Anda di halaman 1dari 10

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN ANALISIS JURNAL

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL JUNI 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO

Case Report: Penetrating Thoracic Trauma by A Gunshot


Involving the Heart

OLEH :

Sitti Nurchafizah, S.Ked


K1B1 20 004

PEMBIMBING:
dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH., Sp.FM., MHPE.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
PENDAHULUAN

Pengaruh sistemik akibat kehilangan darah berkaitan langsung dengan


volume darah yang keluar dari pembuluh darah. Ketika sebagian besar volume
darah dalam sirkulasi hilang, seperti pada trauma masif, penderita dapat sangat
cepat meninggal karena perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan tanpa
ada petunjuk perdarahan eksternal sama sekali. Ini terjadi jika darah yang keluar
dari pembuluh terkumpul dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga pleura
atau rongga peritoneum.1
Hemotoraks adalah kumpulan darah di ruang antara pleura viseral dan
parietal (ruang pleura). Temuan klinis pada pasien tersebut termasuk gangguan
pernapasan dan takipnea. Perdarahan ke dalam hemitoraks mungkin timbul dari
diafragma, mediastinum, paru, pleura, dinding dada dan cedera perut. Setiap
hemitoraks dapat menampung 40% volume darah sirkulasi pasien.1
Livor mortis atau lividitas adalah pengendapan darah di bagian bawah
tubuh, menghasilkan perubahan warna kulit yang gelap dan ungu. Karena jantung
tidak lagi mengedarkan darah, sel-sel darah merah tenggelam oleh aksi gravitasi.
Prosesnya dimulai segera setelah sirkulasi berhenti. Perubahan warna tidak terjadi
di area tubuh yang bersentuhan dengan tanah karena kapiler terkompresi. Lividity
berkembang di seluruh tubuh di bawah pengaruh gravitasi karena darah tetap cair
daripada koagulasi di seluruh sistem vaskular. Setelah 30-60 menit sejak
kematian, darah menjadi tidak dapat dihilangkan secara permanen. Warna dan
distribusi lividitas post-mortem penting dalam penyelidikan medikolegal dan
dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab kematian seperti keracunan
karbon monoksida (CO), keracunan sianida dan kematian akibat hipotermia.2
ANALISIS KASUS
JURNAL TEORI
Perdarahan Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh
darah, jumlahnya dapat bermacam-macam, mulai dari
sedikit sampai dapat menyebabkan kematian. Perdarahan
yang berlangsung lama dan tidak segera ditangani akan
menyebabkan syok, sinkop bahkan kematian. Luka
robekan pada pembuluh darah di leher, tangan dan paha
dapat menyebabkan kematian dalam satu sampai tiga
menit. Sedangkan perdarahan dari aorta atau vena cava
dapat menyebabkan kematian dalam 30 detik.1
Ada tiga tipe perdarahan yaitu :
a. Perdarahan arterial
b. Perdarahan venous (pembuluh darah balik)
c. Perdaraha kapiler
Pada perdarahan arteri darah tampak menyemprot,
berwarna merah segar. Pada perdarahan venous darah
keluar mengalir dan berwarna kehitaman, sedangkan
pada perdarahan kapiler darah keluar merembes dan
berwarna merah segar.1
Sebab-sebab terjadinya perdarahan :
a. Perdarahan oleh karena trauma
b. Perdarahan non traumatic(spontan), yaitu
perdarahan yang terjadi karena suatu penyakit
seperti hemophilia septicemia, trombositopenia
c. Perdarahan oleh karena pembuluh darah yang
terluka
d. Perdarahan menurut lokasinya :
- Perdarahan eksternal yaitu perdarahan yang
keluar dari kulit atau jaringan dibawahnya
- Perdarahan internal yaitu perdarahan dimana
darah masuk ke dalam rongga tubuh atau
jaringan.2
Pada kasus, tembakan menyebabkan lebih banyak
perdarahan karena robekan bergerigi pada miokardium,
60 ml-200 ml darah yang menggumpal sudah cukup
untuk menyebabkan kematian.
Mekanisme tersering luka tembak yang dapat
menyebabkan kematian, yaitu :
a. Kehilangan darah massif (perdarahan) adalah
penyebab tersering kematian akibat senjata api
adalah kehilangan darah yang banyak tembakan
yang menembus pembuluh darah besar.
b. Trauma yang menyebabkan kematian. Saat peluru
masuk ke dalam tubuh, peluru akan membuat
lubang. Menyebabkan adanya luka sekunder. Jika
peluru masuk ke organ penting seperti otak, sistem
saraf, paru-paru, trauma tersebut dapat langsung
menyebabkan kematian.

Hemothoraks
Pada kasus arah tembakan menembus dada masuk
ke sternum dekat procesus xypoideus kemudian tembus
ke lapisan jantung masuk ke atrium kanan, ventrikel
kanan, septum interventrikuler, ventrikel kiri dan
menembus lobus atas paru kiri.

Trauma yang terjadi membuat struktur jantung


rusak, sehingga dapat membuat jantung tidak bisa
memompa darah dengan baik menyebabkan otak dan
organ tubuh lainnya sangat kekurangan oksigen.

Trauma tembus toraks akibat dari luka tembak


berhubungan dengan trauma hemotoraks,
hemopneumotoraks, atau pneumotoraks. Jika cedera
tembus melibatkan jantung kemungkinan bertahan hidup
kurang dari 1%, seperti yang terlihat pada kasus.

Hemotoraks adalah manifestasi yang sering dari


cedera traumatis (tumpul atau tembus) pada struktur
toraks. Sebagian besar kasus hemotoraks timbul dari
mekanisme tumpul dengan mortalitas keseluruhan 9,4%.
Penyebab non-trauma kurang umum. Contohnya
termasuk iatrogenik, sekuestrasi paru, vaskular,
neoplasia, koagulopati, dan proses infeksi.3

Penelitian telah menunjukkan bahwa cedera pada


pembuluh darah interkostal (misalnya, arteri mammae
interna dan pembuluh darah paru) menyebabkan
perdarahan signifikan yang memerlukan manajemen
invasif. Respon fisiologis awal dari hemothorax
memiliki komponen hemodinamik dan
pernapasan. Tingkat keparahan respon patofisiologi
tergantung pada lokasi cedera, cadangan fungsional
pasien, volume darah, dan kecepatan akumulasi di
hemitoraks. Pada respon awal, hipovolemia akut
menyebabkan penurunan preload, disfungsi ventrikel kiri
dan penurunan curah jantung. Darah dalam rongga
pleura mempengaruhi kapasitas vital fungsional paru
dengan menciptakan hipoventilasi alveolar,
ketidakcocokan V/Q, dan pirau anatomis.3

Hemotoraks yang besar dapat menyebabkan


peningkatan tekanan hidrostatik yang memberikan
tekanan pada vena cava dan parenkim paru yang
menyebabkan penurunan preload dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah paru. Mekanisme ini
mengakibatkan ketegangan fisiologi hemotoraks dan
menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, kolaps
kardiovaskular, dan kematian.4

Temuan klinis hemotoraks luas dan mungkin


tumpang tindih dengan pneumotoraks; ini termasuk
gangguan pernapasan, takipnea, penurunan atau tidak
ada suara napas, perkusi redup, asimetri dinding dada,
deviasi trakea, hipoksia, tekanan nadi sempit, dan
hipotensi. Inspeksi dinding dada untuk tanda-tanda
memar, lecet, "tanda sabuk pengaman", cedera tembus,
gerakan paradoksikal ("flail chest"), ekimosis,
deformitas, krepitus, dan nyeri tekan titik Distensi vena
leher berkaitan dengan pneumotoraks atau tamponade
perikardial tetapi mungkin tidak ada dalam keadaan
hipovolemia.Peningkatan frekuensi pernapasan, usaha,
dan penggunaan otot-otot aksesori mungkin merupakan
tanda-tanda kegagalan pernapasan yang akan datang.5

