1 2
2004, berdasarkan data (KLL). Di RSUP Cipto
kematian di Amerika Serikat Mangunkusumo tahun 1995- 2004,
terdapat ± 20.000 kasus angka bunuh diri di Jakarta
kematian oleh asfiksia seperti, mencapai 5,8%.Dari 1.119 korban
tenggelam, gantung diri, bunuh diri,41% diantaranya
strangulasi, dan sufonifikasi. gantung diri, 23% bunuh diri
dengan minum obat serangga, dan
sisanya 356 tewas karena
overdosis obat-obatan terlarang.
Dalam penelitian retrospektif di
RSUP Sardjito Jogjakarta tahun
2007-2012, prevalensi asfiksia
mekanik terbanyak yaitu 64% pada
pria dengan usia 21-40 tahun.
KLASIFIKASI ASFIKSIA
1. Strangulasi
2. Gantung (Hanging)
3. Penjeratan (Strangulation by Ligature)
4. Pencekikan (Manual Strangulation)
5. Sufokasi
6. Pembengkapan (Smothering)
7. Tenggelam (Drowning)
8. Crush Asphyxia
9. Keracunan CO dan SN
PENYEBAB ANOKSIA
I. Tanda penjeratan pada bagian leher. Hal ini sangat diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya tergantung
kepada beberapa situasi :
a. Tanda dari penjeratannya jelas dan dalam jika bahan penggantung yang di gunakan berukuran kecil dan
keras jika di bandingkan dengan menggunakan bahan yang lembut dan diameternya lebar misalnya
selendang, maka bekas dari jeratan tampak tidak begitu jelas. Posisi ikatan pada leher juga
pentinguntukmembedakan hanging ataustrangulasi :
Pada hanging :
b. Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada saat
perabaan, kulit terasa seperti meraba kertas perkamen, hal ini disebut tanda parchmentasi. Bila jeratan
talikeras, mula- mula akan menimbulkan warna pucat lalu berubah menjadi coklat seperti warna kertas
perkamen. Pada daerah sekitar ikatan dijumpai daerah hiperemis dan ekimosis. Hal ini menunjukkan bahwa
pengikatan terjadi saat korban masih hidup. Bila pengikatan degan bahan yang lembut seperti selendang
maka dapat terlihat bekasnya lebar dan tidak ada lekukan ikatan, biasanya miring dan tidak terputus. Bila
lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat.
c. Berdsarkan tempat dimana terdapat simpultali yang terletak pada kulit bagian bawah telinga, terlihat
daerah berbentuk segitiga yang merupakan bagian yang tidak ada bekas jeratan. Kadang-kadang dapat
ditemukan juga bekas tekanan simpul di kulit.
e. Jumlah tanda penjeratan pada keadaan khusus dapat terlihat leher dililiti beberapa kali dengan arah
horizontal baru setelah di gantung, dalam keadaan ini didapatkan beberapa bekas jeratan yang lengkap,
namun tete pada 1 bagian yang menunjuk kantitik simpul.
i. Kedalaman bekas penjeratan juga dapat menunjukkan lama tubuh sudah tergantung,
ketatnyajeratan dan beratadan korban (komplitatauinkomplit).
ii. Apabila korban sudah lama tergantung, maka ukuran leher akan menjadi semakin panjang.
iii. Tanda-tanda asfiksia, terlihat muka pucat bahkan bisa bengkak, matamenonjol kea rah luar,
perdarahan berupa pteki terlihat pada wajah dan subkonjuctiva (tardieu’s spotatauconjunctiva
bulbi dan palpebral)
iv. Lidah, pada posisi tali di bawah cartilage thyroidea maka dapat dilihat lidah yang terjulur kea rah
luar dan berwarna lebih gelap akibat proses dari pengeringan.
v. Air liur mengalir dari sudut bibir pada bagian yang berlawanan dengan simpul tali. Hal ini merupakan
tanda pasti penggantungan anter-mortem.
vi. Lebam mayat, apabila korban sudah lama di turunkan dari gantungan, maka lebam mayat akan
didapati pada kaki dan tangan bagian bawah terutama pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Apabila
segera di turunkan lebam mayat bisa terdapat di bagian depan atau belakang tubuh sesuai dengan posisi
tubuh saat di turunkan.
i. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti perkamen
karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada jaringan di
bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
ii. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebh banyak tejadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak
kekerasan.
iii. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan
darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah. Pada arteri karotis komunis dijumpai
garis berwarna merah (red line) pada tunica intima.
iv. Fraktur tulang hyoid sering terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali pengantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami
benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa
penggantu-ngannya ante- mortem.
vi. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman
gantung.
vii. Paru- paru mengalami oedem dan kongesti dan dijumpai tanda Tardeou's spot dipermukaan paru,
jantung dan otak.
viii. Pada jantung bilik kanan penuh dengan darah dan bilik kiri kosong
TANDA KARDINAL ASFIKSIA
●
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara
akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding
perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak
mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga,
Tardieu’s spot
circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata.
1.Kongesti dan Oedema
●
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi
akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung)
menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan
rongga badan (terjadi oedema).
Sianosis
• Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir
yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak
berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada
minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum
sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.
Tetap cairnya darah
• Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran
tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi
pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik.
Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah
kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya
pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini
tidak relevan dalam diagnosis asfiksia (Sauko, 2016).
ILUSTRASI KASUS
• Identitas Korban
• Nama: Ny. X
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 27 Tahun
• Agama : Islam
• Alamat : Ds. Bogorame rt 03/01 kelurahan Mangunjiwan
Kec.Demak Kota Kab. Demak
• Kronologi Kejadian
Kantor Polisi Polsek Bonang pada hari Jum’at tanggal 7 Februari 2020
mendapatkan laporan dari seorang laki-laki yang merupakan Ayah dari
wanita yang diduga gantung diri. Wanita tersebut hanya tinggal berdua
dengan suaminya. Kemudian tanggal 9 Maret 2020, RS Bhayangkara
Semarang mendapatkan surat permohonan Visum et Repertum otopsi
bedah mayat untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya
KESIMPULAN