PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hanging adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering
ditemukan. Bagaimanapun, hanging juga merupakan penyebab kematian yang
paling sering menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah interpretasi baik
oleh ahli forensik, polisi, dan dokter non-forensik.1 Selain itu, hanging merupakan
metode bunuh diri yang sering ditemukan di banyak negara. Gantung diri
merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada bunuh diri. Tindakan
bunuh diri dengan cara hanging sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana
saja dan kapan saja, dapat menggunakan seutas tali, kain, dasi atau bahan apa saja
yang dapat melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati
dengan cara hanging yang sudah digunakan sejak zaman dahulu. Hanging adalah
penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan.1,2
Hanging merupakan metode bunuh diri yang sering ditemukan di banyak
negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan hanging
dilaporkan setiap tahun. Hanging baik akibat bunuh diri atau pembunuhan lebih
sering ditemukan di perkotaan.1 Di Departemen Forensik Leeds menunjukkan
bahwa gantung diri sekitar 6 dari 146 kasus kematian mendadak tidak wajar
pertahun.3
Data statistik mengenai frekuensi dan distribusi variasi kasus gantung diri
di Indonesia masih sangat langka. Penelitian tentang gantung diri di Indonesia
juga masih sangat terbatas jumlahnya. Data yang dihimpun dari Polda Metro Jaya
diketahui bahwa pada tahun 2009 ada 90 kasus gantung diri, tahun 2010 ada 101
kasus dan tahun 2011 ada 82 kasus gantung diri.4
Dalam kasus gantung diri diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk
mencegah kemungkinan lain, seperti pembunuhan atau kecelakaan. Hanging juga
merupakan penyebab kematian yang paling sering menimbulkan persoalan karena
rawan terjadi salah interpretasi. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk mengetahui
lebih mendalam mengenai hanging, khususnya mengenai gantung diri mengingat
kasus ini merupakan penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering
ditemukan. Selain itu, dalam aspek medikolegal, sebagai dokter yang memeriksa
perlu memastikan apakah kasus hanging tersebut merupakan tindakan bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan sehingga dapat membuat terang suatu perkara
pidana, khususnya hanging.
1.2 Tujuan
1.2.1
1.2.2
Tujuan Umum
Mengetahui peran dokter dalam pemeriksaan kasus hanging
Tujuan Khusus
hanging
1.3.2. Manfaat bagi penyidik menetapkan motif hanging
1.3.3. Manfaat bagi masyarakat mengetahui tindakan pertama saat
menemukan kasus hanging
BAB II
PERMASALAHAN
Tugas dokter dalam menangani dan memeriksa korban terkadang menemui
kesulitan dalam cara mengidentifikasi korban dalam kasus hanging. Serta
seringnya pada saat datang ke TKP korban sudah diturunkan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Definisi
Hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh
alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat
penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher.8 Umumnya hanging melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah
perlu. Hanging yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada
beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi akibat eratnya jeratan tali bukan oleh
berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang jarang, jeratan tali
dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh individu dalam keadaan tegak
lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.
Gantung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk
membunuh diri sendiri melalui suatu hanging.5Ada beberapa definisi tentang
hanging. Hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh
alat jerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.1
Hanging juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana leher dijerat
dengan ikatan yang mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan
tubuh atau kepala.1,6 Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif dan berat
badan bersifat aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.1,2 Keadaan tersebut
berbeda dengan penjeratan, dimana yang aktif (kekuatan yang menyebabkan
konstriksi leher), adalah terletak pada alat penjeratnya. 5
3.2. Epidemiologi
Suatu tinjauan pada tahun 2008 di 56 negara berdasarkan data mortalitas
World Health Organization (WHO) ditemukan bahwa hanging merupakan metode
bunuh diri yang paling utama pada sebagian besar negara-negara tersebut.5 Di
Amerika Serikat, pada tahun 2005, the National Center for Injury Prevention and
Control melaporkan 13,920 kematian di seluruh Amerika Serikat akibat sufokasi,
dengan angka rata-rata 4,63 per 100.000. Angka ini meliputi pula strangulasi dan
2.
pada
vena
jugularis
bisa
menyebabkan
darah untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun
parsial secara perlahan-lahan dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh
darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari otak
tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di
pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak
berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah
depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Besarnya tekanan yang
diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini idak penting tetapi durasi
lamanya tekanan yang diberikan pada leher oleh tali yang menggantung
korban yang menyebabkan mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban
memerlukan waktu yang lama sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara
keseluruhan, mekanisme ini tidak menyakitkan sehingga sering disalahgunakan
oleh pria untuk memuaskan nafsu seksual mereka (autoerotic sexual asphyxia).
Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya
membiru dan sedikit membengkak. Muncul peteki di wajah dan mata akibat
dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang lama. Didapatkan lidah yang
menjulur keluar pada pemeriksan luar.1
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis.
Oleh karena itu, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri
dengan hanging. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar,
misalnya dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut
ditemukan jejas pada jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang
besar ini. Tekanan ini menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya
suplai darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat
nafas sehingga kematian terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah
yang sianosis tetapi tidak ada peteki.1
4.
Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah
arteri yang memperdarahi otak.
5.
6.
Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis. Hal ini terjadi akibat
dislokasi atau fraktur vertebra servikalis. Fraktur vertebra servikal dapat
menimbulkan kematian pada hanging dengan mekanisme asfiksia atau
dekapitasi. Sering terjadi fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan
servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai hangman fracture.
Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla oblongata
sehingga terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal karena henti nafas.6
Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung atau korban hanging yang
dilepaskan dari tempat tinggi.Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher
cukup panjang, kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian
1,52 meter maka akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra
servikalis yang akan menekan medulla oblongata dan mengakibatkan
terhentinya pernafasan.1
bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari anak untuk bunuh
diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang tua.1,4
2. Terjadi sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang
(Auto-erotic Hanging)
Tali yang dipakai sering kali diikatkan pada banyak tempat, ikatan pada
daerah genital, lengan, tungkai, leher, mulut. Kematian terjadi karena
ikatan terlalu keras. Korban umumnya pria yang tidak jarang memakai
pakaian wanita.
10
11
1. Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh
dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat
mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang
ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh
balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah
berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar
tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat
kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat
menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka
korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
b. Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau
berbentuk V) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian
atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring
sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda
ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat
tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat
gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan,
kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda
parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada tepi
jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk cetakan
sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian
bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi
disekitarnya.
12
13
14
Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan
dalam pada korban hanging. Ada 5 bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat
melakukan pemeriksaan luar dan dalam, yaitu:9
1. Kepala.
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4. Dubur.
5. Alat kelamin.
Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan
pemeriksaan luar autopsi, yaitu:9
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.
Gambaran yang ditemukan pada korban berdasarkan alat penggantung:9
1. Penampang kecil (tali)
Muka korban hanging (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat
karena vena terjepit. Pucat yang tampak pada wajah korban disebabkan
tekanan alat penggantung tidak hanya menyebabkan terjepitnya vena, tetapi
tekanan penggantung juga menyebabkan terjepitnya arteri.
2. Penampang lebar (sarung, sprei)
Mata korban hanging (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada
kepala korban.wajah korban tampak kongesti. Hal ini disebabkan oleh
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Hasil Pemeriksaan Luar dan Pemeriksaan Dalam Korban Hanging
Pemeriksaan Luar9
1) Tanda penjeratan pada leher. Alur jeratan pada leher korban hanging
(hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau
luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Alur jeratan pucat.
2. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
15
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar.
Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.
16
Deskripsi leher korban hanging (hanging) yang penting kita berikan antara lain:9
- Lokasi luka
Lokasi luka pada leher korban hanging (hanging) dapat berada di depan,
samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari
dagu atau manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita
ukur dari garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher
kita ukur dari daun telinga atau bahu korban.
- Jenis luka
Jenis luka korban hanging (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan
luka memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar,
perabaan dan keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban hanging
(hanging) dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan
dan tungkai.
- Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
2) Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
3) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
4) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
5) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia
tampak pada wajah dan subkonjungtiva. Bintik-bintik perdarahan pada
konjungtiva korban hanging (hanging) terjadi akibat pecahnya vena dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Gambar 6. Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pd kasus gantung diri
17
(sumber: logilmu.blogspot.com)
Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian leher. Lidah
korban hanging (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah
tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.
6) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpultali. Keadaan ini merupakan tanda pasti hanging ante-mortem
7) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
8) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
9) Urin dan feses bisa keluar. Pengeluaran urin pada korban hanging disebabkan
kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia.
Pemeriksaan Dalam9
1) Kepala korban hanging (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan
pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.
2) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama.Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera
lainnya.
3) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus hanging
yang disertai dengan tindakan kekerasan.
4) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi
ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh
darah.
5) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada hanging
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana
tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah
di sekitar fraktur menunjukkan bahwa hangingnya ante-mortem.
6) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
7) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.
18
Gambar 7. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C56) (panah lurus penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah
melengkung) dan perluasan persendian antara tulang C5 dan C6
(panah kosong).
Kanan: patah tulang krikoid (sumber:scribd.com)
8) Dada dan perut korban hanging (hanging) dapat kita temukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan /
kongesti organ.
9) Darah dalam jantung korban hanging (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
3.7.1
2.
3.
Hanging Ante-Mortem
Hanging Post-Mortem
Tanda-tanda hanging
Tanda-tanda post-mortem
antemortem bervariasi.
disebabkan hanging
19
4.
5.
6.
penyebab kematian
karena asfiksia
7.
9.
sama sekali
ada
20
3.8 Perbedaan Hanging pada Gantung Diri dan Hanging pada Pembunuhan
Perbedaan gantung diri dan hanging pada pembunuhan dapat dilihat pada
table.2 di bawah ini.
No
1.
Gantung Diri
Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa.Anak-anak di bawah usia musuh atau lawan dari korban dan
10 tahun atau orang dewasa di atas tidak bergantung pada usia
usia 50 tahun jarang melakukan
gantung diri
2.
3.
Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu
simpul yang letaknya pada bagian pada bagian depan leher dan simpul
samping leher
4.
riwayat
21
5.
bisa
kematianmendadak
tidak pembunuhan
Racun.
Ditemukannya
atau
kalium
sianida
tidak bertentangan
kasus gantung diri. Rasa nyeri kemauan dari korban itu sendiri.
yang disebabkan racun tersebut Dengan demikian maka kasus hanging
mungkin mendorong korban untuk tersebut adalah karena bunuh diri
melakukan gantung diri
7.
8.
dugaan
pada
kasus
pembunuhan
kasus
pembunuhan
mayat
pada
tempat
digunakan
untuk mencapai
di
dalam
keadaan
dari
tertutup
dalam,
hanging
adalah
kasus
dan pembunuhan
maka
22
gantung diri
garis
besar
prosedur
mediko-legal
mengacu
kepada
peraturan
23
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana,
yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari
pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan
barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
3.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.
24
4.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
5.
Pasal 359
25
yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Hanging adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan
tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.
26
Hanging merupakan metode bunuh diri yang paling utama di beberapa negara
menurut WHO (World Health Organization)
2. Kematian pada kasus hanging antara lain disebabkan karena adanya
mekanisme, seperti terhambatnya aliran udara pernafasan, kongesti pembuluh
darah otak, iskemia serebral, terjadinya refleks vagal atau karena terjadinya
dislokasi atau fraktur vertebra servikalis.
3. Hanging dapat dikelompokkan berdasarkan posisi, yaitu complete hanging,
partial hanging dan berbaring. Selain itu dapat juga dibedakan berdasarkan
letak jeratan, yaitu typical hanging dan atypical hanging.
4. Ada 2 hal yang harus ditentukan dalam kasus hanging, yaitu apakah hanging
tersebut terjadi pada antemortem atau postmortem dan apakah hanging tersebut
akibat pembunuhan atau bunuh diri.
5. Penilaian terhadap kasus hanging dapat dilihat dari hasil pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam pada korban
4.2. Saran
Jika menghadapi seorang korban gantung diri, seorang dokter seharusnya
dapat membedakan korban gantung diri karena pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aflanie I, Abdi M, Setiawan R, Muna. Romans Forensic 25th Ed.
Banjarmasin: Departemen Kedokteran Kehakiman FK UNLAM-RSUD
Ulin. 2011.
27
D.
Asphyxia:
Hanging.
2012.
Diunduh
dari:
http://forensicpathologyonline.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=103&Itemid=120.
28
29