Anda di halaman 1dari 37

Periode koas

13 April 2020 – 25 April 2020

CASE BASED DISCUSSION


ASFIKSIA
Disusun oleh :
Bima Satria Aji 30101507407
PEMBIMBING :
Mila Camelia 30101507491 dr. Dian Novitasari, Sp.KF
Nadia Dwi Nurhaliza 30101507513
Nawangsari Prabaningtyas 30101507521
Zakka Fadhilla Syahputra 30101407353
DEFINISI

• Dalam ilmu kedokteran forensik, penyebab kematian asfiksia sangat sering


ditemukan. Kasus kematian ini cukup mendapatkan perhatian karena mekanisme
kematiannya sangat cepat, dengan penurunan kesadaran dapat terjadi dalam
hitungan detik dan korban meninggal setelah beberapa menit. (Arun, 2006)

Asfiksia dalam Kamus Kedokteran Merriam Webster diartikan sebagai


keadaan kekurang oksigen atau kelebihan karbondioksida dalam tubuh yang
menyebabkan turunnya level kesadaran, bahkan kematian yang disebabkan
oleh gangguan pernapasan atau pasokan oksigen yang tidak adekuat.2  Kata
Asfiksia sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “stopping of the
pulse” atau diterjemahkan berhentinya denyut atau tidak ada denyut.
(Graham, 2016)
EPIDEMIOLOGI

Data CDC (Central for Disease Di Indonesia , kematian akibat


0 Control and Prevention) pada
tahun 1999 sampai 0 asfiksia berada pada urutan ke-3
sesudah kecelakaan lalu lintas

1 2
2004, berdasarkan data (KLL). Di RSUP Cipto
kematian di Amerika Serikat Mangunkusumo tahun 1995- 2004,
terdapat ± 20.000 kasus angka bunuh diri di Jakarta
kematian oleh asfiksia seperti, mencapai 5,8%.Dari 1.119 korban
tenggelam, gantung diri, bunuh diri,41% diantaranya
strangulasi, dan sufonifikasi. gantung diri, 23% bunuh diri
dengan minum obat serangga, dan
sisanya 356 tewas karena
overdosis obat-obatan terlarang.
Dalam penelitian retrospektif di
RSUP Sardjito Jogjakarta tahun
2007-2012, prevalensi asfiksia
mekanik terbanyak yaitu 64% pada
pria dengan usia 21-40 tahun.
KLASIFIKASI ASFIKSIA

1. Strangulasi
2. Gantung (Hanging)
3. Penjeratan (Strangulation by Ligature)
4. Pencekikan (Manual Strangulation)
5. Sufokasi
6. Pembengkapan (Smothering)
7. Tenggelam (Drowning)
8. Crush Asphyxia
9. Keracunan CO dan SN
PENYEBAB ANOKSIA

Anoksia Anoksia Anoksia Anoksia


anoksik anemia hambatan Jaringan
• Pada tipe ini • Di mana • Tidak • Gangguan
O2 tidak tidak cukup lancarnya terjadi di
dapat masuk hemoglobin sirkulasi dalam
kedalam untuk darah yang jaringan
paru-paru membawa membawa sendiri,
karena tidak oksigen. Ini oksigen. Ini sehingga
ada atau didapati bisa karena jaringan atau
tidak cukup pada anemia gagal jantun tubuh. tidak
O2 berat dan g, syok dan dapat
perdarahan sebagainya. menggunaka
yang tiba- n oksigen
MEKANISME KEMATIAN

• Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak


tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif
Primer terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu
membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian
tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan
yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum,
dan basal
• Jantung ganglia.mengkompensasi keadaan tekanan oksigen
berusaha
yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya
Sekund tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah
er berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat
GEJALA KLINIS

Fase Dispnea Fase Kejang


Terjadi karena kekurangan O2 Akibat kadar CO2 yang naik maka
disertai meningkatnya kadar CO2 akan timbul rangsangan susunan
dalam plasma akan merangsang saraf pusat sehingga terjadi
pusat pernafasan di medulla kejang (konvulsi), yang mula-mula
oblongata, sehingga gerakan berupa kejang klonik tetapi
pernafasan (inspirasi dan kemudian menjadi kejang tonik
ekspirasi) yang ditandai dengan dan akhirnya timbul spasme
meningkatnya amplitude dan opistotonik
frekuensi pernapasan disertai
bekerjanya otot-otot pernafasan
tambahan.
Fase Apnea Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan
Korban kehabisan nafas karena yang lengkap. Pernapasan
depresi pusat pernafasan, otot berhenti setelah berkontraksi
pernapasan menjadi lemah, otomatis otot pernapasan kecil
kesadaran menurun, tekanan pada leher. Jantung masih
darah semakin menurun, berdenyut beberapa saat setelah
pernafasan dangkal dan semakin pernapasan terhenti. Masa dari
memanjang, akhirnya berhenti saat asfiksia timbul sampai
bersamaan dengan lumpuhnya terjadinya kematian sangat
pusat-pusat kehidupan bervariasi.
TANDA POST MORTEM

• Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian


atau tekanan di leher. Kalau kematian terutama akiba tsumbatan
pada saluran pernafasan maka dijumpai tanda- tanda asfiksia,
respiratory distress, sianosis dan faseakhir konvulsi lebih menonjol.
Bila kematian karena tekanan pembuluh darah vena, maka sering
didapati tanda- tanda perbendungan dan perdarahan (petechie) di
konjuntiva bulbi, okuli dan di otak bahkan sampai kekulit muka. Bila
tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda-
tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemiotak), yang
menyebabkan gangguan pada sentra respirasi, dan berakibat gagal
nafas. Tekanan pada sinus karotis menyebabkan jantung tiba-tiba
berhenti dengan tanda- tanda post mortem yang minimal
Pemeriksaan Jenazah Luar

I. Tanda penjeratan pada bagian leher. Hal ini sangat diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya tergantung
kepada beberapa situasi :

a. Tanda dari penjeratannya jelas dan dalam jika bahan penggantung yang di gunakan berukuran kecil dan
keras jika di bandingkan dengan menggunakan bahan yang lembut dan diameternya lebar misalnya
selendang, maka bekas dari jeratan tampak tidak begitu jelas. Posisi ikatan pada leher juga
pentinguntukmembedakan hanging ataustrangulasi :

Pada hanging :

a) 85% di atas cartilage thyroidea


b) 15% setinggi cartilage thyroidea
c) 5% di bawah cartilage thyroidea
a. Bekas jeratan (ligature mark) berparit, bentuk miring (obliq) seperti “V” terbalik terletak pada
daerahdepanleher, mulaidarileherbagianatas yang terletak di antara kartilago tiroid dengan dagu, kemudian
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju kedaerah belkang telinga. Tanda ini akan
semakin tidak jelas pada bagian belakang. Dapat ditemukan luka lecet dan vesikel berukuran kecil di sekitar
jeratan.

b. Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada saat
perabaan, kulit terasa seperti meraba kertas perkamen, hal ini disebut tanda parchmentasi. Bila jeratan
talikeras, mula- mula akan menimbulkan warna pucat lalu berubah menjadi coklat seperti warna kertas
perkamen. Pada daerah sekitar ikatan dijumpai daerah hiperemis dan ekimosis. Hal ini menunjukkan bahwa
pengikatan terjadi saat korban masih hidup. Bila pengikatan degan bahan yang lembut seperti selendang
maka dapat terlihat bekasnya lebar dan tidak ada lekukan ikatan, biasanya miring dan tidak terputus. Bila
lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat.
c. Berdsarkan tempat dimana terdapat simpultali yang terletak pada kulit bagian bawah telinga, terlihat
daerah berbentuk segitiga yang merupakan bagian yang tidak ada bekas jeratan. Kadang-kadang dapat
ditemukan juga bekas tekanan simpul di kulit.

d. Sekelilingnya berbatas tegas dan tidak ada tanda-tanda abrasi di sekitarnya.

e. Jumlah tanda penjeratan pada keadaan khusus dapat terlihat leher dililiti beberapa kali dengan arah
horizontal baru setelah di gantung, dalam keadaan ini didapatkan beberapa bekas jeratan yang lengkap,
namun tete pada 1 bagian yang menunjuk kantitik simpul.
i. Kedalaman bekas penjeratan juga dapat menunjukkan lama tubuh sudah tergantung,
ketatnyajeratan dan beratadan korban (komplitatauinkomplit).

ii. Apabila korban sudah lama tergantung, maka ukuran leher akan menjadi semakin panjang.

iii. Tanda-tanda asfiksia, terlihat muka pucat bahkan bisa bengkak, matamenonjol kea rah luar,
perdarahan berupa pteki terlihat pada wajah dan subkonjuctiva (tardieu’s spotatauconjunctiva
bulbi dan palpebral)

iv. Lidah, pada posisi tali di bawah cartilage thyroidea maka dapat dilihat lidah yang terjulur kea rah
luar dan berwarna lebih gelap akibat proses dari pengeringan.
v. Air liur mengalir dari sudut bibir pada bagian yang berlawanan dengan simpul tali. Hal ini merupakan
tanda pasti penggantungan anter-mortem.

vi. Lebam mayat, apabila korban sudah lama di turunkan dari gantungan, maka lebam mayat akan
didapati pada kaki dan tangan bagian bawah terutama pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Apabila
segera di turunkan lebam mayat bisa terdapat di bagian depan atau belakang tubuh sesuai dengan posisi
tubuh saat di turunkan.

vii. Posisi tangan biasanya dalam posisi tergenggam

viii. Urin dan feses dapat keluar

x. Penis kadangtampak ereksi di karenakan terkumpulnya darah pada bagian penis


Gambar 3: petechiae pada mata sebagai tanda asfiksia pada kasus gantung diri (Gita N, 2012)
Pemeriksaan Jenazah Dalam

i. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti perkamen
karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada jaringan di
bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.

ii. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebh banyak tejadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak
kekerasan.

iii. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan
darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah. Pada arteri karotis komunis dijumpai
garis berwarna merah (red line) pada tunica intima.
iv. Fraktur tulang hyoid sering terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali pengantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami
benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa
penggantu-ngannya ante- mortem.

v. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.

vi. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman
gantung.

vii. Paru- paru mengalami oedem dan kongesti dan dijumpai tanda Tardeou's spot dipermukaan paru,
jantung dan otak.

viii. Pada jantung bilik kanan penuh dengan darah dan bilik kiri kosong
TANDA KARDINAL ASFIKSIA

1.Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)


Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara
akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding
perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak
mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga,
Tardieu’s spot
circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata.
1.Kongesti dan Oedema


Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi
akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung)
menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan
rongga badan (terjadi oedema).

Sianosis
• Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir
yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak
berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada
minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum
sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.
Tetap cairnya darah
• Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran
tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi
pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik.
Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah
kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya
pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini
tidak relevan dalam diagnosis asfiksia (Sauko, 2016).
ILUSTRASI KASUS

• Identitas Korban
 
• Nama: Ny. X
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 27 Tahun
• Agama : Islam
• Alamat : Ds. Bogorame rt 03/01 kelurahan Mangunjiwan
Kec.Demak Kota Kab. Demak
• Kronologi Kejadian

Kantor Polisi Polsek Bonang pada hari Jum’at tanggal 7 Februari 2020
mendapatkan laporan dari seorang laki-laki yang merupakan Ayah dari
wanita yang diduga gantung diri. Wanita tersebut hanya tinggal berdua
dengan suaminya. Kemudian tanggal 9 Maret 2020, RS Bhayangkara
Semarang mendapatkan surat permohonan Visum et Repertum otopsi
bedah mayat untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya
KESIMPULAN

• Dalam ilmu kedokteran forensik, penyebab kematian asfiksia sangat


sering ditemukan. Asfiksia merupakan suatu kondisi terjadi gangguan
pertukaran udara pernapasan dimana O2  darah menurun (hipoksia)
sementara CO2 dalam darah meningkat (hiperkapnia) sehingga
mengakibatkan organ kekurangan O2  (hipoksia hipoksik) apabila berlanjut
akan mengakibatkan anoksia dan kematian
• Gantung adalah kondisi dimana terdapat lilitan tali (simpul mati) di leher
yang menjadi erat oleh karena berat badan korban. Tanda tanda umum
meliputi sianosis, kongesti vena leher-kepala-otak, perdarahan (pelebaran
pembuluh darah di palpebra / sklera, darah gelap serta encer.
DAFTAR PUSTAKA

• Arun M. Methods of suicide: A medicolegal perspective. JIAFM. 2006;28 (1):22-6


• Byard, R. W. and Gilbert, J. D. (2017) ‘Case Report Pathology / Biology Suicidal Decapitation
by Hanging — A Population-based Study’, pp. 10–12. doi: 10.1111/1556-4029.13638.
• Dewi, A. A. S., Nawang, R. and Yulianti, K. (2011) ‘Gantung Diri : Pola Luka Dan Livor
Mortis’, pp. 1–6.
• Gratteri, S. et al. (2017) ‘When a suicide becomes a forensic enigma : The role of hanging
marks and tools of suspension’, 0(0), pp. 1–4. doi: 10.1177/0025817217694528.
• Kamus kedokteran Merriam Webster. 3. Graham MA. Pathology of Asphyxial Death.
[Internet]. [Published: Jan 24 th, 2016; Cited  Nov 4th, 2016]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1988699 overview
• Karimi, J. et al. (2018) ‘h c v i o e f h f’, 12(2). doi: 10.5812/ijpbs.8035.Original.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai