006).
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga
penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi
berbagai fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif.

B. JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:
1. Skizofrenia simplex
Yaitu skizofrenia yang sering timbul pertama kali pada masa pubertas
(pada beberapa kasus). Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya
ditemukan, waham dan halusinasinya jarang sekali ada.

2

2. Jenis hebrefenik
Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering
timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang
menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi.
3. Jenis katatonik
Yaitu jenis skizofrenia yang timbulnya pertama kali antara umur 15-30
tahun, biasanya akut serta didahului oleh stres emosional. Skizofrenia
jenis ini melibatkan aspek psikomotorik. Skizofrenia jenis katatonik
terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Stupor Katatonik, merupakan gangguan di mana penderita tidak
menunjukkan perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang
muncul di antaranya adalah mutisme (kadang-kadang mata
tertutup) dan muka tanpa mimik
b. Gaduh Gelisah Katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik
di mana terdapat hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi
dan rangsangan dari luar.
4. Jenis Paranoid
Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun,
penderita mudah tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak
dan kurang percaya pada orang lain. Hal ini dilakukan penderita
karena adanya waham kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema
lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.
5. Skizofrenia Residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses
berpikir, gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan
psikomotor. Namun, tidak ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan
ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.


3

6. Jenis Skizo-Afektif
Yaitu jenis skizofrenia yang selain gejala-gejalanya yang menonjol
secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania
menyertai. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek tetapi
mungkin juga seringkali timbul lagi.

C. SEBAB-SEBAB (BIOPSIKOSOSIALSPIRITUAL)
Ada beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab
skizofrenia. Adapun teori-teori tersebut seperti tersebut di bawah ini:
1. Teori Neurotransmitter
Di dalam otak manusia terdapat berbagai macam neurotransmitter,
yaitu substansi atau zat kimia yang bertugas menghantarkan impuls-
impuls saraf. Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh
terhadap timbulnya skizofrenia. Dua di antaranya yang paling jelas
adalah neurotransmitter dopamine dan serotonin. Berdasarkan
penelitian, pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan
peningkatan kadar dopamine dan serotonin di otak secara relatif.
Menurut Mesholam Gately et.al dalam jurnal Neurocognition in
First-Episode Schizophrenia: A Meta Analytic Review (2009),
gangguan neurokognisi adalah fitur utama pada episode pertama
penderita skizofrenia. Gangguan tersebut membuat sistem kognisi
tidak dapat bekerja seperti kondisi normal.
2. Teori Genetik
Diduga faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya
skizofrenia. Walaupun demikian, terbukti dari penelitian bahwa
skizofrenia tidak diturunkan secara hukum Mendeell (jika orang tua
skizofrenia, belum tentu anaknya skizofrenia juga). Dari penelitian
didapatkan prevalensi sebagai berikut:
Populasi umum 1%
Saudara Kandung 8%-10%
Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4

Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
Kembar monozigot 47%-50%
Sampai saat ini, belum ada hal yang pasti mengenai penyebab
skizopfrenia. Namun demikian peneliti-peneliti meyakini bahwa
interaksi antara genetika dan lingkungan yang menyebabkan
skizofrenia. Menurut Imransyah, bahwa hanya 10% dari genetika yang
dapat menyebabkan skizofrenia, sedangkan Hawari (Arif, 2006)
mengakui bahwa skizofrenia dapat dipicu dari faktor genetik. Namun
jika lingkungan sosial mendukung seseorang menjadi pribadi yang
terbuka maka sebenarnya faktor genetika ini bisa diabaikan. Namun
jika kondisi lingkungan mendukung seseorang bersikap asosial maka
penyakit skizofrenia menemukan lahan suburnya.
Penelitian lain dari Clarke et al yang berjudul Evidence for an
Interaction Between Familial Liability and Prenatal Exposure to
Infection in the Causation of Schizophrenia (2009), menyebutkan
bahwa Komplikasi kelahiran dan keluarga yang memiliki resiko
psikotik terbukti menyebabkan skizofrenia dengan persentase resiko
38% - 46%.
3. Predisposisi Genetika
Meskipun genetika merupakan faktor resiko yang signifikan,
belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Kemungkinan
melibatkan berbagai gen. Penelitian telah berfokus pada kromosom 6,
13, 18, dan 22. Resiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada
dalam keluarga, yaitu satu orang tua yang terkena 12%-15%, kedua
orang tua terkena penyakit ini resiko 35%-40%, saudara sekandung
terjangkit resiko 8%-10%, kembar dizigotik yang terkena resiko 12%-
15%, bila kembar monozigotik yang terkena resiko 47%- 50%.
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia
diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki
5

laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /
nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi
umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang
tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12 % (Makalah
pembahas).
Lenzenweger, Mark et al. dalam jurnal Resolving The Latent
Structure of Schizophrenia Endophenotypes Using Expectation-
Maximization-Based Finite Mixture Modelling (2007) melakukan
penelitian mengenai struktur laten fenotip pada beberapa subjek yang
diindikasikan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek
tersebut memiliki kecenderungan kepribadian skizotipal yang sangat
berpotensi untuk mengarah pada gangguan psikotik.
4. Abnormalitas Perkembangan Syaraf
Penelitian menunjukkan bahwa malformasi janin minor yang
terjadi pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari
skizofrenia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
saraf dan diidentifikasi sebagai resiko yang terus bertambah, meliputi
individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua,
individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan,
dan penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa anak-anak.
5. Abnormalitas Struktur dan aktivitas Otak
Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, teknik
pencitraan otak (CT, MRI, dan PET) telah menujukkan adanya
abnormalitas pada struktur otak yang meliputi pembesaran ventrikel,
penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal
penurunan aktivitas metaolik di bagian-bagian otak tertentu atrofi
serebri. Ahli neurologis juga menemukan pemicu dari munculnya
gejala skizofrenia. Pada para penderita skizofrenia diketahui bahwa
sel-sel dalam otak yang berfungsi sebagai penukar informasi mengenai
6

lingkungan dan bentuk impresi mental jauh lebih tidak aktif dibanding
orang normal.
Temuan ini bisa menjabarkan dan membantu pengobatan
munculnya halunisasi dan gangguan pemikiran pasien skizofrenia,
demikian menurut tim dari Harvard Medical School. Pada saat yang
sama para ilmuwan memonitor gelombang otak partisipan dengan
menggunakan alat electroencephalogram (EEG) yang bisa memberi
informasi aktivitas elektrik otak. Kedua kelompok memberi respon
terhadap gambar-gambar tersebut selama satu detik saja. Namun
mereka yang menderita skizofrenia membuat lebih banyak kesalahan
dan membutuhkan waktu lebih banya 200 milidetik dibanding yang
sehat.
Ketika para ilmuwan mengamati pola gelombang otak, mereka
menemukan bahwa pasien skizofrenia memperlihatkan tidak adanya
aktivitas pasti dalam gelombang otakknya ketika menekan tombol-
tombol jawaban. Sementara partisipan yang sehat memiliki aktivitas
gelombang gama yang bisa menjadi identifikasi bahwa otak mereka
memproses informasi visual sebagai petunjuk responnya. Ada
perbedaan yang sangat dramatis. Para penderita skizofrenia tidak
memperlihatkan respons gama sama sekali, komentar Dr. Robert
McCarley, pemimpin studi. Jika komunikasi yang paling efisien terjadi
pada gelombang 40 hertz, maka penderita skizofrenia menggunakan
frekuensi yang jauh lebih rendah. Ini sama saja artinya dengan mereka
tidak mempunyai proses komunikasi yang efektif pada sel penukar
informasi dan bagian otaknya.
6. Ketidakseimbangan Neurokimia (neurotransmitter)
Skizofrenia memiliki basis biologis, seperti halnya penyakit kanker
dan diabetes. Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang
terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak
(neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut
neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter.
7

Penelitian terbaru bahkan menunjukkan serotonin, norepinefrin,
glutamate, dan GABA juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala
skizofrenia. Majorie Wallace, pimpinan eksekutif yayasan Skizofrenia
SANE, London, berkomentar bahwa, di dalam otak terdapat miliaran
sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk
meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel lainnya.
Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut
neurotransmitter yang menbawa pesan dari ujung sambungan sel yang
satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak penderita
skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi
tersebut. Biasanya mereka mengalami halusinasi.
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak
mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan
yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara
atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu
sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala
yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam
dirinya.
Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi
kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu
yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Gejala lain adalah
menyesatkan pikiran atau delusi, yakni kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan
kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu lalu lintas di
jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu
isyarat dari luar angkasa.
7. Proses Psikososial dan Lingkungan
Proses psikososial dan lingkungan juga sangat berpengaruh untuk
menyebabkan skizofrenia. Setiap orang pada umumnya memiliki
kecenderungan untuk skizofrenia 1%. Pada individu yang memiliki
hubungan dekat dengan seseorang yang terjangkit skizofrenia,
8

kecenderungannya sekitar 10%. Jika seseorang hidup dalam
lingkungan yang mendukung asosial, kemungkinan seseorang untuk
mengidap skizofrenia tinggi. Namun bila sedeorang hidup dalam
lingkungan yang terbuka, walaupun secara genetik dia memiliki
kecenderungan skizofrenia, hal itu bisa diminimalisisr bahkan
dihilangkan.

D. PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN
Berbagai cara dilakukan untuk memahami dan mengatasi skizofrenia.
Dalam perspektif psikologis, khususnya perspektif psikodinamik dan
perkembangan, diyakini bahwa skizofrenia bukanlah gangguan yang
terjadi secara langsung dan tiba-tiba melainkan merupakan hasil suatu
proses panjang. Proses berakar pada gangguan relasi yang paling awal,
yaitu antara bayi dan caregiver-nya (McGlashan; Arif, 2006).
Sementara itu teori keluarga menjelaskan bawah beberapa pasien
skizofrenia sebagaimana orang mengalami penyakit non-psikiatrik berasal
dari keluarga dengan disfungsi. Selain itu, hal yang juga relevan adalah
perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan
stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia (makalah
pembahas).
Gangguan dini dalam relasi ini kemudian mengakibatkan kerentanan
dan berujung pada kerusakan yang berat bagi individu yang bersangkutan.
Interaksi bayi dengan pengasuh atau bahkan ibunya (yang menjadi
primary object) harus menghasilkan ruang psikologis yang memadai untuk
pertumbuhan kepribadiannya. Demikian juga dengan anggota keluarga
lainnya yang mungkin akan menjadi external object relations pertama bagi
si bayi (bila bayi tumbuh di lingkungan keluarganya). Respon positif
terhadap keberadaan bayi tersebut akan meneguhkan dan membentuk
kepribadian yang sehat pada bayi tersebut. Kepribadian yang sehat ini
kelak ditandai dengan coping yang baik terhadap masalah yang dihadapi.
9

Dari perspektif behavioral dijelaskan bahwa patologi terjadi karena
proses belajar yang salah. Hal ini berkaitan dengan perspektif kognitif
yang menjelaskan bahwa patologi terjadi karena keyakinan dan proses
kognitif yang salah, yang bisa jadi karena proses belajar yang salah juga.
Prinsip reward dan punishment pada proses belajar juga akan terkait
dengan pengaktualisasian potensi yang dibatasi jika individu terlalu
banyak mendapat punishment saat belajar, sehingga patologi muncul. Jika
skizofrenia ditilik dari perspektif humanistik, maka pasti ada pembatasan
aktualisasi diri yang berlebihan pada diri penderita gangguan psikotik ini
(Alwisol, 2007).
Sementara jika ditilik dari perspektif spiritual Islami, penderita
gangguan psikotik adalah hasil dari ketidakseimbangan kesehatan mental,
kesehatan sosial, kesehatan spiritual, kesehatan finansial, dan kesehatan
fisik. Menurut perspektif spiritual Islami, manusia akan sehat secara
holistik jika mampu menyeimbangkan seluruh aspek kesehatan yang
dimiliknya (Adz Zakiey, 2007).
Dari penjabaran di atas, jelas bahwa diperlukan multiperspektif untuk
menjelaskan skizofrenia secara tepat.

E. GEJALA
Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan
oleh berbagai sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of
Mental Disorder IV-TR, gejala khas skizofrenia berupa adanya:
1. Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi
yang tidak sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan
budaya pasien atau masyarakat umum)
2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
3. Pembicaraan kacau
4. Perilaku kacau
5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan
emosi, kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)
10

Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-
TR (2008) adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling
sedikit 6 bulan, tidak termasuk gangguan perasaan (mood), tidak termasuk
gangguan karena zat atau karena kondisi medis, dan bila ada riwayat
Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,
diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi
yang menonjol selama paling tidak 1 bulan.
Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:
1. Gejala Primer, yang meliputi:
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada
skizofrenia inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:
1) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa
senang dan gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa
sedih atau marah.
2) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis
c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita
skizofrenia memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan dan tidak dapat bertindak dalam sebuah
situasi menekan. Gangguan kemauan yang timbul antara lain:
1) Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau
berlawanan terhadap suatu permintaan.
2) Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang
berlawanan pada waktu yang bersamaan.
3) Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi
oleh orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia
melakukannya secara otomatis.
d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan
kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat
gerakan-gerakan yang kurang luwes atau agak kaku.
11