Menurut literatur, indikasi untuk intervensi bedah


(torakotomi anterior mendesak) meliputi:5

 1500 ml drainase darah dalam 24 jam melalui


selang dada

 300-500 ml/jam selama 2 hingga 4 jam berturut-


turut setelah pemasangan selang dada

 Cedera pembuluh darah besar atau dinding dada

 Tamponade pericardial
Lividitas Temuan adanya Lividatas pada kasus tidak
dijelaskan. Namun berdasarkan teori Lividitas post-
mortem atau biasa disebut dengan lebam mayat adalah
perubahan warna kebiruan atau ungu kemerahan akibat
distensi kapiler-vena dengan darah, pada permukaan
bawah kulit bagian tubuh, karena pengendapan darah di
daerah tersebut karena tarikan gravitasi, saat sirkulasi
jantung berhenti.6
Warna lividity tergantung pada warna darah dan
cara kematian. Biasanya berwarna ungu kemerahan atau
ungu kebiruan.
- Pada kematian akibat anemia dan perdarahan
warnanya sangat samar.
- Pada kematian akibat asfiksia, darah terutama
berwarna vena, lividitas sangat berkembang dan
berwarna ungu
- Racun tertentu memberikan warna yang berbeda
pada lividity, misalnya karbon monoksida-cherry
pink, potasium sianida merah terang, kalium
klorat-cokelat, fosfor-coklat tua, nitrit-merah
coklat, pewarna anilin biru tua, hidrogen sulfida-
hijau kebiruan dan opium hampir hitam.7
Livor mortis, juga disebut hypostasis, adalah salah
satu tanda kematian paling awal, terjadi dalam beberapa
jam setelah meninggal. Tanda-tanda visual pertama,
yang dapat muncul sedini 30 menit setelah kematian,
terdiri dari penampilan yang tidak merata pada kulit
dengan beberapa area warna merah muda dan kulit pucat
lainnya. Area-area ini kemudian membesar untuk
membentuk warna merah / merah muda di bagian tubuh
yang rendah dan yang pucat di tempat lain. Perubahan
pewarnaan tersebut di atas disebabkan oleh dinamika
darah internal setelah kematian. Ketika jantung berhenti,
sel darah merah bergerak ke bawah di bawah pengaruh
gravitasi. Hal ini menghasilkan penyatuan darah di
pembuluh darah di bagian bawah tubuh, menyebabkan
perubahan warna. Warna area yang dipenuhi darah
tergantung pada saturasi oksigen darah, yang menurun
seiring waktu. Darah beroksigen berwarna merah terang,
sedangkan darah terdeoksigenasi berwarna merah gelap,
tetapi tampak biru atau ungu melalui kulit. Ketika
tekanan diterapkan ke permukaan kulit, darah ditekan
keluar dari area yang terkena dan tampak pucat. Setelah
sekitar 8–12 jam pembuluh darah rusak dan darah bocor
ke jaringan sekitarnya.7

DAFTAR PUSTAKA
1. Price S, Wilson L. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.
2. Mathur A, Agrawal YK. An overview of methods used for estimation of time
since death. Australian Journal of Forensic Sciences. 2011 Dec 1;43(4):275-
85.
3. Guyton A. C., Hall, J. L. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC
4. Staub LJ, Biscaro RRM, Kaszubowski E, Maurici R. Chest ultrasonography
for the emergency diagnosis of traumatic pneumothorax and haemothorax:
A systematic review and meta-analysis. Injury. 2018 Mar;49(3):457-466.
5. Broderick SR. Hemothorax: Etiology, diagnosis, and management. Thoracic
Surgery Clinic. 2013 Feb;23(1):89-96.
6. Scott MF, Khodaverdian RA, Shaheen JL, Ney AL, Nygaard RM. Predictors
of retained hemothorax after trauma and impact on patient
outcomes. European Journal Trauma Emergency Surgery. 2017
Apr;43(2):179-184. 
7. Rayamane Anand P, M P Kumar M. P., Nanandkar, S. D. Medicolegal
Significance Of Postmortem Lividity In Determination Of Time Since Death.
Journal OF Forensic Medicine and Toxicology. 2014 June :30(1):12-17

Anda mungkin juga menyukai