Anda di halaman 1dari 10

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN ANALISIS JURNAL

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL JULI 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

An Unusual Case of Suicidal Double Ligature Strangulation

OLEH :

Patricia Putri Nicolas, S.Ked


K1B1 20 003

PEMBIMBING:
dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH., Sp.FM., MHPE.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
PENDAHULUAN

Strangulasi atau penjeratan adalah bentuk asfiksia berupa penutupan


pembuluh darah dan/atau jalur napas pada leher akibat tekanan eksternal pada
leher. Terdapat beberapa jenis penjeratan yaitu strangulasi manual (manual
strangulation), stranulasi dengan pengikat (ligature strangulation), dan
penggantungan (hanging).
Tekanan yang digunakan pada strangulasi adalah selain masa tubuh yaitu
menggunakan alat pengikat biasanya melingkari leher.1
Ligature atau pengikat yang digunakan sebagai penjerat yang melingkari
leher. Beberapa alat pengikat yang sering digunakan seperti tali, kabel, syal, ikat
pinggang, dasi, karet gelang, stoking. Alat penjerat tersebut berfungsi untuk
memberi tekanan pada struktur disekitar leher salah satunya saluran pernapasan
sehingga dapat mencapai keadaan hipoksia.2
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pemapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi
kematian. Pencekikan menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh darah
dan jalan napas oleh karena tekanan ekstemal (luar) pada leher. Hal ini
menyebabkan hipoksia atau anoksia otak dan dapat menyebabkan kematian.3
ANALISIS KASUS
JURNAL TEORI
Strangulation Strangulasi atau penjeratan adalah bentuk asfiksia
Ligature berupa penutupan pembuluh darah dan/atau jalur napas
pada leher akibat tekanan eksternal pada leher. Terdapat
beberapa jenis penjeratan yaitu strangulasi manual
(manual strangulation), stranulasi dengan pengikat
(ligature strangulation), dan penggantungan (hanging).
Biomekanika strangulasi dengan pengikat terlihat identik
dengan penggantungan. Namun tekanan yang digunakan
pada strangulasi dengan pengikat adalah selain masa
tubuh yaitu menggunakan alat yang di lilitkan pada
leher. Tanda bekas (scar) alat pengikat biasanya
melingkari leher secara transversal sering kali diatas
laring dan trakea bagian atas. Struktur internal leher pada
umumnya intak namun dapat ditandai dengan adanya
temuan hemoragik subkutan. 1
Cara kematian denga jerat bisa berupa3 :
- Pembunuhan (paling sering)
- Bunuh diri : a) Melilitkan tali berulang-ulang
pada leher, b) Diantara jerat dan leher
dimasukkan tongkat kemudian tongkat diputar.
Pemeriksaan pada kasus penjeratan3:
1) Alat penjerat (tali, kawat, dll), biasanya berasal dari
pelaku; alat penjerat yang berasal dari korban sendiri
biasanya dasi, stocking, mana korban selendang, atau
kain yang dipakai.
2) Jumlah lilitan umumnya 1 dengan simpul mati.
3) Alat penjerat berjalan mendatar, luka lecet tekan di
bawahnya umumnya melingkari leher secara
keseluruhan, bentuk alat penjerat sering kali tampak
tercetak pada leher.
4) Dapat ditemukan luka lecet berbentuk bulan sabit
yang disebabkan oleh kuku, baik kuku si penjerat atau
kuku korban sewaktu berusaha melepaskan jeratan
tersebut.
5) Resapan darah dalam otot dan jaringan ikat leher serta
kelenjar gondok dapat ditemukan, tergantung dari
besarnya tekanan alat penjerat dan luas permukaan alat
penjerat tersebut.
6) Patah tulang lidah, tidak lazim, kecuali dibarengi atau
didahului oleh pencekikan.
7) Bila mekanisme kematian asfiksia, maka baik pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan dalam akan
ditemukan kelainan yang sesuai an nafas, dengan
kelainan karena mati lemas.
8) Bila mekanisme kematiannya refleks vagal, maka
kelainan yang ditemukan terbatas pada alat penjerat
dengan luka lecet tekan akibat alat penjerat.
“Pada jurnal ini sebab kematian kasus yang ada adalah
penjeratan/ ligature strangulation oleh karena saat
korban ditemukan terdaapt syal yang terlilit pada leher
kerban dan terdapat simpul pada leher serta pada
pemeriksaan luar ditemukan jejas pada leher. Serta cara
kematian pada kasus ini diperkirakan karena bunuh diri
sebab korban ditemukan didalam kamar yang terkunci
dari dalam, rumah korban tampak rapih, tidak
ditemukannya tanda-tanda kekerasan lain pada korban
selain jejas yang ada pada leher.”
Double Ligature Ligature atau pengikat yang digunakan sebagai
penjerat yang melingkari leher. Beberapa alat pengikat
yang sering digunakan seperti tali, kabel, syal, ikat
pinggang, dasi, karet gelang, stoking. Pada beberapa
kasus juga menggunkan objek lain yang diikatkan juga
pada alat penjerat untuk membantu kompresi yang kuat
pada leher seperti metode “tourniquet”. Alat penjerat
tersebut berfungsi untuk memberi tekanan pada struktur
disekitar leher salah satunya saluran pernapasan
sehingga dapat mencapai keadaan hipoksia.2
Penggunaan lebih dari satu pengikat ataupun lebih
dari satu lilitan biasanya sering ditemukan pada kasus-
kasus bunuh diri. Dalam sebuah analisis literatur lokasi
simpul pada kasus bunuh diri sering terjadi pada daerah
frontal namun pada beberapa kasus juga ada yang di
daerah lateral ataupun posterior. Ditemukannya dua
pengikat dalam kasus bunuh diri murapakan hal yang
sering ditemukan. Berdasarkan hasil analisis literature
lokasi simpul merupakan lokasi yang mudah dijangkau
oleh korban. Bunuh diri dengan metode jerat jarang
