Anda di halaman 1dari 58

SKIZOFRENIA DAN SKIZOAFEKTIF

BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan psiktik yang paling sering. Hampir 1 %


penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahundan pada prempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya,
mengalami perubahan-perubahan. Ada beberapa cara utnuk menegakkan
diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnosis adalah DSM IV (Diagnostic and
Statitical Manual) dan PPDGJ-III/ICD-X. Dalam DSM IV terdapat kriteria
objektif dan spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia.1
Sementara, gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala
gangguan afektif yang sama-sama menonjol dalam episode penyakit yang sama
baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Pada setiap
diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Semua kondisi yang dituliskan
di

dalam

diagnosis

banding

skizofrenia

dipertimbangkan2

dan

gangguan

mood

perlu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. SKIZOFRENIA
a. Epidemiologi
Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 %,
ini berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya.
Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh
National Institute of Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar
antara 0,6-1,9%. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
IV Text Revised (DSM-IV-TR) insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,55,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada
orangorang yang dilahirkan di daerah urban. Skizofrenia ditemukan di seluruh
kelas masyarakat dan area geografis, insidens serta prevalensinya secara kasar
merata di seluruh dunia. Di AS, kurang lebih 0,05 persen populasi total menjalani
pengobatan untuk skizofrenia setiap tahundan hanya sekitar setengah dari semua
pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk
berat.3
b. Sejarah
1. Emil Kraepelin
Emil Kraepelin menyebut istilah skizofrenia dengan demensia prekok
(demensia yang terjadi pada usia dini) ditandai dengan proses kognitif
yang makin lama makin memburuk dan disertai dengan gejala klinis
berupa halusinasi dan waham.4
2. Eugen Bleuer
Eugen Bleuer memperkenalkan istilah skizofrenia, karena gangguan ini
menyebabkan terjadinya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku.

Menurut Eugen Bleuler ada 4 gejala fundamental (primer) untuk


skizofrenia, yaitu:
Asosiasi tergangggu
Afektif terganggu
Autisme
Ambivalensi
Gejala pelengkap menurut

untuk skizofrenia menurut Bluler adalah

waham dan halusinasi. Perbedaan konsep antara bleuler dan kraepelin


adalah pada perburukan proses kognitif pada penderita skizofrenia.4
3. Gabriel Langfeldt
Membagi gejala psikotik menjadi 2 kelompok, yaitu
1. True
Skizofrenia
(Nuclear
Schizofrenia/non

remisi

skizofrenia/skizofrenia proses)
- Depersonalisasi
- Autisme
- Emosi tumpul
- Derealisasi
Onset biasanya terjadi secara perlahan-lahan
2. Psikosis skizofrenform ( schizofrenic-like psychosis)
Kriteria diagnosis menurut Langfeldt:
1. Kriteria simtom
Merupakan petunjuk penting untuk mendiagnosis suatu suatu
skizofrenia (dapat digunakan apabila tidak ditemukan adanya tandatanda berupa gangguan kognitif, infeksi, atau intoksikasi). Kriteria ini
meliputi:
a. Perubahan kepribadian
Berupa emosional ang tumpul, diikuti dengan hilangnya inisiatif
dan perubahan perilau sehingga penderita terlihat aneh
b. Tipe katatonik
Ditandai dengan adanya kegelisahn atau stupor
c. Psikosis paranoid
Ditandai dengan adanya gejala depersonalisasi dan derealisasi atau
waham primer
d. Halusinasi kronis
3

2. Kriteria Perjalanan penyakit


Menurut Langfeldt diagnosis skizofrneia dapat ditegakan bila
perjalanan penyakit pada penderita tersebut telah diikuti selama kurang
lebih 5 tahun.4
4. Kurt Schneider
Membagi gejala skizofrenia menjadi 2 bagian, yaitu first rank symptom
dan second rank symptom. First rank symtom penting untuk menegakkan
diagnosis skizofrenia tetapi simtom tersebut tidak patognomonik.4
First rank symptom, terdiri dari:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Audible thought
Voices arguing dan atau discussing
Voices commenting
Somatic passivity experiences
Thought withdrawal and experiences of influenced thought
Thoughtbroadcasting
Delusional persepsi

Second rank symptom terdiri dari:


1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan persepsi lain


Ide yang bersifat waham tiba-tiba
Kebingungan
Perubahan mood depresi dan euforik
Kemiskinan emosi

c. Etiologi
1. Model Diatesis stres
Menurut teori ini skizofrenia dapat timbul karena adanya intgrasi antara faktor
biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Sseorang yang rentan (diatesis)
jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofreniaFaktor pencetus dan
kekambuhan dari skizofrenia dipengaruhi oleh emotional turbulent families,
stressful life events, diskriminasi, dan kemiskinan. Lingkungan emosional yang

tidak stabil mempunya risiko yang besar pada perkembangan skizofrenia.


Stresor sosial juga mempengaruhi perkembangansuatu skizofrenia.4
2. Faktor neurobiologis
Neurotransmitter
a. Hipotesis dopamin
Rumusan dari hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat
aktivitas dopamin yang berlebihan. Teori dasar ini tidak menguraikan
apakah hiperaktivitas dopaminergik itu sehubungan dengan terlalu
banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin,
hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin atau kombinasi dari
mekanisme-mekanisme ini. Teori ini berkembang dengan adanya
pengamatan

terhadap

kemanjuran

antipsikotik

(antagonis

reseptor

dopamin) berkorelasi dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis


reseptor dopamin D2.3
b. Hipotesis serotonin
Antagonisme pada reseptor 5HT2 serotonin ditekankan sebagai sesuatu
yang penting dalam mengurangi gejala psikotik dan meredakan timbulnya
gangguan pergerakan terkait antagonisme D2.3

c. Norepinefrin
Sejumlah data menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi sistem
dopaminergik dalam suatu cara sehingga abnormalitas sistem noradrenergik
mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering. Efek
terapeutik beberapa obat antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnyapada
reseptor adrenergik dan 2.3

d. GABA
Neurotransmitter asam amino inhibitorik, gamma amino butirat acid
dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Hilangnya neuron
GABAnergik inhibitorik secara teoritis dapat mengakibatkan hiperaktivitas
neuron dopaminergik dan noradrenergik.3
e. Glutamat
Hipotesis yang diajukan tentang glutamat mencakup hiperaktivitas,
hipoaktivitas, dan neurotoksisitas terinduksi glutamat.3

Neuropatologi
Dasar dari neuropatologi potensial skizofrenia terutama di sistem limbik dan
ganglia basalis, termasuk abnormalitas neuropatologi atau neurokimiawi di
korteks serebri, talamus, dan batang otak. Selian itu berkurangnya volume
otak pada pasien skizofrenia akibat berkurangnya kepadatan akson, dendrit
dan sinaps yang memerantarai fungsi asosiatif otak.3
Psikoneuoimunologi
Pada pasien skizofrenia didapatkan sejumlah abnormalitas imunologis,
meliputi penurunan interleukin-2, sel T, berkurangnya jumlah dan
responsivitas limfosit perier, reaktivitas seluler, dan humoral yang abnormal
terhadap neuron , serta adanya antibodi yang memiliki target otak.3
3. Faktor Genetik
Seseorang memiliki kecendrungan menderita skizofrenia bila terdapat anggota
keluarga yang mengidap gangguan tersebut dan berkaitan dengan kedekatan
hubungannya. Kromosom yang dianggap paling berkaitan dengan skizofrenia
adalah lengan panjang kromosom 5, 11, dan 18, lengan pendek kromosom 19,
serta kromosom X. Lokus pada kromosom 6, 8, 22 juga dianggap paling sering
terlibat.3

4. Faktor psikososial
a. Teori psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang
terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego dan
defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia.3
b. Dinamika keluarga
Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang disfungsi.
Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional yang
merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk mengatasinya.
Dinamika keluarga tersebut berupa double bind communication, schisms and
skewed family, pseudomutual dan pseudohostile families, dan emosi yang
diekspresikan secara tinggi.3
d. Simtom Skizofrenia
Simtom atau gejala yang tampak dari suatu skizofrenia dibagi dalam 5 dimensi,
yaitu:
1. Simtom positif : menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas ,
meliputi
-

Waham: bentuk gangguan isi pikir berupa kepercayaan palsu yang


menetap yang tak sesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin
aneh (misalnya: mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia)
ataupun tidak aneh (hanya sangat tidak mungkin, misalnya FBI mengikuti
saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti

yang jelas untuk mengoreksinya.1


Halusinasi : gangguan persepsi yaitu persepsi sensorik palsu yang tidak
dikaitkan dengan stimulus eksternal yang nyata.
Disorganisasi perilaku seperti katatonia dan agitasi.
Katatonia meliputi:
Katalepsi: posisi tidak bergerak yang dipertahankan secara konstan

Stupor: Aktivitas motorik yang melambat secara nyata, seringkali


hingga mencapai suatu titik imobilitas dan tampak tak sadar akan

sekitar.
Rigiditas: mempertahankan suatu postur rigid secara volunter,

meski telah dilakukan semua usaha untuk menggerakkannya.