2. Gejala Sekunder, yang meliputi:
a. Waham.
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali
dan sangat bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan
untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh
siapapun.
b. Halusinasi.
Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak
dijumpai pada keadaan lain.
Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila
terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur
kepribadian yang diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari
2 kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:
a. Pikirannya dapat didengar sendiri
b. Suara-suara yang sedang bertengkar
c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
2. Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:
a. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
b. Pikirannya diambil keluar
c. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Pikirannya diketahui oleh orang lain
e. Perasaannya dibuat oleh orang lain
f. Kemauannya dipengaruhi orang lain
g. Dorongannya dikuasai orang lain
h. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita
skizofrenia bila ada gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan
syarat kesadaran penderita tidak menurun.
12

Gejala lain yang diungkap adalah:
1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal,
meliputi:
a. Delusi.
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap
misinterpretasi terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-
macam bentuk, yaitu delusion of grandeur (waham kebesaran)
yaitu keyakinan irasional mengenai nilai dirinya, delusion of
persecution yaitu yakin dirinya atau orang lain yang dekat
dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan cara
tertentu, delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa
penderita dicintai oleh seseorang yang lebih tinggi statusnya,
delusion of jealous yaitu yakin pasangan seksualnya tidak setia,
dan delusion of somatic yaitu merasa menderita cacat fisik atau
kondisi medis tertentu.
b. Halusinasi
Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai
hal dilihat didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real
(benar-benar ada).
2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal,
meliputi:
a. Avolisi
Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau
mempertahankan kegiatan-kegiatan penting.
b. Alogia
Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.
c. Anhedonia
Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu
dengan beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan
skizofrenik.
d. Afek Datar
13

Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.
3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia
termasuk inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang
disorganisasi
Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai
dengan aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang
tidak lazim.
Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus
menunjukkan 2 atau lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan
porsi yang besar selama paling sedikit 1 bulan.
Tanda awal skizofrenia seringkali terlihat saat kanak-kanak. Tanda-
tanda tersebut perlu untuk diketahui untuk membedakan gejala skizofrenia
pada anak dengan proses belajar anak yang masih dalam bentuk bermain.
Anak seringkali berimajinasi tentang peran-peran baru dalam
permainannya, namun hal tersebut bukanlah sebuah gangguan. Indikator
premorbid (pra-sakit) pada anak pre-skizofrenia antara lain:
1. Ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi (wajah dingin, jarang
tersenyum, tak acuh)
2. Penyimpangan komunikasi (anak sulit melakukan pembicaraan
terarah)
3. Gangguan atensi (anak tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,
serta memindahkan atensi)
Adapun gejala awal yang terlihat pada tahap-tahap tertentu dalam
perkembangan adalah sebagai berikut:
1. Pada anak perempuan, tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri
secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah
sangat terbatas
2. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, menggangu,
14

dan tidak disiplin
3. Pada bayi, biasanya terdapat problem tidur makan, gangguan tidur
kronis, tonus otot lemah, apatis, dan ketakutan terhadap objek atau
benda yang bergerak cepat
4. Pada balita, terdapat ketakutan yang berlebihan terhadap hal-hal baru
seperti potong rambut, takut gelap, takut terhadap label pakaian, takut
terhadap benda-benda bergerak
5. Pada anak usia 5-6 tahun, mengalami halusinasi suara seperti
mendengar bunyi letusan, bantingan pintu atau bisikan, juga halusinasi
visual seperti melihat adanya sesuatu yang bergerak meliuk-liuk, ular,
bola-bola bergelindingan, lintasan cahaya dengan latar belakang warna
gelap. Anak terlihat bicara atau tersenyum sendiri, menutup telinga,
sering mengamuk tanpa sebab.

F. ONSET
Siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa memandang jenis kelamin,
status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan
statistik adalah 15-30 tahun, dimana gejala skizofrenia mulai muncul pada
umur 20 tahun untuk pria, sedangkan untuk wanita gejala-gejala
skizofrenia mulai muncul pada umur 20 tahun atau awal umur 30 tahun.
Namun, pada saat ini juga mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar usia 8
tahun, bahkan ada kasus usia 6 tahun) dan late-onset skizofrenia (usia
lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang
untuk mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia,
terjangkit virus saat dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam
kandungan, stresor lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan
psikoaktif saat remaja, dan lain-lain.
Penulis mendapatkan sumber kasus onset dini skizofrenia dari DSM-
IV-TR (2008). Sumber tersebut tidak menjelaskan secara rinci bagaimana
kasus dan waktu terjadinya. Sumber hanya menerangkan bahwa memang
ada kesulitan untuk mendiagnosis anak yang terkena skizofrenia, terutama
15

