Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk


di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun.
Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1
Skizofrenia suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunded).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase residual yaitu
fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien
lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat
jelas oleh orang lain.1
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi
terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological
Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM)
melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.3
Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua
jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Lakilaki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah
15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.3

PEMBAHASAN
1

Definisi
Skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada 1908 oleh ahli psikiatri Swiss, Eugen
Bleuer, untuk mendeskripsikan sekumpulan gangguan mental yang dikarakteristikkan sebagai
pikiran (phrenia) yang pecah (schizo). Secara harfiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang
terbelah/terpecah
Epidemiologi
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia secara
umum berkisar antara 0,2 % hingga 2 % tergantung di daerah atau negara mana studi
dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime prevalensi skizofrenia diperkirakan
antara 0,5 % dan 1 %. Karena skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun
(kronis) maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi dan
diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia sendiri angka penderita
skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25 tahun
mendatang mencapai 3/1000 penduduk.4,5
Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan menunjukkan angka
yang lebih tinggi hingga 2%. Di Indonesia angka yang tercatat di departemen kesehatan
berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %.4
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi
laki-laki memiliki onset lebih awal daripada perempuan. Puncak insidensi antara usia 15 25
tahun pada laki-laki sedangkan perempuan 25 35 tahun. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh
gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada lakilaki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada
hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki. Antara 100000-200000 kasus skizofrenia baru
diobati di Amerika setiap tahunnya. Diperkirakan 2 juta orang Amerika didiagnosis
skizofrenia dan lebih dari 1 juta mendapatkan terapi psikiatrik setiap tahunnya. Pada saat ini
mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar 8 tahun bahkan ada yang 6 tahun) dan late onset
skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang
mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terajangkit virus dalam
kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stresor lingkungan yang tinggi, memakai
obat-obatan psikoaktif saat remaja dan lain-lain.5

Sementara menurut Kaplan, Sadock dan Grebb; davison & neale, onset untuk laki-laki
15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada
laki-laki daripada pada wanita. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa pria lebih
mungkin memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita, dan wanita memiliki fungsi
sosial yang baik daripada pria. Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan
menderita skizofrenia bila faktor biologis berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial.6
Etiologi
Penyebab pasti dari skizofrenia sebenarnya belum diketahui. Berikut ini adalah
beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia. Adapun faktor-faktor
yang berpengaruh antara lain:

Faktor Genetik
Dalam studi terhadap keluarga menyebutkan pada orangtua 5.6%; saudara kandung
10.1 %; anak-anak 12.8 %; dan penduduk secara keseluruhan 0.9 %. Dalam studi
terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik (monozygote) 59.2
%, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote) adalah 15.2 %.6
Risiko berkembang menjadi skizofrenia pada masyarakat umum 1%, pada orang tua
resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15% - 20% apabila salah satu
orang tua menderita skizofrenia walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak
lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30% - 40%, pada kembar monozigot 40%
- 50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5% - 10%. Dari penelitian
epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan adalah 3%, masih lebih
tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga dari penelitian anak yang
diadopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang diadopsi orang tua normal, tetap
mempunyai resiko 16.6%, sebaliknya anak sehat yang diadopsi penderita skizofrenia
resiko 1.6%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan
keluarga biologis semakin tinggi resiko terkena skizofrenia.4,6
Kromosom lengan panjang 5, 11, dan 18, lengan pendek 19, serta koromosom X
paling sering dianggap berhubungan dengan skizofrenia. Lokus pada kromosom 6, 8,
22 juga dianggap terlibat.6

Faktor Biokimia
Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya
skizofrenia. Dua diantaranya yang paling jelas adalah neurotransmitter dopamin dan
serotonin. Berdasarkan penelitian, pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan
3

adanya aktivitas berlebihan dari dopamin atau peningkatan jumlah hipersensitivitas


reseptor dopamin dalam otak. Peningkatan kadar dopamin ini ternyata mempengaruhi
fungsi kognitif (alam fikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang
menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif maupun negatif skizofrenia.6
Menurut Mesholam gately et.al dalam jurnal neurocognition in first episode
schizophrenia: meta analytic review (2009), gangguan neurokognisi adalah fitur
utama episode pertama penderita skizofrenia. Gangguan tersebut membuat sistem
kognisi tidak dapat bekerja seperti kondisi normal. Penelitian juga menyebutkan
bahwa serotoin, norepinefrin, glutamat dan GABA juga berperan dalam menimbulkan
gejala-gejala skizofrenia. Serotonin; obat antagonis serotonin-dopamin memiliki
aktivitas terkait serotonin yang poten. Secara spesifik, antagonisme pada reseptor 5HT2 serotonin ditekan sebagai sesuatui yang penting dalam mengurangi gejala
psikotik dan meredakan timbulnya gangguan pergerakan terkait antagonisme D 2.
Norepinefrin; sejumlah peneliti melaporkan juga bahwa pemberian obat antipsikotik
jangka panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergik di lokus sereleus dan
bahwa efek terapeutik beberapa obat antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya
pada reseptor adrenergik- dan adrenergik-2. Meski hubungan antara aktivitas
dopaminergik dan noradrenergik masih belum jelas. GABA; ejumlah pasien
skizofrenia juga mengalami kehilangan neuron GABAnergik di hipokampus.6
Pada study fMRI dimana efek glutamat dalam fungsi kognitif telah diinvestigasi oleh
manipulasi level dari transmisi glutamatergik selama penggunaaan memantine.
Memantine mengurangi aksi glutamat pada reseptor NMDA dan sering digunakan
untuk mengobati penyakit alzheimer, karena itu menguurangi efek exsisitotoxik.
Memantine mempunyai efek menurunkan aktivasi neuron di regio peri-Sylvian,
terutama di sisi kiri.6

Faktor Biologis
Pada pasien skizofrenia ditemukan beberapa perubahan diantaranya perubahan
morfologi, imunologi, enzimatik, dan farmakologi. Adanya pelebaran ventrikel pada
pasien skizofrenia dihubungkan dengan kegagalan kognitif yang hebat, adanya gejala
negatif seperti anhedonia dan apatis, resisten terhadap pengobatan.6

Abnormalitas perkembangan otak janin


Faktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan otak janin antara lain adanya
infeksi virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya autoimun yang mungkin
4

disebabkan infeksi selama kehamilan, adanya berbagai macam komplikasi


kandungan, dan malnutrisi pada trimester pertama.6
Apabila terdapat gangguan pada perkembangan otak janin selama kehamilan
(epigenetic factor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang sudah ada dengan
faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala skizofrenia.6

Abnormalitas struktur dan aktivitas otak


Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tekhnik pencitraan otak (CT, MRI
dan PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada struktur otak yang meliputi
pelebaran ventrikel, penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal
penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu, atrofi serebri. Para
penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak yang berfungsi sebagai
penukar informasi mengenai lingkungan dan bentuk impresi mental jauh lebih tidak
aktif dibanding orang normal.6

Neuropatologi
Dasar neuropatologi potensial skizofrenia, terutama di sistem limbik dan ganglia
basalis, termasuk abnormalitas neuropatologi atau neurokimiawidi korteks serebri,
talamus dan batang otak. Berkurangnya volume otak yang dilaporkan secara luas
terdapat pada otak skizofrenik tampaknya merupakan akibat berkurangnya kepadatan
akson, dendrit,dan sinaps yang memerantai fungsi asosiatif otak. Sistem limbik;
berkat perannya dalam pengendalian emosi, sistem limbik dihipotesiskan terlibat
dalam dasar neuropatologi skizofrenia. Pengurungan ukuran regio yang meliputi
amigdala, hipokampus dan girus parahipokampus. Dilaporkan pula adanya
disorganisasi neuron di dalam hipokampus pasien skizofrenik. Ganglia basalis;
karena ganglia basalis terlibat dalam pengendalian gerakan, penyakit pada ganglia
basalis disangkutpautkan dalam patofisiologi skizofrenia.6

Proses psikososial dan lingkungan


Stressor psikososial dalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan
penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stressor yang timbul. Namun tidak
semua oang mampu melakukan adaptasi sehingga timbullah keluhan kejiwaan.
Stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perkawinan

Permasalahan perkawinan menjadi sumber stress bagi seseorang misalnya


pertengkaran, perceraian dan kematian salah satu pasangan.
b. Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua misalnya tidak memiliki anak, kebanyakan
anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik antara anggota
keluarga. Permasalahan tersebut diatas bila tidak dapat diatasi oleh yang bersangkutan
maka seseorang akan jatuh sakit.
c. Hubungan interpersonal
Adanya konflik antarpribadi merupakan sumber stress bagi seseorang yang bila tidak
dapat diperbaiki maka seseorang akan jatuh sakit.
d. Pekerjaan
Stress pekerjaan misalnya seseorang yang kehilangan pekerjaan, pensiun, pekerjaan
yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi dan jabatan.
e. Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Stressor lingkungan hidup
antara lain masalah perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran dan hidup dalam
lingkungan yang rawan kriminalitas. Rasa tidak aman dan tidak terlindungi membuat
jiwa seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup
yang lama-kelamaan daya tahan tubuh seseorang akan turun dan pada akhirnya akan
jatuh sakit.
f. Keuangan
Kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat mislanya pendapatan jauh lebih rendah
daripada pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, warisan dan lain
sebagainya merupakan sumber stress.
g. Hukum
Keterlibatan seseorang terhadap hukum menjadi sumber stress bagi seseorang.
h. Perkembangan
Perkembangan fisik maupun perkembangan mental seseorang. Kondisi setiap
perubahan fase-fase perkembangan tidak selamanya dapat dilampaui dengan baik, jadi
dapat menjadi sumber stress.
i. Penyakit fisik atau cidera
Penyakit dapat menjadi sumber stres yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan
seseorang terutama penyakit kronis.
j. Faktor keluarga
6

Sumber stres bagi anak remaja yaitu hubungan kedua orangtua yang kurang baik,
orang tua yang jarang dirumah, komunikasi antara anak dan orang tua tidak baik,
perceraian kedua orang tua, salah satu orang tua menderita gangguan kejiwaan dan
orang tua yang pemarah.6

Sosioekonomi dan faktor kebudayaan


Prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada kelompok dengan sosioekonomi rendah dan
anak dari imigran generasi pertama.6

Rokok dan Penyalahgunaan NAPZA


Gangguan skizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh pengguanaan kanabis
(ganja, gelek, marijuana). Hasil penelitian terhadap 152 subjek episode pertama
skizofrenia di West London didapatkan bahwa 60% subjek adalah perokok, 27% ada
riwayat penggunaan alkohol, 35% sedang terlibat NAPZA (tidak termasuk alkohol),
dan 68% adalah pengguna NAPZA selama hidupnya.6

Faktor Risiko

Gender dan Usia


Skizofrenia setara prevalensinya pada pria dan wanita.namun berbeda awitan dan
perjalanan penyakitnya. Awitan lebih dini pada pria dibanding wanita. Usia awitan
puncak adalah 8 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita.
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya
akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki
kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit.
Secara umum, hasil akhir pasien skizofrenik wanita lebih baik daripada pria.6

Infeksi dan Musim Saat Lahir


Orang-orang yang mengalami skizofrenia kemungkinan besar dilahirkan di musim
dingin dan awal musim semi dan lebih jarang yang dilahirkan pada akhir musim semi
dan musim panas. Di belahan bumi utara, termasuk Amerika Serikat, orang dengan
skizofrenia lebih sering dilahirkan pada bulan Januari sampai April. Di belahan bumi
selatan, orang dengan skizofrenia lebih sering dilahirkan pada bulan Juli sampai
September. Satu hipotesis menyatakan bahwa faktor risiko spesifik musim, seperti
musim, seperti virus atau perubahan musiman dalam diet, mungkin berlaku dalam hal
ini.6

Faktor Reproduktif
7

Penggunaan

obat

psikoterapeutik,

kebijakan

terbuka

di

rumah

sakit,

deinstitusionalisasi di rumah sakit pemerintah, penekanan pada rehabilitasi dan


perawatan

berbasis

masyarakat

untuk

pasien

skizofrenia,

semuanya

telah

menyebabkan peningkatan angka pernikahan dan kesuburan di antara pasien


skizofrenia. Jumlah anak yang dilahirkan dari orangtua skizofrenia terus meningkat.6

Faktor Sosioekonomi dan Kultural


Prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada kelompok dengan sosioekonomi rendah dan
anak dari imigran generasi pertama.6

Gejala Klinis
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang
optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase gangguan skizofrenia yaitu fase
prodromal, fase aktif, dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita
skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial, dan keluarga.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala yang nonspesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan, ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
luang, dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti dulu.
Semakin lama fase prodromal, semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala
positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi
disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang pada fase ini, bila tidak mendapat
pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi
atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala
gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan, dan
eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial). Seseorang dikatakan memasuki fase
prodromal atau fase residual jika memenuhi minimal dua dari kriteria berikut (1) isolasi
sosial atau penarikan diri; (2) perburukan fungsi sebagai pekerja, siswa, atau fungsi dalam
rumah; (3) bertingkah laku aneh (misalnya mengumpulkan sampah, berbicara sendiri di
depan umum, atau menimbun makanan); (4) perburukan dalam hal kebersihan dan perawatan
diri; (5) afek tumpul, datar atau tidak wajar; (6) bicara tidak agresif, tidak jelas, sangat rumit,
8

berputar putar, atau metafora; (7) memunculkan ide yang aneh, berpikiran gaib (seperti
tembus pandang, telepati, indera keenam, orang lain dapat merasakan pikiran saya),
pemikiran sangat ingin dihargai, waham referensi; (8) persepsi pengalaman yang tidak biasa,
seperti merasakan kehadiran keuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada.4
Pedoman Diagnosis
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :7

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan

makhluk asing dari dunia lain).


Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
9

(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus berulang.
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh

depresi atau medikasi neuroleptika;


Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih.


Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal
behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri

secara sosial.
Adapun pedoman diagnosis skizofrenia katatonik adalah sebagai berikut :7
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal )
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan)
(e) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
(f) Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan
10

(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis

terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.


Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejalagejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan,
serta dapat juga terjadi gangguan afektif.

Gambar 1. Pasien dengan skizofrenia katatonik8


Diagnosis Banding
1. Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
katatonik. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual
yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang
meyakinkan:
a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.7
2. Gangguan katatonik organik

11

Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organik ( F06.1) ini, harus


mengetahui sebelumnya pedoman diagnostik untuk Gangguan mental lainnya akibat
kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik (F06) yaitu,
Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang

diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum


Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan ) antara perkembangan

penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental


Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab

yang mendasarinya
Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini (
seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai
pencetus )
Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJ-

III sebagai berikut,


Kriteria umum tersebut diatas (F06)
Disertai salah satu dibawah ini :
(a) Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme
parisal atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku)
(b) Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan untuk
menyerang)
(c) Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiperaktivitas). 7
Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau menahun) maka terapi
yang diberikan memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan sampai bertahun, hal ini
dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relaps). Terapi yang
komperehensif dan holistik telah dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi
mengalami diskriminasi dan lebih manusiawi dibandingkan dengan pengobatan sebelumnya.
Adapun terapi yang dimaksud adalah:

Psikofarmaka
Obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan ditujukan untuk menghilangkan
gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang sering digunakan di Indonesia
(2001) terbagi dua: golongan generasi pertama (typical) dan generasi kedua (atypical).
yang termasuk golongan typical antara lain chlorpromazine HCl , trifluoperazine, dan
Haloperidol. Sedangkan golongan atypical antara lain: risperidone, clozapine,
quetiapine, olanzapine, zotetine dan aripriprazmidol. Menurut Nemeroff (2001) dan
Sharma (2001) obat atypical memiliki kelebihan antara lain: Dapat menghilangkan
12

gejala positif dan negatif, Efek samping Extra Piramidal Symptoms (EPS) sangat
minimal atau boleh dikatakan tidak ada, dan Memulihkan fungsi kognitif. Sedangkan
Nasrallah (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pemakaian obat golongan
typical 30% penderita tidak memperlihatkan perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa
golongan obat typical hanya mampu mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif
untuk mengatasi gejala negative.4

Electro Convulsive Therapy (ECT)


Electro Convulsive Therapy (ECT) diberikan pada penderita skizofrenia kronik.
Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah kontak
dengan penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang.4

Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan
terapi psikofarmaka diatas sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi diberikan
dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang
penderita sebelum sakit. Contohnya adalah: psikoterapi suportif dimaksudkan untuk
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa.
Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu yang lalu. Psikoterapi
rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit.
Psikoterapi kognitif dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai nilai moral etika mana yang baik dan
buruk, mana yang boleh dan tidak dan sebagainya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan
untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu
menyesuaikan diri. Psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita
dan keluarganya.6

Psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain. Selama menjalani terapi psikososial penderita hendaknya

13

masih menkonsumsi obat psikofarmaka. Penderita diusahakan untuk tidak


menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, dan banyak bergaul.4

Psikoreligius
Dari penelitian yang dilakukan, secara umum memang menunjukkan bahwa
komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik (religius
commitment is assosiated with clinical benefit). Dari hasil penelitian Larson, dkk
(1982) didapatkan bahwa terapi keagamaan mempercepat penyembuhan. Terapi
keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan dan kajian kitab suci.4

Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali
penderita ke keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik seperti olah raga, keterampilan
khusus/kursus, bercocok tanam, rekreasi dan lain lain. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling
sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum
penderita dikembalikan ke keluarga dan masyarakat.4

Prognosis
Gejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai pada masa remaja
diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari sampai beberapa bulan.
Onset gejala yang mengganggu terlihat setelah tercetus oleh perubahan sosial atau
lingkungan. Sindrom prodromal dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih sebelum
onset gejala psikotik yang jelas. Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memiliki
periode pemulihan yang bertahap diikuti periode fungsi yang relatif normal. Tetapi relaps
biasanya terjadi dalam lima tahun pertama setelah diagnosis, diikuti oleh pemburukan lebih
lanjut pada fungsi dasar pasien. Perjalanan klasik skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan
remisi. Gejala positif dari skizofrenia cenderung lebih baik dibanding dengan gejala negatif
yang dapat menimbulkan ketidakmampuan secara sosial.9

14

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara berangsur


angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun tahun. Beberapa
penelitian telah menemukan lebih dari periode waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan
psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa, hanya 10%-20% memiliki hasil yang baik. Lebih
dari 50% memiliki hasil buruk dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala,
gangguan mood berat dan ada usaha bunuh diri. Rentang angka pemulihan berkisar 10%60%, kira kira 20%-30% dari penderita terus mengalami gejala yang sedang dan 40%-60%
dari penderita terus mengalami gangguan secara bermakna seumur hidup.9
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel
berikut3
Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat seksual , sosial dan

pramorbid yang baik


Gejala gangguan mood

pekerjaan pramorbid yang buruk


Perilaku menarik diri, autistik

(terutama

gangguan depresi
Gejala positif
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik

Gejala negatif
Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

15

Komplikasi
Orang dengan gangguan jiwa khususnya depresi dan skizofrenia memiliki risiko
tinggi melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri pada penderita skizofrenia yaitu sebesar 46,3
% sedangkan pada pasien depresi risiko bunuh diri sebesar 26,8 %.10

KESIMPULAN

16

Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :


Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus berulang.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
17

(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall

quality)

dari

beberapa

aspek

kehidupan

perilaku

pribadi

(personal

behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat


sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara
sosial.2
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia katatonik ( F20.2), pedoman diagnostiknya
sebagai berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal )
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan)
(e) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
(f) Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis

terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.


Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejalagejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat

18

dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan,
serta dapat juga terjadi gangguan afektif.2

DAFTAR PUSTAKA

19

1. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
2. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R
Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57.
3. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-727,737-740
4. Hawari, Dadang: Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2006. h. 48-56.
5. The
Bare
Facts.
21

August

2016.

Available

from

http://www.who.int/mental_health/who_urges_investment/en/. Updated 2012.


6. Sadock B J, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2010. h. 1-11 dan h.147-68.
7. Maslim, Rusdi, editor. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ III. Jakarta:
PT Nuh Jaya; 2001. h. 46-7.
8. Coodin S. Cycling history of psychiatric treatment. 21 August 2016. Available from :
https://pactwiseblog.com/2014/09/30/cycling-history/. Updated 9 August 2016.
9. Agus, Dharmady. Psikopatologi: Dasar di Dalam Memahami tanda dan Gejala dari
Suatu Gangguan Jiwa. 1st Ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku FK
Ukrida; 2013. h. 26-8.
10. Thong JY et.al. Suicide in psychiatric patients: case-control study in Singapura.
Department of General Psychiatry, Institute of mental Health, Singapore. 21 August
2016. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18465378. Update 2008.

20

Anda mungkin juga menyukai