Fleksibilitas cerea: keadaan seseorang yang dapat dibentuk
menjadi posisi tertentu kemudian dipertahankan, ketika pemeriksa
menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak terasa

seperti lilin.
Akinesi: tidak adanya gerakan fisik

Agitasi psikomotor adalah overaktivitas motorik dan kognitif yang


berlebihan, biasanya bersifat nonproduktif dan merupakan respon terhadap
ketegangan dari dalam.3
2. Simtom negatif
Simtom negatif terdiri dari 5 tipe gejala, yaitu:
1. Affective flattening: ekspresi emosi yang terbatas dalam rentang dan
intensitas.
2. Alogia: Keterbatasan pembicaraan dan pikiran dalam kelancaran dan
produktivitas.
3. Avolition: Keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan
4. Anhedonia: Berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh aktivitas
yang menyenangkan dan biasa dilakukan oleh penderita.
5. Gangguan atensi
3. Simtom kognitif
Simtom kognitif selain gangguan pikiran dapat juga terjadi inkoheren, asosiasi
longgar, atau neologisme. Gangguan kognitif spesifik yang lain adalah gangguan
atensi dan gangguan pengolahan informasi. Sedangkan gangguan kognitif yang
paling berat dan paling sering didapatkan pada penderita skizofrenia adalah:

Gangguan verbal fluency (kemampuan untuk menghasilkan pembicaraan

yang spontan)
Gangguan serial learning (urutan peristiwa)
Gangguan dalam vigilance (kewaspadaan)
Gangguan eksekutif (masalah dengan atensi, konsentrasi, prioritas dan
perilaku pada hubungan sosial)

4. Simtom agresif dan hostile


Simtom ini menekankan pada masalah pengendalian impuls. Hostilitas pada
penderita skizofrenia bisa berupa penyerangan secara fisik atau verbal terhadap
orang lain di lingkungan sekitar, maupun dalam bentuk fisik atau kata-kata kasar.
Termasuk dalam simtom agresif dan hostilitas adalah perilaku yang mencelakakan
diri sendiri (suicide), merusak barang orang lain, atau seksual acting out.
5. Simtom depresi dan anxious
Simtom ini seringkali didapatkan bersamaan dengan simtom lain seperti mood
yang terdeprsi, mood cemas, rasa bersalahatau kecemasan.
Skizofrenia yang berdasarkan teori dopamin, trdiri dari empat jalur dpamin, yaitu:

1. Mesolimbik Dopamin Pathways


Merupakan suatu hipotesis terjadinya simtom positif pada penderita
skizofrenia
Mesolimbik

dopamin

pathways

memproyeksikan

badan

sel

dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak


kemudian ke nukleus accumbens di daerah limbik.
Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku, khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Psikostimulan
seperti amfetamin dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari
dopamin melalui pelepasan dopamin pada jalur ini sehingga hal ini

menyebabkan terjadinya simtom positif dan menimbulkan psikosis


paranoid jika pemberian zat ini dilakukan secara berulang.
Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin khususnya
reseptor D2sehingga simtom positif dapat menurun
Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan
simtom posiif psikotik meningkat. Keadaan ini dapat merupakan
bagian dari skizofrenia atau psikosis yang disebabkan ileh zat, mania,
depresi atau demensia
Hiperaktivitas mesolimbik dopamin pathway mempunyai peranan
dalam simtom agresivitas dan hostilitas

paa penderita skizofrenia

terutama bila terjadi penyimpangan kontrol serotonergik dari dopamin


Mesolimbik dopamin pathways selain apat menyebabkan simtm positif
juga mempunyai peranan dalam pleasure, reward, dan reinforcing
behaviour.

Pada

penyalahgunaan

zat

dapat

menimbulkan

ketergantungan karena terjadi interaksi di jalur ini.


2. Mesokortikal dopamin pathways
Jalur ini dimulai dari daerah ventral tegmentum area ke daerah serebral
korteks khususnya korteks limbik. Peranan jalur ini dalam mediasi dari
simtom negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia.
Defisit behavioral yang dinyatakan dalam suatu simtom negatif berupa
penurunan aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari sistem
glutamat yang bersifat eksitatorik pada sistem saraf (burn out) yang
kemudian berlanjut menjadi suatu proses degenrasi di mesokortikal
dopami pathways. Ini akan memperberat simtom negatif dan
meningkatkan defisit yang telah terjadi pada penderita skizofrenia.
Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi
secar prier maupun sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui
inhibis dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade
antipsikotik terhadap reseptor D2.
Peningkatan dopamin pada jalur ini dapat memperbaiki jalur negatif
atau mungkin juga simtom kogntitif. Keadaan ini akan menjadi suatu
dilema karena peningkatan dopamin di mesolimbik akan meningkatkan

10

simtom positif sementara penurunan dopamin di jalur mesokortikl akan


meningkatkan simtom negatif dan kognitif.
Hal tersebut dapat datasi dengan pemberian antipsikotik atipikal.
Antipsikosis atipikal menyebabkan dopamin di jaur mesolimbik
menurun tetapi dopamin yang berada di jalur mesokortikal meningkat.
3. Nigrostriatal dopamin pathways
Nigrostriatal dopamin pathways berjalan dari daerah substansia nigra
pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum
Jalur ini merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal dan
berfungsi untuk mengontrol pergerakan motorik
Penurunan dopamin pada jalur ini dapat menyebabkan gangguan
eregrakan seperti yang ditemukan pada penyalit parkinson yaitu,
rigiditas, bradikinesia dan tremor
Penurunan dopamin di daerah basal ganglia dapat menyebabkan
akatisia dan distonia khususnya pada bagian wajah dan leher
Gangguan ergerakan dapat juga diakibatkan oleh blokade reseptor
D2oleh obat yang bekerja pada reseptor tersebut seperti halnya pada
obat-obat antipsikotik generasi pertama, contohnya haloperidol
Hiperaktivitas dan penignkatan dopmain pada jalur ini mendasari
terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti cora, diskinesia,
dan tik
Terjadinya blokade yang lama pada reseptor D2di jalur ini mnyebabkan
timbulnya gangguan pergerakan seperti tardive dyskinesia
4. Tuberoinfundibular pathways
Jalur ini dimulai dari daerah hipotalamus ke hippofisis anterior
Dalam keadaan normal, jalur ini dipengaruhi inhibisi dan penglepasan
aktif prolakin
Peningkatan level prolaktin antara lain dikarenakan terjadinya
gangguan dari fungsi tuberoinfudibular dopamin pathways yang
disebabkan oleh lesi atau pemakaian obat antipsikotik
Manifestasi klinis akibat peningkatan leve prolaktin dapat berupa
galaktora, amenorea, atau disfungi seksual. Hal ini sering terjadi
selama atau setelah pemberian antipsikotik3
11

e. Diagnosis skizofrenia
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III):5

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
a. Thought echo= isi pikiran dirinya seniri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun, kualitasnya berbeda atau thought insertion or withdrawal=
isi yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) dan
thought broadcasting = isi pikiranny tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity= waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar
(secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan ata penginderaan khusus. Delusional perception=pengalaman
inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi diriny,
biasanya besifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik: suara hausinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku asien atau mendiskusikan perihal pasien di
antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara) atau jenis
suara halunisasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajardan seesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau

berkomuniksi dengan makhluk asing dan dunia lain)


Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

12

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila diserta baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide yang
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap
hari selama bermingu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang megalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau flesibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor.
h. Gejala gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dam respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.


Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour) bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (sel absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

f. Klasifikasi skizofrenia
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM
IV atau ICD X. Berdasarkan DSM IV:4
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan ,
hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi

13

3. Pernah mengalami psikotik aktif daam bentuk yang khas selama periode
tersebut
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan
mood mayor, autisme atau gangguan organik

Tipe paranoid
Tipe ini paling sering dan stabil. Gejala terlihat sangat konsisten, sering paranoid,
pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya.. Pasien sering tak
kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, mungkin agresif, marah atau
ketakutan tetapi pasien jarang sekali menunjukkan perilaku inkoheren atau
disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan
hampir tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:
a. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalika, waham dipengaruhi dan
waham cemburu
b. Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina
Tipe disorganosasi (hebefrenik)
Gejala-gejalanya adalah:
A. Afek tumpul, ketolol-tololan, atau tak serasi
B. Sering inkoheren
C. Waham tak sistematis
D. Perilaku disorganisasi seperti menyeringai dan menerisme
Tipe katatonik
Pasien memiliki paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia

14

1. Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap


lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal hal yang sedang berlangsung di
sekitarnya
2. Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah -perintah atau
usaha - usaha untuk menggerakkan fisiknya
3. Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid
4. Postur katatonik yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh
5. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira.
Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham dan gejala-gejala psikosis aktif yang
menonjol(misalnya kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia
tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual,
dan depresi paska skizofrenia.
Tipe residual
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarika diri secara sosial, afek datar, atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).
Depresi paska skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lamadan timbul sesudah suatu
serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap adatetapi
tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut
dapat berupa gejala positif atau negatif. Sebagai pedoman diagnostik adalah:
A. Pasien telah menderita skizofrenia(memenuhi kroteria umum skizofrenia)
selama 12 bulan terakhir
B. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada

15

C. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya


kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit 2 minggu.
Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks adalah diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan karena
bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif,
dari gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik
sebelumnya

dan disertai dengan perubahan perubahan yang bermakna pada

perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan

minat yang

mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial.


g. Perjalanan penyakit
Perjalanan

penyakit

skizofrenia

dapat

diklasifikasikan

sebagai

penyakit

berkelanjutan, episodik dengan atau tanpa gejala residual di antara episode atau
episode tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala- gejala cenderung
tumpang tindih dan diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe
lainnyasesuai perjalanan waktu.4
h. Penatalaksanaan
a. Psikofarmakologis
Penatalaksanaan terapi tergantung dari keadaan pasien ketika datang
dalam keadaan fase apa. Jika dalam fase akut, penanganannya segera. Penanganan
pada fase akut lebih difokuskan untuk menurunkan simtom psikotis yang berat.
Umumnya setelah 4-8 minggu dengan menggunakan antipsikotik, pasien dapat
masuk dalam fase stabilisasi. Simtom positif meliputi halusinasi, ideas of
reference, dan waham. Simtom ini membutuhkan perawatan pasien dan umumnya
mengganggu kehidupan pasien. Sedangkan simtom negatif meiputi motivasi yang
menurun, emosi yang tumpul, kemiskinan pembicaraan dan pikiran. Simtom ini
dihubungka dengan gangguan salam sosial dan pekerjaan. Simtom disorganisasi

16

meliputi pembicaraan dan tigkah laku. Hal ini menyebabkan gangguan perhatian
dan proses informasi sehingga menggangggu hubungan sosial dan pekerjaan.4
Obat antipsikotik yang ada di pasaran digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Antipsikotik generasi pertama (APG I)
APG I mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2khususnya di jalur
dopamin di mesolimbik. Oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis
rseptor dopamin, antipsikotik konvensional, atau antipsikotik tipikal. APG I
merupakan

hiperaktivitas

dopamin

di

jalur

mesolimbik

sehingga

menyebabkan simtom positif menurun. Apabila APG I memblok reseptor di


jalur mesokortikal maka dapat memperberat simtom negatif dan simtm
kognitif.

Blokade

menyebabkantardive

reseptor

D2di

dyskinesia.

nigrostriatal
Sedangkan

secara

blokade

kronik

dapat

reseptor

D2di

tuberoinfundibular dapat menyebabkan peningkatan kadar prolaktin shingga


dapat terjadi disfungsi seksua dan peningkatan berat badan.3

Gambar 1. Mekanisme Kerja APG I

APG I dapat dibedakan berdasarkan potensinya, yaitu:


Potensi tinggi
Bila dosis yang digunakan kurang dari atau sama dengan 10 mg. APG I
potensi tinggi di antaranya haloperidol, fluophenazine, dan thioxene.
Potensi sedang

17

Bila dosis APG I yang digunakan adalah 10-50 mg. APG I potensi sedang
di antaranya adalah perphenazine, loxapine, dan mlindone. Digunakan
untuk penderita yang sulit terhadap efek samping APG I potensi tinggi dan
rendah
Potensi rendah
Bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg, contohnya adalah
chlorpromazin, thioridazine, dan mesoridazine.
Selain itu, APG I juga dapat dibedakan berdasarkan rumus kimianya, yaitu:
Kelompok phenothiazine
Rantai alifatik (chlorpromazine), rantai piperazine (trifluroperazine,
fluophenazine,

perphenazine,

prochlorperazin),

rantai

piperidine

(tioridazine, mesoridazine).
Kelompok non phenotiazine
Butirofenon (haloperidol), thioxantene (chlorprotixene), dibenzoxazepin
(loxapine),

dihidroindolene

(molindone),

diphenyl-nutyl-piperidines

(pimozide), dan benzamide (sulpiride).


Kerugian pemberian APG I:
Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
Memperburuk gejala negatif dan kognitif
Peningkatan kadar prolaktin
Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan
Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya
Sindroma Neuroleptik Maligna (SNM).
1. Chlorpromazine (Largactil, Promactil, Cepezet)
Chlorpromazin (CPZ) adalah 2-klor-N- (dimetil-aminopropil)-penotiazin.
Derivt fenotiazin lain didapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10
inti fenotiazin.5
1. Farmakodinamik : CPZ berefek farmakodinamik sangat luas.
Largactil diambil dari kata large action.5

18

2. Farmakokinetik

: pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi

baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke


semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar
suprarenal dan limpa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi
dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang
kemudian diekskresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian
CPZ dosis besar, mka masih ditemukan ekskresi CPZ atau
metabolitnya selama 6-12 bulan.5
3. Indikasi pada : 4,6
Skizofrenia dengan gejala agitasi,

ansietas, tegang,

bingung, insomnia, waham, halusinasi


Psikosis manik-depresif
Gangguan kepribadian
Psikosis involusional
Psikosis pada anak
Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah
maupun cegukan atau gangguan non psikosis degan gejala
agitasi, tegang, cemas dan insomni.
5

4. Dosis:
Dosis permulaan 25-100 mg/hari
Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari
Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahanlahan hingga 600-900 mg/hari
5. Cara pemberian: 5
Diberikan per oral dengan dosis terbagi
Untuk efek cepat dapat diberika per injeksi (im) dengan
penderita

dalam

posisi

berbaring

untuk

mencegah

timbulnya hipoteensi ortostatik yang sering terjadi.


6. Efek samping: 4,5
Lesu dan ngantuk
Hipotensi ortostatik
Mulut kering, hidung tersumbatm konstipasi dan amenore
pada wanita
7. Kontraindikasi: 4,5
Koma
Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika
Alergi
19

2. Trifluroperazine (Stelazine, Stelosi)


1. Indikasi4
Skozofrenia
Psikosis paranoid (gangguan waham menetap)
Psikosis manik-depresif
Gangguan tingkah laku pada retardasi mental
2. Dosis 4
Dosis awal 2-3x2,5 mg
Dosis pemerliharaan 3x5-10 mg
3. Efek samping 4
Ngantuk, pusing, lemas
Gangguan ekstrapiramidal
Occulogyric crisis
Hiperefleksi
Kejang grandmal
4. Kontraindikasi 4
Depresi SSP
Koma
Gangguan liver
Hipersensitif
3. Fluphenazine
Untuk kasus-kasus akut diberika Fliphenazin HCL (anatensl) dalam
bentuk tablet dan injeksi. 4
1. Dosis
2,5-10 mg/hari dengan dosis terbagi
Awal 12,5 mg/ 2 minggu
Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan 20 mg/hari
Bila efek samping ringan/ tidak ada, ditingkatkan 25 mg/ 36 minggu
2. Efek samping 4
Tersering gangguan ekstrapiramidal
Tardive dsikinesia persisten
Ngantuk
Mimpi-mimpi aneh
3. Kontraindikasi 4
Hipersensitif
Depresi SSP berat
4. Perphenazine (Trifalon)
1. Indikasi
Gejala positif skizofrenia

20

Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus, dan


cegukan
4

2. Dosis
3x4-8 mg/hari
3. Efek samping 4
Sering timbul gangguan ekstrapiramidalis
Gangguan endokrin, seperti: laktasi meningkat,
ginekomastia, emnstruasi terganggu, sukar ejakulasi
4. Kontraindikasi 4
Hipersensitif
Koma
Depresi berat
Gangguan liver
Gangguan darah
5. Thoridazine
1. Indikasi 4
Gejala positif skizofrenia
Depresi dengan agitasi, ansietas dan efek hipotimik
2. Dosis 4
Awal 3x50-100 mg/hari
Pemeliharaan 200-800 mg/hari
3. Efek saming 4
Sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo,
hipotensi ortostatik
Jarang timbul gangguan ekstrapiramidal
4. Kontraindikasi
Koma
Depresi SSP berat
Hipersensitif
6. Haloperidol
Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2,
sedangkan terhadap reseptor kolinergik dan histamin lebih lemah
afnitasnya. Kadar puncak lasma haloperidol dalam waktu 2-6 jam setelah
pemberian oral daam waktu 20 menit stelah pemberian intramuskular.
Waktu paruhnya antara 10-12 jam. Dieksresi dengan cepat melalui urine
dan tinja dan berakhir dalam 1 minggu setelah pemberian. 4

21

Secara

farmakologi,

struktur

haloperidol

berbeda

dengan

fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi


fenotiaazin. Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin
piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik kuat dan efektif untuk
fase mani, depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin, piperazin dan
butirofeon berbeda scara kuantitatif karena butirofenon selain menghambat
efek dopamin juga meningkatkan turn over ratenya.5
Secara farmakokinetik, haloperidol diserap cepar dari saluran
cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak
menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam
plasma smpai bermingu-minggu. Oat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira
1 % dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Ekskresi
haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40 % obat dikeluarkan selama
5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.5
Dosis haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan
pemberian 2 atau 3 kali per hari kemudan peningkatan dois disesuaikan
dengan gejala yang belum terkontrol. Beberapa kepustakaan menyebutkan
dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada pasien degan efek
samping minimal dan belum tercapai respn terapi, dosis obat dapat
ditingkatkan sampai dosis 30-40 mg per hari. Setelah pemberian awal
perlu dilakukan monitoring efikasi klinis sedasi atau efek samping lainnya
yang mungkin timbul sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis atau
penggantian dengan antipsikkotik lain.4 Pada anak-anak atau usia lanjut
dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5-1,5 mg per hari
dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari.4
Haloperidol decanoate (injeksi lng acting) setelah disuntikkan
dilepas secara lambat ke dalam pembuluh darah sehingga pemberiannya
tiap 3-4 minggu sekali karena waktu paruhnya panjang.4

22

Kontraindikasi

pemberian

haloperidol

akan

menghambat

etabolisme antidepresan trisiklik. Selain itu, dapat mengganggu efek


antiparkinson dan levodopa, tekanan intrakulerbola mata bila diberikan
bersama dengan antikolinergik. Metabolisme haloperidol meningkat bila
diberikan bersama dengan carbamazepin.4
Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapiramidal
seperti

parkinson

like

symtoms,

akatisia,

diskinesia,

distonia,

hiperefleksia, rigiditas, opistotonus dan terkadang krisis okulogirik. Efek


samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada pemakaian haloperidol
yang lama atau peghentian haloperidol yang tiba-tiba. Efek samping lain
yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam
waktu lama dapat terjadi peningkatn berat bbadan dan penurunan fungsi
kognitif. 4,5
7. Pimozide (Orap)
1. Indikasi 7
Gangguan skizofrenia kronik untuk memperbaiki sosialisasi
2. Dosis 2-8 mg/hari
3. Efek samping 4
Jarang timbul gangguan ekstrapiramidal pada dosis terapetik
4. Kontraindikasi
Koma
Hipersensitif
Depresi endogen
Penyakit parkinson

Obat antipsikotik tipikal biasanya menyebabkan gejala ekstrapiramida (sindroma


parkinsonisme):7

Tremor
Kaku kuduk
Hipersaivasi
Rigiditas
Jalan seperti robot karena kaku otot tungkai
Ekspresi muka monoton (muka topeng) karena kaku otot wajah

23

Bicara pelo
Bila terjadi gangguan ekstrapiramidalis maka pemberian obat distop dan diganti
ibat lain atau dosis obat duturunkan. Bila bat pengganti tiidak tersedia atau bat
tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma parkinsonisme
diberikan obat antiparkinsonisme. Obat untuk anti parkinsonisme, yaitu:4
1. Triheksifenidil
Diberikan per oral dengan dosis 3x2-4 mg/hari
2. Dipenhydramine
Dapat diberikan per oral atau parenteral dengan dosis 50-100 mg/hari
3. Sulfas atropin
Dapat diberikan per oral parenteral
Tablet 0,5 mg; 3x1
Injeksi 0,25 mg/ampul; 3x1 ampul
Benzodiazepin
Obat APG I yng masih sering digunakan adalah haloperidol, fluphenazine,
trifluoroperazine dan chlorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secar oral,
injeksi short acting maupun injeksi ong avting. Injeksi short acting biasanya
diberikan untuk pasien agitasi atau menolak minum obat. Efek klinis cepat
diperoleh setelah pemberian. Sedangkan injeksi long acting digunakan sebagai
terapi pemeliharaan setelah pasien sudah dalam keadaan stabil. Keuntungan
pemberian yaitu sangat biak bagi penderita yang kepatuhan minum obatnya
rendah. Akan tetapi kelemahannya adalah sulitnya mentitrasi sosis sesuai
efektivitas klinis dan jika terjadi efek samping obat sulit diatasi.4
2. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)
APG II sering disbut sebagai serotonin Dopamin Antaginis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara
serotonin dan dopamin pada ke 4 jaur dopamin di ota. Hal ini yang menyebabkan
efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan II adalah APG I hanay dapt memblok reseptor
D2sedangkan APG II memblok secara beraaaa reseptor serotonin (5HT

) dan

2A

reseptor D2. APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,
24

olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat om antipsikotik


ziprasidone belum tersedia di Indonesia.4

Gambar 2. Mekanisme kerja APG II

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways4


1. Mesokortikal pathways
Antagonis 5HT2A tidak hany akan menyebabakn blokade terhadap reseptor
D2tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga
terjadi keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh
banyak dalam memblok reseptor 5 HT2A dengan demikian meningkatkan
pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas lebih banyak daripada yang
dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala
negatif maka tdak terjadi lagi penurunan doapmin di jalur mesokortikal dan
gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.
APGII dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan dengan
APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2Ajumlahnya lebih banyak
dari reseptor D2dan APG II lebih banyak berkaitan dengan reseptor 5 HT

2A

dan sedikit memblok reseptor D2akibatnya jumlah dopamin yang dilepas


jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokortikal
berkurangnya sehingga menyebabkan perbaika gejala negatif skizofrenia.
2. Mesolimbik pathways
APG II di jalur mesolimbik, anatagonis 5HT 2Agagal untuk mengalahkan
antagonis D2di jalur tersebut. Jadi antagonis 5HT2Atidak dapat mempengaruhi

25

blokade reseptor D2 di mesolimbik sehingga bokade reseptor D2menang. Hal ini yang
menyebabkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia Pada
keadaan normal, serotonin akan menghambat pelepasan dopamin.
3. Tuberoinfundibular pahways
APG II di jalur ini, antagonsi reseptor 5HT 2Adapat mengalahkan antagonis
reseptor D2. Hubungan antara neurotransmitter serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofisis.
Dopamin akan menghambat pelepasan prolaktin sedangkan serotonin
meningkatkan pelepasan prolaktin, Pemberian APG II dalam dosis terapi akan
menghambat reseptor 5HT

2A

sehingga menyebabkan pelepasan dopamin

meningkat. Ini menyebabkan pelepasan prolaktin emnurun sehingga tidak


terjadi hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal pathways
APG II dalam klinis praktis memiliki empat keuntungan, yaitu:
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya
pada dosis terapi sangat jarang EPS
2. APG II dapat mengurangi gejal negatif dari skizofrenai dan tidak
memperburuk gejala ngatif seperti yang etrjadi pada pemberian APG I
3. APG II menurukan gejala afektif dari sizofrenia dan sering digunakan
untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yan resisten.
4. APG II menurunkan gejala kognitif pada paien skizofrenia dan penyakit
alzheimer
APG II yang digunakan :
First line: Risperidone, Olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripriprazole
Second line: Clozapine
1. Clozapine
Merupakan APG II yang pertama dikenal, ktrang menyebabkan timbulnya
EPS, tidak menyebabkan terjadinya tadive dyskinesia dan tidak terjadi
peningkatan dari prolaktin. Clozapin merupakan gold standar pada pasien
yang telah resisten dengan antispikotik lainnya. Profil farmakologisnya
atipikal

dbila

dibandingkan

dengan

antipsikotik

lainnya.

Efek

dopaminergiknya rendah tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin

26

pada sistem mesolimbik mesokortikal oatk yang berhubungan dengan fungsi


emosional dan mental yang lebih tinggi yang berbeda dari dopamin neuron di
daerah nigrostriatal dan tuberoinfundibular.4
Cloazapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik
yang positif maupun negatif. Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu diikuit perbaikn secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya.
Obat ini berguna unutk pasien yang refrakter dan terganggu berat selama
pengobatan. Selain itu, karena risiko efek samping EPS yang sangat rendah,
obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS yang berat bila
diberikan antipsikosis lain maka penggunaannya dibatasi untuk keadaan
resisten atau tidak dapat mentoleransi obat antipsikotik lainnya pasien yang
diberi clozappin perlu dipantau sel darah putihnya setiap minggu. 4,5
Secara farmakokinetik, clozapinee diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada
pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapi kira-kir 1,6 jam stelah
emberian obat. Clozapin secara ekstensif diikat protein plasma, obat ini
dimetabolsime hampir sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan
tinja.5Distribusi dari clozapin dibandingkan dengan antipsiktik lainnya lebih
rendah, Umumnya afinitas dari clozapin rendah pada reseptor D 2dan tingi
pada reseptor 5HT2Asehingga cenderung rendah untuk menyebabkan
terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebih tinggi 10 kali
lipat dibandingkan antipsikotik lainnya dimana

reseptor D4terdapat pada

daerah koorteks dan sedikit pada daerah striatal. Hal inilah yang membedakan
clozapine dengan APG I.4
1. Dosis4
Hari 1: 1-2x 12,5 mg
Berikutnya ditingkatkan 25-50 mg/hari sampai 300-450
mg/hari dengan dosis terbagi
Dosis maksimal 600 mg/hari
Sediaan yang ada di pasaran: tablet 25 mg dan 100 mg
2. Efek samping4
Granulositopenia, agranulositosis, trombositopenia, eosinofilia,

eukositosis, leukimia
Mengantuk, lesu, lemah, tidur sakit kepala, bingung, gelisah,
agitasi, delirium
27

Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi,

postural hipertensi.
3. Kontraindikasi
Ada riwayat toksik/hipersensitif
Ganguan fungsi sumsum tulang
Epilepsi yang tidak terkontrol
Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya
Intoksikasi obat
Koma
Depresi SSPGangguan jantung dan ginjal berat
Gangguan liver
2. Risperidone
Risperidone merupakan APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and
Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimiany
adalah benzisoxazole derivative. Absorbsi risperidone di usus tidak diengaruhi
oleh makapnan dan efek terapetikya terjadi dalam dosis rendah. Pada dosis
tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah
terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatansehingga
baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian risperidone masih
diizinkan dlam dosis sedang setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil
dihentikan misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan
perilaku yang dihubungkan dengan demensia.4
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal diterapi dengan APG I
tetapi hasil pengobtannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat
memperbaiki fungsi kognitf tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga penderita
demensia.4
Metabolsime risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6
menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperidone mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin
yang steara dngan risperidoen. Ekskresi terutama melalui urin. Metabolsime
risperidone dihambat oleh antidepresan fluoxetin dan paroxetin karena
natidepresan ini meghambat kerja enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga
perlu pengurangan dosis risperidone untuk mengurangi efek samping dan
toksisitas. Metabolsime obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan dengan

28

carbamazepin karena mengunduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan


dosis risperidone di dalam plasma rendah.4
1. Indikasi: 4
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif
- Gejala afektif pada skizofrenia
2. Dosis 4
Hari 1 :1 mg, hari 2: 2mg, hari 3: 3 mg
Dosis optimal 4 mg /hari dengan 2 ali pemberian
Pada orang tua, gangguan liver atau ginjak dimulai dengan 0,5

mg ditingkatkan sampai dengan 1-2 mg dengan 2x pemberian


Umumnya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari
pengobatan awalm jika belum terlihat respon perlu penilaian

ulang
Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah

pemberian oral
3. Efek samping4
EPS
Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi,

galaktorea, disfungsi seksual)


Sindrom neuroleptik maligna
Peningkatan berat badan
Sedasi
Pusing
Konstipasi
Takikardi

3. Olanzapine
Merupakan

derivat

dari

clozapine

dan

dikelompokkan

dalm

glongan

thienobenzodiazepine. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Kadar puncak


dalam plasma dicapai dalam waktu 5-6 jam setelah pemberian oral sedangkan
pada pemberian intramuskular dapat dicapai dalam 15-45 menit dengan waktu
paruh 30 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.4
Olanzapine merupakan antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai
afinitas yag kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A), histamin
(H1), dan 1adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-

29

) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin

dan adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrm P450 CYP 1A2 dan 2D6.
Metabolsime akan meningkat pada penderita yang merokok dan menurun bila
diberikan bersama engan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin.
Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya terhadap
metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap
konsentrasi olanzapin4
Eliminasi waktu paruh dari olanzapin memanjang pada penderita usia lanjut,
Clearance 30 % lebih rendah pada wanita dibanding pada pria. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping antara wanita
dan pria. Sehingga perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada wanita.
Clearance olanzapine meningkat sekitar 40 % pada perokok dibandingkan yang
tidak merokokk sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih tinggi pada penderita
yang merokok.4
1. Indikasi4
Skizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positif dan negatif
Episode manik sedang dan berat
Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar
2. Dosis4
Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1x sehari
Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1x sehari
Untuk pencegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg/hari
3. Efek samping4
Peningkatan berat badan
Somnolen
Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor 1
Kemungkinan terjadi EPS dan kejang rendah
Insiden tardive dyskinesia rendah
4. Quatiapine
Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok
dibenzothiazepine derivates. Absorbsinya berlangsung cepat stelah pemberian
oral, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1 jam setelah pemberian.

30

Metabolisme terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi


metabolit itdak aktif dan waktu paruhnya 6 jam.5
Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor
dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik 1da.
Afinitasnya lemah ada reseptor muskarinik (M 1) dan reseptor benzodiazepin.
Clearance quetiapine menurun 40 % pda penderita usia lanjut sehingga perlu
penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30 % pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi hati. Clearance meningkat jika diberikan berama
fenitoim, barbiturat, carbamazepi dan antizamur ketokonazol.
Quetiapine dapt memperbiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga
untuk pasien yang resisten dengan APG I.Pemberian pada pasien pertama kali
perdu dilakukan titrasi dosis dimulai dengan dosis 50 mg per hari slema 4 hari
kemudian dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 hari kemudian dinaikkan lagi
menjadi 300 mg. Setelah itu dicari dosis efekif antar 300-450 mg/ hari. Efek
samping somnolen, hipotensi psotural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi
dn hipertensi
b. Profil efek samping
Efek samping pada obat antipikosis dapat berupa7

Sedasi dan inhibiss psikomotor (rasa mngantuk, kwaspadaan berkurang,

kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)


Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut
kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidunh tersumbat, pandanga mata

kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)


Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akatisia, sindrom parkinson:

tremor, bradikinesia dn rigiditas)


Ggangguan endokrin (amenore, ginekomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien ada yang lambat dan ada
yang sampai membutuhkan obat untuk simtomatis untuk meringankan penderitaan
31

pasien. Dalam penggunaan obat antipsikosi yang ingin dicapai adalah optimal
response with minimal side effect. Efek samping dapat juga irreversible:
tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah/rahang dan
anggota di mana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi
pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasin usia lanjut.
Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti psikosis (non-dose
related). Bila terjadi gejala tersebut, obat antipsikosis perlahan-lahandihentikan,
bisa dicoba pemberian obat reserpin 2,5 mg/jam (dopamine depleting agent),
pemberian obat anti parkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat
pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah clozapine 50-100 mg/jam.
Pada penggunaan obat anti psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan labratorium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
c. Interaksi obat7
a. Antipsikosis + antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada
bukti lebih eketif (tidak ada sinergis antara 2 obat antipsikosis). Misalnya,
chlorpromazine + reserpine= potensiasi efek hipotensif
b. Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik
meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus,
penyakit jantung)
c. Antipsikosis + antianxietas= efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk
kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat
d. Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti psikosis pada
pagi hari sebelum ECT oleh karena angka mortalitas tinggi.
e. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar (dose related). Yang paling miniml menurunkan ambang kejang adalah
obat anti-psikosis haloperidol
32

f. Antipsikosis + antasida = efektivitas obat anti-psikosis menurun disebabkan


gangguan absorbsi
d. Cara penggunaan
a. Pemilihan obat7
Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek
samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal)5
Tabel1. Antipsikosis (dosis dan efek samping)
Antipsikosis

Mg.Eq

Dosis

Sedasi

Otonomik

Ekstrapiramidal

Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifuluroperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpiride
Risperidone
Quetiapine
Olanzapine
Aripiprazole

100
100
8
5
5
2
2
25
50
200
2
100
10
10

(mg/h)
150-1600
100-900
8-48
5-60
5-60
2-100
2-6
25-200
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20

+++
+++
+
+
++
+
+
++++
+
+
+
+
+
+

+++
+++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang


dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekuivalen. Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan repon klinis dalam
dosis yang usdah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalennya, di mana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat pengunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat

33

antipsikosis tertentu yang sdah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif pada pasien skizofrenia, pilihan
obat antipsikosis-atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada pasien
skizofrenia yag tidak dapat entolerir efek samping ekstrapiramidal atau
mempunya risiko medik dengan adanya gejala ektrapiramidal (neuroleptik
included medical complication)
b. Pengaturan dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbankan:

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu


Onset efek sekunder (efek sekunder): sekitar 2-6 jam
Waktu paruh: 12-14 jam (pemberian obat 1-2 kali per hari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untu mengurangi dampak dari
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak bgitu mengganggu kualitas hisup pasien

Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu
dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun diselingi drug
holiday 1-2 hari/ minggu tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
stop7
c. Lama pemberian
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode, terapi
pemeliharaan diberikan paling sediikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup
lama ini, dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali. Efek obat
antipsikosis secara relatif berlangsung lama sampai beberap hari setelah dosis
terkhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan

34

kekambuhan setelah bat dihentika, biasanya satu bulan kemudian baru gejala
sindrom psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolism dan
ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan
antipsikosis.
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap seteah
hilangnya gejal dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan. Obat anti psikosis
tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu lama sehingga potesi ktergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala cholnergic rebound:
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian antikolinergik agent (injeksi
sulfas atrofin 0,25 mg im, tablet trikexyphenidyl 3x2mg/jam) oleh karena itu
penggunaan bersama obat antipsikosis+anti parkinson, bila sudah tiba waktu
oenghentian obat, obat antipsikosis dihentikan kemudian baru menyusul obat
antiparkinson.7
d. Penggunaan parenteral
Obat antipsikosis long acting (Fluphemazin decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc,imm setiap 2-4 minggu sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak
efektif erhadap medikasi oral. Sebaiknya ebelum penggunaan parenteral
diberikan secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah
terdpat efek hipersensitvitas)
Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pada bulan pertama kemudian
ditingkatkan menjadi 1 cc tiap bulan. Pemberian obat antispikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
e. Penatalaksanaan efek samping

35

a. Penggunaan chlorpromazine injeksi im sering menimbulkan hipotesi


ortostatik pada waktu perubaha posisi tubuh (efek alfa adrenergik
blockade). Tindakan mengatasinya dengan injesi noradrenalin (nor
epinephrine) sebagai alfa adrenergic stimulator. Dalam keadaan ini tidak
diberikan adrenaline oleh karena bersifat alfa dan beta adrenergic
stimulatorsehingga efek beta adrenergik tetap ada dapat mnimbulkan syok.
Hipotensi ortostatik dapat dicegah ddengan tidak langsung bangun setelah
mendapa suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit
b. Obat antipsikosis yang kuat (haloperidol) seringmenimbulkan gejala
ekstrpiramidal. Tindakan mengatasinya dengan tablet trikexyphenidyl
(artane) 3-4 x 2mg/ hari, sulfas atropin 0,5-0,75 mg im. Apabila sindrom
parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap
untuk

menentukan

apakah

masih

dibutuhkan

penggunaan

obat

antiparinson. Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinsom


tidak lebih lama dari 3bulan (risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidak
dianjurkan pemberian antiparkinson profilaksis oleh karena dapat
mempengaruhi penyerapan/absorbsi obat antipsikosis sehingga kadarnya
dalam plasma rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala
psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikosis
agar tercapai dosis efektif.
c. Rapid neuroleptization: haloperidol 5-10 mg im dapat diulangi setiap 2
jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jssm. Biasanya dalam 6
jam sudah dapat mngatasi gejala-gejala akut dari sindroma psikosis 7

b. Psikoterapi
Penatalaksanaan secara komprehensif pada penderita skizofrenia menghasilkan
perbaikan yang lebih optimal dibandingkan pentalaksanaan secara tunggal.
Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif diberika pada saat penderita

36

berada dalam fase perbaikan dibandingkan fase akut. Psikoterapi diberika jika
pasien telah memiliki tilikan.
1. Psikoterapi individual
Bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuhn penderita atau mengurangi
penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal difokuskan pada
hubungan antara stres kemudian fase lanjut

difokuskan pada inisiatif

umum dan keterampilan di masyarakat dengan mempraktekkan apa yang


telah dipelajari.4 Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan sosial, kemampuan memenuhi diri sendirir, latihan praktis,
dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
puian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal hal yang diharapkan.
Dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti
berbicara lantang, berbicara sendiria di masyarakat dan postur tubuh anh
dapat diturunkan.3
Penelitian yang paling baik tentang psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi adalah
membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting
di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu
hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi
ole dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh
pasien.3
2. Psikoterapi kelompok
Psikoterapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur dan anggotanya
terbatas, umumnya antara 3-15 orang. Kelebihan terapi kelompok ini
adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman
kelompok, dan dapat mengamati respon psikologis, emosional, dan
perilaku penderita skizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah
yang timbul.4
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku , psikodinamika, tilikan atau suportif. Terapi

37

kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa


persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagia pasien skizofrenia.
Kelompom yang memimpin dengan cara suportif bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.3
3. Terapi keluarga
Bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai skizofrenia. Materi
yang diberikan berupa pengenalan tada-tanda kekambuhan secara dini,
manfaat dari pengobatan, antisipasi dari efek samping dan peran keluarga
terhadap penderita skizofrenia. Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemuliha,
khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali anggota keluarga di dalam
cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan
dari penyangkalan tentang keparahn penyakitnya3
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah meneuan
bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Di dalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50% dan 5-10 % dengan
terapi keluarga. 3
4. Rehabilitasi psikiatri
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penderita dalam hal merawat
diri sendiri, bekerja, menikmati kesenangan, berhubungan degan irang lain
dan keluarga. Dengan demikian dapat menngkatkan kemandirian penderita
dalam masyarakat. Rehabilitsi psikiatri diharapkan terjasi prubahan menuju
perbaikan dari ketidakmampuan, meningkatkan kemampuan baruyang
menjadi penyebab kelemahan, memanipulasi lingkunga agar dapat lebih
memberi dukungan serta meningkatkan fungsi.4
Penatalaksanaan terapi psikososial lainnya pada penderita skizofrenia
berupa keterampilan sosial dan hidup mandiri, mamajemen diri terhadap
pengenalan gejala dan medikasi, fungsi penderita dalam kehidupan sehari-hari,

38

dukungan dari lungkungan sekitar baik di tempat itingga maupun di tempat kerja
pasien.4
Pelatihan keterampilan sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dalam menghadapi situasi terpersnal, kehidupan sehari-hari, sehingga penderita
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan interpersonal, perawatan diri
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Mengenal dan memahami
manajemen medikasi sehingga dapat sehingga dapat mengotimalkan kualitas
hidup penderita skizofrenia. Pelatihan keterampila sosial menekankan bahwa stiap
inividu selalu melakukan yang terbaik
Komponen keterampilan sosial meliputi keterampila dalam komunikasi,
persepsi sosial dan mengatasi masalah dalam situasi yang khusus. Keterampilan
dalam hal komunikasi yang diberikan berupa kemampuan untuk memulai,
memelihara dan mengakhiri percakapan. Keterampilan persepsi sosial yang
diberikan berupa kemampuan seseorang untuk mempersepsikan situasi sosial
secara akurat, melaksanakan keterampilan interpersonal dan menganalisa situasi.
Sedangkan keterampilan untuk mengatasi masalah yang khusus dalam bentuk
keterampilan saat wawancara mencari pekerjaan, menciptakan kehidupan yang
memuaskan, serta melakukan interaksi heterososial.4
Ada tiga model pelatihan keterampilan sosial pada penderita skizofrenia
yaitu model keterampilan sosial dasar, model pemecahan masalah sosial, dan
cognitive remediation. Prinsip kerja model keterampilan sosial dasar atau sering
juga disebut dengan keterampilan motorik adalah mengidentifikasikan disfungsi
perilaku sosial kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang sederhana, dipelajari
melalui pengulangan dan elemen-elemen tersebut dikombinasikan menjadi
perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap. Model pemecahan masalah sosial
dilaksanakan melalui modul-modul pembelajaran seperti manajemen medikasi,
manajemen gejal, rekreasi, percakapan dasar dan pemeliharaan diri. Manajemen
medikasi berupa mendapatkan informasi mengenai manfaat pengobatan
antipsikotik, mengetahui cara pemakaian antipsikotik yang tepat, mengethui efek

39

yang tidak menguntungkan dari pengobatan dan membicarakan masalah


pengobatan dengan tenaga medis.4
Manajemen gejala seperti mengidentifikasi secara dini tanda-tanda
kekambuhan, mengenali tanda-tanda kekambuhan dan mengembangkan rencana
pencegahan kekambuhan, coping terhadap gejala

yang menetap, serta

menghindari alkohol dan obat-obatan terlarang. Pada modul rekreasi diharapkan


penderita skizofrenia dapat mengidentifikasikan manfaat kegiatan rekreasi,
menemukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk kegiatan rekreasi, dan melakukan
evaluasi dari manfaat rekreasi secara berkala. Pada percakapan dasar meliputi
latihan keterampilan untuk dapat mendengar secara aktif dalam percakapan,
melakukan

percakapan

bersama,

memulai,

memelihara

dan

mengakhiri

pembicaraan. Sedangkan pada pemeliharaan diri, berpakaian, merawat lingkungan


tempat tinggal, makan minum secara teratur, pengaturan keuangan dan mencari
pekerjaan.4
Penatalaksanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan
ntuk meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagai variasi dari
keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri. Strategi penatalaksanaan meliputi
pengulangan latihan, modifikasi instruksi berupa instruksi lengkap dengan isyarat
dan umpan balik segera selama latihan. Terapi kognitif perilaku terhadap gejala
psikotik bertujuan untuk mengidentifikasi gejala spesifik dan menggunakan
strategi coping kognitif untuk mengatasinya. Contoh, strategi distraksi, reframing,
self reinforcement, tes realita, atau tantangan secara verbal. Penderita skizofreni
menggunakan strategi ini untuk menemukan dan menguji kualitas disfungsi dari
keyakinan yang irasional4
2. SKIZOAFEKTIF
a. Definisi
Gangguan skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan

40

pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektifya yang menonjol.
Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tie depresif.2
b. Sejarah
Di tahun 1913 George H Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia degan gangguan afektif
(mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang
memburuk, Kirby dan Hoch megklasifikasikan mereka di dalam kelompok
psikosis manik-depresif Emil Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin
memperkenalkan istilah gangguan skizofektif untuk suatu gangguan dengan gejala
skizofrenik dangejala gangguan mood yang bermakna. Pasien denga gangguan ini
juga ditandai dengan onset gejala yang tiba-tiba seringkali pada masa remajanya
Pasien cenderung mmiliki tingkat fungsi premorbid yang baik dan seringkali suatu
stresor sesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga apasien seringkali
terdapat suatu gangguan mood. Kasanin ercaya bahwa pasien memiliki suatu jenis
skizofrenaia. Dari 1933 sampai kira-kia taun 1970, pasien yang gejalanya mirip
dengan gajal pasien-pasen Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita
gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia, skizofrenia dalam remisi,
dan psikosis sikloid.8
c. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah
angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif
seringkali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan
telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita khususnya
wanita yang menikah, onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk
laki-laki seperti juga ada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif
kemungkinan menunjukan perilaku antisosial dan meimiliki pendataran atau
ketidaksesuaian afek yang nyata.
d. Etiologi
41

Sulit untuk menemukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin
mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suat tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekpsresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga
yang berbda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adala
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama, /sebagian besar penelitian telah menganggap
pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen
e. Tanda dan gejala
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejla skizofrenianya menonjol dalam episode
penyakit yang saa, bai secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, disebut gangguan skizoafektif tipe manik sedangkan jika gangguan
skizoafektif tie defresif, gejala depresif yang menonjol.3
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dngan gejaa
gangguan suasana perubahan baik itu manik maupun depresif.3,4
f. Diagnosis

42

Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia


maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk
gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam
kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa pasien telah
memenuhi kriteria daignostik utnuk episode depresif berat atau episode manik yag
bersam-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari
skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama
sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol.
Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode
psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu
klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan Mood dengan ciri psikotik
sebagai suatu gangguan skizoafektif.
Tabel 2.Kriteria diagnostik utnuk gangguan skizoafektif (DSM-IV) 9
Kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terapat baik
episode depresif berat, episode manik, atau suatu epsode campuran dengan gejala yang
memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selam sekurangnya 2
minggu tanpa adanya gejala mood yang mennjol/
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian bermakna
dari lam total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

43

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita


gangguan skizoafektif tipe bipolar atau gangguan skizoafektif tipe deprsif.
Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada
adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat.
Selain itu, pasien dklasifikasikan menderita tipe depresif.9
Pada PPDGJ III, gangguan skizoafektif diberikan kategori terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi lain dengan
gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau mmbentuk sebagian penyait
skizofrenik yang sdah ada atau dimana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau
secraa bergantian dengan gangguan waham menetap jenis lain diklasifikasikan
dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak
serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan
sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.5
Tabel 3. PedomanPedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan
PPDGJ-III5

Diagnostik gangguan skizoafektif hanya dibuat bila gejala-gejala definitif adanya


skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan (simultaneously) atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama dan bilamana sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode

manik atau depresif


Tidak dapat digunakan untuk pasien yang mnampilkan gejala skizofrenia dan

gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda


Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode F20.4 (Depresi Paska-skizofrenia). Beberapa pasien dapat
mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif
(F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode
manik atau depresif (F30-F33)

g. Diagnosis banding
44

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding kizofrenia dan


gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizofektif. Pasieen yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP) dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara
khusus kemungkinan datang dengan gejala-gejala skizofrenik dan gangguan mood
yang

bersama-sama.

Diagnosis

banding

sikiatrik

juga

termsuk

semua

kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan


mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan
demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis
yang paling akut telag terkendali.2
h. Perjalanan penyakit dan prognosa
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognoosis pasien dengan gangguan mood.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif,
memiliki prognosis yang yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan
bipolar, memiliki prognosis yang yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa
penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode
yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan dan juga perjalanan
gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif tipe bipolar
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengn gangguan
bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid buruk, onset perlahan, tidak ada
faktor pencetus, mnonjolnya gejala psikotik khususnya gejala defisit atau gejala
negatif, onset yang awal, perjalanan yang tidak mengalami remisi, dan
riwayatkeluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik
tersebut mengarah pada hasil ahir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala

45

urutan pertama dari schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.


Walaupun tamoaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungann dengan jenis
kelamin pada hasi akhir gangguan skizoafekti, beberapa data menyatakan bahwa
perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
i. Terapi
Modalitas terapiyang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasr yang mendasari
farmakoterapi untuk ganggua skizoafektif adlah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antispikotik digunakan
hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol
thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasr berkelanjutan,
medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektifm
tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithiu, carbamazepine, valproate, atau
suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan
gangguanskizoafektif tipe depresif hrus diberikan percobaan antidepresan dan
terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif
terhadapa antidepresan.9
Antidepresan/ thymoleptics/psichic energizer7
a. Penggolongan
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi
dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik (Mixed 5 HT/NE re uptake inhibitors ), seperti :
amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

46

3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine


Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal (Antagonis reseptor 5 HT2A) , seperti : trazodone,
tianeptine dan mirtazepine.
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :
sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Tabel 5. Sediaan Antidepresan
No
1
2
3
4
5
6
7

Nama generik
Amitrityline
Amoxapine
Tianeptine
Clomipramine
Imipramine
Moclobemide
Maprotiline

Nama dagang
Amitritylin
Asendin
Stablon
Anafranil
Tofranil
Aurorix
Ludiomil

Sediaan
Drag 25 mg
Tab 100 mg
Tab 12,5 mg
Tab 25 mg
Tab 25 mg
Tab 150 mg
Tab 10-25 mg

Dosis anjuran
75-150 mg/h
200-300 mg/h
25-50 mg/h
75-150 mg/h
75-150 mg/h
300-600 mg/h
75-150 mg/h

50-75 mg
Tab 25 mg

8
9

Mianserin
Sertraline

Tilsan

Tab 50 mg

Sandepril-50
Tolvon
Zoloft

Tab 10 mg
Tab 50 mg

Fatral

Tab 50 mg

Fridep

Tab 50 mg

Nudep

Cap 50 mg

Antipres

Tab 50 mg

Deptral

Tab 50 mg

Serlof

Tab 50 mg

30-60 mg/h
50-100 mg/h

10

Trazodone

Zerlin
Trazone

Tab 50 mg
Tab
50-150

100-200 mg/h

11
12
13

Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxetine

Seroxat
Luvox
Prozac

mg
Tab 20 mg
Tab 50 mg
Cap 20 mg

20-40 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h

Nopres

Caplet 20 mg

Ansi

Cap10-20 mg

47

14
15
16
17

Citalopram
Mirtazapine
Duloxetine
Efexor-XR

Antipres

Cap 10-20mg

Andep

Cap 20 mg

Courage

Tab 20 mg

Elizac

Cap 20 mg

Oxipres

Cap 20 mg

Lodep

Cap 20 mg

Kalxetin

Cap10-20 mg

Zac

Cap10-20 mg

Zactin
Cipram
Remeron
Cymbalta
Cap 75 mg

Cap 20 mg
Tab 20 mg
Tab 30 mg
Caplet 30-60
Cap 75 mg

20-60 mg/h
15-45 mg/h
30-60 mg/hari
75-150 mg/h

b. Mekanisme kerja
Hipotesis: sindroma depresi disebabkan oleh dfisiensi relatif salah satu atau
beberapa aminerrgic neotransmitter (noradrenaline, serotonin, dopamin) pada
celah sinaps neuron di SSP (khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas
reseptor serotonin menurun.
Mekanisme kerja obat antidepresi adalah:

Menghambat reuptake aminergic neurotransmitter


Menghambat oenghancuran oleh enzim monoamine oxidase

Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada


celah sinps neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
c. Profil efek samping
Efek samping obat antidepresi dapat berupa:

48

Sedasi (rasa mengantukk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

menurun, kemampuan kognitif menurun)


Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin penglihatan kabur,

konstipasi, sinus takikardi,dll)


Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita)
biasanay berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang
sama.
Pada keadaan overdosis/intoksikasi trisiklik dapat timbul Atropine Toxic
Syndrome dengan gejala: eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi,
toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation).
Tindakan untuk keadaan tersebut:

Gastric lavage (hemodialisis tidak bermanfaat oleh karena obat


trisiklik bersifat protein binding, forced diuresis juga tidak

bermanfaat oleh karena renal excretion of free drug yang rendah)


Diazepam 10 mg im untuk mengatasi konvulsi
Prostigmin 0,5-1 mg im untuk mengatasi efek antikolonergik (dapat

diulangi setiap 30-45 menit sampai gejala mereda)


Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung

Kematian dapat terjadi oleh karena cardiac arrest. Letha dose trisiklik= 10
kali therapetik dose maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar
kepada penderita depresi (tidak lebih dari dosis seminggu) di mana pasien
seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh dru. Obat antidepresi golongan
SSRI relatif aman pada overdosis.
d. Interaksi obat
Trisiklik + haloperidol/ phenotiazin= mengurangi keceparan ekskresi
dari Trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensiasi efek
antikolinergik

49

SSRI/TCA + MAOI= Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala:


gastrointestinak distress (mual,muntah, diare), agitasi, gelisah, gerakan

kedutan otot.
MAOI+simpatomimetik drug = efek potensiasi yang dapat menjurus

ke krisis hipertensi di mana ada risiko terjadinya stroke


MAOI+ senyawa yang mengandung tiramin (keju, anggur, dll) dapat

terjadi krisis hipertensi


Obat antidepresi + CNS depresan (morfin, benzodiazepin, alkohol)=
potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat napas berisiko
terjadinya respiraory failure.