pada fitur visual halusinasi. Penulis mencoba memberikan contoh kasus ini
dari film Pans Labirynth,dimana ada seorang anak yang sering bermain
dengan dunia peri namun juga memiliki keluarga di dunia nyata. Anak
tersebut benar-benar tidak dapat membedakan mana dunia nyata dan dunia
delusi.
Sementara itu menurut Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison &
Neale ( Fausiah & Widur; makalah pembahas) onset untuk laki laki 15
sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih
buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Sedangkan onset skizofrenia
sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 50 tahun sangat jarang terjadi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih mungkin
memunculkan simton negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada pria.
Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan
menderita skizofrenia bila faktor biologis berinteraksi dengan faktor
psikologis dan sosial.

G. PREVALENSI
Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat
pada daftar di bawah ini:
1. Populasi umum 1%
2. Saudara Kandung 8%-10%
3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
6. Kembar monozigot 47%-50%

H. TERAPI
1. Terapi Biologis/Medis
Sejak tahun 1990-an telah ditemukan obat bagi penderita
skizofrenia. Obat yang disebut Neuroleptics ini mampu mengurangi
16

gejala kegilaan yang muncul pada penderita skizofrenia. Menurut
Hawari, obat skizofrenia versi lama hanya menyembuhkan gejala
positif skizofrenia, seperti gampang mengamuk dan gemar berteriak-
teriak. Sayangnya, obat tersebut tidak menyembuhkan gejala negatif.
Penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat versi lama masih sering
tampak bengong dan gemar melamun. Sementara obat skizofrenia
versi baru, menurut Hawari (Arif, 2006), berhasil menyembuhkan
gejala-negatif sekaligus positif.
Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti
mengendalikan syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang
untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi delusi atau halusinasi. Obat
ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala positif (delusi,
halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat
mempengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi. Fungsi
neuroleptics adalah antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa
jumlah dopamine yang berlebihan menjadi pemicu munculnya
skizofrenia.
Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa
penggunaan milnacipran mampu menghambat afek negative
skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan asocial. Kasus ini terjadi pada
penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di rumah sakit
jiwa (Hoaki et al, 2009)
2. Terapi Keluarga
Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting
dalam pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk
membangun hubungan kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter
atau psikolog. Melalui psikoterapi ini, maka pasien dibantu untuk
melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan teman
merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam
bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat
terapi khusus dari rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah
17

sakit tersebut untuk beberapa lama sehingga dokter dapat melakukan
kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan penderita.
Tapi sebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari
keluarga penderita, karena jika dukungan ini tidak diperoleh, bukan
tidak mungkin para penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut
Dadang, sejumlah penderita skizofrenia juga sering kambuh meski
telah menyelesaikan terapi selama enam bulan. Karena itu, agar
halusinasi tidak muncul lagi, maka penderita harus terus menerus
diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun, keluarga juga tidak
boleh berlebih-lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia.
Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan
perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari sikap
expressed emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu
mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang justru bisa
menyulitkan penyembuhan.
Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan
bagi penderita skizofrenia. Upaya membentuk self help group di antara
keluarga yang memiliki anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah
langkah positif (Arif, 2006).
Kelompok pembahas menyajikan terapi kelompok sebagai salah
satu terapi untuk skizofrenia. Menurut penulis, pemberian terapi
kelompok pada penderita skizofrenia kurang tepat. Alasan utama
adalah terapi kelompok biasa digunakan pada proses rehabilitasi
pecandu narkotika (dalam proses penyembuhan). Konsep dasar terapi
kelompok adalah mediasi masalah dalam kelompok, dinamikan
kelompok, atau outbond (dengan individu yang mengalami masalah
yang sama). Bagaimana mungkin penderita skizofrenia bisa melakukan
hal-hal di atas?
Kelompok pembahas menyajikan beberapa hal sebagai berikut
tentang terapi kelompok:
18

1. Memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simtom dan
tanda-tanda kekambuhan.
2. Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan
dengan antipsikotik.
3. Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.
4. Meningkatkan komunikasi dan ketrampilan pemecahan masalah
dalam keluarga.
5. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak
sosial mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.
6. Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu membaik, dan pasien
mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.
Poin ke 3, 4, dan 5 sebenarnya adalah bagian dari proses
terapi keluarga. Jadi mungkin masih ada kerancuan pada kelompok
pembahas mengenai konsep dasar terapi kelompok dan terapi
keluarga.
3. Terapi Psikososial
Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada
kemampuan orang untuk berinteraksi dengan orang lain. Meskipun
tidak sedramatis halusinasi dan delusi, masalah ini dapat menimbulkan
konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha mengajarkan
kembali berbagai keterampilan sosial seperti keterampilan percakapan
dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada penderita
skizofrenia. Klien juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk
membantu mereka melaksanakan tugas sederhana dalam kehidupan
sehari-hari (Smith, Bellack, dan Liberman, 1996; Durand dan Barlow,
2007)
4. Psikoterapi Islami
Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan
metode terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi
doa sebenarnya dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan
kecemasan. Namun dalam konteks skizofrenia, keluarga harus
19

senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa
diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif
dari alam kepada manusia (Urbayatun, 2006).
Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada
yang salah dalam qalbu manusia sehingga ia terkena gangguan
psikotik. Terapi psikotik dilakukan dengan cara menyucikan jiwa
individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan kebaikan (oleh
terapis).


I. PREVENSI
Skizofrenia memiliki basis/dasar biologis, seperti halnya penyakit
kanker dan diabetes. Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang
terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak
(neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut
neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter. Penelitian terbaru bahkan
menunjukkan serotonin, norepinefrin, glutamate, dan GABA juga berperan
dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.
Menurut Durand (2007), prevalensi penderita skizofrenia dari
populasi umum adalah 0,2% sampai 1,5%. Berdasarkan data tersebut,
terlihat bahwa setiap individu memiliki risiko untuk terkena gangguan
psikotik ini. Ketidakseimbangan neurotransmitter dapat dicegah dengan
cara tidak selalu mengonsumsi obat-obat psikoaktif. Pemakaian obat-
obatan psikoaktif yang terlalu sering dapat menyebabkan gangguan
halusinasi dan delusi (Durand, 2007).
Secara psikososial, penderita skizofrenia harus diterima dengan
baik oleh pihak keluarga. Karena penderita skizoferia sebenarnya tidak
dapat menerima emosi yang berlebihan dari orang lain (Durand, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini
merupakan hal yang penting dan bermanfaat dalam mempengaruhi
perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya. Sehingga pengobatan secara
20

benar dan penyediaan dukungan serta informasi bagi pasien serta keluarga
dapat mencegah kekambuhan di masa yang akan datang (Fausiah &
Widury; makalah pembahas)
Salah satu strategi untuk mencegah gangguan seperti skizofrenia
(yang biasanya tampak pada masa dewasa awal) adalah dengan
mengidentifikasi dan menangani anak-anak yang mungkin beresiko untuk
mengalami gangguan ini di masa dewasanya kelak. (Durand & Barlow,
2007)
Selain itu, faktor-faktor seperti komplikasi kelahiran dan beberapa
penyakit usia dini (misalnya, virus) dapat memicu onset skizofrenia,
terutama di kalangan mereka yang secara genetik telah terdisposisi. Jadi,
intervensi-intervensi seperti vaksinasi berbagai macam virus untuk
perempuan usia subur dan intervensi-intervensi yang berhubungan dengan
perbaikan nutrisi dan perawatan prenatal mungkin merupakan ukuran-
ukuran preventif yang efektif (McGrath, dalam Durand & Barlow, 2006).
Ada tiga bentuk pencegahan primer. Pertama, pencegahan
universal, ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko.
Caranya adalah mencegah komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua,
pencegahan selektif, ditujukan kepada kelompok yang mempunyai risiko
tinggi dengan cara, orang tua menciptakan keluarga yang harmonis,
hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi, yaitu mencegah mereka
yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak menjadi
skizofrenia yang nyata, dengan cara memberikan obat antipsikotik dan
suasana keluarga yang kondusif (makalah pembahas).

J. KUALITAS HIDUP PENDERITA
Perspektif rentang dan kualitas hidup dapat mengungkap sebagian
dari perkembangan penderita skizofrenia. Salah satu di antara beberapa
studi adalah penelitian jangka panjang selama 40 tahun. Temuan umum
mereka adalah bahwa orang dewasa yang lebih tua cenderung
memperlihatkan lebih sedikit gejala positif, seperti delusi dan halusinasi,
21

dan lebih banyak gejala positif, seperti delusi dan halusinasi dan lebih
banyak gejala negatif, seperti kesulitan berbicara dan kognitif. Pada
intinya, kualitas hidup penderita skizofrenia ditentukan oleh dukungan
keluarga dan dukungan sosial yang ia terima (Belitsky dan McGlashan;
Durand, 2007).
Menurut Durand dan Barlow (2007), penderita skizofrenia tipe
paranoia memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan tipe lainnya.
Hal ini disebabkan oleh keterampilan afeksi dan kognitif penderita yang
relative tidak terganggu.
Sementara itu Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison & Neale
(Fausiah & Widur; makalah pembahas) menjelaskan bahwa prognosis
laki-laki lebih buruk dibandingkan wanita. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pria lebih mungkin memunculkan simton negatif
dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki fungsi sosial yang
lebih baik daripada pria.


K. AYAT AL QURAN DAN HADIST
7 ^O -4 .4^El4N =OGC ^O)
OE14^ +O+4O O)E+ =/j_OO4`
}C^OO=- UNL) -EO4N4
^j ;*7O- El)U;_@O) W
-EOE- l=O4^N` 1jO4
_-4O=4 ^jg
41. Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya:
"Sesungguhnya Aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan".
42. (Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk
mandi dan untuk minum". (QS Shad (38) 41-42)
Dalam konteks skizofrenia, gangguan psikotik dapat mucul ketika
ada stimulus biologis dan lingkungan. Syaithan, dalam bahasa Indonesia
dipadankan dengan setan, berarti adalah sifat buruk yang berada pada
22

makhluk. Penderita skizofrenia membutuhkan dukungan keluarga dan
dukungan sosial yang besar. Ketika setan itu berwujud pada bentuk
keluarga dan lingkungan yang tidak mendukung, maka gangguan psikotik
ini akan terus terjadi tanpa pengurangan gejala.

L. CONTOH KASUS
Film Pans Labyrinth
Film ini menceritakan seorang anak bernama Ofelia yang hidup
pada masa perang antara Jenderal Franco yang diktator dan pengikutnya
dengan pasukan pemberontak gerilya di Spanyol. Ibu Ofelia, Carmen, baru
menikah dengan salah seorang kapten perang bawahan Jenderal Franco
bernama Kapten Vidal. Pada masa mengandung anak Kapten Vidal,
Carmen dan Ofelia diminta untuk tinggal di tempat penggilingan
merangkap rumah peristirahatan milik Kapten Vidal. Kapten Vidal
menginginkan anaknya kelak lahir di tempat dia pernah tumbuh.
Perjalanan yang jauh dari kota tempat Ofelia tinggal menuju rumah
peristirahatan membuat kondisi kandungan Carmen menjadi lemah.
Peraturan-peraturan ketat yang dibuat oleh oleh Kapten Vidal di
rumahnya serta dorongan dari ibunya untuk selalu menuruti apa yang
Kapten Vidal perintahkan, membuat Ofelia tidak nyaman tinggal di rumah
tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi ibunya yang semakin melemah dan
situasi perang yang berkecamuk, semakin membuat Ofelia merasa tertekan
Pada suatu malam Ofelia didatangi oleh Peri yang menuntunnya ke
sebuah taman labirin yang terletak di sekitar rumah peristirahatan tersebut.
Di dalam labirin, Ofelia bertemu dewa tua bernama Faun yang
mengatakan bahwa Ofelia adalah titisan dari Putri Moanna dari Dunia
Bawah. Ofelia bisa pulang ke Dunia Bawah jika berhasil menyelesaikan
tiga tugas khusus.
Selama menjalankan tugas khusus tadi, Ofelia melanggar beberapa
ketentuan dari ibunya. Misalnya pada saat tugas pertama Ofelia melawan
seekor kodok raksasa yang tinggal di bawah sebuah pohon tua. Tugas ajaib
23

ini membuat gaun yang akan digunakan untuk makan malam bersama
relasi Kapten Vidal buatan ibunya kotor berlumuran lumpur.
Pada saat Ofelia memberitahu Faun tentang kondisi ibunya, Faun
memberikan akar Mandrake yang harus direndam dalam susu segar, diberi
darah setiap hari dan diletakkan di bawah ranjang ibunya. Pada saat
Kapten Vidal dan ibunya menemukan akar Mandrake di bawah ranjang,
akar tersebut dibakar di perapian di depan Ofelia. Pada saat yang sama
Carmen merasa akan melahirkan dan mengalami pendarahan hebat. Hal ini
membuat Ofelia semakin yakin mengenai hal-hal gaib yang ditemuinya.
Sayangnya Ofelia gagal menjalankan tugas khusu keduanya sehingga Faun
marah dan mengatakan tidak akan menemui Ofelia lagi. Kondisi psikis
Ofelia semakin diperparah saat ibunya meninggal setelah melahirkan anak
laki-laki Kapten Vidal.
Pada suatu malam Kapten Vidal dan prajuritnya memergoki Ofelia
dan Marcedes (kepala pelayan di rumah tersebut yang juga peduli pada
kondisi Ofelia) pergi membantu gerilyawan di hutan. Ofelia kemudian
ditampar dan dikurung dalam kamarnya serta tidak diberi makan. Pada
saat sendirian di kamarnya, Ofelia didatangi oleh Faun yang
memaafkannya dan memberinya satu tugas akhir, yaitu membawa adik
bayinya ke dalam labirin.
Pada saat yang sama pasukan gerilya menyerbu rumah
peristirahatan. Kapten Vidal lebih memilih untuk mengejar Ofelia yang
membawa adiknya ke dalam labirin. Di tengah labirin, Faun meminta
Ofelia menusukkan pisau ke tubuh adiknya sebagai persembahan agar
pintu Dunia Bawah terbuka, tetapi Ofelia menolaknya. Pada saat yang
sama Kapten Vidal menemukan Ofelia dan menembaknya dari belakang.
Ofelia pun jatuh tersungkur dan akhirnya meninggal.
Pada saat-saat napas terakhirnya, Ofelia terbangun dan telah berada
di Kerajaan Dunia Bawah disambut oleh ibu dan ayah kandungnya. Tetapi
pada perspektif yang berbeda diperlihatkan Ofelia yang berlumuran darah
dan sekarat dipeluk oleh Marcedes di tengah labirin.
24

Analisa yang kami berikan adalah Ofelia memiliki gejala-gejala
positif skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Akibat tekanan yang keras
dari ayahnya, ia mencoba mengalihkan realita kebahagiaan pada dunia
peri. Karena itulah, ofelia tergolong mengalami gangguan skizofrenia tipe
paranoid, dimana ia lepas dari realita dan mengalami delusi serta
halusinasi. Ofelia juga mengalami waham grander, dimana ia meyakini
bahwa dirinya adalah putri dunia bawah.
Menurut DSM-IV-TR (2008), teman khayalan (peri, dsb) adalah
bentuk dari disorganized thinking (gangguan berpikir). Pada tahapan
ringan, gangguan berpikir membuat individu tidak mampu membedakan
kondisi nyata dan fantasi. Untuk kasus yang berat, individu bahkan dapat
mengalami ketidakmampuan mengolah kata-kata untuk menjadi sebuah
kalimat. Fitur tersebut menjadi pembeda antara gangguan berpikir dengan
delusi.
Penyebab munculnya teman khayalan bisa sangat bervariasi dan
kasuistik, karena terkait dengan disorganized thinking. Bisa jadi karena
individu memang memiliki faktor risiko yang cukup besar atau karena
teman khayalan menjadi bentuk pelarian individu dari realita.













25

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga
penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai
fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat
digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan.
Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda
porsinya. Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya
halusinasi yaitu persepsi panca indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan
gejala negatif berarti pengurangan dari fungsi normal seperti kehilangan minat
dan menarik diri dari lingkungan sosial.
Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di
kalangan ahli psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya
diperlukan multiperspekif yaitu dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

















26

DAFTAR REFERENSI
Jurnal
Clarke, C, Antti Tansken, Matti Huttunen, John C. Whittaker, and Mary Cannon.
2009. Evidence for an Interaction Between Familial Liability and Prenatal
Exposure to Infection in the Causation of Schizophrenia. Journal of
Psychiatry.
Hoaki, dkk. 2009. Negative Symptoms in Schizophrenia Respond to Milnacipran
Augmentation Therapy: A Case Report. Jurnal of Psychiatry. 12: 32-34.
Lenzenweger, Mark et al. 2007. Resolving The Latent Structure of Schizophrenia
Endophenotypes Using Expectation-Maximization-Based Finite Mixture
Modelling. Journal of Abnormal Psychology, vol. 116, 16-29. American
Psychological Association.
Mesholam-Gately, Raquelle et al. 2009. Neurocognition in First-Episode
Schizophrenia: A Meta Analytic Review. Journal of Neuropsychology, vol.
23, 315-336. American Psychological Association.
Urbayatun, Siti. 2006. Psikoterapi Doa sebagai Alternatif Mengatasi Gangguan
Jiwa Ringan. Jurnal Psikologi Islami, vol. 2, 31-37.

Buku
Adz Zakiey, Hamdani Bakran. 2007. Psikologi Kenabian. Yogyakarta: Beranda.
Al Quran dan Terjemahan. 2007. Bandung: Penerbit Diponegoro.
American Psychiatric Association. 2008. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder 4
th
Edition Text Revision. Washington DC: Arlington VA.
Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Arif, Iman Setiadi. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2007. Intisari Psikologi Abnormal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai