BAB I
PENDAHULUAN
dalam
diagnosis
banding
skizofrenia
dipertimbangkan2
dan
gangguan
mood
perlu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. SKIZOFRENIA
a. Epidemiologi
Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 %,
ini berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya.
Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh
National Institute of Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar
antara 0,6-1,9%. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
IV Text Revised (DSM-IV-TR) insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,55,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada
orangorang yang dilahirkan di daerah urban. Skizofrenia ditemukan di seluruh
kelas masyarakat dan area geografis, insidens serta prevalensinya secara kasar
merata di seluruh dunia. Di AS, kurang lebih 0,05 persen populasi total menjalani
pengobatan untuk skizofrenia setiap tahundan hanya sekitar setengah dari semua
pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk
berat.3
b. Sejarah
1. Emil Kraepelin
Emil Kraepelin menyebut istilah skizofrenia dengan demensia prekok
(demensia yang terjadi pada usia dini) ditandai dengan proses kognitif
yang makin lama makin memburuk dan disertai dengan gejala klinis
berupa halusinasi dan waham.4
2. Eugen Bleuer
Eugen Bleuer memperkenalkan istilah skizofrenia, karena gangguan ini
menyebabkan terjadinya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku.
remisi
skizofrenia/skizofrenia proses)
- Depersonalisasi
- Autisme
- Emosi tumpul
- Derealisasi
Onset biasanya terjadi secara perlahan-lahan
2. Psikosis skizofrenform ( schizofrenic-like psychosis)
Kriteria diagnosis menurut Langfeldt:
1. Kriteria simtom
Merupakan petunjuk penting untuk mendiagnosis suatu suatu
skizofrenia (dapat digunakan apabila tidak ditemukan adanya tandatanda berupa gangguan kognitif, infeksi, atau intoksikasi). Kriteria ini
meliputi:
a. Perubahan kepribadian
Berupa emosional ang tumpul, diikuti dengan hilangnya inisiatif
dan perubahan perilau sehingga penderita terlihat aneh
b. Tipe katatonik
Ditandai dengan adanya kegelisahn atau stupor
c. Psikosis paranoid
Ditandai dengan adanya gejala depersonalisasi dan derealisasi atau
waham primer
d. Halusinasi kronis
3
Audible thought
Voices arguing dan atau discussing
Voices commenting
Somatic passivity experiences
Thought withdrawal and experiences of influenced thought
Thoughtbroadcasting
Delusional persepsi
c. Etiologi
1. Model Diatesis stres
Menurut teori ini skizofrenia dapat timbul karena adanya intgrasi antara faktor
biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Sseorang yang rentan (diatesis)
jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofreniaFaktor pencetus dan
kekambuhan dari skizofrenia dipengaruhi oleh emotional turbulent families,
stressful life events, diskriminasi, dan kemiskinan. Lingkungan emosional yang
terhadap
kemanjuran
antipsikotik
(antagonis
reseptor
c. Norepinefrin
Sejumlah data menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi sistem
dopaminergik dalam suatu cara sehingga abnormalitas sistem noradrenergik
mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering. Efek
terapeutik beberapa obat antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnyapada
reseptor adrenergik dan 2.3
d. GABA
Neurotransmitter asam amino inhibitorik, gamma amino butirat acid
dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Hilangnya neuron
GABAnergik inhibitorik secara teoritis dapat mengakibatkan hiperaktivitas
neuron dopaminergik dan noradrenergik.3
e. Glutamat
Hipotesis yang diajukan tentang glutamat mencakup hiperaktivitas,
hipoaktivitas, dan neurotoksisitas terinduksi glutamat.3
Neuropatologi
Dasar dari neuropatologi potensial skizofrenia terutama di sistem limbik dan
ganglia basalis, termasuk abnormalitas neuropatologi atau neurokimiawi di
korteks serebri, talamus, dan batang otak. Selian itu berkurangnya volume
otak pada pasien skizofrenia akibat berkurangnya kepadatan akson, dendrit
dan sinaps yang memerantarai fungsi asosiatif otak.3
Psikoneuoimunologi
Pada pasien skizofrenia didapatkan sejumlah abnormalitas imunologis,
meliputi penurunan interleukin-2, sel T, berkurangnya jumlah dan
responsivitas limfosit perier, reaktivitas seluler, dan humoral yang abnormal
terhadap neuron , serta adanya antibodi yang memiliki target otak.3
3. Faktor Genetik
Seseorang memiliki kecendrungan menderita skizofrenia bila terdapat anggota
keluarga yang mengidap gangguan tersebut dan berkaitan dengan kedekatan
hubungannya. Kromosom yang dianggap paling berkaitan dengan skizofrenia
adalah lengan panjang kromosom 5, 11, dan 18, lengan pendek kromosom 19,
serta kromosom X. Lokus pada kromosom 6, 8, 22 juga dianggap paling sering
terlibat.3
4. Faktor psikososial
a. Teori psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang
terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego dan
defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia.3
b. Dinamika keluarga
Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang disfungsi.
Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional yang
merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk mengatasinya.
Dinamika keluarga tersebut berupa double bind communication, schisms and
skewed family, pseudomutual dan pseudohostile families, dan emosi yang
diekspresikan secara tinggi.3
d. Simtom Skizofrenia
Simtom atau gejala yang tampak dari suatu skizofrenia dibagi dalam 5 dimensi,
yaitu:
1. Simtom positif : menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas ,
meliputi
-
sekitar.
Rigiditas: mempertahankan suatu postur rigid secara volunter,
seperti lilin.
Akinesi: tidak adanya gerakan fisik
yang spontan)
Gangguan serial learning (urutan peristiwa)
Gangguan dalam vigilance (kewaspadaan)
Gangguan eksekutif (masalah dengan atensi, konsentrasi, prioritas dan
perilaku pada hubungan sosial)
dopamin
pathways
memproyeksikan
badan
sel
Pada
penyalahgunaan
zat
dapat
menimbulkan
10
e. Diagnosis skizofrenia
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III):5
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
a. Thought echo= isi pikiran dirinya seniri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun, kualitasnya berbeda atau thought insertion or withdrawal=
isi yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) dan
thought broadcasting = isi pikiranny tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity= waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar
(secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan ata penginderaan khusus. Delusional perception=pengalaman
inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi diriny,
biasanya besifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik: suara hausinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku asien atau mendiskusikan perihal pasien di
antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara) atau jenis
suara halunisasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajardan seesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
12
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila diserta baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide yang
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap
hari selama bermingu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang megalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau flesibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor.
h. Gejala gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dam respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour) bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (sel absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
f. Klasifikasi skizofrenia
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM
IV atau ICD X. Berdasarkan DSM IV:4
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan ,
hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi
13
3. Pernah mengalami psikotik aktif daam bentuk yang khas selama periode
tersebut
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan
mood mayor, autisme atau gangguan organik
Tipe paranoid
Tipe ini paling sering dan stabil. Gejala terlihat sangat konsisten, sering paranoid,
pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya.. Pasien sering tak
kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, mungkin agresif, marah atau
ketakutan tetapi pasien jarang sekali menunjukkan perilaku inkoheren atau
disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan
hampir tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:
a. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalika, waham dipengaruhi dan
waham cemburu
b. Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina
Tipe disorganosasi (hebefrenik)
Gejala-gejalanya adalah:
A. Afek tumpul, ketolol-tololan, atau tak serasi
B. Sering inkoheren
C. Waham tak sistematis
D. Perilaku disorganisasi seperti menyeringai dan menerisme
Tipe katatonik
Pasien memiliki paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia
14
15
minat yang
penyakit
skizofrenia
dapat
diklasifikasikan
sebagai
penyakit
berkelanjutan, episodik dengan atau tanpa gejala residual di antara episode atau
episode tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala- gejala cenderung
tumpang tindih dan diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe
lainnyasesuai perjalanan waktu.4
h. Penatalaksanaan
a. Psikofarmakologis
Penatalaksanaan terapi tergantung dari keadaan pasien ketika datang
dalam keadaan fase apa. Jika dalam fase akut, penanganannya segera. Penanganan
pada fase akut lebih difokuskan untuk menurunkan simtom psikotis yang berat.
Umumnya setelah 4-8 minggu dengan menggunakan antipsikotik, pasien dapat
masuk dalam fase stabilisasi. Simtom positif meliputi halusinasi, ideas of
reference, dan waham. Simtom ini membutuhkan perawatan pasien dan umumnya
mengganggu kehidupan pasien. Sedangkan simtom negatif meiputi motivasi yang
menurun, emosi yang tumpul, kemiskinan pembicaraan dan pikiran. Simtom ini
dihubungka dengan gangguan salam sosial dan pekerjaan. Simtom disorganisasi
16
meliputi pembicaraan dan tigkah laku. Hal ini menyebabkan gangguan perhatian
dan proses informasi sehingga menggangggu hubungan sosial dan pekerjaan.4
Obat antipsikotik yang ada di pasaran digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Antipsikotik generasi pertama (APG I)
APG I mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2khususnya di jalur
dopamin di mesolimbik. Oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis
rseptor dopamin, antipsikotik konvensional, atau antipsikotik tipikal. APG I
merupakan
hiperaktivitas
dopamin
di
jalur
mesolimbik
sehingga
Blokade
menyebabkantardive
reseptor
D2di
dyskinesia.
nigrostriatal
Sedangkan
secara
blokade
kronik
dapat
reseptor
D2di
17
Bila dosis APG I yang digunakan adalah 10-50 mg. APG I potensi sedang
di antaranya adalah perphenazine, loxapine, dan mlindone. Digunakan
untuk penderita yang sulit terhadap efek samping APG I potensi tinggi dan
rendah
Potensi rendah
Bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg, contohnya adalah
chlorpromazin, thioridazine, dan mesoridazine.
Selain itu, APG I juga dapat dibedakan berdasarkan rumus kimianya, yaitu:
Kelompok phenothiazine
Rantai alifatik (chlorpromazine), rantai piperazine (trifluroperazine,
fluophenazine,
perphenazine,
prochlorperazin),
rantai
piperidine
(tioridazine, mesoridazine).
Kelompok non phenotiazine
Butirofenon (haloperidol), thioxantene (chlorprotixene), dibenzoxazepin
(loxapine),
dihidroindolene
(molindone),
diphenyl-nutyl-piperidines
18
2. Farmakokinetik
ansietas, tegang,
4. Dosis:
Dosis permulaan 25-100 mg/hari
Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari
Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahanlahan hingga 600-900 mg/hari
5. Cara pemberian: 5
Diberikan per oral dengan dosis terbagi
Untuk efek cepat dapat diberika per injeksi (im) dengan
penderita
dalam
posisi
berbaring
untuk
mencegah
20
2. Dosis
3x4-8 mg/hari
3. Efek samping 4
Sering timbul gangguan ekstrapiramidalis
Gangguan endokrin, seperti: laktasi meningkat,
ginekomastia, emnstruasi terganggu, sukar ejakulasi
4. Kontraindikasi 4
Hipersensitif
Koma
Depresi berat
Gangguan liver
Gangguan darah
5. Thoridazine
1. Indikasi 4
Gejala positif skizofrenia
Depresi dengan agitasi, ansietas dan efek hipotimik
2. Dosis 4
Awal 3x50-100 mg/hari
Pemeliharaan 200-800 mg/hari
3. Efek saming 4
Sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo,
hipotensi ortostatik
Jarang timbul gangguan ekstrapiramidal
4. Kontraindikasi
Koma
Depresi SSP berat
Hipersensitif
6. Haloperidol
Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2,
sedangkan terhadap reseptor kolinergik dan histamin lebih lemah
afnitasnya. Kadar puncak lasma haloperidol dalam waktu 2-6 jam setelah
pemberian oral daam waktu 20 menit stelah pemberian intramuskular.