Tabel 6. Antidepresan
Nama obat
Amitrityline
Imipramine
Clomipramin
e
Trazodone
Mirtazapine
Maprotiline
Mianserin
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetin
Fluvoxamine
Fluoxetine
Citalopram

Antikolinergi
k
+++
+++
++

Sedas
i
+++
++
++

Hipotensi
ortostatik
+++
++
++

+
+
+
+
+
+/+/+/+/+/+/+/-

+++
+++
++
++
+
+/+/+/+/+/+/+/-

+
+
+
+
++
+/+
+/+/+/+/+/-

e. Pengaturan dosis

50

Keterangan
+++ = berat
++ = sedang
+ = ringan
+/- = tidak
ada/minimal
sekali

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek


klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam
serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima
proses dalam pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama
minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari
pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150
mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200
mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3
bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian
diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya
dosis pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari
initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari
selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75
mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama
1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau
kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan
seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single
dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk
golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.

51

f. Lama pemberian
Pemberian obat antidepresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena
adiction potentialnya sangat minimal

Obat antimania7
Tabel 7. Sediaan Antimania
No
1

Nama generik
Lithium carbonate

Nama dagang
Frimania

Sediaan
Dosis anjuran
Tab
200- 250-500 mg/h
300-400-500

Haloperidol

Haloperidol
Haldol
Serenace

mg
Tab 0,5-1,5- 4,5-15 mg/h
5 mg
Tab 0,5-2-5
mg
Tab 0,5-2-5
5 mg (im)
mg
Setiap 2 jam
Liq 2 mg/ml
Ampul
5 maksimum 100

3.

Carbamazepine

Tegretol
Bamgetol

mg/cc
mg/h
Tab 200 mg 400-600 mg/h
Caplet 200 2-3x/h

4.

Valproic acid

Depakene

mg
Syr 250 mg/ 3x 250 mg/h

Depakote

5 ml
Tab 250 mg

Divalproex Na

a. Penggolongan
Mania akut:
Haloperidol
Carbamazepine
Valproic acid
52

3x 250 mg/h

Divalproex

Profilaksis mania: Lithium carbonate


b. Mekanisme kerja
Hipotesis: Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam
celah sinaps neuron khususnya ada sistem limbik yang brdampak terhadap
dopamine receptor supersensitivity
Lithium carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan sindrom
mania akut atau profilaksis terhadap serangan sindrom mania yang kambuhan
pada gangguan afektif bipolar efek antimania dari lithium disebabkan
kemampuan

mengurangi

dopamine

receptor

supersensitivity

dengan

meningkatkan cholinergic muscarinic activity dan menghambat cyclic AMP


dan fosfoinositides.
c. Profil Efek Samping
Gejala efek samping dini:
Mulut kering, haus, gastrointestinak distress (mual, muntah,
diare, feses lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor halus
Tidak ada efek sedasi dan gangguan efek ekstrapiramidal
Efek samping lain yaitu: hipotiroidisme, peningkatan berat badan,
perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar
TSH), odema pada tungkai, metalic taste, leukositosis, gangguan daya
ingat dan konsentrasi pikiran.
Gejala intoksikasi (kadar serum lithium > 1,5 mEq/L)
Gejala dini: muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, konsentrasi
pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan tidak jelas, dan gaya

berjalan tidak stabil.


Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran
menurun dapat sampai coma dengan hipertoni otot dan kedutan,

oliguria kejang-kejang.
Penting sekali monitoring kadar lithium dalam darah.
Tindakan untuk mngatasi intoksikasi lithium:

53

Mengurangi faktor predisposisi (demam, berkeringat berlebihan,


diet rendah garam, diare dan muntah-muntah, diet untuk

menurunkan berat badan, pemakaian bersama diuretika, NSAID)


Forced diuresis dengan garam fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan IV

sebanyak 10 cc (1 ampul) bila perlu hemodialisis


Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentag faktor
predisposiss, minum secukupnya (sekitar 2500 cc per hari), bila
berkeringat dan diuresis banyak harus diimbangi minum lebih banyak,
mengenal gejala dini intoksikasi, kontrol rutin kadar serum lithium
d. Interaksi obat
Lithium + diuretika thiazide = dapat meningkatkan konsentrasi serum
Lithium sebanyak 50 % risiko intoksikasi menjadi besar, sehingga dosis
lithium harus dikurangi 50 % agar tidak terjadi intoksikasi. Sedangkan
loop diuretik, seperti furosemide, kurang mempengaruhi konsentrasi

Lithium
ACE inhibitor + Lithium = dapat meningkatkan konsentrasi serum lithium

sehingga mnimbulkan gejala intoksikasi


Haloperidl + Lithium = efek neurotoksis bertambah (dyskinesia, ataxia)
tetapi efek neurotoksis tidak tampak pada penggunaan kombinsi lithium
dengan haloperidol dosis rendah (kurang dari 20 mg./hari). Keadaan yang

sama untuk Lithium + carbamazepine


NSAID + Lithium = meningkatkan konsentrasi serum lithium sehingga
risiko intoksikasi menjadi besar.

e. Pengaturan dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

Onset efek primer (efek klinis): 7-10 hari (1-2 minggu)


Rentang kadar serum terapeutik = 0,8 -1,2 mEq/ L (dicapai dengan

dosis sekitar 2 atau 3x 500 mg per hari)


Kadar serum toksik = di atas 1,5 mEq/L

Biasanya preparat lithium yang digunakan adalah lithium carbonate mulai


dengan dosis 250-500 mg/h diberikan 1-2 kali sehari dinaikkan 250 mg/h
54

setiap minggu diukur serum lithium setiap minggu sampai diketahui kadar
serum lithium berefek klinis terapeutik (0,8-1,2 mEq/L). Biasanya dosis
efektif dan optimal berkisar 1000-1500 mg/h dipertahankan sekitar 2-3 bulan
kemudian diturunkan menjadi dosis maintanance, konsentrasi serum lithium
yang dianjurkan untuk mencegah kekambuhan berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L,
ini sama fektifnya bahkan lebih efektif dari kadar 0,8-1,2 mEq/L dan juga
untuk mengurangi insidensi dari efek sampingdan risiko intoksikasi.
Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien dengan
gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum
dilakukan dengan mengambil sampel darah pada pagi hari, yaitu sebelum
makan obat dosis pagi dan sekitar 12 jam setelah dosis petang (hari
sebelumnya)
Untuk mengurangi efek samping pada saluran makanan obat ini diberikan
sesudah makan.
f. Lama pemberian
Pada pemberian untuk sindroma mania akut, setelah gejala-gejala mereda,
lithium carbonate mereda harus diteruskan sampai lebih dari 6 bulan,
dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang tidak ada indikasi lagi.
Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan
sampai beberapa tahunm sesuai dengan indikasi proflaksis serangan sindrom
mania/depresi
g. Perhatian khusus
Sebelum dan selama penggunaan obat anti mania lithium carbonate perlu
dilakukan pemeriksaan laboratoriu secara periodik

Kadar serum Na dan K (Li dan Na saling mempengaruhi di tubuus


proksimalis renalis). Kadar ini merendah pada pasien diet garam dan
menggunakan diuretika

55

Tes fungsi ginjal (serum creatinin) hampir semua kadar lithium dalam

darah diekskresi melalui ginjal


Tes fungksi kelenjar tiroid Lithium merendahkan kadar serum yodium
Pemeriksaan EKG

Wanita hamil adalah kontraindikasi penggunaan lithium karena bersifat


teratogenik

BAB III
PENUTUP

56

Skizofrenia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan


suatu gangguan psikiatrik mayoor yang ditandai dengan adanya perubahan pada
persepsi, proses pikir, afek, dan perilaku seseorang. Penatalaksanaan terintegrasi
sangat dibutuhkan meliputi aspek psikofarmakologis yaitu obat antipsiskosis dan
aspek psikoterapi.
Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki
gejala skizofrenia dan gejala afektif yang terjadi bersamaan (dalam episode yang
sama) dan sama-sama menonjol. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif
adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik dan episode
depresif. Seperti halnya skizofremia, pasien skizoafektif juga memerlukan suatu
tatalaksana

terintegrasi

meliputi

farmakoterapi

yaitu

berupa

kombinasi

antipsikotik dengan antidepresan atau moodstabilizer dan psikoterapi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran UI. 2010
2. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi kedua.
Surabaya: Airlangga University Press. 2009
3. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Edisi ketujuh.Jakarta:
Binarupa Aksara
57

4. Sinaga, RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai


Pnerbit FK UI. 2007
5. PPDGJ
6. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Bagian Faramkologi Fakultas Kedokteran UI. 2007
7. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik,
Edisi ketiga, Jakarta: Bagian Ilmu Kdokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2007
8. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Skizoaffective Disorder and
Schizofrenia among Medicated patients. Diakses melalui www.
Psychiatryonline.org/data/journal/
9. American Pysciatric Association. Diagnosis and Statisticl Manua of
Mental Disorders (DSM IV TM). American Psychological
Association (APA). Washington DC.1966

58

Anda mungkin juga menyukai