terjadi karena memerlukan penggunaan pengikat yang
dapat dikunci dengan beberapa mekanisme. jika
pengikat hanya dikencangkan secara manual oleh
individu dan tidak ada mekanisme
penguncian/mekanisme bantu maka bisa saja kompresi
yang terjadi akan hilang pada saat hilangnya kesadaran
karena mengalirnya kembali aliran darah otak dan
kesadaran individu kembali.4
“Pada kasus didalam jurnal alat yang digunakan
sebagai alat penjerat adalah sebuah syal yang dililitkan
pada leher dan terdapat 2 pengikat yaitu pada leher
depan dan belakang. Simpul anterior lebih dangkal
sedangkan simpul posterior bersentuhan dengan kulit.
Simpul kedua atau simpul posterior kemungkinan
sebagai mekanisme pengunci untuk membantu agar
kompresi yang terjadi tidak akan hilang pada saat
korban mulai kehilangan kesadaran”
Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjadinya gangguan pertukaran udara pemapasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan
terjadi kematian. Pencekikan menyebabkan penekanan
dan penutupan pembuluh darah dan jalan napas oleh
karena tekanan ekstemal (luar) pada leher. Hal ini
menyebabkan hipoksia atau anoksia otak sekunder
menyebabkan pembahan atau terhentinya aliran darah
dari dan ke otak. 3
Asfiksia terbagi atas beberapa kelompok yaitu;
Hipoksik-hipoksia Keadaan dimana oksigen tidak dapat
masuk aliran darah atau tidak cukup bisa mencapai
aliran darah; Stagnan-hipoksia terjadi karena gangguan
sirkulasi darah (embolism); Anemik-hipoksia keadaan
darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup.
Bisa karena volume darah kurang; Histotoksik-hipoksia,
pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan
oksigen dengan baik.2
Terdapat empat fase asfiksia yaitu: Fase Dispneu,
pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel
darah merah dan penimbunan CO, dalam plasma akan
merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata.
Fase Konvulsi, akibat kadar CO, yang naik maka akan
timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat
sehingga terjadi konvulsi (kejang) yang akhirnya timbul
spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut
jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Fase
Apneu, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih
hebat. Pernapasan melemah dan dapat berhenti,
kesadaran menurun,dan akibat dari relaksasi sfingter
dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan
tinja. Fase Akhir, terjadi paralisis pusat pernapasan
yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung
masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan
berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai
terjadinya kematian sangat bervariasi.6
Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia
akan ditemukan tanda-tanda umum yaitu pertama,
sianosis hal ini oleh karena Kurangnya oksigen akan
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan gelap.
Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap, demikian
juga lebam mayat. Sianosis bukan merupakan tanda
yang khas pada asfiksia. Kedua, kongesti vena yang
terjadi di paru-paru bukan merupakan tanda yang khas.
Kongesti yang khas yaitu kongesti sistemik yang terjadi
di kulit dan organ selain paru-paru. Sebagai akibat dari
kongesti vena ini akan terlihat adanya bintik-bintik
perdarahan (Tardieu Spot). Ketiga, edema pada keadaan
kekurangan oksigen yang berlangsung lama akan
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler
sehingga permeabilitas meningkat. Keadaan ini akan
menyebabkan timbulnya edema, terutama edema paru-
paru.3
“Pada kasus seorang wanita ditemukan meninggal
dengan keadaan syal yang terlilit pada lehernya dan dari
hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan
korban ini disebutkan meninggal akibat asfiksia. Pada
pemeriksaan luar dan dalam ditemukan tanda-tanda
asfiksia pada korba ini yaitu yaitu wajah yang sembab
serta edem paru yang menunjukkan adanya edema,
peteki pada konjungtiva palpebra serta peteki subpleural
yang menunjukkan adanya kongesti. Darah yang encer
yang menunjukkan adanya sianosis.”
DAFTAR PUSTAKA

1. Mugoma, S., Phokedi, GN. Suicidal ligature strangulation utilizing


doubled cable ties - A case report. Forensic Science International. 2020:1-
3.
2. Nasution, I., Tanzila, R., Irfanuddin. Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia
Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr.
Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2011-2012. Syifa Medika.
2014: 5(1):63-69.
3. Aflanie,A., Nirmalasari, N., Arizal,M. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Jakarta : Rajawali Press.
4. Demirci, S., Dogan, K., Erkol, Z., Gunaydi, G. Suicide by Ligature
Strangulation. Forensic Medical Pathology. 2009: 30(4):369-372.
5. Cordner, S., Clay, F., Bassed, R., Thomsen,A. Suicidal ligature
strangulation: a systematic review of the published literature. Forensic,
Science, Medicine and Pathology. 2019:1-11.
6. Nasution, I., Tanzila, R., Irfanuddin. Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia
Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr.
Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2011-2012. Syifa Medika.
2014: 5(1):63-69.
7. Robi, M., Siwu, JF., Kristanto, EG. Gambaran kasus asfiksia mekanik di
Bagian Forensik RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou periode tahun 2010 -2015.
Jurnal e-Clinic. 2016: 4(2):1-5.

Anda mungkin juga menyukai