Waktu paruhnya antara 10-12 jam. Dieksresi dengan cepat melalui urine
dan tinja dan berakhir dalam 1 minggu setelah pemberian. 4
21
Secara
farmakologi,
struktur
haloperidol
berbeda
dengan
22
Kontraindikasi
pemberian
haloperidol
akan
menghambat
parkinson
like
symtoms,
akatisia,
diskinesia,
distonia,
Tremor
Kaku kuduk
Hipersaivasi
Rigiditas
Jalan seperti robot karena kaku otot tungkai
Ekspresi muka monoton (muka topeng) karena kaku otot wajah
23
Bicara pelo
Bila terjadi gangguan ekstrapiramidalis maka pemberian obat distop dan diganti
ibat lain atau dosis obat duturunkan. Bila bat pengganti tiidak tersedia atau bat
tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma parkinsonisme
diberikan obat antiparkinsonisme. Obat untuk anti parkinsonisme, yaitu:4
1. Triheksifenidil
Diberikan per oral dengan dosis 3x2-4 mg/hari
2. Dipenhydramine
Dapat diberikan per oral atau parenteral dengan dosis 50-100 mg/hari
3. Sulfas atropin
Dapat diberikan per oral parenteral
Tablet 0,5 mg; 3x1
Injeksi 0,25 mg/ampul; 3x1 ampul
Benzodiazepin
Obat APG I yng masih sering digunakan adalah haloperidol, fluphenazine,
trifluoroperazine dan chlorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secar oral,
injeksi short acting maupun injeksi ong avting. Injeksi short acting biasanya
diberikan untuk pasien agitasi atau menolak minum obat. Efek klinis cepat
diperoleh setelah pemberian. Sedangkan injeksi long acting digunakan sebagai
terapi pemeliharaan setelah pasien sudah dalam keadaan stabil. Keuntungan
pemberian yaitu sangat biak bagi penderita yang kepatuhan minum obatnya
rendah. Akan tetapi kelemahannya adalah sulitnya mentitrasi sosis sesuai
efektivitas klinis dan jika terjadi efek samping obat sulit diatasi.4
2. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)
APG II sering disbut sebagai serotonin Dopamin Antaginis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara
serotonin dan dopamin pada ke 4 jaur dopamin di ota. Hal ini yang menyebabkan
efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan II adalah APG I hanay dapt memblok reseptor
D2sedangkan APG II memblok secara beraaaa reseptor serotonin (5HT
) dan
2A
reseptor D2. APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,
24
2A
25
blokade reseptor D2 di mesolimbik sehingga bokade reseptor D2menang. Hal ini yang
menyebabkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia Pada
keadaan normal, serotonin akan menghambat pelepasan dopamin.
3. Tuberoinfundibular pahways
APG II di jalur ini, antagonsi reseptor 5HT 2Adapat mengalahkan antagonis
reseptor D2. Hubungan antara neurotransmitter serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofisis.
Dopamin akan menghambat pelepasan prolaktin sedangkan serotonin
meningkatkan pelepasan prolaktin, Pemberian APG II dalam dosis terapi akan
menghambat reseptor 5HT
2A
dbila
dibandingkan
dengan
antipsikotik
lainnya.
Efek
26
daerah koorteks dan sedikit pada daerah striatal. Hal inilah yang membedakan
clozapine dengan APG I.4
1. Dosis4
Hari 1: 1-2x 12,5 mg
Berikutnya ditingkatkan 25-50 mg/hari sampai 300-450
mg/hari dengan dosis terbagi
Dosis maksimal 600 mg/hari
Sediaan yang ada di pasaran: tablet 25 mg dan 100 mg
2. Efek samping4
Granulositopenia, agranulositosis, trombositopenia, eosinofilia,
eukositosis, leukimia
Mengantuk, lesu, lemah, tidur sakit kepala, bingung, gelisah,
agitasi, delirium
27
postural hipertensi.
3. Kontraindikasi
Ada riwayat toksik/hipersensitif
Ganguan fungsi sumsum tulang
Epilepsi yang tidak terkontrol
Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya
Intoksikasi obat
Koma
Depresi SSPGangguan jantung dan ginjal berat
Gangguan liver
2. Risperidone
Risperidone merupakan APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and
Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimiany
adalah benzisoxazole derivative. Absorbsi risperidone di usus tidak diengaruhi
oleh makapnan dan efek terapetikya terjadi dalam dosis rendah. Pada dosis
tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah
terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatansehingga
baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian risperidone masih
diizinkan dlam dosis sedang setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil
dihentikan misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan
perilaku yang dihubungkan dengan demensia.4
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal diterapi dengan APG I
tetapi hasil pengobtannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat
memperbaiki fungsi kognitf tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga penderita
demensia.4
Metabolsime risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6
menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperidone mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin
yang steara dngan risperidoen. Ekskresi terutama melalui urin. Metabolsime
risperidone dihambat oleh antidepresan fluoxetin dan paroxetin karena
natidepresan ini meghambat kerja enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga
perlu pengurangan dosis risperidone untuk mengurangi efek samping dan
toksisitas. Metabolsime obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan dengan
28
ulang
Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah
pemberian oral
3. Efek samping4
EPS
Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi,
3. Olanzapine
Merupakan
derivat
dari
clozapine
dan
dikelompokkan
dalm
glongan
29
dan adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrm P450 CYP 1A2 dan 2D6.
Metabolsime akan meningkat pada penderita yang merokok dan menurun bila
diberikan bersama engan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin.
Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya terhadap
metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap
konsentrasi olanzapin4
Eliminasi waktu paruh dari olanzapin memanjang pada penderita usia lanjut,
Clearance 30 % lebih rendah pada wanita dibanding pada pria. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping antara wanita
dan pria. Sehingga perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada wanita.
Clearance olanzapine meningkat sekitar 40 % pada perokok dibandingkan yang
tidak merokokk sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih tinggi pada penderita
yang merokok.4
1. Indikasi4
Skizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positif dan negatif
Episode manik sedang dan berat
Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar
2. Dosis4
Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1x sehari
Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1x sehari
Untuk pencegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg/hari
3. Efek samping4
Peningkatan berat badan
Somnolen
Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor 1
Kemungkinan terjadi EPS dan kejang rendah
Insiden tardive dyskinesia rendah
4. Quatiapine
Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok
dibenzothiazepine derivates. Absorbsinya berlangsung cepat stelah pemberian
oral, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1 jam setelah pemberian.
30
Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien ada yang lambat dan ada
yang sampai membutuhkan obat untuk simtomatis untuk meringankan penderitaan
31
pasien. Dalam penggunaan obat antipsikosi yang ingin dicapai adalah optimal
response with minimal side effect. Efek samping dapat juga irreversible:
tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah/rahang dan
anggota di mana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi
pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasin usia lanjut.
Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti psikosis (non-dose
related). Bila terjadi gejala tersebut, obat antipsikosis perlahan-lahandihentikan,
bisa dicoba pemberian obat reserpin 2,5 mg/jam (dopamine depleting agent),
pemberian obat anti parkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat
pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah clozapine 50-100 mg/jam.
Pada penggunaan obat anti psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan labratorium: darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
c. Interaksi obat7
a. Antipsikosis + antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada
bukti lebih eketif (tidak ada sinergis antara 2 obat antipsikosis). Misalnya,
chlorpromazine + reserpine= potensiasi efek hipotensif
b. Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik
meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus,
penyakit jantung)
c. Antipsikosis + antianxietas= efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk
kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat
d. Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti psikosis pada
pagi hari sebelum ECT oleh karena angka mortalitas tinggi.
e. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar (dose related). Yang paling miniml menurunkan ambang kejang adalah
obat anti-psikosis haloperidol
32
Mg.Eq
Dosis
Sedasi
Otonomik
Ekstrapiramidal
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifuluroperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpiride
Risperidone
Quetiapine
Olanzapine
Aripiprazole
100
100
8
5
5
2
2
25
50
200
2
100
10
10
(mg/h)
150-1600
100-900
8-48
5-60
5-60
2-100
2-6
25-200
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
+++
+++
+
+
++
+
+
++++
+
+
+
+
+
+
+++
+++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+
33
antipsikosis tertentu yang sdah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif pada pasien skizofrenia, pilihan
obat antipsikosis-atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada pasien
skizofrenia yag tidak dapat entolerir efek samping ekstrapiramidal atau
mempunya risiko medik dengan adanya gejala ektrapiramidal (neuroleptik
included medical complication)
b. Pengaturan dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbankan:
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu
dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun diselingi drug
holiday 1-2 hari/ minggu tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
stop7
c. Lama pemberian
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode, terapi
pemeliharaan diberikan paling sediikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup
lama ini, dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali. Efek obat
antipsikosis secara relatif berlangsung lama sampai beberap hari setelah dosis
terkhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
34
kekambuhan setelah bat dihentika, biasanya satu bulan kemudian baru gejala
sindrom psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolism dan
ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan
antipsikosis.
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap seteah
hilangnya gejal dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan. Obat anti psikosis
tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu lama sehingga potesi ktergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala cholnergic rebound:
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian antikolinergik agent (injeksi
sulfas atrofin 0,25 mg im, tablet trikexyphenidyl 3x2mg/jam) oleh karena itu
penggunaan bersama obat antipsikosis+anti parkinson, bila sudah tiba waktu
oenghentian obat, obat antipsikosis dihentikan kemudian baru menyusul obat
antiparkinson.7
d. Penggunaan parenteral
Obat antipsikosis long acting (Fluphemazin decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc,imm setiap 2-4 minggu sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak
efektif erhadap medikasi oral. Sebaiknya ebelum penggunaan parenteral
diberikan secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah
terdpat efek hipersensitvitas)
Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pada bulan pertama kemudian
ditingkatkan menjadi 1 cc tiap bulan. Pemberian obat antispikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
e. Penatalaksanaan efek samping
35
menentukan
apakah
masih
dibutuhkan
penggunaan
obat
b. Psikoterapi
Penatalaksanaan secara komprehensif pada penderita skizofrenia menghasilkan
perbaikan yang lebih optimal dibandingkan pentalaksanaan secara tunggal.
Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif diberika pada saat penderita
36
berada dalam fase perbaikan dibandingkan fase akut. Psikoterapi diberika jika
pasien telah memiliki tilikan.
1. Psikoterapi individual
Bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuhn penderita atau mengurangi
penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal difokuskan pada
hubungan antara stres kemudian fase lanjut
37
38
dukungan dari lungkungan sekitar baik di tempat itingga maupun di tempat kerja
pasien.4
Pelatihan keterampilan sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dalam menghadapi situasi terpersnal, kehidupan sehari-hari, sehingga penderita
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan interpersonal, perawatan diri
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Mengenal dan memahami
manajemen medikasi sehingga dapat sehingga dapat mengotimalkan kualitas
hidup penderita skizofrenia. Pelatihan keterampila sosial menekankan bahwa stiap
inividu selalu melakukan yang terbaik
Komponen keterampilan sosial meliputi keterampila dalam komunikasi,
persepsi sosial dan mengatasi masalah dalam situasi yang khusus. Keterampilan
dalam hal komunikasi yang diberikan berupa kemampuan untuk memulai,
memelihara dan mengakhiri percakapan. Keterampilan persepsi sosial yang
diberikan berupa kemampuan seseorang untuk mempersepsikan situasi sosial
secara akurat, melaksanakan keterampilan interpersonal dan menganalisa situasi.
Sedangkan keterampilan untuk mengatasi masalah yang khusus dalam bentuk
keterampilan saat wawancara mencari pekerjaan, menciptakan kehidupan yang
memuaskan, serta melakukan interaksi heterososial.4
Ada tiga model pelatihan keterampilan sosial pada penderita skizofrenia
yaitu model keterampilan sosial dasar, model pemecahan masalah sosial, dan
cognitive remediation. Prinsip kerja model keterampilan sosial dasar atau sering
juga disebut dengan keterampilan motorik adalah mengidentifikasikan disfungsi
perilaku sosial kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang sederhana, dipelajari
melalui pengulangan dan elemen-elemen tersebut dikombinasikan menjadi
perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap. Model pemecahan masalah sosial
dilaksanakan melalui modul-modul pembelajaran seperti manajemen medikasi,
manajemen gejal, rekreasi, percakapan dasar dan pemeliharaan diri. Manajemen
medikasi berupa mendapatkan informasi mengenai manfaat pengobatan
antipsikotik, mengetahui cara pemakaian antipsikotik yang tepat, mengethui efek
39
percakapan
bersama,
memulai,
memelihara
dan
mengakhiri
40
pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektifya yang menonjol.
Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tie depresif.2
b. Sejarah
Di tahun 1913 George H Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia degan gangguan afektif
(mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang
memburuk, Kirby dan Hoch megklasifikasikan mereka di dalam kelompok
psikosis manik-depresif Emil Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin
memperkenalkan istilah gangguan skizofektif untuk suatu gangguan dengan gejala
skizofrenik dangejala gangguan mood yang bermakna. Pasien denga gangguan ini
juga ditandai dengan onset gejala yang tiba-tiba seringkali pada masa remajanya
Pasien cenderung mmiliki tingkat fungsi premorbid yang baik dan seringkali suatu
stresor sesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga apasien seringkali
terdapat suatu gangguan mood. Kasanin ercaya bahwa pasien memiliki suatu jenis
skizofrenaia. Dari 1933 sampai kira-kia taun 1970, pasien yang gejalanya mirip
dengan gajal pasien-pasen Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita
gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia, skizofrenia dalam remisi,
dan psikosis sikloid.8
c. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah
angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif
seringkali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan
telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita khususnya
wanita yang menikah, onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk
laki-laki seperti juga ada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif
kemungkinan menunjukan perilaku antisosial dan meimiliki pendataran atau
ketidaksesuaian afek yang nyata.
d. Etiologi
41
Sulit untuk menemukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin
mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suat tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekpsresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga
yang berbda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adala
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama, /sebagian besar penelitian telah menganggap
pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen
e. Tanda dan gejala
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejla skizofrenianya menonjol dalam episode
penyakit yang saa, bai secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, disebut gangguan skizoafektif tipe manik sedangkan jika gangguan
skizoafektif tie defresif, gejala depresif yang menonjol.3
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dngan gejaa
gangguan suasana perubahan baik itu manik maupun depresif.3,4
f. Diagnosis
42
43
g. Diagnosis banding
44
bersama-sama.
Diagnosis
banding
sikiatrik
juga
termsuk
semua
45
46
Nama generik
Amitrityline
Amoxapine
Tianeptine
Clomipramine
Imipramine
Moclobemide
Maprotiline
Nama dagang
Amitritylin
Asendin
Stablon
Anafranil
Tofranil
Aurorix
Ludiomil
Sediaan
Drag 25 mg
Tab 100 mg
Tab 12,5 mg
Tab 25 mg
Tab 25 mg
Tab 150 mg
Tab 10-25 mg
Dosis anjuran
75-150 mg/h
200-300 mg/h
25-50 mg/h
75-150 mg/h
75-150 mg/h
300-600 mg/h
75-150 mg/h
50-75 mg
Tab 25 mg
8
9
Mianserin
Sertraline
Tilsan
Tab 50 mg
Sandepril-50
Tolvon
Zoloft
Tab 10 mg
Tab 50 mg
Fatral
Tab 50 mg
Fridep
Tab 50 mg
Nudep
Cap 50 mg
Antipres
Tab 50 mg
Deptral
Tab 50 mg
Serlof
Tab 50 mg
30-60 mg/h
50-100 mg/h
10
Trazodone
Zerlin
Trazone
Tab 50 mg
Tab
50-150
100-200 mg/h
11
12
13
Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxetine
Seroxat
Luvox
Prozac
mg
Tab 20 mg
Tab 50 mg
Cap 20 mg
20-40 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h
Nopres
Caplet 20 mg
Ansi
Cap10-20 mg
47
14
15
16
17
Citalopram
Mirtazapine
Duloxetine
Efexor-XR
Antipres
Cap 10-20mg
Andep
Cap 20 mg
Courage
Tab 20 mg
Elizac
Cap 20 mg
Oxipres
Cap 20 mg
Lodep
Cap 20 mg
Kalxetin
Cap10-20 mg
Zac
Cap10-20 mg
Zactin
Cipram
Remeron
Cymbalta
Cap 75 mg
Cap 20 mg
Tab 20 mg
Tab 30 mg
Caplet 30-60
Cap 75 mg
20-60 mg/h
15-45 mg/h
30-60 mg/hari
75-150 mg/h
b. Mekanisme kerja
Hipotesis: sindroma depresi disebabkan oleh dfisiensi relatif salah satu atau
beberapa aminerrgic neotransmitter (noradrenaline, serotonin, dopamin) pada
celah sinaps neuron di SSP (khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas
reseptor serotonin menurun.
Mekanisme kerja obat antidepresi adalah:
48
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita)
biasanay berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang
sama.
Pada keadaan overdosis/intoksikasi trisiklik dapat timbul Atropine Toxic
Syndrome dengan gejala: eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi,
toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation).
Tindakan untuk keadaan tersebut:
Kematian dapat terjadi oleh karena cardiac arrest. Letha dose trisiklik= 10
kali therapetik dose maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar
kepada penderita depresi (tidak lebih dari dosis seminggu) di mana pasien
seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh dru. Obat antidepresi golongan
SSRI relatif aman pada overdosis.
d. Interaksi obat
Trisiklik + haloperidol/ phenotiazin= mengurangi keceparan ekskresi
dari Trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensiasi efek
antikolinergik
49
kedutan otot.
MAOI+simpatomimetik drug = efek potensiasi yang dapat menjurus
Tabel 6. Antidepresan
Nama obat
Amitrityline
Imipramine
Clomipramin
e
Trazodone
Mirtazapine
Maprotiline
Mianserin
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetin
Fluvoxamine
Fluoxetine
Citalopram
Antikolinergi
k
+++
+++
++
Sedas
i
+++
++
++
Hipotensi
ortostatik
+++
++
++
+
+
+
+
+
+/+/+/+/+/+/+/-
+++
+++
++
++
+
+/+/+/+/+/+/+/-
+
+
+
+
++
+/+
+/+/+/+/+/-
e. Pengaturan dosis
50
Keterangan
+++ = berat
++ = sedang
+ = ringan
+/- = tidak
ada/minimal
sekali
51
f. Lama pemberian
Pemberian obat antidepresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena
adiction potentialnya sangat minimal
Obat antimania7
Tabel 7. Sediaan Antimania
No
1
Nama generik
Lithium carbonate
Nama dagang
Frimania
Sediaan
Dosis anjuran
Tab
200- 250-500 mg/h
300-400-500
Haloperidol
Haloperidol
Haldol
Serenace
mg
Tab 0,5-1,5- 4,5-15 mg/h
5 mg
Tab 0,5-2-5
mg
Tab 0,5-2-5
5 mg (im)
mg
Setiap 2 jam
Liq 2 mg/ml
Ampul
5 maksimum 100
3.
Carbamazepine
Tegretol
Bamgetol
mg/cc
mg/h
Tab 200 mg 400-600 mg/h
Caplet 200 2-3x/h
4.
Valproic acid
Depakene
mg
Syr 250 mg/ 3x 250 mg/h
Depakote
5 ml
Tab 250 mg
Divalproex Na
a. Penggolongan
Mania akut:
Haloperidol
Carbamazepine
Valproic acid
52
3x 250 mg/h
Divalproex
mengurangi
dopamine
receptor
supersensitivity
dengan
oliguria kejang-kejang.
Penting sekali monitoring kadar lithium dalam darah.
Tindakan untuk mngatasi intoksikasi lithium:
53
Lithium
ACE inhibitor + Lithium = dapat meningkatkan konsentrasi serum lithium
e. Pengaturan dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
setiap minggu diukur serum lithium setiap minggu sampai diketahui kadar
serum lithium berefek klinis terapeutik (0,8-1,2 mEq/L). Biasanya dosis
efektif dan optimal berkisar 1000-1500 mg/h dipertahankan sekitar 2-3 bulan
kemudian diturunkan menjadi dosis maintanance, konsentrasi serum lithium
yang dianjurkan untuk mencegah kekambuhan berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L,
ini sama fektifnya bahkan lebih efektif dari kadar 0,8-1,2 mEq/L dan juga
untuk mengurangi insidensi dari efek sampingdan risiko intoksikasi.
Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien dengan
gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum
dilakukan dengan mengambil sampel darah pada pagi hari, yaitu sebelum
makan obat dosis pagi dan sekitar 12 jam setelah dosis petang (hari
sebelumnya)
Untuk mengurangi efek samping pada saluran makanan obat ini diberikan
sesudah makan.
f. Lama pemberian
Pada pemberian untuk sindroma mania akut, setelah gejala-gejala mereda,
lithium carbonate mereda harus diteruskan sampai lebih dari 6 bulan,
dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang tidak ada indikasi lagi.
Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan
sampai beberapa tahunm sesuai dengan indikasi proflaksis serangan sindrom
mania/depresi
g. Perhatian khusus
Sebelum dan selama penggunaan obat anti mania lithium carbonate perlu
dilakukan pemeriksaan laboratoriu secara periodik
55
Tes fungsi ginjal (serum creatinin) hampir semua kadar lithium dalam
BAB III
PENUTUP
56
terintegrasi
meliputi
farmakoterapi
yaitu
berupa
kombinasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran UI. 2010
2. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi kedua.
Surabaya: Airlangga University Press. 2009
3. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Edisi ketujuh.Jakarta:
Binarupa Aksara
57
58